seri

Di rumah Piko

Melihat banyak kendaraan roda dua di depan rumah Piko membuat Ucup bingung. Tetapi ia ingat betul, kendaraan yang ada di hadapannya ini punya sahabatnya. Perjalanan selama tiga puluh menit membuat Ucup tidak sempat untuk membuka ponselnya. Baru ia mengeceknya, dan ternyata Piko yang mengundang mereka kemari, tidak apa.

Belum sempat ia mengetuk pintu rumah Piko, sudah muncul wajah Gofar yang menurutnya sangat menyebalkan. Gofar tersenyum konyol kepadanya.

“Oh jadi lo ya malingnya?” berniat untuk mengejek Ucup yang sekarang memasang wajah malas.

“Piko kemana?”

“Lagi ngedate sama Ares, koordinasi divisi dia di dampok.”

“Gofar bangsat ah. Minggir, gue mau masuk.” Ucup melenggang masuk dan sedikit menggeser Gofar yang menghalanginya. Tidak percaya kan apa yang dikatakan Gofar, ia tahu jika itu bohong.

Ucup masuk dan melihat teman-temannya yang sudah santai menonton film. Ketika Ucup masuk, mereka semua menoleh ke arahnya. Kecuali Piko yang saat ini seperti menghindar untuk bertatapan dengannya. Ucup menghampiri mereka dan duduk di sofa, berseberangan dengan sofa yang diduduki Piko.

“Jangan diem gini dong, udah kaya nggak pernah ngobrol bareng aja,” ujar Tuktuk yang sembari menikmati cemilan micin yang pedas.

“Tolol, kan emang udah nggak pernah ngobrol lagi semenjak Ucup sama Piko pisah,” balas Gofar yang melemparkan bantal kecil ke arah Tuktuk.

“Lo jangan ngelempar gini dong, Far. Sakit kepala gue, kalau tiba-tiba amnesia gimana?”

“Tuk, mending lo makan aja ya semua cemilan disini. Terus udah tuh nonton film yang ada di depan lo. Yang anteng.” Fella mengatakan itu dengan nada biasa saja, tetapi Tuktuk menciut, tidak berani menatap lawan bicaranya. Maka, ia nurut dan makan cemilan yang sekarang ia pegang.

Sarah berdiri dari tempat duduknya, yang tadinya duduk di samping Piko, kini beralih tempat menjadi duduk di samping Ucup. “Terus kalau yang ini niatnya karena ada maling di rumah Piko, atau emang kangen?” godanya.

Bukan hanya Sarah yang sering menggoda Ucup seperti saat ini, semuanya senang saat melihat wajah Ucup yang salah tingkah ketika digoda. Yang digoda itu pun masih malu dengan teman-temannya, tidak pernah ia berpacaran di depan mereka, walaupun saat ini status dirinya dan Piko telah berubah, tetapi perasaannya masih tetap sama.

“Ini gue sama temen-temen sengaja kesini karena Piko bilang ada maling. Pas dateng kan panik semua, Piko dengan santainya bilang kalau maling nya masih di jalan. Semua kebingungan, eh ternyata maling yang dimaksud Piko itu lo, Cup. Gue sampe nggak bisa berkata apa-apa lagi sama mantan lo itu yang iseng banget ngerjain kita semua.” Fella mengatakan semuanya. Sedikit melirik kearah Piko yang saat ini tetap setia pada layar televisi yang menampilkan film Enola Holmes.

“Dan kaya sekarang ini, orang yang dimaksud malah diem doang pas maling nya udah disini. Woi, Piko!” Sarah melemparkan bantal ke Piko, dan lelaki itu meringis kesakitan— yang sebenarnya tidak sakit sama sekali.

“Kenapa sih? Biarin aja deh, lagian gue udah suruh Yusuf jangan ke rumah malah udah otw aja.”

