Ryu

Anak manja yang egois. Begitu first impression gua ke luffy dan mungkin sekarang gua harus meralat kata “manja”.

Luffy sama sekali bukan anak manja. Sejauh pengamatan serta informasi yang gua dapat, dia udah hidup sendirian dari kecil. Ayahnya terlalu sibuk bekerja ke seluruh penjuru dunia dan ibunya yang telah meninggal sejak luffy masih berusia 6 bulan.

Lantas sang kakek a.k.a garp yang menggantikan peran orang tua bagi luffy. Garp lah yang mengasuh luffy sedari kecil sampai segede ini. Jadi gak heran kalau luffy sangat disayang oleh kakeknya.

Sekarang gua jelaskan kenapa gua melabeli dia sebagai “anak egois”.

first of all gua udah tau kalau bocah ini emang gak akan bisa gua atur. Apalagi waktu pertama kali kita ketemu, luffy langsung nyerocos tentang perjanjian yang dia buat, yang menurut gua konyol.

Kalau pun pernikahan ini benaran terjadi, kita cuman bakalan jadi orang asing yang kebetulan tinggal serumah. Begitu pikir gua awalnya.

Tapi lagi-lagi pikiran gua salah. Dia dengan seenak jidat minta buat dicium. Wtf?? Lo sadar gak apa yang lu perbuat, fy?

Kejadiannya berapa hari yang lalu, waktu gua lagi nganterin dia pulang sehabis dinner bareng. Emang awalnya kita ngobrol, terus si luffy kepo nanyain tentang hubungan gua sama sanji di masa lalu. Gua jawab jujur kok. Toh, dari awal gua udah tau kalau mereka saling temenan.

Setelah luffy puas dengan jawaban yang gua kasih, tiba-tiba gak ada angin gak ada ujan dengan enteng dia minta dicium?!

Tadinya gua pikir dia niat buat bercandain gua, ternyata dia serius. Bahkan dia sempet mau ngambek kalau semisalnya gua nolak buat nyium dia! Luffy, lu tuh ajaib banget ya...

Jujur, gua udah sering ciuman. Tapi ini pertama kalinya gua ciuman sama orang yang punya gigi taring tajam. Rasanya kayak apa? Rasanya gua bakalan jadi gila. No.

Rasanya geli, waktu gak sengaja dia gigit bibir gua pakai taringnya pas lagi ciuman. Kalau sewaktu-waktu dia minta buat dicium lagi, gua dengan sukarela nyium dia.

Gua kasih yang lebih gila lagi. Kejadian ini belum lama, tepatnya di rumah sakit gua kerja.

Waktu itu gua baru aja kelar operasi pasien dan kepala gua mumet. Pergilah gua ke taman terbuka yang memang bisa buat ngerokok. Baru aja gua nyalain rokok eh pas gua noleh ke samping ada manusia yang sejak kemarin menuhin otak gua. Yep itu luffy.

Gua sama dia langsung tatap-tatapan macem scene di drama korea.

Oh ya, gua udah sempat bilang belum? Kalau dari awal gua suka ngeliat cara berpakaiannya luffy?

Outif dia itu simpel, tapi keliatan keren kalau dia pakai. Kayak yang satu ini, luffy pakai jeans belel pendek sedengkul, dengan atasan kaos putih, dan gak lupa kemeja flanel bergaris pink putih.

he's looks really good in that outfit

Sehabis gua puas natap dia, gua langsung nyamperin ke tempat dia berdiri. Setelah basa-basi sebentar, gua berniat buat nawarin dia makan bareng.

Belum kelar gua ngomong, luffy langsung motong. Dia protes, katanya dia gak mau kalau gua nyebut diri sendiri pakai kata 'saya' dengan alesan pengen lebih dekat sama gua.

Gua speechless. Selama ini gua kira luffy fine fine aja gua pake bahasa formal ke dia. Eh malah...

Terus terang, luffy orang paling blak-blakan yang pernah gua kenal.

Boleh gua tarik omongan gua diawal tadi? Yang “orang asing yang kebetulan tinggal serumah.” Feeling gua mengatakan kalau kita berdua gak akan bakal terus jadi orang asing.

and yeah gua sama sekali gak keberatan, asal orangnya luffy.

Donghyuck yang ingin keluar ke minimarket, terkejut. Melihat mobil hitam mahal milik Mark terparkir di depan gedung bertingkat ini.

