seri

JYUNGRAE

sebenernya gue udah pernah bilang sih gimana bisa suka sama jyungrae. tapi izinkan sekali lagi untuk menceritakan tentang kapal yang ngga seberapa itu. anjing, baru mulai udah males duluan. ini gimana caranya biar produktif ya.

awal mula naksir jyungrae, please ngga perlu dibaca boleh skip sekrang juga soalnya ini isinya ngga penting; kayak hidupku. pokoknya itu pas bopeul gue ada deh baca satu ship yang lumayan terkenal pada masanya, lucu sih. uname gue aja sampe nama mereka dulu. tapi yaudah sekadar itu doang. terus gue ngga menemukan rasa nyaman ternyata, akhirnya gue memutuskan untuk ngga nge-ship taerae sama siapapun kecuali sama gue (maaf bim).

dan suatu hari dimana gue menemukan video tiktok itu gue kayak seneng banget gue menemukan gejolak asmara rps yang menggebu-gebu. iya gue ngeliat video jyungrae. dulu namanya tuh kenal woongrae aja, tau jyungrae dari key @jiwoongdrive. itu juga gue iseng bangeeet anjing ngetweet mau au mereka, ternyata juga gue cari di ao3 maupun wattpad, aff, ffn, twitter semuanya ngga ada. sedih? banget. ini pertama kali gue naksir kapal yang penumpangnya cuma pake sendal.

gue tuh ngeliat video dan interaksi mereka kayak nyaman banget (gue yang nyaman). karena ya gue nyaman aja emang kenapa sih? harus ada alasannya? ngga juga, oke sip. gue iseng dah bikin au kecil-kecilan jyungrae, awalnya ngga banyak peminat karena siapa sih anjing yang kepikiran jiwoong taerae as ship in romantically? ada dong paling diem-diem aja.

gue sempet dm-an sama key, yaudah dm bahas gila-gilaan bersama teman-teman. begitulah. terus tau ngga sih? gue difollow sama kak @lunchjiwoong, sumpah demi apapun gue beneran ngga nyangka damn it. gue beneran seneng soalnya belum punya temen rps jebewon kecuali kak lady, kak anna, kak adin, key, kak rachie (kamu rps jebi ngga si kak iya aja deh ya), kak han, jinji apakah kita sudah berteman waktu itu? lupa kayaknya udah.

yaudah gitu aja abis itu kak vi buat jyungrae anjing lah gue beneran seneng mampus lu tau ngga rasanya? pasti engga soalnya yang tau rasanya cuma gue. terus kak may juga baca au gue huhuhu seneng banget. gue beneran bahagia.

terus yaudah gue memutuskan untuk bikin au jyungrae lebih banyak lagi. ngasup sendiri ngeship sendiri. terus apalagi? gue ketemu kak dawn, gila ini gue sampe ngetweet di priv kalau gue bahagia banget ketemu beliau, kayak lu ketemu yang lebih jyungrae daripada lu. seneng mampus.

pokoknya dari situ sering dm-an sama kak dawn, bahas apa? jyungrae lah siapa lagi.

pokoknya ya gue se-sayang itu sama jyungrae ini, mau diasup kapal lain gue ngga akan mau. tapi jeongrae boleh soalnya gue suka hehe sama haorae juga! sebenernya gue taerae centric sih... tapi itu top 3 gue, boleh nambah satu ngga sih? sung hanbin kim taerae lucu juga.

duh guys makasih udah baca sampe akhir semoga hidup kalian dilancarkan termasuk (duitnya).

Tembok

Taerae lagi-lagi mendapatkan tawaran untuk tamil di acara fakultas. Dibayar dengan makanan tiga hari gratis yang membuat dia mengambil tawaran yang ternyata nggak seberapa itu. Lagu yang bakalan Taerae nyanyikan adalah You are your own, Kid by Taylor Swift. Dia cuma diberi waktu tiga hari untuk latihan, agak membuat Taerae pusing karena harus membagi waktunya. Gitar yang tadinya rusak juga segera diperbaiki karena dia nggak bisa pake gitar punya orang lain. Pokoknya harus punya Taerae, nggak boleh meminjam.

