Confess


Semester baru dimulai, Seungyoun akhirnya menginjak kelas terakhir dimasa SMA. Seperti biasa, setiap pagi Seungyoun bersama dua sahabatnya Kino dan Jamie, selalu berangkat menggunakan bis sekolah. Saat memasuki kawasan sekolah, ketiga sibuk melihat murid-murid baru dari kelas 10 yang tampak menggemaskan di mata mereka.

“Eh liat deh adek kelas kita udah keliatan dewasa banget nggak sih, dulu pas kita kelas 10 perasaan cupu gitu!” Ujar Jamie.

“Noh si Kino, lugu banget. Gua kira anak baik-baik, ternyata setan lu!” Seungyoun dengan ringan tangannya mendorong kepala Kino yang terhalang oleh Jamie, karena perempuan ini berada di tengah mereka berdua.

“Woi ngaca! Lu juga ya, sok polos padahal koleksiannya hentai!” Protes Kino tak terima kepada Seungyoun.

“Dih ngaco! Gua apa pacar lu yang koleksi hentai!?”

“Astaga masih pagi! Berantem mulu, jodoh tau rasa!” Lerai Jamie sambil merentangkan tangannya menjauhkan kedua sahabatnya.

Ketiganya lanjut berjalan menuju kelas, melewati lapangan basket yang ramai oleh anak-anak satu angkat mereka sekedar bermain menunggu kelas mulai.

“Pacar lu tuh!” Seungyoun menunjuk sosok yang sedang bermain basket bersama teman-temannya menggunakan dagu.

Kino menoleh ke lapangan basket, sudut bibirnya naik membentuk senyuman lebar melihat sang kekasih yang begitu tampan bermain basket.

“Pacar gua kok bisa cakep banget ya, beruntung banget gua dapatin Hongseok.” Kino menyandarkan dagunya pada pundak Jamie, menatap sosok Hongseok.

“Hongseok sih yang rugi dapatin lu, soalnya lu jelek!” Seungyoun mulai mengganggu Kino lagi.

“Lu jomblo diem, noh ada gebetan lu juga ikut main. Mau sampai kapan lu cuma natap dari jauh doang? Udah kelas 12 nih kita, udah mau lulus.”

Perkataan Kino membuat Seungyoun terdiam. Ketiga anak remaja ini masih setia berdiri di tepi lapangan, dengan Kino merangkul Jamie yang sedang bersedekap dan Seungyoun memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Tatapan mereka tertuju pada satu objek, yaitu Seungwoo.

Siswa kebanggaan sekolah mereka. Si Ketua OSIS dan atlet basket, seluruh warga sekolah bahkan dari sekolah lain mengenal sosok Seungwoo. Sudah lama Seungyoun menaruh hati kepada Seungwoo yang kebetulan sekelas dengan kekasih Kino tersebut. Namun apa daya, Seungyoun tidak memiliki nyali yang besar untuk memulai pendekatan dengan Seungwoo.

“Kata gua sih Youn, mending confess sekarang daripada enggak sama sekali. Rugi banget perasaan lu cuma lu simpen begini. Urusan ntar dia menjauh, ilfeel atau nggak suka lu balik kan udah resiko, yang penting hati lu plong aja.” Nasehat Jamie secara tiba-tiba.

Seungyoun menoleh ke sahabat perempuannya, sedikit menunduk karena Jamie lebih mungil. “Jangankan confess, liat dia dari jauh gini aja gua udah degdegan.”

“Cupu ah! Mau kapan lagi memangnya? Lawan kek tuh rasa gugup!” Sambar Kino dan mendapat pukulan di kepalanya.

“Ngomong sama diri lu, yang baru dipegang tangannya sama Hongseok udah nangis-nangis samperin kita di rumah Jamie.”

“Jangan ungkit cerita lama dong!”

Saat ketiganya sibuk berdebat, dari kejauhan Seungyoun dapat mendengarkan teriakan seseorang yang sedari tadi mereka bicarakan.

WOI AWAS BOLA!!!”