Yusuf, terdengar aneh bagi Ucup mendengar Piko yang dulunya selalu setia memanggil dirinya Ucup, dan sekarang justru hanya ada nama Yusuf yang keluar dari bibir Piko.

“Gue kan cuma kangen. Di kampus juga udah jarang ketemu lo, selain karena memang jauh gedungnya, lo juga males kan kalau ketemu di depan anak-anak yang ada di kampus?”

“Iya itu tau, kenapa masih mau ketemu gue deh. Batu banget.”

“Ya karena kangen, Piko. Gue kangen sama lo, sekedar ketemu sebentar aja lo udah nggak mau? Nggak minta yang lain padahal, gue cuma mau ketemu dan ngobrol, bebas mau ngobrol apa. Lo mau mengeluh tentang divisi lo, atau mengeluh karena tugas kuliah lo berat banget, gue siap dengernya.”

“Yusuf, gue nggak mau cerita tentang itu semua ke lo. Nggak paham atau gimana sih?”

“Paham banget, tapi ngobrol doang tanpa melibatkan perasaan juga nggak papa, Piko. Kaya lo ngobrol ke Gofar, atau Tuktuk, atau bahkan ke Fella dan Sarah. Kayaknya emang keseharian lo itu gue nggak tau, gue taunya cuma dari yang lain.”

“Yusuf, lo tuh—

“Udah ya, mending kita semua pesan martabak aja. Untuk Ucup, si Piko udah bilang nggak mau, jadi jangan dipaksa. Dan Piko, santai aja ya nggak usah emosi gitu kalau ngomong sama Ucup. Sebelum lo pacaran sama dia juga kalian kan teman, walaupun sebelumnya musuhan tapi ujungnya jadi teman 'kan?”

Semuanya terdiam. Tidak ada yang berniat membantah Sarah, karena jika Sarah hanya diam dan ikut menonton Ucup dan Piko adu mulut, maka mereka berdua tidak akan selesai. Akan lanjut dengan bahasan lainnya yang tak kunjung ada akhirnya.

Menjadi Ketua Osis sekaligus anak basket tidaklah sulit bagi Song Yuvin. Yang sulit itu ketika Yuvin harus mengurus anak bandel tapi gemesin yang bernama Kim Yohan. Mungkin jika ketua osis bukan Yuvin, ketua osis itu tidak akan kuat dan memilih untuk membiarkan Yohan berulah. Tetapi tidak bagi Yuvin, dirinya bersumpah akan terus mengejar Yohan agar lelaki bandel itu disiplin dan taat akan peraturan yang sudah dibuat oleh sekolah mereka.

Masalahnya, Yohan bandel itu tidak sendiri. Teman sekelas nya semua adalah berandal yang kerap kali kena hukum oleh guru atau ketua OSIS. Tetapi alangkah hebat kelas mereka yang tidak pernah ketahuan jika diadakan razia, bahkan walaupun razia itu dadakan. Entah info dari mana mereka mengetahui tentang hal itu. Oh, mereka itu sangat rapih dalam hal menyembunyikan barang yang tidak pantas dibawa ke sekolah. Misalkan, ada perempuan bernama Lee Chaeyeon, yang kerap kali membawa alat make-up ke sekolah.

Walaupun Yuvin ketua osis, tetapi dirinya paling rajin kalau ditugaskan untuk menjaga gerbang, Yohan yang mengetahui hal itu tentu saja tidak masuk lewat gerbang. Dirinya akan masuk kelewat jalur belakang, kenapa? Dirinya melanggar peraturan. Dan peraturan ini sangat dibenci oleh Yuvin. Kalian mau tahu apa itu? Celana Yohan, dikecilin. Alasan Yuvin tidak suka karena hal ini sangat melanggar peraturan, selain itu karena dirinya tidak tahan jika melihat paha besar Yohan dibalut dengan celana yang sudah dikecilkan oleh pemiliknya.

