Bring Back a Cat and You
“Aku ingin seseorang yang tidak hanya menyukaiku, tapi juga ruby noona dan aengdu noona.”
***
Kim Junkyu, mahasiswa jurusan bahasa dan budaya korea, kebetulan saat itu ada mahasiswa pertukaran pelajar yang katanya sih dari Jepang, Junkyu yang sedikit banyak mengerti bahasa Jepang pun akhirnya diamanahkan oleh dosen untuk memperkenalkan seluk-beluk kampusnya. Dimulai sejak itulah, perkenalannya dengan laki-laki bernama Watanabe Haruto.
“Eh.. watanabe?”
***
“Kyu.. udah liat mahasiswa pertukaran pelajar yang dari Jepang itu?” Ucap Jihoon, teman satu kampusnya. Mereka beda jurusan, jadi wajar kalau Jihoon tidak tahu jika ia bahkan menjadi tour guide si orang asing itu.
“Yang tampangnya sengak, tapi takut kucing itu.”
“Hah.. takut kucing?”
Junkyu hanya mengangguk, kemudian pikirannya jadi mengingat kejadian tadi.
**
“Ohayou gozaimasu, hajimemashite watashi wa Junkyu desu.” Junkyu tersenyum ramah pada laki-laki di hadapannya. Tapi hanya di tanggapi dengan sedikit membungkuk. Sopan sih di awal, tapi tetap saja Junkyu kesal karena tidak dijawab sapaannya.
Sepanjang jalan Junkyu rasanya benar-benar seperti bicara dengan tembok. Tak ada respon apapun. Hingga ia selesai memperkenalkan segala penjuru kampus, orang Jepang itu akhirnya membuka mulutnya.
“Aku ingin makan.” Junkyu menaikan sebelah alisnya. Tunggu.., orang asing ini bicara bahasa korea.
Junkyu kesal setengah mati, iya dia hampir mati. Berjam-jam bicara bahasa Jepang tahu-tahunya orang yang diajak bicara juga mengerti bahasa korea.
“Makan sendiri aja sana, lo kan udah tau kantin dimana.” Junkyu berujar ketus, membalikkan badannya bermaksud pergi, tapi tangannya ditahan.
“Gue kan masih tanggung jawab lo.”
“Gue..” sebelum ia sempat menolak lagi, tangannya ditarik lebih dulu ke arah kantin.
'Tuh.. kan, ga tau diri.'
***
“Gue ga suka kucing..” Junkyu sekali lagi mengangkat sebelah alisnya bingung. Dipangkuannya sekarang memang ada kucing liar. Ya terus masalahnya dimana, posisinya sekarang dengan Haruto bahkan terhalang oleh meja, jauh.
“Terus..?”
“Ya, dibuang kucingnya.” Junkyu hanya memutar bola matanya malas.
“Please.. posisinya dia bahkan jauh dari lo.”
“Tapi gue ga suka.”
Junkyu kesal, jengah dengan makhluk dihadapannya. Tadi sedingin es, sekarang sekeras batu.
Junkyu kemudian menarik sudut bibirnya kecil, lalu menyodorkan kucingnya kedepan wajah Haruto, hingga si korban jatuh terjungkal dari kursi, akibat menghindari serangan si kucing.
Junkyu hanya tertawa puas.
.
.
Besoknya Haruto tidak datang ke kampus.
*
“Hei itu kucingku.”
“Dia kucing liar, kenapa kamu mengakuinya.”
“Setiap hari dia bermain denganku.. makanya dia kucingku, noonaa..” Junkyu kecil kemudian mengerucutkan bibirnya, karena kucing yang diakuinya malah menjauh, mendekati anak laki-laki yang tampaknya seumuran dengannya.
“Lihat, dia lebih menyukaiku..” anak laki-laki dihadapannya mengelus kepala kucing itu dengan sayang.
Junkyu kecil sudah berkaca-kaca. Lalu tak lama tangisnya pecah.
“Itu kucingkuuu huhuhuhu....”
“Hei, jangan menangis, kita bisa bermain bersama.”
Pikiran Junkyu kembali berkelana, mengingat teman kecilnya dulu. Bahkan sampai sekarang, ia masih belum bisa menemukan orang yang sebegitu penyayang pada binatang sepertinya.
*****
Junkyu pulang dari kampus mendapati ibunya tengah sibuk di dapur, melihat banyak makanan di meja, Junkyu mengerutkan keningnya bingung.
“Bun, kok masak banyak banget?” tanyanya bingung. Sambil mengangkat Ruby, kucing peliharaannya ke dalam gendongannya.
“Mau ada tamu.”
“Eh siapa?” Tanya Junkyu.
“Tetangga baru.”
“Oh..” Jawab Junkyu.
“Ruby sama Aengdu dibawa ke kamar dulu Kyu, ga enak sama tamunya.” Junkyu hanya mengerucutkan bibirnya, lalu membawa Ruby ke kamarnya.
'Loh emang kenapa sih, padahal Ruby lucu gini, kenapa harus di umpetin juga.' Batinnya kesal sendiri.
***
Malam harinya, tadinya Junkyu ingin berdiam diri di kamar saja. Tapi disuruh ibunya untuk ikut turun, menjamu tamu.
“Ngapain juga sih bun.” Tanya Junkyu masih mengetuk-ngetuk tangan di meja. Perutnya sudah minta diisi, tapi tamunya tak kunjung datang.
“Itu anak tetangga seumuran sama kamu, kan bisa sekalian temenan.. biar kamu ga cuma main sama kucing doang.”
“Ih.. bunda, ini Junkyu bukan mau di jodoh-jodohin kan..” Junkyu menatap ibunya curiga, meletakan tangan di dagunya.
