teuaskmeflous

Jemput

Suara deru laju motor keluar dari halaman seorang laki-laki berperawakan tinggi, tampan, putih, dan terlihat cool menggunakan jaket kulit berwarna hitam.

Dengan meninggalkan seorang perempuan di di depan ambang pintu rumahnya.

“Than tumben berangkat pagi?” teriak perempuan tersebut dengan kerasnya.

“Iya Ma ada urusan sebentar,” jawab Gesthan memberhentikan laju motornya saat masih di sekitar pekarangan rumah.

“Hati-hati! Jangan ngebut!” perintah seorang perempuan yang dipanggil mama oleh Gesthan.

“Siap ratu,” Gesthan melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal.


Gesthan hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di depan rumah dengan pagar menjulang tinggi menutupi seluruh rumah berwarna hijau muda, dengan berbagai tanaman hias maupun pohon di sana.

Dengan cepat Gesthan melepaskan helm hitam miliknya dan turun dari motornya. Seraya menekan bel di dekat pagar rumah milik seorang yang kerap dipanggil Nalya.

Ting tong

Suara bel nyaris terdengar sangat jelas di telinganya. Namun tidak menampakkan orang keluar dari tempat itu.

Sekali lagi Gesthan menekan tombol bel untuk memastikan apakah benar rumah itu adalah milik keluarga Nalya. Jika benar pun ia hanya memastikan apakah Nalya sudah berangkat ke sekolah lebih awal untuk menghindarinya.

Benar saja ada seorang perempuan dengan rambut panjang dan tahi lalat di hidung berjalan kearahnya dengan tatapan bingung.

Srett suara pagar rumah itu saat dibuka oleh Nalya.

“Lo? Siapa?” tanyanya dengan raut wajah bertanya-tanya.

Gesthan mengulurkan tangannya dengan sopan seraya berkata “Kenalin gue Gesthan Travis Millard, yang kemarin kemarin-kemarin chat lo,” ucapnya.

Tidak menjawab uluran tangan Gesthan, Nalya justru hanya menatap halus tangan cowok didepannya.

“Yuk!” ajak Gesthan seraya mengambil helm di belakang jok motor miliknya.

“Kemana?” tanya Nalya bertambah bingung.

“Gue nggak ngerti lo itu pelupa atau emang melupa, tapi tadi pagi gue ajakin lo buat berangkat bareng.”

“Ayo!” ucap Gesthan sekali lagi mengajak.

“Sorry nggak usah gue bisa sendiri,” tolak Nalya masih dengan nada biasa. Dan berjalan meninggalkan Gesthan sendiri di samping motornya.

Dengan cekatan Gesthan menaiki motor miliknya dan mengejar Nalya tanpa menyalakan motornya.

“Kenapa?” Gesthan bertanya seraya melihat ke arah Nalya yang masih terus berjalan menghindar. Mengikuti langkah demi langkah Nalya.

“Gue introvert,” jawab Nalya singkat.

“Hubungannya?”

“Gue nggak pernah diajak kenalan sama orang lain di sekolah, gue cuma punya Nathan.”

“Aneh aja lo mau kenalan duluan sama gue,” sambungnya.

“Oh si Jo dia juga yang ngasih nomor lo ke gue.” Gesthan menjelaskan “Eh enggak gue yang minta sama si Jo he he.”

“Mau naik nggak? gue udah capek naik motor cuma kagak gue nyalain?” Gesthan menawarkan sekali lagi.

“Nyalain aja kali ribet.”

“Lo kan belum naik.”

“Nggak-”

“Nggak ada penolakan! ayo!”

“Nggakpapa lo duluan aja!” tolak Nalya halus.

Gesthan menunjuk jam tangan yang dipakai Nalya dan bertanya lagi.

“Yakin nggak telat?”

“Lo mau naik apa emang?” tanya Gesthan bertubi-tubi.

Nalya yang baru tersadar sudah pukul 06.30 seketika berubah pikiran.

“Emm oke tapi gue nggak ngrepotin kan?”

“Enggaklah, ayo!”

Setelah Nalya menaiki motor, Gesthan segera melajukan motonya dengan kecepatan rata-rata.