Tetapi hal itu tentu saja diketahui oleh Yuvin. Seperi saat ini, Yuvin sudah memergoki Yohan bersama kedua teman nya, Hangyul dan Mark yang sedang mengendap-endap masuk lewat jalur belakang. Hangyul sudah ketakutan, dirinya bahkan sudah menunduk dari tadi. Kalau Mark, dirinya sudah mengacir pergi karena takut dihukum. Beda kalau Yohan, dirinya seperti menantang Yuvin yang sekarang ada di hadapannya.

“Hangyul, kamu boleh pergi sekarang. Saya ada urusan sama Yohan.” Kata Yuvin dengan mata yang menyelidik. Karena perkataan Yuvin seperti perkataan paduka yang harus ia turuti, akhirnya Hangyul pergi duluan meninggalkan Yohan yang masih misuh karena tidak diperbolehkan masuk.

“Kenapa saya nggak dibolehin buat masuk, Kak? Kak Yuvin aja bolehin Hangyul yang jelas-jelas rambut nya diwarnain itu. Kakak sengaja?” Kata Yohan. Dirinya cemberut.

Yuvin masih diam saja, dia melihat kaki Yohan yang besar dan ditutupi celana sempit milik anak itu. Ah, rasanya Yuvin tidak ingin melihat Yohan memakai celana sempit ini lagi. Dirinya sangat benci. Yohan yang sadar Yuvin melihat celana nya langsung menutup rapat agar Yuvin tidak bisa melihat miliknya.

“Kak Yuvin mesum!”

“Mesum apaan sih? Saya cuma risih ngeliat kamu pake celana sempit kaya gini. Besok, kamu udah harus ganti pake celana yang sesuai ukuran peraturan sekolah.”

“Nggak mau! Saya nggak bakalan mau ganti celana ini! Lagipula kalau saya pake celana yang kebesaran gitu jadi buat saya keliatan anak cupu, malesin.”

Yuvin menghela nafasnya. “Kamu disini mau gaya atau sekolah sih?”

“Mau gaya lah!”

“Udah pokoknya besok saya nggak mau ngeliat kamu pake celana super sempit ini. Kalau sampai kamu ketahuan pake ini lagi, kamu bakalan saya hukum.”

Yohan tidak takut, palingan dihukum membersihkan toilet atau menjaga perpustakaan. Dirinya sudah hafal dengan sistem hukuman yang ada di sekolah ini. “Silahkan hukum! Saya nggak takut.” Balasnya. Yohan beniat pergi dari hadapan Yuvin, tetapi tangannya ditarik oleh Ketua OSIS ini.

Dengan smirk andalan Yuvin, yang tentu saja Yohan tidak pernah melihatnya. Ini pertama kali dirinya melihat Yuvin tersenyum dengan sangat— menyeramkan sekaligus sexy bagi Yohan. “Cobalah kalau kamu berani nerima hukuman dari saya.” Yuvin mengatakan itu dengan nada yang sangat rendah, dan dia mengatakan hal itu tepat di telinga Yohan. Dan hal itu membuat Yohan merinding.

“Apaan sih! Dah ah saya mau masuk kelas!”

Yohan pergi meninggalkan Yuvin, kakak kelas yang sangat ia benci itu. Yuvin sih memang sengaja membiarkan Yohan pergi, ia punya rencana sendiri untuk menghukum anak itu.

__________

Tiada hari tanpa keributan. Itulah julukan kelas Yohan. Memang sih, hari ini mereka tidak ada pelajaran alias kelas kosong. Yohan dengan sahabatnya yaitu Hangyul dan Mark sudah bermain sejak tadi. Biasanya, mereka akan bermain permainan yang biasa anak muda lakukan. Beberapa murid di kelas ini sudah keluar, tidak betah jika berlama-lama di kelas.

“Gyul, main dare or dare yuk!” Ajak Hyewon, sekali-kali mengajak Hangyul dalam permainan menjebak ini. Sebenarnya memang sih Hyewon ada rencana tersembunyi untuk menjebak Yohan dan Hangyul yang kerap kali melanggar peraturan sekolah.