“Kamu kebanyakan nonton drama.” Ibunya menarik ujung hidung anaknya gemas.
Mendengar suara bel, keduanya beranjak bangun.
“Annyeonghaseyo..” sapa suara wanita yang tampaknya seumuran dengan ibunya, tapi wajahnya terlihat muda.
“Annyeonghaseyo, udah lamaa banget yaa ga ketemu, ayo masukk..” ucap ibunya berpelukan singkat dengan wanita itu, lalu wanita itu masuk bersama gadis kecil, juga laki-laki dewasa yang sepertinya suaminya.
Junkyu sih hanya tersenyum menyapanya, masih biasa saja, hingga ia melihat laki-laki yang lebih muda masuk. Tampangnya tidak asing.
“LOH !!”
“Kim Junkyu.”
***
“Bun, Haruto kan cuma pertukaran pelajar setahun, kok pindahnya sampe sekeluarga gitu. Pasti anak manja yah, ga bisa hidup sendiri..”
“Kamu jugaa manja kan kyu..” ucap si bunda sambil mencubit sebelah pipi gembilnya.
“Ihh bunda...”
“Rumah di sebelah kan emang rumahnya keluarga watanabe dari dulu, tadi katanya sih mereka emang pindah sekalian mau nerusin bisnis di korea. Paling tahun depan kalo Haruto udah selesai disini, balik ke Jepang lagi sendiri.” Jelas si bunda membuat Junkyu hanya mengangguk, tidak tertarik sih.
“Kamu ga inget Haruto, dulu waktu kecil kalian sering main di taman bareng loh..” Junkyu hanya mengetuk-ngetukan jarinya di dagu, sambil berfikir.
“Ga inget bun, temen main Junkyu dulu di taman kan banyak..” balasnya menyerah untuk mengingat.
“Iya sih.. emang udah lama banget yaa..”
*
“Ayo kita beri nama kucingnyaa..”
“Boleh..”
“Bagaimana kalau kyualaa.”
“Tapi dia kucing, bukan koala.”
“Heh.. tapi itu lucuu..”
“Kalau begitu, bagaimana jika memberi namanya Junkyu.”
“Hei itu namakuu..” Junkyu merengut marah.
“Tidak apa, kan lucu.” Junkyu mau marah, tapi tak dipungkiri ia senang disebut lucu.
“Kalau begitu mau memberi nama siapa?”
“Hakyuu.. bagaimana kalau hakyu..” Junkyu berucap girang, sambil melompat-lompat.
Temannya hanya tersenyum lalu mengangguk.
“Aneh, tapi tidak apa-apa.”
*****
Di hari libur, kegiatan Junkyu ya hanya itu, duduk di sofa sambil menyisir rambut ruby dan aengdu, bermain-main dengan kedua kucingnya. Entah apa yang membuatnya tumbuh dewasa dengan kucing, pedoman hidupnya adalah kucing lebih baik dari teman. Junkyu bukan menutup diri, hanya malas untuk hangout keluar seperti yang dilakukan teman-temannya.
Ting tong~
Ya, suara bel sungguh menggangu kegiatan bersantainya. Ia lantas berdiri sambil mengerucutkan bibir sebal. Semakin menekuk wajah melihat tamu yang datang.
“EH.. Noonaa jangan deket-deket diaa, dia bau...” ucapnya langsung menarik Ruby yang sudah mendusel di kaki sang tamu, yang tak lain tak bukan tentu saja Watanabe Haruto.
“Kucing lo bahkan lebih tau mana yang bau mana yang engga.” Junkyu hanya memutar bola mata malas, Ruby-nya sudah di gendongannya, sekarang Aengdu yang meringsek di kaki Haruto.
“Ih.. lo mau ngapain cepetann.. katanya ga suka kucing buruan pergi sanaa...” ucap Junkyu galak.
“Ini titipan dari nyokap.” Haruto menyelipkan totebag di sela tangan Junkyu, sebelum pergi mengusap kedua kucingnya kemudian berlalu pergi.
Junkyu mengerjapkan matanya berkali-kali, hingga Haruto benar-benar menghilang dari pandangannya.
Yang di usap kucingnya, tapi efeknya sampai ke ulu hatinya.
“Gimana sih, katanya ga suka kucing.. kok jadi soft gitu..”
*
“Hari ini aku bawa snack basah untuk hakyu, semalam aku membelinya bersama ayah.”
“Hari ini aku tidak bawa apa-apa.”
“Hehh.. kenapaa..” Yang ditanya hanya tersenyum masih dengan tangan mengusap kepala kucing dengan sayang.
“Hari ini mama hanya masak sayur, jadi tidak ada yang bisa dibawa.”
Junkyu kecil mendekat dengan wajah sedih.
“Karena aku tahu, Junkyu pasti akan datang membawa makanan.”
“Kalau begitu ini.. kita beri makan sama-sama.”
Junkyu menggeleng, mencoba mengingat. Aneh, ia bahkan tidak ingat siapa nama teman kecil yang dulu selalu bermain kucing bersama dengannya.
*****
“Ruby-noonaaa huhuhu...” Haruto baru pulang dari kampus, masih beberapa langkah hingga sampai ke rumahnya, namun ia melihat seseorang berjongkok memeluk lututnya sambil menangis tergugu.
“Hei..” ucapnya meletakan tangannya di kepala si manis. Junkyu mengangkat kepalanya mendapati Haruto ikut berjongkok didepannya. Tampang sengak-nya tergantikan oleh senyum tampan. Junkyu mengusap bekas air matanya cepat.
