Twawle

Tanpa Kabar

by @twawle

“Satang, sudah bisa diajak bicara?” Ujar Winny sambil duduk di atas kursi belajar milik lelaki yang lebih muda.

Sang pemilik kamar yang baru bangun dari tidur sorenya terkejut melihat pacarnya selama lima bulan kebelakang ada di kamarnya. Kamar ini merupakan rumah neneknya yang sudah tidak ditempati karena sang nenek telah lama wafat. Seingat Satang, dirinya tidak pernah memberitahu alamat rumah ini kepada pacarnya.

“Kamu kok di sini Bang, tahu dari mana?” Tanya Satang mengalihkan pembicaraan.

“Abang lagi tanya lho Dek, kok kamu malah tanya balik.” Winny berbicara sambil menatap dalam pacarnya itu.

“Iya ini kan kita lagi bicara Bang.... ” Satang dibuat kikuk dengan lelaki dihadapannya. Sebenarnya Dia tahu maksud 'bicara' yang dikatakan Winny.

“Kamu kenapa menghilang tiga hari tanpa kabar? Aku chat di imess, direct message instagram, di x juga, nggak ada satupun yang kamu bales, aku tahu lho Dek kamu baca semua pesanku, aku ada salah?”

Lama pertanyaan Winny menguar begitu saja tanpa jawaban. Sosok yang seharusnya menjawab tampak diam seribu bahasa. Sebenarnya, Winny tidak ada salah sama sekali. Apa yang sedang Satang lakukan saat ini adalah kebiasaan buruknya yang suka timbul ketika dirinya merasa burnout dengan kehidupan, dirinya memerlukan recharge dengan cara menarik diri dari dunia luar, untung saja dua minggu ke belakang kuliahnya dilaksanakan secara daring karena para dosen sedang keluar kota. Kebiasaan Satang sebenarnya sah-sah saja, yang salah adalah ketika dirinya malas untuk mengabari sang pacar. Padahal cukup dengan satu pesan penjelasan, maka Winny tidak akan kelimpungan mencari kabar dan keberadaan dirinya.

“Dek, aku tanya kamu lho...”

“I-iya Abang, aku jawab. Abang nggak ada salah sama sekali. Aku beberapa minggu terakhir ngerasa burnout banget, banyak banget tugas, terus lpj proker segala lah, padahal aku harus belajar karena sedikit lagi UAS. Tahun lalu juga aku pernah begini Abang, sampai Phuwin sama Fourth ngira aku marah sama mereka. Tapi jujur aku nggak tahu gimana cara berhenti kayak gini, setiap mau ngabarin dan bales pesan kamu malah aku tunda-tunda. Abang boleh marah sama aku, nggak apa-apa, aku sadar apa yang aku lakuin salah banget dan seakan-akan seperti nggak hargain Abang sebagai pacar aku, tapi sumpah Bang aku nggak ada bermaksud kayak gitu sama sekali, hiks hiks maafin Satang ya Bang.” Penjelasan panjang oleh Satang ditutup dengan isakan kecil yang kemudian berusaha Ia tutupi dengan cara menutupi seluruh wajahnya dengan telapak tangan.

Winny lantas bangun dari duduknya dan mendekat ke arah Satang yang posisinya sedang menyandar di atas headboard kasur sambil menutupi wajahnya. Setelah ikut duduk di kasur, yang lebih tua berusaha melepaskan tangan yang lebih muda dari wajahnya secara lembut. Setelah berhasil terlepas, Winny melihat bagaimana mata sang pacar memerah dan seluruh wajahnya telah dipenuhi dengan air mata.

Dengan posisi kedua tangannya yang ada digenggaman Winny sehingga tidak dapat kembali menutupi wajahnya, Satang menundukkan wajahnya agar tidak melakukan eye contact dengan sang pacar.

“Adek, boleh liat Abang nggak?” Pinta Winny kepada sosok dihadapannya. Perlahan namun pasti, Satang berusaha mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah Winny sambil berusaha menormalkan nafasnya agar tidak kembali terisak.