Beruntung reflek Seungyoun bekerja dengan cepat. Saat bola basket yang keras itu hampir menghantam wajahnya, Seungyoun sudah lebih dulu menangkapnya. Kino dan Jamie yang melihat aksi sahabatnya itu bedecak kagum dan bertepuk tangan semangat.

“Gila sahabat gua keren banget!” Teriak Kino bersemangat.

Senyuman miring ala Seungyoun ia tunjukkan kepada kedua sahabatnya, merasa bangga akan reflek cepatnya.

Eh Youn, lu gapapa?

Sesaat senyuman itu hilang, digantikan dengan wajah panik Seungyoun saat melihat Seungwoo datang menghampirinya. Dirinya tak bisa berkata apa-apa, selain menelan kasar salivanya dan menggigit bibir gugup.

“Gua liat lu tadi nangkep bolanya, boleh juga lu, Youn!” Puji Seungwoo sambil menepuk pundak Seungyoun.

Mampus pundak gua ditepuk!!!” Teriak batin Seungyoun.

“Dulu pas SMP Seungyoun pemain basket loh, Woo!” Jamie memberikan informasi sambil menyenggol pundak Seungyoun.

“Oh ya? Kok gua nggak tau ya, kenapa nggak ikut tim basket, Youn?”

Kalau ikut tim basket yang ada gua malah goblok main basket gara-gara liatin lu!

“Youn? Woi ditanyain Seungwoo tuh!” Kino mendorong Seungyoun, membuatnya tersadar dari lamunannya.

“H-hah? Apa?” Tanya Seungyoun kebingungan.

“Hahaha lucu banget sih lu. Masih shock ya hampir kena bola tadi?” Seungwoo tertawa! Detak jantung Seungyoun berdegup kencang, hingga rasanya sesak dan pusing.

Wajah Seungwoo yang tertawa dari dekat terlihat semakin tampan, bahkan matanya juga ikut tersenyum saat ia tertawa. Ditambah tetesan keringat yang membasahi pelipis Seungwoo, membuat Seungyoun tanpa sadar sudah ada cairan kental berwarna merah mengalir dari dalam hidungnya.

“Seungyoun lu mimisan!?” Perkataan Seungwoo membuat kedua sahabat Seungyoun panik.

“Woi Youn lu kenapa!?” Jamie mengguncang tubuh Seungyoun.

BRUK

💌

Mata rubah itu terbuka perlahan, ia merasakan pusing menyerang kepalanya. Dilihatnya ruangan serba putih dan kasur berjejer di sampingnya, membuat ia menghela napas berat.

“Lu tadi pingsan. Kenapa dah, nggak ada sarapan?”

Seungyoun menoleh, mendapati Jamie membawa secangkir teh yang baru saja ia beli dari kantin.

“Sarapan kok, kayaknya karna shock aja.”

Shock karena hampir dihantam bola, apa karena dibilang lucu sama Seungwoo?” Jamie menyeringai jahil.

“Jam! Berisik!” Seungyoun menutup mata menggunakan lengannya.

“Hahaha Youn ... Youn ... mau sampai kapan sih lu begini? Nih minum dulu, bisa bangun nggak?”

“Bisa,” Seungyoun perlahan bandung dan bersandar pada sandaran kasur UKS. “Mana sini tehnya,” Seungyoun mengulurkan tangannya mengambil cangkir hangat itu dari Jamie.

“Tau-tau aja lu kalau ini teh.”

“Keciuman. Kino mana?” Tanyanya sambil menyeruput teh itu, hingga tersisa setengah.

“Masih di kantin, lagi bucinㅡ”

Hey bitch! Kok nggak wafat aja sekalian?” Panjang umur, yang ditanyai pun datang dengan kurang ajarnya terlihat mengejek menghalangi pintu bersama kekasihnya.

“Mulut.” Tegur Hongseok membuat Kino kikuk dan mengundang tawa Seungyoun serta Jamie.

“Malu sih gua udah sok jago tapi kena tegur!” Ejek Seungyoun.

“Diem lu! Nih gua bawain roti isi ayam sama kelapa. Lu laper ya sampai mimisan gitu, terus pingsan?”

“Enggak. Gua capek ngehadapin lu, makanya pingsan.”