“Kenapa?” Tanyanya lagi.
“Ruby..hiks.. hilangg...”
“Kok bisa?”
“Tadi gue marahin, terus dia kabur huhu..” jelasnya kembali menangis.
Setelah itu tanpa berkata apapun Haruto berdiri, kemudian berjalan menjauh.
Junkyu hanya kembali menyembunyikan kepalanya dilutut, memang apa yang dia harapkan dari Haruto. Sungguh ia lelah sudah 2 jam keliling komplek untuk mencari Ruby.
Junkyu bangkit berdiri sambil menyeka sisa-sisa air matanya. Kembali berjalan ke arah taman, lalu matanya membola terkejut melihat kucing kesayangannya ditangan orang yang akhir-akhir ini menjadi deretan orang yang tidak disukainya.
“Noonaa...”
“Kucing lo ga gue apa-apain, hati-hati makanya.. hewan juga punya perasaan.” Haruto lalu menyerahkan Ruby ke tangan Junkyu, yang segera di dekapnya.
“Noona.. mianhae..” Junkyu masih menangis sambil memeluk ruby. Setelahnya Junkyu teringat belum berterimakasih, tapi Haruto sudah menghilang lebih dulu. Junkyu berakhir pulang ke rumahnya. Berterimakasih pada Haruto bisa nanti.
***
Setelah selesai berbaikan dengan kucingnya, ibunya menyuruh membawa makanan ke rumah keluarga watanabe. Pas sekali kan, sekalian ia juga ingin berterimakasih dengan Haruto.
Di depan rumahnya ia sudah bertemu dengan tukang kebun keluarga watanabe, yang menyuruhnya langsung saja masuk ke dalam. Junkyu sebenarnya merasa tidak sopan, meskipun ini bukan kali pertama ia berkunjung. Orang tua mereka berhubungan baik, makanya ia sering datang untuk membawa bingkisan buatan ibunya, begitu juga dengan Haruto.
“Sore, tante..”
“Eh iyaa.. Junkyu, sini masuk aja..” suara ibu Haruto terdengar dari arah dapur, Junkyu langsung bergegas ke dapur.
“Tante.. ini titipan dari bunda.”
“Iya sayang, makasih yaa..” jawab ibu Haruto mengambil bingkisan di tangan Junkyu sambil tersenyum manis.
“Tante, Haruto mana?”
“Di kamar sayang, lagi kambuh.”
“Eh.. kambuh?” Junkyu bertanya bingung, sejauh ini.. ia tidak tahu Haruto punya penyakit berat.
Astagaa, Apa Haruto sakit keras, kalau gitu Junkyu harus buru-buru minta maaf. Kalau-kalau terjadi yang iya-iya.
“Loh, tante ga pernah cerita ya..” Junkyu hanya menggeleng, masih dengan mata membola lucu.
“Haruto itu alergi kucing, sekarang lagi kambuh, bersin-bersin pileknya.” Junkyu semakin membola terkejut, iya.. rasanya matanya sampai ingin keluar. Satu fakta baru ia ketahui soal Haruto, dan semakin membuatnya merasa bersalah karena Haruto baru saja membantunya mencari keberadaan Ruby.
“Tante.. maafin Junkyu, tadi Haruto abis bantu Junkyu cari Ruby..”
***
Haruto tengah bergulung dengan selimut, dengan gadget di tangan. Tak lama suara pintu terketuk membuatnya menoleh ke arah pintu, tapi pintunya tak kunjung terbuka.
“Kenapa mah..?”
Pintu terbuka, tapi yang tampak bukan ibunya, melainkan anak tetangga sebelah.
“Lo mau ngapain?”
Junkyu melangkah masuk, sambil memperhatikan kamar Haruto. Ini kali pertama ia masuk ke kamar Haruto.
“Katanya lo sakit?”
“Lo mau jenguk gue?”
Junkyu langsung saja duduk di kursi yang ada di kamar Haruto.
Haruto hanya menatapnya bingung, aneh. Junkyu aneh, biasanya dia berisik.
“Lo mau ngapain sih, aneh banget.”
“Gue mau bilang makasih tadi udah bantuin cari Ruby.. sama mau minta maaf juga, gue ga tau lo punya alergi sama kucing.”
Haruto hanya terkikik geli melihat wajah Junkyu yang tertekuk karena rasa bersalah yang menyelimutinya.
“Bukan alergi yang parah kok.”
“Sorry..”
“Gue ga nerima permintaan maaf dengan tangan kosong.”
Junkyu yang tadinya merasa bersalah jadi mual lihat muka Haruto.
“Tau ah males banget gue liat muka lo.”
Junkyu beranjak bangun, mau pergi jauh-jauh dari hadapan Haruto, tapi belum juga keluar ibu Haruto membuka pintu lebih dulu.
“Junkyu mau kemana?”
“Mau pulang dulu tante..”
“Makan dulu yuk sayang bareng, tante baru buat kue sekalian cobain.”
“Eh ga usah tante..”
“Ayo, tante maksa.”
***
Sekarang, Junkyu berakhir duduk di meja makan keluarga watanabe. Hanya bertiga sih, Junkyu, Haruto dan ibunya. Adiknya Haruto masih les sementara ayahnya belum pulang kerja. Ini bukan jam makan malam, yang mereka santap juga hanya kue ringan buatan ibu Haruto.
“Gimana sayang kuenya?” Tanya ibu Haruto.
“Enak kok tante..”
“Haruto cepetan obatnya di minum.”
“Iya mah..”
“Makanya kalo main tuh hati-hati, udah tau kulitnya sensitif.” Junkyu sebisa mungkin menahan tawanya. Lucu melihatnya, ibunya Haruto seperti memarahi anak kecil, ditambah Haruto yang cemberut... oh, tidak.. itu tidak lucu sama sekali.