“Aku boleh yaa tanggapin penjelasan kamu?”

“Hiks i-iya boleh Abang”

“Adek, selama kamu menghilang tanpa kabar aku khawatir banget, aku ke kos kamu juga nggak ada, mau tanya Bunda kamu di rumah atau nggak, tapi ngga enak takut Bunda panik. Ditambah aku juga bingung dan merasa nggak habis berbuat kesalahan ke kamu. Aku tuh nggak marah Dek, tapi aku khawatir banget kamu kenapa-kenapa. Kalau memang kamu butuh ruang buat sendiri ngga apa-apa, aku paham kok, tapi setidaknya kabarin aku, satu kali aja.”

Bukannya merasa tenang dengan penjelasan Winny yang mengatakan dirinya tidak marah, Satang yang tangisnya sudah mereda mulai menangis kembali. Dia merasa sangat bersalah kepada sang pacar, Satang berharap Winny setidaknya berkata bahwa dirinya sebal atau kecewa.

“Hiks Abang nggak boleh gitu. Harusnya kamu marah-marah ke aku, aku salah Abang, maaf.”

“Hei-hei,kok malah nangis lagi, udah ya? Nanti pusing lho sayang.” Ujar Winny berusaha menenangkan.

“Gak apa-apa Dek, aku maafin kamu. Tapi jangan diulangin yaa? Setidaknya kabarin aku sekali aja biar aku tenang. Sebenernya aku juga mau kalau kamu merasa ada masalah atau burnout kayak gini cerita ke aku, jangan dipendam. Kamu pusing tugas? Aku kan kakak tingkat kamu Dek, kita satu jurusan juga,tanya aja apa yang kamu bingungin, kalau aku nggak bisa jawab nanti aku bantu tanya ke temen-temen aku. Kamu capek kerjain lpj? Kan bisa aku bantu Dek. Soal lpj, kalau kamu lupa, sebelum lpj kamu dinaikkin ke fakultas, lpjnya naik ke divisi aku dulu lho buat dikoreksi, kan aku bisa bantu. “

“Aku nggak mau ngerepotin Abang terus, Abang tugasnya juga banyak, terus ketua divisi juga di BEM.” Kata yang lebih muda.

“Adek, dengerin aku baik-baik ya. Kamu mau minta tolong apapun itu, selama aku bisa bantu, aku pasti akan bantu tanpa merasa direpotin. ” Jelas Winny kepada pacar kecilnya.

“Kamu baik banget sih Bang.”

“Aku baik banget ke kamu doang Dek, kalau bukan kamu aku nggak kayak gini.”

“Abang”

“Iya Dek?”

“Aku sayang banget sama Abang.”

“Abang juga sayang banget sama kamu.”

Kemudian keduanya saling menatap secara intens. Detik-detik berlalu, Winny perlahan mendekatkan kepalanya ke arah sosok dihadapannya. Satang yang melihat itu lantas ikut memajukan kepalanya dan memejamkan mata hingga bibir keduanya saling bertemu. Selama lima detik tidak ada pergerakan apapun, selanjutnya Winny mencoba melumat bibir bawah dan bibir atas sang pacar secara bergantian. Sementara Satang tetap diam dan hanya membuka akses sang pacar kepada mulutnya. Lumatan Winny terhadap bibir Satang yang tadinya secara halus berubah menjadi lumatan menuntut. Seluruh rongga mulut sang pacar dieksplorasi dengan bibir dan lidahnya. Tanpa memutuskan tautan di antara keduanya, Satang yang semula ada di hadapan Winny mencoba naik ke atas paha sang pacar untuk duduk di pangkuannya. Sosok yang lebih muda masih tidak membalas lumatan sang pacar, bukan tidak menikmati, Satang tahu dan paham, pada saat seperti ini Winny lebih suka mendominasinya.