Chapter 13: Sorry


Keindra terkekeh kecil melihat ke arah Haris yang masih menunjukan wajah kesal. “Apa lu ketawa-ketawa?” Ketus Haris.

“Ih tadi katanya janji nggak bakal galak! Bohong!”

“Ck! Siapa juga yang janji?”

“Tadi barusan di chat. Kak Haris nggak tepatin janji!”

“Gua cuma hmm doang, bukan berarti setuju?”

“Tapi bagi aku itu setuju! Sekarang mana kelingkingnya? Biar kak Haris nggak galakin aku lagi!” Keindra turun dari sofa, berlutut di samping Haris sambil menunjukan jari kelingkingnya tepat di hadapan wajah Haris.

“Harus banget?”

“Harus!”

“Iya deh iya.” Haris menautkan kelingkinya pada Keindra. “Udah ya?”

“Hehehe gitu dong! Jangan galakin aku lagi ya, Kak? Lagian salah aku apa sih sama kakak. Udah seminggu ini kayaknya marah sama aku, emang aku ada buat salah, ya?” Tanya Keindra hati-hati.

Haris diam, sebisa mungkin ia mengalihkan perhatiannya asal tidak menatap Keindra.

“Maaf ya kalau aku ada bikin salah, atau selama ini kakak risih deket sama aku. Mungkin aku yang terlalu percaya diri bisa dekat sama kakak, tapi nggak mikir perasaan kakak. Aku cuma anak baru yangㅡ”

“Berhenti.”

Keindra bungkam. Suara dingin Haris membuat detak jantungnya naik, Keindra kembali menunduk memainkan ujung sofa Haris.

“Simpan maafnya, harusnya yang minta maaf itu gua, Kei.”

“Hm? Emang kakak bikin salah apa?” Keindra menatap Haris bingung.

“Banyak. Dari gua yang abaikan chat lu, lama balas chat lu, balas chat lu singkat nggak kayak biasanya kita chatan. Bahkan ngabaikan lu di sekolah, terakhir kemarin gua bahkan bentak lu, Kei. Jadi, gua yang harusnya minta maaf sama lu.”

“Aku yakin kok semua yang kakak lakuin pasti ada alasannya, dan aku simpulkan salahnya di aku karena aku ganggu kakak lagi fokus mau tanding.”

“Sebenarnya bukan itu, Kei.”

“Lalu apa, kak?”

Haris menatap Keindra, keduanya bertukar pandang satu sama lain. Laki-laki yang lebih tua memberanikan diri menggenggam erat tangan Keindra, membuat empunya mengerjap gugup dan memilih mengeratkan genggaman tangannya.

“Gua ada hak nggak sih kalau gua bilang gua cemburu?” Tanya Haris.

“H-hah? Cemburu?”

“Iya. Gua sadar gua bukan siapa-siapa, tapi gua cemburu liat ada orang selain gua yang dapat perhatian lebih dari lu, Kei. Bahkan lebih akrab dari gua, gua ... gua nggak rela.”

“Maksud kakak, Yardan?” Tanya Keindra memastikan.

Hanya anggukan sebagai jawaban. Hal itu membuat Keindra gemas, ia meletakkan genggaman keduanya di atas pipi berisinya sambil tersenyum. Melihat hal itu, sebelah alis Haris naik.

“Maafin aku ya kak bikin salah paham. Yardan itu sepupu aku, kuliah di Sungapur sekarang lagi liburan. Aku emang dekat banget sama dia, karena cuma dia sepupu terdekat aku. Awalnya memang aku mau kenalin ke kakak biar bisa main bareng kita. Tapi ternyata kakakㅡ”

“Iya, gua udah keburu emosi dan nggak mau ketemu lu karena liat twitter, padahal nggak susah buat tanya. Gua juga udah terlanjur malu karena ngerasa bersalah, jadinya kemana-mana. Maafin gua ya, Kei? Gua sadar emang egois, keras kepala, emosian, harusnya ini bisa diselesaikan baik-baik.”

“Aku juga minta maaf, Kak. Harusnya dari awal aku kasi tau kakak soal kedatangan Yardan, tapi aku malah ngabaikan kakak dan asik sama Yardan. Aku paham kok kenapa kakak marah, waktu itu pasti rasanya kakak capek banget tapi aku malah nambah-nambahin beban.”

“Enggak, jangan nyalahin diri lu, Kei. Itu udah urusan dan resiko gua, harusnya lu nggak ikut jadi lampiasan emosi gua.”