Hangyul ingin menolak, dirinya tahu bahwa Hyewon dan teman serombongan nya itu akan menjebak nya dengan kakak kelas yang bernama Seungyoun itu. “Apaan sih, gua nggak mau. Kalian aja para cewe yang main.” Tolaknya.

“Coba yuk, Gyul! Kayanya seru deh, gua belum pernah gituan,” Kata Yohan yang entah kenapa di mata Hangyul seperti ingin menjebak dirinya sendiri.

“Tuh! Yohan aja mau, Hangyul ikutan juga ya pokoknya, nggak boleh nolak!” Kalau gini caranya, mau tidak mau dirinya harus ikut kedalam permainan bodoh ini. Ah, sekalian saja dirinya ingin menjebak Yohan.

Permainan ini akan menggunakan pena sebagai penentunya, barang siapa yang mendapatkan ujung tutup pena saat diputar, maka orang itu harus siap menerima tantangan dan tidak boleh menghindarinya. Semua mata tertuju pada ujung tutup pena, mereka berdoa agar tidak berhenti tepat di depannya. Hyewon, yang mengajak mereka bermain berdoa agar Yohan atau Hangyul yang kena.

“YOHAN! YEAY! KALI INI LO YANG KENA!” Teriak Sakura. Dia dan Hyewon merasa senang karena Yohan yang mendapatkan giliran untuk diberi tantangan. Hangyul yang berada di samping Yohan juga ikut tertawa.

Yohan biasa saja. Dia tidak merasa dirugikan disini. Iya, karena dia sendiri juga tidak tahu teman nya itu akan menjebak nya seperti apa. Semoga saja benar tidak merugikan dirinya. “Apa nih tantangannya? Gua nggak bakalan lari, kok. Laki mah harus nerima tantangan apapun,” Katanya dengan pede.

Apakah dirinya tidak tahu jika Hyewon dan Sakura bahkan sudah tidak sabar memberikan tantangan untuknya? Mereka berdua bahkan sudah tersenyum sendiri dari tadi. Hyewon berdeham, bersiap untuk mengeluarkan sebuah tantangan.

“Inget ya, nggak boleh lari atau ngehindar pokoknya!” Hyewon memperingati Yohan. “oke, jadi tantangan nya adalah lo harus confess ke Kak Yuvin dan cium dia!”

________

Disinilah Yohan. Lapangan sekolahnya yang entah kenapa sekarang sedang ramai. Dia tidak tahu jika hari ini adalah hari di mana Yuvin latihan basket. Padahal Yohan berharap agar ketua osis itu tidak latihan. Coba kalian pikirkan, di depan manusia yang sangat ramai ini..... bagaimana Yohan bisa confess ke Yuvin? Dia sungguh malu. Yohan tidak tahu, Hyewon dan Sakura sengaja mempermalukan dirinya.

“Lo kenapa nggak bilang sih kalau Kak Yuvin ada latihan basket? Gila deh, malu gua.”

“Gue sama Sakura mana tau, Yo. Udah deh mendingan lo kesana sekarang, lo liat kan makin lama tuh malah makin ramai.”

Yohan melihat sekitar nya. Benar kata Hyewon, makin lama justru lapangan ini makin ramai. Kenapa Yohan tidak sadar ya? “Gue bener-bener nggak mau ah. Kalau misalkan confess, gue terima. Tapi kalau cium? No! Lo berdua tau kan gue nggak suka sama dia, please kasih tantangan yang lain aja.” Kata Yohan dengan wajah memelas.

Yohan tidak berani itu serius. Dirinya juga tidak ingin mencari masalah karena ia masih memakai celana sempit. Yuvin sangat tidak suka melihat dirinya memakai celana sempit ini, ia sebenarnya masa bodo tapi kalau dirinya dihukum lagi kan berabe. Ah, sial. Sepertinya ia tidak memiliki kesempatan yang lain.