“Ngaco!” Kino mendorong kepala Seungyoun yang sedang menikmati roti isi ayamnya.

“Lu gapapa Youn?” Tanya Hongseok.

“Gapapa kok, Hong. Santai lah, biasa gua mimisan gini mah.

“Oh gitu, tadi Seungwoo yang bawa lu ke UKS katanya maaf nggak bisa jagain soalnya kelas kita ada kuis, terus tadi mau nyamperin kesini keburu dipanggil sama kepsek.”

Penjelasan Hongseok nyatanya tidak membuat keadaan membaik. Seungyoun tersedak daging ayam yang tengah ia kunyah, tiga orang disana mendadak panik, buru-buru Jamie memberikan air mineral kepada Seungyoun.

Setelah tenang, Seungyoun menghela napas lega dan memicing sinis kepada Hongseok. “Coba ngomong tu pakai permisi dulu!”

“O-oh hahaha ya maaf gua lupa! Masih lu suka sama Seungwoo?”

“Masih lah! Ya kali!”

Confess kali, Youn. Gua sama Kino aja udah jalan 2 tahun, masa lu sama Seungwoo stuck doang, liatin dari jauh mulu!”

“Tuh denger, laki gua aja yang temennya Seungwoo ngomong gitu!” Kino menambahkan.

“Laki pala lu laki! Nikah aja belum!”

“Suka-suka gua lah! Jadi gimana? Sebelum terlambat woi ah! Mana tadi Seungwoo dah berkorban gendong badan lu yang bongsor, jadikan kesempatan kali.”

“Kesempatan gimana?” Seungyoun mengernyit.

“Bilang makasih lah, Youn. Diajarin basic manner kan lu, kalau udah ditolong bilang apa?” Jamie menimpali dengan malas.

“YA GIMANA?” Seungyoun berteriak emosi, karena tidak mendapatkan pencerahan.

“Sore ini kita latihan basket. Datang gih ketemu Seungwoo, bawa minuman. Gimana?” Hongseok angkat bicara memberi ide, demi kelancaran pendekatan Seungyoun dan Seungwoo.

“Boleh tuh, Youn! Gua juga sambil nungguin Hong latihan, mau?” Kino mengangguk semangat.

Sedangkan yang diberi saran menggigit bibirnya, tanda gugup dan bingung. “Ntar kalau gua gugupㅡ”

“Udah gua bilang buang rasa gugup lu! Kalau begini mulu mana bisa selesai, mana bisa dekat. Pokoknya ntar sore, lu sama gua ke lapangan basket, temui Seungwoo, dah!” Final Kino membuat Seungyoun menghela napas berat.

“Jamie?”

“Gua ada les piano kalau lu lupa.”

“Bisa kok! Gua udah bantu nih.” Hongseok menepuk pundak Seungyoun memberi semangat.

💌

Sore harinya sesuai janji atau lebih tepatnya paksaan Kino. Seungyoun datang ke lapangan basket, duduk di tribun terbuka sendirian.

“Mana sih Kino, katanya mau temenin tapi hilang!” Gerutu Seungyoun, saat sahabatnya tadi beralasan ada urusan sebentar dan menyuruhnya ke lapangan basket terlebih dahulu.

Satu persatu para pemain basket sekolah berdatangan, jantung Seungyoun mulai berdetak kencang, dirinya merasa gugup takut jikalau Seungwoo tiba-tiba datang.

“Youn udah baikan?”

Seungyoun menoleh, melihat Seungwoo sudah siap dengan baju basket sekolah berwarna biru dan meletakkan tasnya di samping Seungyoun.

“H-hah? O-oh! OH! Udah kok, udah baikan hehehe.” Seungyoun meringis, merasa bodoh karena selalu kalah akan rasa gugupnya saat bertemu Seungwoo.

“Beneran udah baikan? Lu tadi yakin bolanya nggak kena wajah lu?”

“Yakin kok, Woo. Tenang aja. Gua cuma shock aja tadi hehe.”

“Maaf ya, tadi mainnya emang agak bar-bar.”

“Gapapa, seriusan gapapa kok. Salah gua juga sama yang lain malah berdiri di samping lapangan.”