“Salahin aja Junkyu tuh, kucingnya ga pernah di mandiin pasti.”
“Ih sembarangann..” kesalnya.
Ya, mereka selalu begitu. Beradu argumen sudah menjadi rutinitas hari-hari. Ibunya Haruto hanya terkekeh gemas melihat kedua anak muda didepannya.
***
Haruto sudah kembali ke kamarnya, sementara Junkyu membantu ibunya Haruto lebih dulu sebelum pamit pulang.
“Tante, Junkyu beneran minta maaf.. gara-gara Junkyu, Haruto jadi kambuh gitu alerginya.” Ucapnya menyesal.
“Gapapa sayang, itu masih normal kok, ga parah banget.” Ucap Ibu Haruto berusaha mengeyahkan rasa bersalah yang menyelimuti Junkyu.
“Emang kalo parah itu kaya gimana tante?” Tanya Junkyu.
“Biasanya sampe sesak nafas, demam, flu tinggi. Kalo kaya gitu udah harus dibawa ke rumah sakit.” Jelas ibu Haruto membuat Junkyu mengangguk paham.
“Emang Haruto pernah tante sampe parah kaya gitu?” Tanya Junkyu lagi.
“Pernah sih, tapi dulu.. waktu kecil banget. Sejak alerginya parah kaya gitu tante ga pernah izinin dia keluar rumah.”
*
“Hatchi.. hatchii”
Junkyu kecil menoleh, kemudian tangannya merogoh sakunya, memberikan sapu tangan yang selalu dibawanya.
“Kamu baik?”
“Aku baik.” Jawabnya sambil tersenyum.
”..sepertinya aku harus pulang sebelum mama tahu..” Junkyu hanya mengangguk, tapi sebelum mereka beranjak bangun..
“Sayang..” mereka berdua sama-sama menoleh ke asal suara.
”..mamaa..”
“Sedang apa.. kamu lupa ya perkataan mama.” Junkyu hanya bisa menatap temannya yang tampak dimarahi, tapi dia tidak menangis malah tersenyum menatapnya.
“Ayo pulang.”
Wanita dewasa itu menarik temannya pergi. Junkyu masih berjongkok dengan kucing di hadapannya. Sebelum benar-benar menjauh, temannya berbalik.
“Sampai jumpa besok Junkyu-ah.” Junkyu hanya mengangguk lalu tersenyum, kemudian melambaikan tangan.
“Sampai besok.......”
Dan hingga esok, dan esoknya lagi, dia tak pernah datang lagi.
Junkyu menghempaskan tubuhnya di ranjang. Pikirannya berkecamuk soal teman kecil, kucing dan tetangga barunya. Perasaannya tidak asing, atau cuma kebetulan.
“Dia itu siapa?”
*****
Di kampus, sepanjang waktu Haruto terus-terusan mengikuti Junkyu. Junkyu menghentikan langkahnya tiba-tiba, membuat punggungnya bertabrakan dengan dada bidang Haruto.
“Lo ngapain sih, ngikutin gue.” Kesalnya.
“Iseng, ga ada kerjaan.. gue kan mahasiswa pertukaran pelajar.”
“Ya, cari temen..” ucap Junkyu sinis, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
“Lo kan temen gue.” Haruto menyusul, dan seenak jidat merangkul bahu Junkyu. Junkyu tidak suka, mahasiswa asing ini terlalu jadi pusat perhatian orang-orang sehingga berakibat ia jadi perhatian juga.
Junkyu menatapnya tajam, membuat Haruto langsung melepas rangkulannya.
“Oke..oke.. lo mau kemana sih?” Junkyu hanya diam, dan Haruto masih tetap mengikutinya.
Junkyu bertemu dengan seseorang, yang jelas Haruto tidak tahu ia siapa. Haruto asal saja menempatkan diri di samping Junkyu, toh Junkyu juga tidak marah.
“Ini siapa kyu?”
“Mana tuh kak? Ga ada siapa-siapa?” Ucap Junkyu masih berlaga, mengabaikan Haruto disampingnya.
“Perkenalkan Haruto kak, temen Junkyu.” Inisiatif Haruto sendiri, Junkyu hanya memutar bola mata malas.
“Haruto nanti ikutan juga buat jadi volunter animal day care?”
“Wah boleh tuh kak..” jawab Haruto.
Sementara Junkyu hanya melotot panik, kemudian menggelengkan kepalanya. “EH DIA NGGAA IKUT KAK..”
***
“Lo jangan cari masalah deh..” omel Junkyu, begitu Kak Hanbin seniornya sudah pergi meninggalkan mereka berdua.
“Kenapa sih, gue kan cuma mau ikut jadi volunter.”
“Lo punya alergi sama kucing, lo baru sembuh banget kemarin.”
“Ya kan kucing, animal daycare kan banyak hewannya kyu.. ada anjing juga.. gue gapapa.”
“Ga boleh, kulit lo sensitif.”
“Kok lo jadi kaya nyokap gue sekarang.” Junkyu hanya memijat pelipisnya bingung.
Minggu besok agendanya dia menjadi volunter di animal care, semacam yayasan yang mengurus hewan liar yang tersesat. Sekali lagi itu hewan liar. Jelas berbagai macam hewan dan virus-virusnya ada banyak disana. Sekarang Haruto merengek minta diajak, Haruto yang megang Ruby sebentar saja langsung pundung, gimana sama hewan liar disana.
“Katanyaa lo ga suka kucing.”