Tadinya Donghyuck mau mengabaikannya, berpura-pura tidak melihat. Namun, Mark lebih dulu memanggil namanya.

Mark malam itu memakai hoodie dan ripped jeans. Menambah kadar kegantengannya.

Ia berjalan mendekati Donghyuck, tangannya bersembunyi di balik kantong hoodie. Matanya menatap Donghyuck.

“Yo.” Suaranya terdengar serak. Seperti bangun tidur?

Donghyuck berdeham membalas sapaan Mark.

“Ingin ke luar? Mari ku antar.” Ajak Mark.

“Tidak perlu, jarak minimarket hanya 500 meter di depan.” Jawab Donghyuck.

Mark terkekeh pelan. Dengan lembut ia menarik pergelangan tangan Donghyuck menuju mobilnya.

“Kau tidak paham bahasa manusia?! Ku bilang tidak usah. Lepaskan!” Seru Donghyuck sambil mencoba melepaskan tangan Mark.

Mark mengabaikan itu, genggamannya semakin mengerat. Langkah kakinya berjalan cepat menuju mobil miliknya yang terparkir.

Kemudian Mark membuka pintu mobil, mendorong tubuh Donghyuck agar masuk. Ia pun masuk ke kemudi mobil. Dengan kecepatan penuh Mark menjalankan mobilnya.

Donghyuck yang sedari pasrah ditarik ke mobil, mulai panik. Ketika mobil yang ia tumpangi melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.

“Mark! Aku memang menyukaimu tapi aku tidak ingin mati bersamamu.”

Mark kembali tekekeh mendengarnya. Dengan perlahan ia mulai menormalkan kecepatan mobilnya.

“Maaf membuatmu takut. Tadi aku tidak dapat mengontrol emosi ku.” Jelasnya.

Donghyuck mengangguk patah-patah.

“Kita mau kemana, Mark?”

“Pantai.”

“HAH?!”

Mark tersenyum penuh arti.


Sesampainya mereka di pantai. Mark langsung turun, ia bergerak membukakan pintu untuk Donghyuck.

Donghyuck masih shock dengan apa yang sedang terjadi. Sontak menurut turun sambil berpegangan dengan tangan Mark. Mark menuntutnya menuju bibir pantai.

“Hei, sudah dulu kagetnya. Coba kau lihat pemandangan ini.”

Donghyuck mulai menatap pemandangan indah di depannya. Mulutnya berdecak kagum, matanya berbinar senang.

Kepalanya ia tolehkan menatap Mark. “Jadi, untuk apa kau mengajakku ke sini?”

Mark menipiskan bibirnya. “Kita duduk dulu.”

Keduanya lantas duduk di atas pasir.

“Maaf,”

Alis Donghyuck terangkat. “untuk?”

“Semua yang sudah ku lakukan kepadamu.”

“Termasuk malam itu?”

“Iya malam itu juga.”

Kemudian hening menyelimuti mereka. Sampai suara tawa Donghyuck memecahkan senyap.

“Aku bodoh ya?”

Mark tersenyum geli. “Kau bodoh, apalagi diriku.”

“Aku ini emang tidak pernah nampak bagimu ya?” Tanya Donghyuck.

Mark menggeleng. “Bukan seperti itu, biar ku jelaskan, persetan dengan membohongi perasaan. Kau tau aku ini diandalkan bagi adik-adik ku?”

Donghyuck yang mulai menyimak pun mengangguk.

Mark kembali melanjutkan penjelasannya. “Sebenarnya aku lelah menjadi kakak. Tapi, melihat mereka sungguh-sungguh menyayangi diriku, aku pun luluh hahaha. Namun untuk dirimu, kasusnya berbeda.”

Alis Donghyuck mengernyit. “Maksudnya?”

“Dasar bodoh,” telunjuk Mark mendorong kening Donghyuck.

“Aku sayang padamu secara romantis.”

Donghyuck membeku. Mark kembali berujar.

“Tadinya aku sangat denial kepada perasaan ini. Ku pikir cuman rasa sayang sama seperti yang lainnya. Ternyata diriku keliru, tapi aku tetap tidak mau mengakuinya, bodoh ya?”

“Lalu, mengapa kau menyuruhku melupakan malam itu?” Tanya Donghyuck.