“Hmmm okay. Lu kesini sendirian?”

“Tadi janji mau temenin Kino, biasa liatin Hongseok. Tapi sampai sekarang nggak muncul-muncul!” Tanpa sadar Seungyoun merengut kesal, membuat Seungwoo gemas dan terkekeh geli. “E-eh, kenapa? Gua bawel ya?”

“Oh? Enggak kok, lucu aja liat lu ngomel gitu.”

“Ahㅡ hehehe maaf ya, emang Kino tu sumber emosi aja bawaannya.”

“Hahaha ada-ada aja, gitu-gitu juga lu berdua awet temenan.”

“Nah itu dia! Gua aja heran kenapa bisa betah. Pakai pelet kali ya?”

Lagi Seungwoo tertawa, padahal tidak ada hal lucu. “Ngada-ngada aja lu ah, Youn! Mana ada peletin temen, yang ada buat dapat pacar.”

“Dih! Kok lu tau? Pernah pakai ya?”

“Sembarangan! Gua suka baca mitos-mitos gitu.”

“Oh kirain ...” Seungyoun mengangguk paham. Sesaat ia teringat apa tujuannya untuk datang kesini. “Eh Woo belum mau main, 'kan?”

“Belum, kenapa?”

“Ada minuman nggak?”

“Ada. Kenapa? Lu mau kasi gua minum?”

“Hu'um! Nih!” Seungyoun memberikan minuman penambah ion dengan label biru kepada Seungwoo. “Untuk lu, sekalian sebagai ucapan terima kasih gua karena udah bawa gua ke UKS tadi. Pasti lu kesusahan bawa badan berat gua.”

Seungwoo menerima dengan senang hati pemberian Seungyoun sambil terkekeh. “Hongseok cerita, ya?” Tanyanya dan Seungyoun mengangguk. “Sama-sama ya, tenang aja lu nggak berat kok, kalau berat mah udah gua lempar aja di tengah lapangan.”

“Ngaco!”

“Hahaha. Thanks ya, Youn!”

“Hmm ... semangat ya latihannya!”

Keduanya terdiam, dari kejauhan dapat Seungwoo lihat sang pelatih datang bersamaan dengan beberapa teman satu timnya yang belum datang.

“Youn.”

“Hm?”

“Lu nunggu disini bareng Kino, 'kan?”

“Iya. Kenapa?”

“Pulang bareng gua, ya?”

“Hah?”

“Iya bareng gua, jadi tunggu sampai selesai, oke?” Seungwoo mengacak rambut Seungyoun dan buru-buru berlari ke tengah lapangan, meninggalkan Seungyoun yang wajahnya sudah memerah hingga telinga dan lehernya.

MOM HELP ME!!!” batin Seungyoun berteriak.


Latihan selesai, sedari tadi senyum mengejek dari Kino tak luput dari pandangan Seungyoun. Ya, dia sudah menceritakan semuanya kepada sang sahabat, sehingga tak heran Kino sengaja mengejek Seungyoun yang tampak gugup di sampingnya.

“Ciee pulang bareng gebetan ciee!” Kino menggelitik dagu Seungyoun, membuat empunya menepis kasar tangan Kino. “Dih galak! Jangan galak-galak, ntar Seungwoo kabur.”

“Ngapain gua kabur?”

Keduanya menoleh cepat, mendapati Seungwoo bersama Hongseok sudah berdiri di depan dua laki-laki manis ini.

“O-oh itu, hati-hati nanti pulang ada anjing galak, jadi kabur!” Kino menjawab gugup sambil menatap pacarnya yang sudah tertawa geli.

“Kirain apaan. Youn, yuk?”

“Hah?” Seungyoun tak dapat berpikir jernih, dirinya begitu gugup, bahkan tangannya terasa dingin.

“Katanya tadi pulang bareng. Lu mau tetap di sekolah sampai malam? Boleh aja sih kalau mau meet up sama mba kunti.”

“HEH SEMBARANGAN! YAUDAH AYO!” Seungyoun segera berdiri dan jalan terlebih dulu, setelah berteriak dan mengejutkan 3 orang di dekatnya.