“Iya, gue ga suka kucing yang bikin gue jadi keliatan lemah. Tapi kali ini ajaa.. kyu please..” Haruto memohon dengan kedua tangan di tangkup ke wajah. Junkyu tidak tahu, kenapa Haruto jadi banyak bicara gini, tampang memelasnya membuatnya tak tega untuk menolak.
“Kalo lo mau, gue bisa nemenin lo ke petshop khusus anjing.”
“Gue janji, gue bakal baik-baik aja..”
*****
Tadinya Haruto menyuruhnya diam-diam saja, tapi Junkyu tetap Junkyu yang melaporkan tentang kegiatan minggunya pada ibu Haruto. Ibu Haruto juga melarang keras, tapi Haruto tetap kekeh pada pendiriannya. Memaksa ikut.
Dan berakhir Junkyu yang direpotkan disini.
“Obat udah lo bawa semua?”
“Ayee sir.”
“Hmm.. air putih, handuk, masker, sarung tangan, topi..” Junkyu masih sibuk mengecek kotak peralatan yang ada di bagasi mobil. Lalu pandangannya teralih pada Haruto yang berdiru disampingnya.
“KOK LO PAKE BAJU PENDEK..”
“Kyu panas.”
“Ganti sekarang atau gue ga mau jalan!”
“Iyaaa..”
***
Sesampainya di yayasan, Junkyu dan Haruto langsung menyapa pemilik yayasan, beserta beberapa volunter lain yang bergabung. Mereka langsung memakai beberapa atribut yayasan seperti apron, dll.
“Trus sekarang kita ngapain?” Tanya Haruto. Masih di ruang ganti, Junkyu merogoh tas kecilnya mengambil sarung tangan dan masker.
“Nih pake..”
“Lo ga pake?”
“Gue engga..”
“Kalo gitu gue ga mau.”
Junkyu berjalan mendekati Haruto, tanpa bicara apa-apa lagi ia memakaikan sarung tangan di tangan Haruto, juga menyampirkan masker di telinganya. Haruto juga diam, tak bicara selama Junkyu terfokus memasangkan masker dan sarung tangan.
“Ayo ke kandang anjing.” Ajak Junkyu berjalan keluar lebih dulu, disusul Haruto yang membuntutinya.
***
Lelah, menjadi volunter di animal care ternyata sangat melelahkan. Haruto dan Junkyu hanya memberi makan dan merawat anjing. Padahal biasanya setiap bergabung Junkyu memilih masuk ke kamar kucing.
Selama di animal care Junkyu sedikit tersihir, iya.. awalnya dia pikir Haruto adalah pria dingin, sengak, tidak tahu diri dan kasar pada binatang. Tapi tatapan tajam pria berahang tegas itu menjadi lembut, bibir yang biasa mengeluarkan perkataan menyebalkan itu menyungging keatas, ketika tangan besarnya mengusap bulu hewan-hewan dengan sayang. Dan Haruto benar-benar seperti anak-anak yang baru pertama kali berinteraksi dengan hewan, sangat senang.
“Minum..” Junkyu menyodorkan sebotol air mineral. Haruto langsung meminumnya, selesai minum Junkyu berdiri di hadapannya, menyeka keringatnya dengan handuk kecil, lalu meletakan telapak tangan di keningnya.
“Jangan salting, gue disuruh nyokap lo buat cek suhu lo.” Ucap Junkyu, membuat Haruto menarik sudut bibirnya kecil.
“Muka lo merah tuh..”
*****
Hubungan Junkyu dan Haruto tidak lebih baik, berceloteh ribut setiap saat. Mereka selalu bertemu, karena mereka tetangga, karena mereka teman sekampus, karena Haruto selalu mengunjungi ruby dan aengdu.
Alergi Haruto pada ruby dan aengdu tidak separah dengan kucing lain, karena Junkyu selalu memandikannya, memberikan vitamin, memberikan sampo anti bakteri pada kedua kucingnya. Hal itu jadi rutin di lakukan Junkyu, sejak ada Haruto.
“Junkyuu bangun..” Junkyu menarik selimutnya menutupi seluruh wajahnya, tapi seseorang menyibak selimutnya hingga cahaya lampu berhasil menusuk kelopak matanya.
“Bangun pemalas.. ayo ke petshop.” Junkyu kembali menyembunyikan kepalanya di bawah bantal.
Tapi badannya terangkat, Junkyu buru-buru mengerjapkan matanya menyadari situasi yang akan terjadi.. tapi terlambat.
Haruto lebih dulu menjatuhkannya ke dalam bathup berisi air dingin.
“HARUTOO!!!”
***
Mereka berdua pergi ke petshop memberi keperluan ruby dan aengdu, sekalian mampir ke pet cafe, menuruti permintaan Haruto.
Setelahnya Junkyu di seret paksa ke Sungai Han. Sudah jam 10, menjelang siang bukankah sebentar lagi sedang terik-teriknya, oh iya.. sangat pas untuk menikmati es krim.
Mereka hanya duduk di kursi-kursi sambil menikmati es krim, serta cemilan lain. Junkyu tidak masalah dibawa kemana saja, selama perutnya tak dibiarkan lapar.
“Gue mau beli minum dulu.” Junkyu hanya mengangguk, Haruto beranjak pergi namun menjatuhkan sesuatu dari saku celananya. Junkyu buru-buru mengambilnya.
Yang terjatuh hanya sapu tangan, yang warnanya sudah hampir seluruhnya pudar.
.
.
Tunggu... kenapa tidak asing
.
.
Haruto kembali dengan 2 kaleng softdrink. Junkyu menerimanya satu, lalu menatap Haruto ragu ingin bertanya.