Langkah Nalya terburu-buru sesaat menuruni motor milik Gesthan. Ia berlari tanpa melihat dan berterima kasih kepada sang penyelamatnya dari ulangan.

“Nggakpapa permulaan,” ucap Gesthan santai.

Jemput

Suara deru laju motor keluar dari halaman seorang laki-laki berperawakan tinggi, tampan, putih, dan terlihat cool menggunakan jaket kulit berwarna hitam.

Dengan meninggalkan seorang perempuan di di depan ambang pintu rumahnya.

“Than tumben berangkat pagi?” teriak perempuan tersebut dengan kerasnya.

“Iya Ma ada urusan sebentar,” jawab Gesthan memberhentikan laju motornya saat masih di sekitar pekarangan rumah.

“Hati-hati! Jangan ngebut!” perintah seorang perempuan yang dipanggil mama oleh Gesthan.

“Siap ratu,” Gesthan melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal.


Gesthan hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di depan rumah dengan pagar menjulang tinggi menutupi seluruh rumah berwarna hijau muda, dengan berbagai tanaman hias maupun pohon di sana.

Dengan cepat Gesthan melepaskan helm hitam miliknya dan turun dari motornya. Seraya menekan bel di dekat pagar rumah milik seorang yang kerap dipanggil Nalya.

Ting tong

Suara bel nyaris terdengar sangat jelas di telinganya. Namun tidak menampakkan orang keluar dari tempat itu.

Sekali lagi Gesthan menekan tombol bel untuk memastikan apakah benar rumah itu adalah milik keluarga Nalya. Jika benar pun ia hanya memastikan apakah Nalya sudah berangkat ke sekolah lebih awal untuk menghindarinya.

Benar saja ada seorang perempuan dengan rambut panjang dan tahi lalat di hidung berjalan kearahnya dengan tatapan bingung.

Srett suara pagar rumah itu saat dibuka oleh Nalya.

“Lo? Siapa?” tanyanya dengan raut wajah bertanya-tanya.

Gesthan mengulurkan tangannya dengan sopan seraya berkata “Kenalin gue Gesthan Travis Millard, yang kemarin kemarin-kemarin chat lo,” ucapnya.

Tidak menjawab uluran tangan Gesthan, Nalya justru hanya menatap halus tangan cowok didepannya.

“Yuk!” ajak Gesthan seraya mengambil helm di belakang jok motor miliknya.

“Kemana?” tanya Nalya bertambah bingung.

“Gue nggak ngerti lo itu pelupa atau emang melupa, tapi tadi pagi gue ajakin lo buat berangkat bareng.”

“Ayo!” ucap Gesthan sekali lagi mengajak.

*“Sorry nggak usah gue bisa sendiri,” tolak Nalya masih dengan nada biasa. Dan berjalan meninggalkan Gesthan sendiri di samping motornya.

Dengan cekatan Gesthan menaiki motor miliknya dan mengejar Nalya tanpa menyalakan motornya.

“Kenapa?” Gesthan bertanya seraya melihat ke arah Nalya yang masih terus berjalan menghindar. Mengikuti langkah demi langkah Nalya.

“Gue introvert,” jawab Nalya singkat.

“Hubungannya?”

“Gue nggak pernah diajak kenalan sama orang lain di sekolah, gue cuma punya Nathan.”

“Aneh aja lo mau kenalan duluan sama gue,” sambungnya.

“Oh si Jo dia juga yang ngasih nomor lo ke gue.” Gesthan menjelaskan “Eh enggak gue yang minta sama si Jo he he.”

“Mau naik nggak? gue udah capek naik motor cuma kagak gue nyalain?” Gesthan menawarkan sekali lagi.

“Nggak-”

“Nggak ada penolakan! ayo!”

“Nggakpapa lo duluan aja!” tolak Nalya halus.

Gesthan menunjuk jam tangan yang dipakai Nalya dan bertanya lagi.

“Yakin nggak telat?”

“Lo mau naik apa emang?” tanya Gesthan bertubi-tubi.

Nalya yang baru tersadar sudah pukul 06.30 seketika berubah pikiran.

“Emm oke tapi gue nggak ngrepotin kan?”

“Enggaklah, ayo!”

Setelah Nalya menaiki motor, Gesthan segera melajukan motonya dengan kecepatan rata-rata.


