Hari Ketiga UTS: Calon Islam KTP
.
UTS Fisika pagi tadi berjalan dengan lancar tanpa drama sontek-menyontek yang berarti. Paling hanya Oikawa yang sempat meminta jawaban Hanamaki karena ia stuck di soal vektor terakhir, namun tentu saja ditolak mentah-mentah karena Hanamaki tahu Oikawa cukup jago fisika.
Yang jadi masalah adalah UTS Agama. Berhubung satu ruangan ini muslim semua, tentu saja soal yang diberikan akan sama. Namun, kaum-kaum Calon Islam KTP (karena mereka belum memiliki KTP tentunya) sudah mulai merasa terancam dengan keberadaan mata ujian agama. Mereka pun mulai mencari-cari siswa yang terlihat seperti ahli agama untuk diajak bekerja sama.
“Yak, lo murid kesayangan Bu Dati, kan?” tanya Kuroo, anggota pertama Calon Islam KTP.
“Hooh! Bu Dati sering ngomongin lo di kelas gue,” dukung Bokuto, anggota kedua Calon Islam KTP.
“Mau nyontek ya lo pada?” tanya Yaku galak. “Ogah, ogah! Ke si Suna aja. geh! Dia semua pelajaran jago.”
“Kalo buat agama sih mukanya gak meyakinkan,” komentar Kuroo.
“Gue masih percaya dia mualaf, Yak. Mending lo aja dah yang bantu kita-kita!” tandas Oikawa, anggota terakhir Calon Islam KTP.
“Halah, lo niat nyontek aja masih belagu!” cibir Yaku. “Musnah aja lo semua!”
“Dih, pelit! Kuburannya meledak awas aja!” Kuroo mencibir sambil berbalik. “Dah, lah, kita cari orang lain aja!”
“Ujian agama lo kagak berkah, goblok!” sahut Yaku kesal.
“Mau ke siapa, Bro? Gue gak tau siapa lagi yang tampang ustad,” celetuk Bokuto.
Langkah Oikawa terhenti. Kuroo dan Bokuto pun ikut menghentikan langkah mereka. “Ngape, Oik? Dapet hidayah?” ceplos Kuroo.
Oikawa menunjuk siswa yang duduk di dua bangku sebelah kiri bangku Kuroo. “Itu yang namanya Ennoshita bukan?” tanyanya.
“Lah, iya tuh Ennoshita anak MPLS gue!” seru Bokuto. “Alim dia rajin ngaji ama solat duha!”
Kuroo nyengir licik. “Fix bisa dicontekin,” katanya. Tanpa aba-aba, ia pun langsung mendekati Ennoshita yang terlihat sedang membuka buku paket.
“Ennoshita, kan?” sapa Kuroo dengan aura licik mengintimidasi. “Gue denger lo jago agama.”
Namun Ennoshita terlihat tidak terpengaruh dengan aura Kuroo. “Gak juga, sih. Belajar agama Islam emang wajib hukumnya sebagai muslim,” jawabnya.
Belum apa-apa trio Calon Islam KTP ini sudah tertohok duluan. Namun bukan mereka kalau segini saja sudah mundur.
“Kita-kita mau nawarin bisnis nih sama lo. Lo bagi ke kita bertiga jawaban agama lo pas ujian, nanti kita traktir lo nasi ayam Mbak Suti sepuasnya. Mau gak?” tawar Oikawa.
“Lo mau contekan kimia juga sabi, dah! Si Kuroo jago soalnya,” tambah Bokuto.
“Kimia udah hari pertama, goblok!” sahut Oikawa kesal.
“Oh iya. Gue kan remed,”
Ennoshita menghela napas. “Maaf-maaf, Bro. Gue udah belajar pun gak bakal bagi-bagi jawaban.”
“Ah, elah. Masa iya orang baik kayak lo gak mau berbagi?” bujuk Kuroo setengah mencibir. Sesaat kemudian, ia seperti menyadari sesuatu. “Hah? Lo belum belajar?”
“Belum. Dua pertemuan terakhir juga gue kagak masuk gara-gara tipes,” jawab Ennoshita.
“Waduh, mau dicariin contekan, gak?” tawar Bokuto yang entah mengapa merasa simpati.
“Lo kalo butuh contekan pasti kita cariin, dah!” dukung Kuroo.
“Woi, kok?” bisik Oikawa protes sambil menyikut Kuroo.
“Mayan nanti kalo seruangan lagi bisa dapet bantuan,” jawab Kuroo tanpa suara.
Oikawa mengangguk paham. “Bentar lagi juga dapet kita contekan!” Ia menegaskan perkataan Bokuto dan Kuroo.
Ennoshita beristighfar pelan. “Kagak usah, elah. Santai.”
Kuroo menoleh ke arah pintu dan menemukan seseorang yang ia cari dan kebetulan saja lewat. “Terushima!”
Yang dipanggil menghentikan langkahnya. “Oit?” sahutnya.
Kuroo mengambil kertas bekas kotretan kemarin dan pensil di mejanya, kemudian menghampiri Terushima. Setelah beberapa saat, Kuroo pun kembali. “Kata Terushima guru agama jarang ganti soal ujian tiap tahun. Kuncinya juga itu-itu aja, makanya Terushima minta kunci tahun lalu ke kakak kelas. Kalopun ada yang beda juga gak bakal jauh,” jelasnya.
“Wah, mantep tuh kunci gratis!” sahut Bokuto antusias.
“Ennoshita, gue salinin kuncinya buat lo, ya?” tawar Oikawa. “Tet, bagi kertas!”
“Halah, kotretan lo aja masih bersih,” cibir Kuroo.