“Jujur saja, aku sebenarnya tidak dapat melupakan itu. Masih terbayang jelas di kepala.”

“Terus kenapa mwork?”

Mark terkekeh. Tangannya iseng mencubit pipi tembem Donghyuck. “Aku takut, hyuck. Takut kalau kau akan membenciku, takut kau merasa malu untuk bertemu denganku, dan takut rasa yang ku miliki semakin besar.”

Donghyuck dengan kesal melepaskan tangan Mark di pipinya. “Yang kau takutkan itu tidak terjadi bodoh. Kau juga tau aku memiliki perasaan untukmu. Malah sebenarnya a-aku senang dapat tidur denganmu.”

Mark tersenyum geli. “Mau diulangi lagi tidak?”

“Ku suruh cium saja kau banyak alasan.” Kesal Donghyuck.

Tiba-tiba saja wajah Mark sudah berada kurang dari 5CM dari wajahnya. Donghyuck melotot kaget.

“Persetan dengan friends don't kiss friends, we more than just a friends, tho.”

Deru nafas Mark menusuk wajah Donghyuck, ketika Mark berucap bibirnya terkadang menyentuh bibir milik Donghyuck.

Tanpa basa-basi Mark memiringkan kepalanya kemudian menciumnya. Bibirnya melumat dengan penuh perasaan.

Sialan, ternyata benar rapper jago kissing.

Mark mulai menghisap bibir bawah Donghyuck kemudian menggigitnya pelan. Ciuman yang tadinya penuh kelembutan berubah menjadi semakin liar ketika lidah Mark mulai memasuki mulut Donghyuck, kemudian ia melilitkan lidah mereka berdua. Dan menggelitik langit-langit mulut Donghyuck dengan lidahnya.

Tangan Donghyuck meremas bahu lebar Mark secara acak. Melepaskan kenikmatan. Keduanya sibuk saling memagut lidah, hingga mereka mulai kehabisan nafas.

Tautan bibir mereka terlepas. Dengan benang saliva yang terjalin. Masing-masing sibuk mengambil oksigen dengan rakus.

Jempol Mark mengusap bibir Donghyuck yang mengkilap. “Lee Donghyuck, be mine?”

Masih dengan nafas yang memburu, Donghyuck mengangguk.

“I'm yours, Mark.”

Bibir mereka kembali bertaut.

Mark menepati omongannya. Dia benar-benar datang ke dorm Donghyuck, Tanpa berbasa-basi ia membuka pintu kamar temannya itu.

Donghyuck yang sedang merebahkan badan lantas bangkit. Mendengar pintu kamarnya terbuka, Wajahnya mulai nampak kesal.

“Pergi.” Ungkapnya. Tanpa mau repot-repot memandang wajah si pembuka pintu.

Mark berjalan maju, pintu tersebut ia tutup, kakinya bergerak mendekati Donghyuck yang menduduki pinggir kasur dengan kepala tertunduk.

“Hei, look at me.” Pinta Mark dengan suara lirih.

Donghyuck menggeleng pelan. Mark menghela nafas melihatnya.

“Sudah ku bilang bukan? Lupakan tentang malam itu.” Mark memulai topik.

Kali ini Donghyuck mengangkat kepalanya. Mata besar miliknya menatap Mark sendu.

“Bagaimana bisa?”

“Kita sama-sama mabuk oke? Ditambah obat perangsang yang dimasukkan ke minuman kita. Ini... Ini semua kesalahan yang kita perbuat. Jadi ku mohon, hyuck. Tolong lupakan dan kembali seperti dulu lagi, ya?” Ungkap Mark panjang.

Dengan bibir gemetar Donghyuck balas. “Kau pikir mudah? Kau pikir aku tidak mau melupakannya juga? Demi tuhan Mark. Kalau saja aku tidak memiliki perasaan bodoh untukmu ... Kalau saja ...”

Gugur sudah pertahanan Donghyuck. Ia mulai menangis tersedu-sedu. Mulutnya tak henti memaki pria di hadapannya.

Mark yang melihat Donghyuck menangis lantas panik. Buru-buru ia dekap tubuh kecil Donghyuck, sambil tangannya mengelusi punggung milik Donghyuck.

“Maaf, maaf. Aku pria bodoh, aku salah. Ssshhh sudah-sudah, jangan menangis terus. Hatiku sakit.” Gumam Mark.