“Haruto..” Haruto menoleh kesamping, mendapati Junkyu masih menatap lurus kedepan.
“Ini punya lo?” Tanya Junkyu, menyodorkan sapu tangan yang tadi terjatuh.
.
.
“Bukan.. itu punya lo.”
.
.
Setelahnya mereka berdua hanya sama-sama diam.
“Ayo pulang, bentar lagi waktu makan siang Ruby sama aengdu.” Ajak Haruto, Junkyu hanya menurut beranjak dari duduknya.
Mereka berjalan ke arah mobil Haruto, Haruto berjalan lebih dulu kearah kursi kemudi. Junkyu baru mau membuka pintu mobil tapi atensinya teralih pada anak kucing yang sedang bergelayut di ranting pohon.
“HARUTO!!” Junkyu buru-buru memanggil Haruto yang posisinya lebih dekat ke pohon.
Haruto mengikuti arah pandang Junkyu, langsung bergegas menangkap anak kucing yang hampir saja terjatuh ke tanah. Untung saja tepat waktu. Anak kucing itu sudah dipelukan Haruto.
“Hatchi.. hatchi..” Junkyu melototkan matanya buru-buru menghampiri Haruto, mengambil alih kucing di gendongannya, lalu meletakannya di tanah.
“Hatchi.. hatchi..”
“Haruto..” Junkyu merogoh ranselnya, mengambil antiseptik, lalu menyemprotkannya di sekitar tangan Haruto yang perlahan mulai menjadi kemerahan.
“Ayo pulang, gue yang nyetir.”
***
Sesampainya di rumah, Haruto langsung merebahkan dirinya di kasur. Kepalanya langsung pening, ditambah hidung dan tangan yang terasa mulai gatal. Junkyu langsung menelfon ibu Haruto karena keluarga mereka sedang pergi ke luar Seoul.
Junkyu mengikuti arahan ibu Haruto. Ia langsung menarik kaos Haruto, mengelap tubuhnya dengan lap basah.. menggantikannya dengan baju hangat. Haruto hanya diam, ia mendadak lemas, suhu tubuhnya juga jadi lebih panas.
Junkyu meletakan jarinya di depan hidung Haruto, merasakan nafasnya yang putus-putus, lalu mendekatkan telinganya di dada Haruto, merasakan detak jantungnya berpacu cepat. Dia harus segera menelpon dokter.
***
Haruto berakhir di rawat inap di rumah sakit. Alerginya kambuh sangat parah untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama. Junkyu menemaninya di rumah sakit, karena orangtuanya masih sedang dalam perjalanan pulang.
Junkyu tengah sibuk membalas pesan di ponselnya, lalu punggung tangannya di sentuh lembut, membuatnya menoleh.
“Kenapa? Lo butuh apa? Ada yang sakit?” Haruto hanya menggeleng lemah, meraih tangan Junkyu, untuk diletakan di atas perutnya.
Junkyu masih menatapnya, yang perlahan-lahan mulai terlelap dalam tidurnya. Begitu Haruto terlelap, Junkyu kembali membuka ponselnya, masih membiarkan sebelah tangannya di genggam lembut.
*****
“Ruby-noona.. aengdu-noona, aku pergi menjenguk si jelek dulu ya..”
Junkyu mengecup kepala kedua kucingnya. Setelah memberikan makan kedua kucingnya, Junkyu bersiap berangkat ke rumah sakit. Sudah hampir seminggu Haruto di rawat, parah ya kelihatannya. Padahal cuma masalah alergi saja.
Kenapa Junkyu repot-repot menjenguk? Tidak tahu, mungkin ia merasa bertanggung jawab, atau mungkin ia sudah membuka diri untuk berteman dengan Haruto. Mungkin..
Sesampainya di rumah sakit, Haruto sedang duduk bersandar dengan tangan memainkan gadget.
Oh, dia sudah sembuh rupanya.
“Hei..” panggil Junkyu.
“Oh.. hai..” sapa balik Haruto, menoleh sekilas lalu kembali fokus ke gadgetnya.
“Tante mana?” Tanyanya mendapati kamar rawat Haruto sepi, hanya ada dirinya.
“Lagi ngurus adminstrasi...”
“Oh lo udah mau pulang?” Tanyanya lagi, mengambil tempat duduk di sebelah Haruto, yang masih fokus bermain game.
“Iya, lo kangen kan sama gue..”
Junkyu melongok ke ponsel Haruto, lalu dengan sengaja menekan ikom home.
“Kim Junkyuuu!!!” Sudahnya Junkyu hanya terkikik geli.
“Gue lebih suka lo sakit, adem liat lo anteng gitu.” Junkyu tersenyum mengejek.
“Gue juga sama, lo lebih perhatian soalnya.” Haruto balas tersenyum manis, yang malah berakibat fatal untuk Junkyu. Senyum mengejeknya beralih menjadi wajah cemberut, tak di pungkiri Junkyu mati-matian berusaha menahan malunya.
Tak lama pintu terbuka, dan Junkyu sangat berterimakasih kepada ibu Haruto yang masuk.
“Eh.. ada Junkyu, ayo nak siap-siap pulang..”
***
Mereka sudah sampai di rumah, selesai membantu membereskan barang bawaan dari rumah sakit tadinya Junkyu ingin langsung pulang, tapi tangannya di tahan oleh Haruto.
“Mau ikut dong, kangen ruby sama aengdu.” Ucap Haruto memelas.
“Eh jangan sekarangg..”
“Kenapa?”
“Gue belum sempet mandiin ruby sama aengdu lagi.” Junkyu menggaruk pelipisnya pelan.