Oikawa manyun mendengarnya. Ia pun mengambil kertas kotretannya kemarin serta pensil, kemudian menyalin kunci jawaban bersama Bokuto.
“Buruan, anjir! Udah mau bel!” seru Kuroo.
“Gue nulis dua kali ya, sat. Sabar!” omel Oikawa.
“Jangan pake lama, elah!”
Oikawa pun memberikan sobekan kertas berisi kunci jawaban pada Ennoshita. “Gue tau lo anak baik, jadi gue ikhlas berbagi kunci sama lo.”
“Dah ya, No. Pokoknya lo harus pake biar label lo sebagai ahli agama gak rusak,” Kuroo menepuk-nepuk bahu Ennoshita, kemudian berlalu bersama Oikawa dan Bokuto.
“Bismillah Ennoshita dapet cepe!” ucap Bokuto semangat. “Ennoshita cepe, kita juga cepe,” lanjutnya.
Lagi-lagi Ennoshita dibuat beristighfar oleh trio Calon Islam KTP. Kemudian, ia mendengar langkah kaki mendekat. Ia pun menoleh dan mendapati Suna Rintaro si Dewa Matematika.
“Lu maklumin ae ntuh orang betiga, No. Emang kek gitu sedari orok,” ucapnya pelan dengan tatapan julid. “Heran, dah. Mereka emang kagak nyadar, ape?”
.
“KOK LO KAGAK NYALIN KJ-NYA, SIH?!” Oikawa berseru heboh.
Kuroo yang hanya berjarak dua bangku dari Ennoshita memperhatikan Ennoshita selama ujian sampai ia dipelototi oleh pengawas. Ia jelas ingin teriak karena dilihatnya Ennoshita sama sekali tidak membuka kunci jawaban yang sudah ditulis Oikawa sebelumnya. Oikawa yang menuliskannya tentu saja ingin mengamuk. Namun ia ditahan oleh Kuroo walaupun Kuroo sendiri juga ingin mengamuk.
“No, gue udah dapetin kuncinya susah-susah, loh,” ringis Kuroo.
“Lo sanggup emang tadi ngerjain agama tanpa kunci? Lo belom belajar, loh,” Bokuto berkomentar. “Gue ae kagak sanggup!”
“Gue juga, anjir! Gak paham dah bener!” dukung Oikawa.
“Elu pade kebanyakan setan, ege!” komentar Suna dari bangkunya.
“Bacot lo, Merem!” sahut Oikawa kesal.
Ennoshita beristighfar lagi. “Nyontek bukan perbuatan terpuji. Lebih terpuji nilai lo jelek tapi jujur daripada nilai lo 100 hasil nyontek,” jawabnya.
Calon Islam KTP kembali tertohok. Apalagi Bokuto yang kemarin mendapatkan nilai 80 hasil menyalin jawaban Suna. Oikawa pun merasa cukup tertohok karena sudah menyontek, belagu pula ia kemarin mengganti jawaban seenaknya.
.
“Nilai agama udah keluar, cuy!”
“Yaku, nilai lo berapa?”
“100, alhamdulillah. Soalnya gampang semua.”
“Lah iya elu calon ustad!”
“Aamiin, sih, tapi ogah.”
“Gue gak heran kalo lo ntar pake baju koko kemana-mana.”
“Ennoshita, lo berapa?”
Trio Calon Islam KTP sontak menoleh pada Yaku yang tengah bertanya pada Ennoshita. Tentu saja mereka penasaran pada nilai yang Ennoshita dapatkan berhubung siswa satu itu sama sekali tidak membuka kunci jawabannya.
Ennoshita tersenyum. “Sama, Yak. Alhamdulillah 100,” jawabnya dengan ekspresi lega.
Kuroo, Oikawa, dan Bokuto melongo dan saling berpandangan dengan wajah memucat.
“Nyet, nilai kita gimana?” tanya Oikawa pelan.
Kuroo terkekeh paksa. “Gak usah diliat. Paling donat,” jawabnya.
Hikmah pertama untuk hari ini. Setidakbelajar apapun seseorang yang pandai di suatu bidang, pastinya tidak akan sebodoh orang yang sudah tidak pandai, tidak tahu diri pula dengan tidak belajar.
“Kagak, nilai lu pade kagak bakalan nol mutlak, elah. Kalem ae,” Suna tiba-tiba menyahut.
“Apaan lo ngikut-ngikut?” sahut Oikawa galak. Rupanya lupa dia kalau kemarin habis mendapat sontekan dari Suna. Yah, walau ia belagu, sih.
“Kira-kira peluang lu pade buat jawab bener di tiap soalnye nih seperdualima. Peluang lu pade buat dapet cepe kek Ennoshita noh baru seperdualima dipangkatin 50 karena total 50 soal,” jelas Suna.
“Bacot Suna!” sahut Kuroo kesal.
“Lo mau nenangin apa bikin makin panik, sih, anjing?!” omel Bokuto.
“Yeu, gua ngomong serius, nih! Lagian ape kagak nyadar lu pade kalo Bu Dati guru baru? Pak Abdul yang guru lama ngajar IPS doang lagi sekarang mah!”
Oikawa, Kuroo, dan Bokuto terdiam. Apalagi Kuroo, karena ia baru sadar kalau Terushima anak IPS makanya santai saja meminta kunci jawaban.
Hikmah kedua untuk hari ini. Kalau mau cari kunci jawaban ke ruangan lain, pastikan soal ujiannya sama.
.
“Tet, nilai lo berapa?”
“56. Lo?”
“Anjing, lo gak pake semua kuncinya, ya? 32 gue.”
“Gue paham dikit doang.”
“Kurtet bangsat kagak ada solid-solidnya lo emang sama gue sama Bokuto!”
.