Donghyuck mendorong tubuh Mark pelan. Dengan kedua mata yang basah ia menatap Mark. Tangannya yang berada di depan dada Mark, memukul   dada bidang itu dengan kesal.

“Hiks, padahal, .... Padahal kau tau bahwa aku — “

Dering panggilan telepon memutuskan perkataan Donghyuck.

Mark lantas mengangkatnya, kemudian ia bergumam sebentar ke arah Donghyuck.

Wajah Donghyuck nampak lelah. Dengan bekas air mata di pipinya

“Sekarang?! Astaga jeno ... Tunggu di situ, hyung akan datang dalam 10 menit.”

Mark kemudian mematikan panggilan. Wajahnya nampak menyesal.

“Hyuck, sorry, kita lanjut besok ya?”

Donghyuck hanya mengangguk. Mark pun pergi dari kamarnya.

Dengan tangan yang membawa cup coffee dari brand yang bernama lain ‘bintang ember’. Donghyuck berjalan santai menuju ke ruangan yang berada di lantai teratas.

sambil menunggu pintu lift di depannya, donghyuck mengecek handphone miliknya, memelihat apakah pesan yang ia kirim sejam lalu dibalas oleh sang kekasih. alisnya menekuk tajam, kesal. Bar notifikasi kosong, tidak ada satu pun balasan dari mark. cih, sok sibuk.

ting

pintu lift terbuka, segera Donghyuck memasuki ruangan besi itu.


“kopi untukmu, sajangnim.”

Donghyuck meletakan di meja besar si boss.

Taeil tersentak. membalikkan kursinya menghadap ke depan. mukanya langsung terlihat kesal.

“kenapa tidak mengetuk dulu?”

dengan santai Donghyuck menjawab. “sudah ku lakukan, mungkin bapak tidak dengar.”

Taeil menghela napas. “duduk, Hyuck.” perintahnya.

Donghyuck lantas mendudukkan diri di sofa yang tersedia. Taeil menangkupkan kedua telapak tangannya, wajahnya ia pasang seserius mungkin.

“kamu dipecat.” wjar Taeil tegas.

wajah Donghyuck seketika pucat pasi. “s-serius pak?” tanyanya, memastikan.

masih dengan tampang seriusnya Taeil menjawab. “bercanda.”

dengan cepat bantal sofa melayang, tepat mengenai wajah Taeil.

“HYUNG!” teriak Donghyuck kesal.

“HAHAHAHAHAHAHA. panik ya? akhirnya dapat menjahili kamu.”

“ENGGAK LUCU, HYUNG.”

Taeil tersenyum melihat Donghyuck mencak-mencak.

“kamu, benaran pacaran sama apa yang dirumorkan?” tanya taeil.

“iya, dan kami berdua pun enggak berniat membeberkan atau merahasiakan.” jawab Donghyuck.

Taeil mengangguk paham.

“jadi, hukumannya apa hyung?” Donghyuck bertanya.

Taeil mengusap dagunya, memejamkan mata. mencoba memikirkan hukuman yang pantas untuk sepupu isengnya ini.

Donghyuck menunggu dengan cemas. takut dia tuh, pamannya ini suka merencanakan hal gila. hih.

“bagaimana kalau kamu ikut fashion week, di paris minggu besok?”

Donghyuck melotot. “hyung... apa enggak ada hukuman yang lain?”

Taeil menatap Donghyuck tajam. “sampai kapan kamu mau terus-terusan lari, hyuck?”

“bukan gitu, hyung. cuman...” Donghyuck melarikan pandangannya.

helaan napas terdengar dari mulut Taeil.

“pokoknya kamu harus mau ke Paris. perintah hyung enggak dapat diganggu gugat.” ucapnya lugas.

Donghyuck mengangguk kaku. pasrah pada nasibnya.

“kamu boleh keluar.”

malam itu hujan kembali datang, sama seperti hari kemarin. aneh padahal ini bulan kemarau, tapi hujan terus berdatangan secara tiba-tiba.

malam itu juga aku kembali meneduhkan diri di halte bus, menunggu bus tujuanku tiba.

tubuhku lelah, hari ini kantor sungguh sibuk.

bayangan merebahkan badan di kasur yang empuk, membuatku semakin berhasrat ingin cepat pulang.

tadinya

sebelum secara tiba-tiba, seperti hujan yang jatuh malam ini, pria berparas manis berdiri disebelahku, dengan payung lipatnya yang berwarna biru. ia langsung menyadari kehadiran diriku.