“Yaudah kalau gitu, daripada enggak selesai-selesai saling nyalahin satu sama lain, ini kita impas sama-sama salah, ya?” Keindra tersenyum.

Bagaikan sihir, senyuman Keindra menular kepada Haris. Ia pun mengangguk mantap, jempolnya ia bawa untuk mengelus pipi berisi Keindra.

“Jadi, kita baikan?” Tanya Haris.

“Memangnya kita ada berantem? Hehehe.” Keindra terkekeh geli melihat kerutan di dahi Haris. “Iya, kita baikan. Jangan abaikan aku lagi ya, Kak? Jangan pernah nutupin perasaan kakak, kalau ada apa-apa ngomong biar aku tau, gitu juga aku ke kakak, biar kita saling tau dan cari solusinya bareng-bareng.”

“Iya Kei, maaf ya aku masih belum paham, masih kebawa ego dan sadar diri juga bukan siapa-siapa.”

“Cieee udah pakai aku, berarti udah balik jadi kak Haris yang aku kenal nih!” Keindra menaik turunkan alisnya menggoda Haris, membuat yang tua teripu dan menarik gemas pipi yang muda. “Jangan ditarik entar melar!” Keindra menepis pelan tangan Haris.

“Mana bisa melar, padet gini kok!” Haris menusuk-nusuk pipi Keindra.

“Memangnya bakso padet!”

“Sini aku makan, mau buktiin beneran bakso apa bukan.”

“Sembarangan!”

Keduanya tertawa, genggaman tangan sedari tadi masih bertahan. Haris membawa genggaman itu ke atas dadanya, dielusnya ke pipinya sendiri dan dikecup singkat. Menimbulkan rona samar di kedua pipi Keindra.

“Walau aku belum jadi siapa-siapa, tapi kalau aku minta jaga hatinya dulu sebentar boleh kan, Kei? Tunggu keadaan aku baikan dulu, tunggu pertandingan kelar dulu, walau aku nggak tau bisa tanding apa enggak. Tapi, aku boleh kan minta kamu stay, sama aku?”

Giliran Keindra yang mengecup tangan Haris, bahkan ia usak ujung hidungnya pada punggung tangan Haris.

“Kak, apapun isi pikiran kakak buang jauh-jauh, ya? Aku cuma deketnya sama kakak, aku bakal stay sama kakak, aku udah terlanjur nyaman deket sama kakak, enggak ada yang lain lagi kak. Jadi, kakak jangan segan buat minta aku stay, jangan mikir kakak bukan siapa-siapa dan nggak ada hak, karena kita udah sedekat ini, Kak. Oke?”

Me too, Kei. I also feel comfortable around you and don't want to be with anyone else. So I ask you to stay and support me.

I will, Kak. Aku bakal selalu support kakak apapun yang terjadi.”

Haris melepaskan genggaman tangannya, digantikan oleh sebuah pelukan erat. Tentu saja dengan senang hati Keindra membalas pelukan tersebut, walau sedikit kesusahan untuk memeluk leher Haris, karena laki-laki itu masih setia berbaring di atas sofa.

Cukup lama keduanya berpelukan, tak ada kata-kata yang tercucap, hanya dengan pelukan keduanya paham dan saling menyalurkan perasaan masing-masing.

By the way, Kak. Pertandingan kakak gimana kalau kakinya cedera?”

“Loh Wira nggak ada kasi tau? Sementara yang gantikan si Wira. Ini anaknya lagi latihan kejar target, agak kasihan aku sebenarnya sama dia. Tapi namanya kecelakaan, aku juga nggak bisa mastiin bisa ikut tanding atau enggak.” Wajah Haris tampak sendu memberikan penjelasan.

Keindra menangkup pipi Haris dengan sebelah tangannya, jempolnya ia bawa untuk mengelus lembut pipi Haris. “Aku paham rasanya, aku pernah diposisi kakak kalau kakak lupa. Tapi ingat satu hal, yang terpenting kesehatan kakak, kondisi tubuh kakak dulu. Aku tau kakak pasti sedih, tapi selalu ingat ada aku, ada yang lain selalu dukung kakak. Jangan merasa kehilangan segalanya hanya karena ada kemungkinan nggak bisa tanding, ya?”

“Keindra ...”

“Hm, iya?”

Thank you for everything. I just wanna hug right now.

Sebuah pelukan pun Haris dapatkan. Kali ini lebih erat dari sebelumnya, Haris memendam wajahnya pada ceruk leher Keindra, menghirup aroma vanilla yang begitu candu dan sangat cocok untuk Keindra.