“Eh Youn! Tunggu! Hong, Kin, gua duluan ya.” Seungwoo buru-buru lari mengejar Seungyoun.

Good luck, Woo!” Teriak Hongseok, membuat dahi Kino mengernyit.

“Maksudnya good luck untuk apa?”

“Ntar juga kamu tau sendiri. Yuk pulang?” Hongseok merangkul Kino, membawa pacarnya itu pulang sebelum hari semakin gelap.

💌

Seungyoun terus berjalan cepat, meninggalkan Seungwoo yang tengah berlari mengejar dirinya.

“Youn! Tunggu! Seungyoun! Wou setdah napa buru-buru sih!”

“Keburu maghrib Woo!” Seungyoun berhenti berjalan, ia balik badan melihat Seungwoo mendekat padanya.

“Lu takut?”

“Diem!”

“Ah I see hahaha. Tenang aja, ini kita langsung pulang kok. Tapi pakai sepeda gapapa ya? Motor gua lagi masuk bengkel.”

“Serius lu!? Badan gua berat loh lu boncengin pakai sepeda.”

“Yaelah seberapa sih, santai aja kali. Yuk!” Seungwoo menarik tangan Seungyoun menuju parkiran sepeda. Sosok tinggi itu mengeluarkan sepeda hitamnya, dan naik terlebih dahulu.

“Gua dimana? Ga ada buat tinjakan di belakang.” Seungyoun mengernyit bingung.

“Ya di depan sini, bisa kan duduk miring?” Seungwoo menepuk besi bagian depan sepedanya.

“Heh? Yakin nggak oleng?”

“Yaelah bawel betul, percaya sama gua. Naik!” Seungwoo kembali menarik tangan Seungyoun, membuatnya pasrah dan duduk di atas besi sepeda Seungwoo. “Pegangan!” Perintah Seungwoo.

“Kemana!?”

“Ya itu ke besi stang sepeda gua!”

“Beneran gapapa kan Woo? Kalau nggak bisa gua pakai gojek aja!”

“Udah diem!” Seungwoo menjalankan sepedanya keluar dari kawasan sekolah.

“Ke kiri ya Woo.”

“Iya gua tau, udah lu duduk manis aja diem di tempat duduk lu.”

Seungyoun mengatupkan bibirnya erat. Alisnya sedari tadi tertekuk ke bawah, kebingungan atas sikap Seungwoo yang seperti tahu saja dimana letak rumah Seungyoun.

Lama ia terdiam, dan semakin dibuat heran saat Seungwoo membelokkan sepedanya ke arah jalan yang benar menuju rumahnya.

“Woo, kok lu tau jalan mau ke rumah gua sih?”

“Ya tau lah, kan setiap lu pulang ada gua di belakang ngikutin.”

“Hah ngapain!?” Seungyoun mendongak untuk melihat Seungwoo yang juga menunduk, tersenyum geli kepadanya.

“Rumah kita searah kali, Youn. Bedanya di belokkan doang, lu belokan pertama, gua kedua di sana lagi.”

Seungyoun kembali menatap ke arah depan. Matanya membulat dan mengerjap, saat mendengar info yang selama ini ia tidak tahu.

Selama ini gua lowkey pulang bareng Seungwoo gitu!?” Seungyoun menunduk malu, menggelengkan kepalanya membuat aroma jeruk dari rambutnya menguar, menggelitik indra penciuman Seungwoo.

Tanpa sadar Seungwoo sedikit menunduk untuk menghirup aroma jeruk itu. Dirinya tersenyum tipis, dan bertahan pada posisi tersebut. Sedangkan Seungyoun, yang merasakan hembusan napas secara tiba-tiba dari Seungwoo menegapkan badannya tegang, membuat kepalanya menempel pada dagu Seungwoo.

Keduanya terdiam dalam posisi tersebut, hingga sampai di depan rumah Seungyoun. Matahari sudah bersembunyi, namun langit masih tampak terang dengan warna oranye cerah.

“Sampai!” Ujar Seungwoo.

Sang penghuni rumah meloncat dari sepeda Seungwoo.

Thanks banget ya, Woo. Hari ini gua banyak bilang makasih mulu sama lu hehe padahal baru aja dua hari masuk sekolah, udah ngerepotin orang aja.”