“loh? mas mark?”

suara terkejutnya masih terdengar halus di telingaku.

“eh, haechan, neduh juga?”

sebuah pertanyaan bodoh ku lontarkan beserta keinginan lancangku untuk terus berlama-lama dengannya.

bibir haechan melengkung ke atas, membentuk senyuman manis.

“iya mas, nunggu jemputan juga.” ucapnya.

diriku ikut tersenyum tipis, walaupun dalam hati teriris.

ah, jemputan ya dengan bodohnya aku melupakan satu hal. jurang antara diriku dan haechan, sebuah alasan kenapa sampai saat ini perasaan milikku terkubur dalam.

“jeno sudah berangkat?” pertanyaan basa-basi ku lontarkan.

haechan mengangguk sekali, tangannya dengan cekatan menutup payung lipat miliknya.

“sudah, mas.“  ujarnya jelas.

lalu keheningan kembali menyelimuti.

tin tin suara klakson tersebut membuyarkan keheningan yang mencekik. tepat di depan halte, jemputan haechan sudah terparkir.

dengan segera haechan kembali membuka payung yang tadinya sempat tertutup sekian menit. kepalanya ia tolehkan, menatap kedua mata milikku dengan raut tidak enak penuh sesal.

“maaf mas, saya duluan ya?” pamitnya.

jangan pergi. aku masih ingin engkau didekatku.

bibirku kembali tersenyum tipis. iris kelam mataku bersirobok dengan iris mata terang milik sang manis.

“iya, hati-hati.” lidahku terasa kelu.

haechan kembali membuka mulutnya. “permisi mas,” suaranya terdengar pelan namun jelas.

kemudian ia melangkah kakinya mendekati mobil milik sang kekasih, sekaligus si penjemput, jeno.

lantas badan haechan menghilang dari penglihatan ku.

aku terus menatap kearah mobil hitam tersebut, hingga suara klakson kembali terdengar di gendang telinga. lalu mobil itu bergerak menjauh dari pandanganku.

menghela napas. kepala ku dongakkan, menatap langit malam yang kelam dan juga dingin.

memang dari awal pun diriku ini sudah kalah telak kan?


haechan, aku ini hanya seorang pecundang, pengecut yang paling hina. aku ingin mataku saja yang kau pandang, mau ku kau kecap rasa ini bersama.

hatiku penat, rasanya berat, aku banyak mengadu pada langit. mau ku jaga malam untukmu, hapus semua letih yang membelenggu.

sayang, kau bagai hujan, yang memang suka datang dan pergi.

end

START!

haechan melirik arlojinya untuk yang ke-tiga kalinya. kakinya ia hentakan serta kedua tangannya bersidekap. jelas ia menunjukkan ketidaksabaran.

sekretarisnya itu lupa memberikan berkas yang harus haechan bawa untuk rapat esok hari.

15 menit sudah haechan lewati, dengan menunggu di depan lobby kantornya yang memang sudah sepi.

mampir ke Hongkong dulu kah?! gerutunya dalam hati.

demi tuhan. haechan hanya ingin buru-buru pulang.

“maaf pak, saya lama.”

nenek saya juga tau kamu lama. batin haechan.

sekertarisnya dengan napas terengah-engah menyerahkan map dokumen ke haechan.

segera haechan ambil, “terima kasih, lain kali jangan kelupaan lagi. kamu boleh pulang.” ujarnya.

sekretarisnya menundukkan kepala 90 derajat lalu berujar maaf dan terima kasih, kemudian pergi dari hadapan haechan.

haechan menghela napas, lalu berjalan menuju parkiran.


haechan memasuki rumah kediamannya dengan pelan. takut membangunkan sang suami yang mungkin saja sudah tidur, hari ini haechan pulang jam 11 malam.

dengan berjalan jinjit, haechan pergi menuju dapur. membuka kulkas, mengambil sebotol besar air mineral dingin yang langsung saja ia teguk.

setelah menutup kulkas haechan berbalik hendak menuju kamar. namun, gerakannya terhenti kala melihat sang suami duduk di meja makan sambil menopang dagu menatapnya.

seakan dihipnotis oleh tatapannya, haechan berjalan mendekat. memaksa duduk di pangkuan mark, suaminya.

mark terkekeh pelan melihat tindakan haechan. ia mengangkat tubuh haechan dengan mudah, yang kemudian mark pangku dengan nyaman.