Kali ini Sakura yang menggertak Yohan. “Apaan! Kata lo tadi tantangan apa aja diterima. Lagian lo udah nggak bisa lari, Yo. Lakuin aja apa susah nya sih. Tinggal laksanakan, abis itu terserah deh mah lo lupain apa gimana gue nggak peduli.”

“Oke, gue lakuin. Tapi lo berdua nggak boleh ngerekam segala percakapan gue sama Kak Yuvin!”

“Oke, gue janji. Tapi nih ya, gue nggak janji kalau anak-anak malahan yang ngerekam lo. Itu di luar tanggung jawab gue loh ya.”

“Ah, serah deh. Dah doain gue supaya si Kak Yuvin sontoloyo itu nolak!”

Yohan berjalan mendekati Yuvin yang sekarang dikerumuni oleh para cewe-cewe yang mungkin sedang memberi minuman kepada lelaki itu. Ah, Yohan berhenti sebentar. Ia menunggu supaya Yuvin sedang dalam keadaan sendiri, ia tidak ingin percakapan nya diganggu, bukan maksud apa tapi ia sangat malu. Yohan memperhatikan ketua OSIS sekolah itu. Ternyata ada salah satu fakta yang baru Yohan tahu mengenai Song Yuvin.

Song Yuvin selalu saja menerima hadiah dengan tersenyum. Ah, apakah Yuvin seorang playboy?

“YOHAN GOODLUCK!” Teriak Sakura dari jauh. Yohan tersadar dari lamunannya. Dan ternyata Yuvin sudah pergi dari hadapannya, lelaki itu sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Ah, masa iya dirinya harus mengejar lelaki itu?

“KAK YUVIN!”

Yohan memberanikan diri untuk memanggil ketua OSIS sekaligus ketua basket itu. Yohan dapat melihat bahwa Yuvin berhenti dan mencoba mencari siapa yang meneriakan namanya. Karena dirinya tidak ingin berteriak lagi, Yohan sedikit berlari ke arah Yuvin.

“Yohan?”

Yohan dapat melihat raut wajah Yuvin yang sangat bingung itu. Biasanya Yohan selalu menghindar dari Yuvin, tetapi ini justru Yohan yang sedang mendekati dirinya. Alis Yuvin bahkan sudah bertaut, menandakan ia benar sangat bingung dengan perilaku Yohan sekarang ini. Ia bahkan melihat sekitar nya, mereka berdua menjadi pusat perhatian kali ini.

“Kamu kesini mau menyerahkan diri buat kena hukuman, Yo?”

Sial. Yohan beneran gugup berhadapan dengan Song Yuvin. Dirinya tidak bisa mengontrol sikapnya, ia ingin sekali menonjok kakak kelas nya ini karena telah mempermalukan dirinya. Iya, mempermalukan dirinya karena Yohan sama sekali tidak pernah —ingin berbicara atau bahkan berhadapan dengan Song Yuvin.

“Kak Yuvin! Yohan udah lama suka sama Kakak, dari pertama kali Kak Yuvin memperkenalkan diri sebagai ketua OSIS, Yohan udah suka! Yohan suka banget sama Kak Yuvin!”

Yuvin bingung dengan tingkah Yohan saat ini, apakah Yohan sedang menjalani tantangan? Ia bisa melihat dari Sakura dan Hyewon yang sedang antusias dengan pengakuan Yohan barusan. Jujur, dirinya bingung mau merespon seperti apa dengan pengakuan ini.

“Loh? Gimana?”

“Pokoknya Kak Yuvin harus jadi pacar Yohan!”

Yuvin terdiam. Ia melihat Yohan yang sedang mendudukan kepalanya, bahkan seorang cowok mengakui perasaannya pun tidak berani menatap dirinya. Baru kali ini Yuvin melihat sosok Yohan yang lemah. Yohan yang sedang gugup, Yohan yang sedang mengeluarkan keringat karena perasaannya, dan Yohan yang sedang menahan malu dihadapan semua orang.