“Hahaha santai aja. Mumpung searah ini mah, kapan lagi pulang bareng pake sepeda, ya nggak?”

“E-eh? Haha i-iya, bener juga!”

Seungyoun masih setia berdiri di depan pagar kayu putih depan rumahnya, Seungwoo pun masih berada di atas sepedanya. Tak ada yang ingin memulai percakapan, sekedar mengucapkan perpisahan.

“Youn ...”

“Iya?”

“Sebenarnya gua mau tanya sesuatu sama lu.”

“Apa tuh?”

Suara deheman dari Seungwoo membuat Seungyoun penasaran, “sebelumnya gua enggak tau ya ini cuma perasaan gua aja atau bukan. Tapi sebenarnya lu kenapa sih selalu ngehindarin gua? Awalnya gua kira karena kita belum kenal, tapi setelah kita kenal lu selalu kayak kabur gitu dari gua. Emangnya gua ada ngelakuin sesuatu ya, sampai bikin lu takut terus ngehindar dari gua?”

Pertanyaan panjang dari Seungwoo tentu saja membuat Seungyoun membisu. Kalau bisa dirinya ingin menghilang saja, dirinya tidak menyangka selama ini Seungwoo memperhatikan gelagatnya.

“Ahㅡ anu ... itu ...” Seungyoun menunduk, menggigit bibirnya lagi, sambil memainkan jarinya gugup.

“Gua gapapa kok Youn kalau emang lu jujur sama gua. Gua bakal terima apapun itu jawabannya, karena gua juga mau jujur sesuatu sama lu.”

“Apa?” Seungyoun menatap Seungwoo.

“Lu nggak mau ngomong dulu jelasin ke gua?” Seungwoo balik menatap Seungyoun. Tetapi sosok di depannya hanya diam.

Masa gua langsung confess sih? Tapi kapan lagi gua ngomong kalau nggak sekarang?” risau batin Seungyoun.

“Wooㅡ”

“Youn sebenarnya gua suka sama lu.” Bola mata Seungyoun melebar. “Maaf kalau gua ada salah dan buat lu nggak nyaman sama kehadiran gua. Gua nggak tau apa salah gua, selama ini gua berusaha jaga jarak karena gua sadar lu selalu ngehindar dari gua. Tapi gua mau jujur sama lu soal perasaan gua ini, biar gua plong aja.”

“Se-sejak kapan? Sejak kapan lu suka sama gua, Woo?”

“Dari MOS, Youn. Kelompok kita selalu baris sebelahan, 'kan? Gua diem-diem merhatiin lu.”

“Demi apa?”

“Serius Youn. Kenapa? Lu makin ilfeel ya sama gua karena gua merhatiin lu, maafㅡ”

“Nggak! Jangan minta maaf! Lu serius sama semua perkataan lu?” Seungyoun mendekat, menatap mata Seungwoo dari jarak lebih dekat untuk mencari kebohongan.

Tidak ada.

Tidak ada kebohongan dari mata Seungwoo, melainkan tatapan memohon dan rasa menyesal.

“Seungwoo ... maaf buat lu salah paham. Gua nggak benci lu, gua ada alasan sendiri dan itu bukan karena gua ilfeel sama lu, Woo.”

“Kenapa?”

“Gua ... gua ...” Seungyoun menggigit bibirnya makin kencang, hingga bibir itu memerah.

“Jangan digigit gitu, udah mau berdarah tuh!” Seungwoo mengusap dagu Seungyoun, membuat empunya terkesiap.

“O-oh anu ... aduh gimana ya.”

“Ngomong aja, Youn.”

Seungyoun menarik napas dalam, “guajugasukasamaluwoopersissamadariawalkitaMOS!” deretan kalimat itu Seungyoun ucapkan dalam satu tarikan napas.

Seungwoo mengerjapkan matanya, dirinya cukup terkejut dengan pengakuan Seungyoun secara terburu-buru itu.

“Youn bisa ulang sekali lagi, kali ini lebih pelan. Gua mau memastikan aja nih.”