“gimana tadi di kantor? capek?” tanya mark sambil mengusap punggung haechan.

haechan memeluk leher mark, mengecup tahi lalat yang berada di leher pria yang ia peluk. kemudian kepalanya ia anggukkan sekali. “iya capek.” jawabnya.

“makan ya, aku masakin ramyeon mau kan?” mark memundurkan kepalanya untuk melihat wajah haechan.

haechan mengangkat kepalanya, tersenyum manis menatap mark.

“mau!” ujarnya dengan semangat.

mark tiba-tiba berdiri, dengan posisi haechan yang ia gendong ala bayi koala.

“aba-aba dong!” ucap haechan kesal, kakinya memeluk pinggul mark erat.

mark melirihkan kata maaf sambil mencium puncak kepala haechan.

berjalan menaiki tangga ke arah kamar mereka berdua, mark menurunkan haechan di depan pintu kamar.

“mandi ya, tapi kalau kamu capek cuci-cuci aja. terus kalau udah turun ke bawah oke?” perintah mark.

haechan tersenyum jenaka. “iya bawel.”

lalu pukulan keras di bokong, haechan dapatkan.

“MARK!” teriaknya kesal.


setelah mandi dan berpakaian. haechan turun ke bawah, ke meja makan.

haechan kemudian duduk dengan anteng. melihat punggung lebar mark yang sedang membelakanginya.

“mas?” panggilnya pelan.

“hm.” saut mark. tanpa membalikkan badannya, tangannya masih sibuk mengaduk ramyeon.

“aku udah duduk.” lapor haechan.

mark terkekeh pelan.

mark mematikan kompor, kemudian membalikkan badan sembari mengangkat panci berisi ramyeon ke hadapan haechan.

“makan yang kenyang, dek.” ucapnya. lalu mendudukkan diri di depan sang suami.

haechan tanpa ba-bi-bu mengambil sumpit lalu mulai menyantap ramyeon-nya.

“enak?” tanya mark.

haechan mengangguk sambil mengunyah.

mark tersenyum tipis melihatnya. kemudian ia memperhatikan haechan makan, lalu tersadar bahwa piyama yang dipakai hechan, adalah piyama miliknya.

“loh, kok kamu pake baju punyaku?”

setelah menelan mie yang di mulutnya. haechan berujar. “biar sepasang hehehe.”

mark mendengus sembari tersenyum.

memang ia hanya memakai celana piyama tersebut, dan haechan memakai atasannya.

sepasang katanya hehehe.


setelah makan, haechan dan mark memasuki kamar mereka.

saat ini haechan sedang meringkuk ke arah leher mark dengan satu kaki memeluk pinggang mark.

mark mengusap rambutnya dengan gerakan teratur, serta satu tangannya lagi mengelusi paha terekspos sang suami.

“tadi cafe rame?” pertanyaan dari haechan memecahkan keheningan.

“rame, dek.”

“mas, capek?” haechan mendongakkan kepalanya menatap wajah mark.

mark tersenyum. bibirnya dengan cepat mengecup puncuk hidung haechan.

“capek, dek. kalau gak capek jadi angin aja, hidupnya ringan.”

haechan tertawa mendengar penuturan tidak jelas dari mark.

“dasar cowok gak jelas.”

“ampun, cowok jelas.”

kemudian hening. hanya terdengar suara napas yang beraturan.

haechan menguap pelan. merasa kantuk mulai menyapa.

mark masih setia mengusap rambutnya.

“tuh, ngantuk kan bayi. tidur ya?”

haechan mengeratkan pelukannya. “hmm, iya.”

“besok kamu masuk, dek?” tanya mark seperti biasa.

dengan mata sayu haechan menatap mark. “hehe, ada meeting.”

mark lantas menenggelamkan kepalanya di leher haechan.

“astaga, susah banget kayaknya milikin kamu seharian.”

haechan terkekeh mendengarnya.

“nanti deh aku ngambil cuti.”

mark langsung mengangkat kepalanya. matanya berbinar mendengar ucapan haechan.