Langkah Nalya terburu-buru sesaat menuruni motor milik Gesthan. Ia berlari tanpa melihat dan berterima kasih kepada sang penyelamatnya dari ulangan.

“Nggakpapa permulaan,” ucap Gesthan santai.

Suara deru laju motor keluar dari halaman seorang laki-laki berperawakan tinggi, tampan, putih, dan terlihat cool menggunakan jaket kulit berwarna hitam.

Dengan meninggalkan seorang perempuan di di depan ambang pintu rumahnya.

“Than tumben berangkat pagi?” teriak perempuan tersebut dengan kerasnya.

“Iya Ma ada urusan sebentar,” jawab Gesthan memberhentikan laju motornya saat masih di sekitar pekarangan rumah.

“Hati-hati! Jangan ngebut!” perintah seorang perempuan yang dipanggil mama oleh Gesthan.

“Siap ratu,” Gesthan melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal.


Gesthan hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di depan rumah dengan pagar menjulang tinggi menutupi seluruh rumah berwarna hijau muda, dengan berbagai tanaman hias maupun pohon di sana.

Dengan cepat Gesthan melepaskan helm hitam miliknya dan turun dari motornya. Seraya menekan bel di dekat pagar rumah milik seorang yang kerap dipanggil Nalya.

Ting tong

Suara bel nyaris terdengar sangat jelas di telinganya. Namun tidak menampakkan orang keluar dari tempat itu.

Sekali lagi Gesthan menekan tombol bel untuk memastikan apakah benar rumah itu adalah milik keluarga Nalya. Jika benar pun ia hanya memastikan apakah Nalya sudah berangkat ke sekolah lebih awal untuk menghindarinya.

Benar saja ada seorang perempuan dengan rambut panjang dan tahi lalat di hidung berjalan kearahnya dengan tatapan bingung.

Srett suara pagar rumah itu saat dibuka oleh Nalya.

“Lo? Siapa?” tanyanya dengan raut wajah bertanya-tanya.

Gesthan mengulurkan tangannya dengan sopan seraya berkata “Kenalin gue Gesthan Travis Millard, yang kemarin kemarin-kemarin chat lo,” ucapnya.

Tidak menjawab uluran tangan Gesthan, Nalya justru hanya menatap halus tangan cowok didepannya.

“Yuk!” ajak Gesthan seraya mengambil helm di belakang jok motor miliknya.

“Kemana?” tanya Nalya bertambah bingung.

“Gue nggak ngerti lo itu pelupa atau emang melupa, tapi tadi pagi gue ajakin lo buat berangkat bareng.”

“Ayo!” ucap Gesthan sekali lagi mengajak.

“Sorry nggak usah gue bisa sendiri,” tolak Nalya masih dengan nada biasa. Dan berjalan meninggalkan Gesthan sendiri di samping motornya.

Dengan cekatan Gesthan menaiki motor miliknya dan mengejar Nalya tanpa menyalakan motornya.

“Kenapa?” Gesthan bertanya seraya melihat ke arah Nalya yang masih terus berjalan menghindar. Mengikuti langkah demi langkah Nalya.

“Gue introvert,” jawab Nalya singkat.

“Hubungannya?”

“Gue nggak pernah diajak kenalan sama orang lain di sekolah, gue cuma punya Nathan.”

“Aneh aja lo mau kenalan duluan sama gue,” sambungnya.

“Oh si Jo dia juga yang ngasih nomor lo ke gue.” Gesthan menjelaskan “Eh enggak gue yang minta sama si Jo he he.”

“Mau naik nggak? gue udah capek naik motor cuma kagak gue nyalain?” Gesthan menawarkan sekali lagi.

“Nggak-”

“Nggak ada penolakan! ayo!”

“Nggakpapa lo duluan aja!” tolak Nalya halus.

Gesthan menunjuk jam tangan yang dipakai Nalya dan bertanya lagi.

“Yakin nggak telat?”

“Lo mau naik apa emang?” tanya Gesthan bertubi-tubi.

Nalya yang baru tersadar sudah pukul 06.30 seketika berubah pikiran.

“Emm oke tapi gue nggak ngrepotin kan?”

“Enggaklah, ayo!”