“Huftㅡ jadi gua juga suka sama lu, Woo. Gua suka sama lu, persis sama dari awal kita MOS. Diam-diam gua juga merhatiin lu, gua takut mau ngajakin lu kenalan, untung aja Kino sama Hongseok pacaran, jadinya kita bisa kenal,

“Alasan gua selalu ngehindarin lu itu karena gua suka gugup ketemu sama lu. Gua takut keliatan terlalu jelas suka sama lu. Jantung gua selalu degdegan parah setiap lihat lu. Nih buktinya!” Seungyoun menarik tangan Seungwoo, meletakkannya di atas dadanya, agar Seungwoo merasakan detak jantungnya.

Awalnya Seungwoo terkejut, namun setelah itu dirinya terkekeh geli. Seungyoun tidak berbohong, jantung laki-laki di depannya seperti habis lomba lari.

“Lu nggak ada riwayat sakit jantung kan, Youn?”

“Nggak ada, Woo. Tapi kalau pemicunya karena lu, mungkin ada.”

“Hahaha ada-ada aja!” Seungwoo melepaskan tangannya dari dada Seungyoun dan mengacak gemas rambut laki-laki manis itu.

“Jadi Wooㅡ”

“Jadi apa?”

“Gapapa, gua lega setelah confess dan tau jawabannya. Gua awalnya pesimis lu nggak suka sama gua, tapiㅡ”

“Mau jadi pacar gua nggak, Youn? Kan udah tau nih kita sama-sama suka. Udah kelas 12 juga, kapan lagi ngerasain masa cinta-cintaan SMA. Ya nggak?”

“Kita pacaran nih?”

“Lu mau nggak?”

“Mau lah! Udah mau 2 tahun gua nungguin, ya kali enggak!?”

“Yaudah pacaran nih?”

“Pacaran! Gua mau kok, mau banget malah!”

Keduanya terdiam beberapa saat, kemudian tertawa kencang. Merasa konyol untuk meresmikan hubungan dengan cara seperti ini.

Tiba-tiba saja Seungwoo menarik Seungyoun ke dalam pelukannya, menghirup aroma jeruk dari rambut Seungyoun yang menjadi candu. Sedangkan Seungyoun terdiam, otaknya masih memproses kejadian ini. Tak lama setelah itu, Seungyoun balas memeluk punggung Seungwoo.

“Gua nggak suka bau stella jeruk, tapi bau shampo lu candu banget.”

“Hah? Gimana?”

“Jeruk, 'kan?”

“Oh iya, punya mama sih sebenarnya hehehe. Enak?”

“Banget. Seger, gua suka.”

“Yaudah lain kali gua beli sendiri. Anggap aja gua stella jeruk spesial lu. Jiaaah spesial nggak tuh?”

“Hahaha kocak!” Seungwoo mengusak wajahnya pada rambut Seungyoun.

“Udah ah, pulang sana, udah maghrib. Ntar di jalan lu malah boncengin mba kunti lagi.”

“Tuh di belakang lu.” Seungwoo nenunjuk menggunakan dagunya, Seungyoun sontak menoleh dan tak mendapati apa-apa.

“APAAN SIH!?” Seungyoun memukul pundak Seungwoo kesal.

“Loh? Ada pagar, sana masuk maksud gua. Dih dasar penakut.”

“Tauk ah! Baru juga jadian dan nyebelin, balik sana lu, bye!” Seungyoun melepaskan pelukannya dan masuk ke dalam rumahnya tanpa menoleh ke belakang.

Seungwoo hanya terkekeh geli melihat tingkah pacar barunya, “I LOVE YOU SEUNGYOUN” teriak Seungwoo dari luar. Membuat Seungyoun segera balik badan, melotot kepada Seungwoo.

“Jangan teriak! Didenger orang rumah woi udah maghrib!”

“Hehehe balesannya mana?”

“I-iya I love you too! Udah sana pulang!”

Akhirnya Seungwoo pulang, dengan perasaan bahagia. Begitu pula dengan Seungyoun, selain lega, dirinya pun bahagia akhirnya mendapatkan Seungwoo yang hampir 2 tahun ini ia idamkan.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

The End


Written by taeyangbii