“janji?”

haechan tersenyum lembut. tangannya terangkat untuk mengusap rahang sang suami. wajahnya ia majukan, mengecup sudut bibir milik mark.

“janji.” ujarnya pasti.

mark tersenyum lebar.

saranghae.” ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.

haechan tertawa keras.

fin

berantem dan saling pukul bukan hal yang menyenangkan lagi. gimana kalau kita coba hal baru? jatuh cinta.

kala itu hujan turun sedang deras-derasnya, waktu menunjukkan pukul 5 sore hari, dimana bel pulang sekolah sudah berbunyi sejam yang lalu.

terdapat segelintir siswa yang masih berada di sekolah, menunggu hujan reda. salah satunya ialah aldo, ia terlambat pulang sebab kegiatan ekskul yang ia hadiri.

berdiri di lobby sembari menatap air yang jatuh ke tanah, aldo sesekali mengusap lengan, menghangatkan tubuhnya.

sial, lupa bawa sweater. umpat aldo dalam hati.

ia bersender pada tiang yang ada, sembari bersenandung pelan.

“ngapain lo di sini?”

suara bass memasuki gendang telinga miliknya, menoleh ke samping dengan malas. aldo lantas menatap manusia yang ikut berdiri di sebelahnya.

“nyiram bunga,” jawab aldo asal.

bara tertawa mendengarnya.

kemudian keduanya terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

“bar,” panggil aldo pelan.

“gua ingetin lagi, gua lebih tua setahun. kalo lu lupa.” saut bara.

aldo berdecak. “ck, iya kak.”

“kak bara?” ulang aldo.

“hmm?”

“pacaran yuk?”

“EH?” kaget bara.

“KOK EH?!” maki aldo.

“abisnya elu tiba-tiba, gua tau, gua ganteng. emang minta dimilikin.”

“hehehe, menurut gua timming-nya pas.” jelas aldo.

“pas ndasmu, coba kasih gua alasan dulu biar gua paham.” pinta bara.

aldo menatap wajah bara, kemudian perlahan bibirnya melengkungkan senyum tipis.

“berantem dan saling pukul bukan hal yang menyenangkan lagi. gimana kalau kita coba hal baru? jatuh cinta.”

“tapi, lu udah jatuh cinta duluan ke gua kan?” bara membalas tatapan aldo.

aldo mengangguk pelan.

“aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski—”

nyanyian aldo terhenti. mulutnya dibekap oleh tangan bara.

“syut, syut, udah cukup. jangan tiba-tiba konser juga. tanpa lu usaha pun gua udah jatuh kok.”

aldo melepaskan tangan bara dari mulutnya. dengan muka berseri-seri ia berucap. “jadi, kita pacaran?”

bara memajukan tubuhnya, menundukkan kepala di samping telinga milik sang adik kelas. lalu berbisik.

“iya aldo alviano.”

cup

pipi si manis pun bara kecup pelan.

perlahan warna merah menjalari pipi aldo. dia mengepalkan tangannya kuat-kuat, kemudian meninju lengan milik bara.

“ABA-ABA DONG! MAU GUA KENA SERANGAN JANTUNG?!”

bara tertawa keras.


Satu tahun berikutnya.

Bara dengan terburu-buru memasuki cafe. Pandangannya mengedar ke sejuru tempat, hingga matanya menemukan wajah sang kekasih yang sedang melihat ke luar jendela.

“hai,” sapanya. Lalu duduk di depan aldo.

Aldo membalas sapaan tersebut dengan senyum kecil. “hai juga.”

“’maaf, tadi ada rapat himpunan dulu. Aku langsung buru-buru ke sini.” Sesal bara.

Aldo tersenyum. “it’s okay. Aku juga belum duduk lama kok, mau pesen dulu?”

“boleh.”

Keduanya pun memesan minuman.

Canggung. Setelah memesan, mereka berdua saling terdiam.

“so… apa yang mau kamu ngomongin?” bara membuka suara.

“kita minum dulu kay? Biar enggak seret,” canda aldo.

“hahahaha, okay, minum dulu.”


“apa enggak bosen semangka terus?” Tanya aldo penasaran.

Sejak mereka menjalin hubungan, aldo paham betul bahwa semangka adalah saingannya yang paling kuat.

Semangka is love of my life, seakan tau apa yang akan diucapkan bara. Aldo menyebutnya lebih dahulu dalam hati.