Setelah Nalya menaiki motor, Gesthan segera melajukan motonya dengan kecepatan rata-rata.

#Nal and Gesthan

Suara deru laju motor keluar dari halaman seorang laki-laki berperawakan tinggi, tampan, putih, dan terlihat cool menggunakan jaket kulit berwarna hitam.

Dengan meninggalkan seorang perempuan di di depan ambang pintu rumahnya.

“Than tumben berangkat pagi?” teriak perempuan tersebut dengan kerasnya.

“Iya Ma ada urusan sebentar,” jawab Gesthan memberhentikan laju motornya saat masih di sekitar pekarangan rumah.

“Hati-hati! Jangan ngebut!” perintah seorang perempuan yang dipanggil mama oleh Gesthan.

“Siap ratu,” Gesthan melambaikan tangannya sebagai ucapan selamat tinggal.


Gesthan hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di depan rumah dengan pagar menjulang tinggi menutupi seluruh rumah berwarna hijau muda, dengan berbagai tanaman hias maupun pohon di sana.

Dengan cepat Gesthan melepaskan helm hitam miliknya dan turun dari motornya. Seraya menekan bel di dekat pagar rumah milik seorang yang kerap dipanggil Nalya.

Ting tong

Suara bel nyaris terdengar sangat jelas di telinganya. Namun tidak menampakkan orang keluar dari tempat itu.

Sekali lagi Gesthan menekan tombol bel untuk memastikan apakah benar rumah itu adalah milik keluarga Nalya. Jika benar pun ia hanya memastikan apakah Nalya sudah berangkat ke sekolah lebih awal untuk menghindarinya.

Benar saja ada seorang perempuan dengan rambut panjang dan tahi lalat di hidung berjalan kearahnya dengan tatapan bingung.

Srett suara pagar rumah itu saat dibuka oleh Nalya.

“Lo? Siapa?” tanyanya dengan raut wajah bertanya-tanya.

Gesthan mengulurkan tangannya dengan sopan seraya berkata “Kenalin gue Gesthan Travis Millard, yang kemarin kemarin-kemarin chat lo,” ucapnya.

Tidak menjawab uluran tangan Gesthan, Nalya justru hanya menatap halus tangan cowok didepannya.

“Yuk!” ajak Gesthan seraya mengambil helm di belakang jok motor miliknya.

“Kemana?” tanya Nalya bertambah bingung.

“Gue nggak ngerti lo itu pelupa atau emang melupa, tapi tadi pagi gue ajakin lo buat berangkat bareng.”

“Ayo!” ucap Gesthan sekali lagi mengajak.

“Sorry nggak usah gue bisa sendiri,” tolak Nalya masih dengan nada biasa. Dan berjalan meninggalkan Gesthan sendiri di samping motornya.

Dengan cekatan Gesthan menaiki motor miliknya dan mengejar Nalya tanpa menyalakan motornya.

“Kenapa?” Gesthan bertanya seraya melihat ke arah Nalya yang masih terus berjalan menghindar. Mengikuti langkah demi langkah Nalya.

“Gue introvert,” jawab Nalya singkat.

“Hubungannya?”

“Gue nggak pernah diajak kenalan sama orang lain di sekolah, gue cuma punya Nathan.”

“Aneh aja lo mau kenalan duluan sama gue,” sambungnya.

“Oh si Jo dia juga yang ngasih nomor lo ke gue.” Gesthan menjelaskan “Eh enggak gue yang minta sama si Jo he he.”

“Mau naik nggak? gue udah capek naik motor cuma kagak gue nyalain?” Gesthan menawarkan sekali lagi.

“Nggak-”

“Nggak ada penolakan! ayo!”

“Nggakpapa lo duluan aja!” tolak Nalya halus.

Gesthan menunjuk jam tangan yang dipakai Nalya dan bertanya lagi.

“Yakin nggak telat?”

“Lo mau naik apa emang?” tanya Gesthan bertubi-tubi.

Nalya yang baru tersadar sudah pukul 06.30 seketika berubah pikiran.

“Emm oke tapi gue nggak ngrepotin kan?”

“Enggaklah, ayo!”

Setelah Nalya menaiki motor, Gesthan segera melajukan motonya dengan kecepatan rata-rata.