“Nanti ya, lo istirahat dulu. Gue juga bersihin ruby sama aengdu dulu..” jelas Junkyu lagi.
Haruto hanya mengangguk kemudian tersenyum.
“Oke.”
*****
Ngomong-ngomong sudah lewat beberapa hari sejak Haruto pulang dari rumah sakit, dan juga sudah beberapa minggu berlalu Junkyu tahu fakta kalau Haruto adalah teman kecilnya dulu.
Junkyu hanya berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Dia tidak sempat bertanya lagi soal ini kepada Haruto, tapi memangnya apa yang harus ditanyakan. Itu hanya kenangan masa kecil juga, masa lalu yang mungkin untuk sebagian orang tidak penting, tapi tidak untuk Junkyu.
Masih dengan pikiran berkelana, pintu kamarnya terbuka. Junkyu menoleh mendapati Haruto masuk dengan jaket dan celana denim rapih, tidak seperti pakaian santai biasa.
“Keluar yuk..”
“Males ah..” jawab Junkyu membalikkan badannya memunggungi Haruto.
“Ayo, gue tau tempat bagus.” Bujuk Haruto.
“Paling lo doang yang baru pertama kali kesana, gue sih pasti udah tau.”
“Kyu please.. ayo, nanti gue traktir.”
Junkyu sebenarnya malas, dia juga bukan luluh karena traktiran. Hanya saja, ia benar-benar tidak bisa menolak permintaan Haruto. Junkyu menghela nafas beratnya sebelum beranjak bangun.
“Gue mandi dulu.”
“Oke sayang.”
***
Junkyu mengikuti langkah Haruto yang menuntunnya berjalan menuju pohon besar di area taman, tempat mereka dulu bermain sewaktu kecil. Junkyu menatap sekeliling, jujur meskipun tinggal di Korea ia sudah lama tidak bermain ke taman ini.
“Masih inget nama kucingnya?” Tanya Haruto, Junkyu hanya mengangguk.
“Hakyu kan..”
“Lo tau itu maksudnya apa?” Lanjut Junkyu bertanya kepada Haruto. Haruto hanya tertawa, kemudian mengangguk.
“Haruto Junkyu kan..” Junkyu hanya mengangguk, sambil menggaruk pelipisnya malu. Namanya lucu, wajar.. itu buatan anak-anak.
“Lo mau ngambil time capsule?” Tanya Junkyu, melihat Haruto berjongkok dengan tangan meraba tanah.
“Gue kira lo lupa, kaya lo lupain gue.”
“Gue ga lupa.” Elak Junkyu, Haruto hanya tersenyum tipis masih sambil menunduk, lalu perlahan menggali tanah yang sedari tadi rabanya.
Junkyu ikut berjongkok, membantu Haruto menggali dengan kayu yang di temukannya.
“Lo kenapa sih tiba-tiba pengen liat time capsule dulu.” Tanya Junkyu, kalau dipikir-pikir itu kan cuma permainan anak-anak dulu.
“Lo masih inget pernah nulis apa?” Tanya Haruto masih sambil menggali tanah.
Junkyu meneguk ludahnya kasar, dia hanya menggeleng meskipun pada kenyataannya ia samar-samar mengingat apa yang ia tulis dulu.
“Gue pengen tau aja, apa impian gue waktu kecil udah terwujud atau belum. Kalo belum gue mau wujudin.” Ucap Haruto.
Mereka berhenti begitu mendapati kotak berukuran sedang. Haruto mengeluarkannya dari dalam tanah, lalu menatap Junkyu.
“Buka sekarang?” Junkyu hanya mengangguk ragu.
Mereka berdua membukanya, ada 2 kapsul besar berwarna biru dan oranye, Haruto mengambil yang berwarna biru sementara Junkyu mengambil yang oranye.
“Junkyu ingin jadi pacar Ha..” Junkyu buru-buru merebut kertas di tangan Haruto, kapsul mereka tertukar membuat Junkyu jadi malu setengah mati.
“Haruto kann pastii..” Junkyu menggeleng keras, sambil melihat kertasnya.
“HARRY POTTER, BUKAN HARUTO!!” Teriaknya. Wajahnya sudah memerah malu. Haruto hanya terkikik geli, lalu membuka kapsul miliknya.
“Mau tau isi punya gue?”
“Apa?” Junkyu mengerutkan keningnya, menantikan jawaban Haruto.
“Haruto mau bisa main kucing bersama Junkyu lagi kalau sudah besar.” Ucap Haruto. Mereka hanya saling tatap, kemudian terkekeh bersama menertawakan impian kecil Haruto, lalu diam dalam waktu yang lama.
“Huh.. impian anak kecil emang sesimpel itu ya..” Haruto merebahkan tubuhnya diatas rumput, sambil memandang langit sore. Junkyu duduk sambil memeluk kedua lututnya.
“Iya simpel..”
“Lo ga berubah kyu..” Junkyu menautkan alisnya bingung.
“Maksudnya?”
“Impian lo dari dulu sampe sekarang sama ga berubah.”
“Hahh!!” Junkyu semakin dibuat bingung, tidak mengerti arah pembicaraan Haruto.
“Tadi gue buka diary SMA lo, isinya aku ingin seseorang yang penyayang sama binatang. Sekarang atau dulu, impian lo cuma muter soal cowo doang.” Wajah Junkyu semakin memerah kesal dan malu, mengetahui Haruto dengan seenak jidat membaca diarynya.
“HARUTO!!”
***
Begitu pulang Haruto langsung duduk di pinggir kasurnya. Merogoh saku jaketnya, sambil tersenyum menatap kertas yang sekarang di genggamnya. Tanpa membukanya juga ia sudah tahu isinya.