Terdengar kekehan di depannya. “watermelon is my loml.”

Kan tuh gua bilang juga apa.

Bara berdeham pelan, memposisikan duduk tegak. Ia menatap mata aldo.

“now, tell me.”

Mengambil napas dalam. Aldo berujar. “kamu mau gak jadi mantanku?”

Keduanya diam…

“HAH?!”

“iya… jadi mantanku.”

“k-kamu mau putus?”

“iya.” Jawab aldo mantap.

“but why?”

“kita sama-sama sibuk kak, kamu sama organisasimu dan aku dengan urusan kelas akhir. Kita udah enggak punya waktu luang buat qtime bareng. Kak, we hurts each orther.”

Bara terdiam cukup lama. Lalu tertawa miris.

“ah… I see, kita emang udah sibuk sama dunia kita masing-masing, tapi kamu tetep duniaku.”

“kak… I’m sorry.” Sesal aldo.

“why you do apologize? It’s not your fault.”

haechan memasuki rumah kediamannya dengan pelan. takut membangunkan suami berserta anaknya yang masih berusia 4 tahun.

dengan berjalan jinjit, haechan pergi menuju dapur. membuka kulkas lalu mengambil sebotol besar air mineral dingin yang langsung saja ia teguk.

menutup kulkas haechan berbalik hendak menuju kamar. namun, gerakannya terhenti kala melihat sang suami duduk di meja makan sambil menopang dagu menatapnya.

seakan dihipnotis oleh tatapannya, haechan berjalan mendekat. memaksa duduk di pangkuan mark, suaminya.

mark terkekeh pelan melihat tindakan haechan. ia mengangkat tubuh haechan dengan mudah yang kemudian mark pangku dengan nyaman.

“gimana tadi di kantor? capek?” tanya mark sambil mengusap punggung haechan.

haechan memeluk leher mark, mengecup tahi lalat yang berada di leher pria yang ia peluk. kemudian kepalanya ia anggukkan sekali. “iya capek.” jawabnya.

“makan ya? aku masakin ramyeon mau kan?” mark memundurkan kepalanya untuk melihat wajah haechan.

haechan mendongakkan kepalanya, tersenyum manis menatap mark. “mau!” ujarnya dengan semangat.

mark lantas berdiri, dengan posisi haechan yang ia gendong ala bayi koala.

“aba-aba dong!” ucap haechan kesal, kakinya memeluk pinggul mark erat.

mark melirihkan kata maaf sambil mencium puncak kepala haechan.

berjalan menaiki tangga ke arah kamar mereka berdua, mark menurunkan haechan di depan pintu kamar.

“mandi ya, tapi kalau kamu capek cuci-cuci aja. terus kalau udah turun ke bawah oke?” perintah mark.

haechan tersenyum jenaka. “iya bawel.”

lalu pukulan keras di bokong, haechan dapatkan.

“MARK!” teriaknya kesal.

“heh, jangan berisik! minhyuk lagi tidur.”


setelah mandi donghyuck melihat anaknya sebentar. membuka pintu kamar dengan hati-hati dan perlahan, ia kemudian berjalan mendekat ke arah sang anak yang sedang tertidur pulas.

ada apa dengan badrol (bara aldo)

seperti yang kalian ketahui kalau bara sama aldo itu beda setahun, beda gedung kelas, dan beda rasa, eh.

Aldo kenal Bara waktu ia naik semester dua di kelas X. kesan pertama mereka bisa dibilang tidak baik alias kacau.

Bara yang saat itu sedang iseng memutar bola basket pada jarinya, tiba-tiba saja bola basketnya terpental ke depan. tepat mengenai dahi Aldo yang berjalan berlawanan arah.

dari situ mulai kemusuhan never ending saga mereka.


sebenernya Aldo nyari ribut terus ke Bara gara-gara pengen cari perhatian aja, biasalah remaja. satu kelas pun tau kalau Aldo naksir si kapten basket yang judesnya amit-amit.

kalo ditanya perasaan Bara buat Aldo gimana, jawabnya simpel. ia cukup terhibur dengan tingkah caper Aldo, walaupun kadang bikin tensinya naik tiap hari, gak apa-apa Bara kadang dapet bonus kecupan refleks dari Aldo. duh Aldo kamu gak tau aja Bara kalo salting hobinya nonjok orang.