Sayang, apaan sih? Kan kita udah pacaran? Lucu deh kamu bercanda nya.” Jawab Yuvin, sambil tersenyum manis. Yuvin bahkan mengusap kepala Yohan dengan lembut.

Yohan yang tadi menunduk sekarang sudah mendongak melihat wajah Yuvin. Dia tidak menyangka jawaban Yuvin akan seperti itu. Apa-apaan! Pacaran darimana nya!

Yuvin mendekati bibirnya ke telinga Yohan dan berbisik, “Jangan ngelak. Kamu nggak mau malu kan diliat banyak orang gini?”

Yohan menelan salivanya. Benar, yang penting dirinya tidak akan malu terlebih dahulu. Akhirnya ia mengikuti permainan yang akan Yuvin lakukan. Ia tersenyum melihat Yuvin, tersenyum dengan sangat manis. Pura-pura lebih tepatnya.

Yuvin menggenggam tangan Yohan. “Ayo, aku udah selesai latihan. Kita makan di belakang sekolah aja ya?”

Sumpah. Yohan rasanya ingin mengempaskan tangan Yuvin yang sedang menggenggam tangannya. Berani sekali kakak kelas nya ini memegang tangan berharga nya!

Mereka pergi meninggalkan lapangan.

Semua siswa-siswi yang melihat adegan tersebut merasa terkejut. Berarti selama ini Yuvin dan Yohan adalah sepasang kekasih?

“Kak Yuvin ngehukum Yohan cuma karena kedok biar bisa deket?”

“Ternyata Yohan suka sama Yuvin?”

*“Yuvin udah sold out dong, ah kenapa sih harus sama Yohan? Kenapa nggak sama Hangyul aja?”*

______

“Maksud kakak apa sih?”

Yohan mengempaskan tangan Yuvin begitu mereka sampai di belakang sekolah. Ia langsung merecoki Yuvin dengan pertanyaan.

“Saya cuma bantu kamu.”

“Bantu? Bantu mah nggak usah pake pegang tangan dan ngelus kepala saya kan?”

“Yaudah sih. Yang penting mereka nggak bakalan ngomongin kamu lagi. Saya juga nggak mau kali, niat saya cuma nolongin kamu, Yo.”

Yohan masih tidak percaya dengan yang dibicarakan Yuvin. Ia merasa Yuvin telah bohong.

“Udah 'kan? Saya mau ke kelas dulu, Kak. Permisi!”

Yuvin menarik pergelangan tangan Yohan. “Tunggu dulu. Masih ada yang mau saya omongin.”

Yohan lagi-lagi mengempaskan tangan Yuvin, tetapi kali ini gagal, karena Yuvin menahannya dengan sangat kuat. “Apaansih? Apa lagi?” Tanya Yohan dengan muka yang merah karena menahan amarah — atau karena malu?

Dengan masih tangan yang memegang tangan Yohan, Yuvin berjalan mendekati Yohan. Lelaki itu ikut memundurkan tubuhnya saat Yuvin mendekati nya. Semakin dekat, dan hanya berjarak satu jengkal. Yohan menahan nafasnya.

“Kamu kok nggak mau nurut?” Yuvin bertanya dengan Yohan, dengan deep voice nya.

“N–nurut apa, Kak?”

“Celana sempit. Kamu masih ngeyel, berarti emang mau kena hukum sama saya?”

“Kak, agak jauhan dong. Saya nggak bisa nafas…”

“Sengaja. Biar kamu nggak nakal lagi.”

Yohan benar-benar gugup. Yuvin berhasil mendominasi dirinya. Yuvin berhasil membuat dirinya tidak berdaya. “Y–yaudah, kasih hukuman aja.”

Yuvin tersenyum, “Kamu mau sepong?”