“Lo ga mau ngasih tahu gue impian lo dulu?” Tanya Haruto.
“Impian anak kecil ga penting, lagian kan lo udah tahu.” Jawab Junkyu sambil menunduk, menatap kertasnya.
“Siapa tau gue bisa bantu wujudin.”
Sebelum masuk ke dalam rumahnya, Junkyu meraih tangan Haruto.
“Baca waktu lo udah sampe rumah.” Junkyu menyelipkan gulungan kertasnya ke dalam genggaman tangan Haruto lalu berlari masuk.
.
.
.
'Aku ingin jadi pacar Haruto'
*****
Sekarang keluarga mereka sedang makan malam bersama di rumah Junkyu, makan malam terakhir sebelum Haruto kembali ke Jepang.
Iya, tak disangka waktu berjalan cepat juga. Perasaan mereka baru mulai ribut-ribut kemarin, ternyata sudah hampir setahun juga Haruto pindah.
“Sekarang Junkyu jadi lebih sering mandiin Ruby sama Aengdu sejak ada Haruto.” Ucap sang bunda di tengah makannya.
“Ohyaa.. Haruto juga udah ga alergi parah lagi kalo main kucing sama Junkyu.” Balas ibu Haruto.
“Lucu ya, padahal hobinya berantem gara-gara kucing, tapi juga akur karena kucing..”
“Iya..”
Yang jadi bahan obrolan kedua ibunya hanya mendengarkan, menikmati makanan dalam diam.
***
Setelah acara makan malam selesai, Junkyu dan Haruto pergi ke taman belakang di rumah Junkyu. Sementara orangtua mereka lanjut mengobrol di dalam.
Duduk di kursi kayu panjang, dengan ruby dipangkuan Haruto sementara aengdu dipangkuan Junkyu.
“Ruby-noona akhir-akhir ini jadi lebih sering nempel sama lo.”
“Oh ya..” ucap Haruto sambil mengusap lembut bulu ruby. Junkyu hanya membalas dengan gumaman sementara tangan sibuk memainkan telinga aengdu.
“Iya lah, abis gue ganteng sih..” Junkyu hanya melirik sinis Haruto.
“Ehhh noona jangann...” Junkyu segera menarik ruby menjauh begitu dia megendus, hingga menjilat pipi Haruto. Kok jadi kaya anjing.
“Gapapa..”
“Ga boleh.”
“Ga usah cemburu gitu..”
“Hah.. apasii..”
“Hatchii..”
“Tuh kan..”
Junkyu dengan segera membawa kedua kucingnya masuk. Tak lama ia kembali membawa kain dan air hangat. Kembali duduk di samping Haruto lalu mengusap seluruh wajah Haruto dengan kain basah, khususnya di tempat bekas jilatan ruby. Haruto hanya memandangnya yang dengan telaten mengusap wajah hingga tangannya. Mengibas pakaiannya takut-takut kalau ada bulu ruby yang tertinggal.
Junkyu kemudian meletakan tangannya di kening Haruto.
“Gue gapapa..” balasnya sambil tersenyum. Junkyu mendadak malu sendiri menyadari posisinya yang sangat dekat dengan Haruto. Ia kembali duduk, memberi jarak dengan Haruto.
“Gue mau balik ke Jepang loh..”
“Ya.. terus?” Junkyu menjawab acuh sambil memperhatikan kuku jarinya.
“Jangan jorok, ruby sama aengdu dimandiin setiap hari. Jangan galak juga, kalo kucing lo kabur lagi ga ada gue yang bantu nyariin.. cari temen juga.. pilih temen yang baik, jangan cuma main sama kucing aja..“Junkyu mendongakan wajahnya begitu Haruto berdiri di hadapannya.
“Lo udah mau pulang?” Tanyanya.
“Iya.. penerbangan gue besok pagi banget..” jawabnya kemudian tersenyum. Junkyu ikut berdiri, kemudian menunduk melihat kakinya, dia tidak tahu harus bilang apa ke Haruto.
Mulai besok tak ada yang akan maksa dia bangun pagi lagi, dia juga tidak harus memandikan ruby dan aengdu setiap hari lagi. Kehidupannya akan kembali normal, tapi perasaanya tiba-tiba kosong.
Masih berkecamuk dengan pikirannya, Haruto tiba-tiba menariknya kedalam dekapan hangat.
“Udah ketemu sama yang suka kucing?” Junkyu hanya mengangguk dalam dekapan Haruto.
”..tapi dia mau pergi lagi..” Haruto menyunggingkan senyum tipisnya, tangannya mengusap rambut Junkyu sayang.
“Cuma setahun kyu..”
Haruto kemudian menangkupkan wajah Junkyu, memaksa si manis untuk menatapnya.
“Inget pesen gue yang tadi.”
“Yang mana, pesen lo buat ruby sama aengdu semua.”
“Dengerin.. sekarang buat lo.” Tangan Haruto masih setia menangkup pipi Junkyu, sambil mengusapnya lembut. Junkyu masih menunggu apa yang akan di ucapkan Haruto.
“Jaga mata, jaga hati lo buat gue..”
“Maksud lo apa?” Tanya Junkyu menautkan alisnya bingung, bingung sama desiran aneh yang tiba-tiba menjalar di dadanya.
“1 tahun lagi.. kita ketemu, kita wujudin mimpi lo.”
Junkyu mulai berkaca-kaca, lalu menyodorkan kelingkingnya “lo harus janji bakal wujudin mimpi gue.”
Haruto tersenyum kemudian mengangguk, menautkan kelingkingnya.
“Yes, i promise.”
End