Saat ini, Kim Taerae sedang melakukan latihan karena besok adalah acara fakultasnya. Sebenarnya, dia nggak mau latihan di asrama karena bakalan sedikit berisik, pikirnya sih begitu. Tapi yaudah, Taerae terus melanjutkan latihannya. Menyanyikan tiap bait lagu dari Taylor Swift itu. Selama beberapa menit Taerae melantunkan lagunya, bahkan sampai seseorang dari dalam kamar mengikuti nyanyiannya.

Itu Kim Jiwoong, kakak tingkatnya.

Taerae terdiam, dia berhenti bernyanyi, membuat Jiwoong; yang tentu saja ikut berhenti sama seperti dirinya. Taerae tersenyum membayangkan bagaimana wajah lucu Jiwoong yang kebingungan karena dia sudah nggak bernyanyi lagi. Berdirilah Taerae dari duduknya, berniat untuk menghampiri Jiwoong yang berada di dalam kamarnya.

“Kak Jiwoong?” panggil Taerae.

Jiwoong menoleh, melihat Taerae yang di hadapannya membuat ia sedikit malu. Dia paham kalau adik tingkatnya pasti tahu kalau ia juga ikut bernyanyi di saat Taerae latihan tadi. Akhirnya dia cuma tersenyum ganteng.

“Nyanyi bareng nggak sih kak? Ayok!” Taerae masuk ke kamar Jiwoong, menarik kakak tingkatnya itu untuk keluar dan ikut nyanyi bersamanya.

Nggak adil rasanya kalau nyanyi bareng tapi nggak deketan, menurutnya. Jiwoong menolak, dia malu yang beneran malu.

“Aku nggak mau.”

“Kenapa nggak mau? Ayo, Kak.” Taerae menarik pergelangan tangan Jiwoong. Ia memaksa kakak tingkatnya untuk keluar.

Mau nggak mau, Jiwoong mengikuti Taerae. Dia pasrah. Mereka duduk di bangku ruang tengah asrama, tempat anak-anak berkumpul biasanya. Jiwoong melihat Taerae yang saat ini mulai bernyanyi. Ini kenapa cantik banget ya?

Forehead kiss

Gemini nggak bohong waktu dia bilang kangen sama Fourth, walaupun awalnya memang tujuan utamanya ke kos kekasihnya itu adalah membicarakan tentang Juli, tetapi dia kesampingkan dulu. Kali ini, ia hanya ingin membicarakan hal yang membuat kekasihnya bisa senang dan nggak marah-marah lagi. Hanya itu yang Gemini inginkan saat ini.

Dan disinilah Gemini berdiri, di depan pintu kos Fourth yang lama nggak dipersilahkan oleh pemiliknya. Dia nggak tahu apa yang dilakukan Fourth lama membuka pintu untuknya. Gemini bisa mendengar suara buku yang berjatuhan dari luar, kemungkinan kamar kekasihnya itu berantakan lagi, makanya dia agak lama untuk sekadar membukakan pintu.

Nggak lama, akhirnya muncul Fourth yang saat ini sudah segar karena habis mandi. Wajah kesalnya nggak bisa ditutupi, sangat terlihat di mata Gemini. Gemini sudah siap untuk masuk ke kamar Fourth, tetapi Fourth hanya diam melihatnya. Nggak bergerak sama sekali, hanya diam.

“Akunya nggak disuruh masuk?” tanya Gemini.

Fourth berdecak kesal, “Masuk ini loh tinggal masuk, manja kali sampe perlu disuruh setiap saat,” katanya sambil mengesampingkan tubuhnya agar Gemini bisa masuk melewatinya.

“Makasih sayang. Aku masuk ya.”

Gemini memasuki kamar kos kekasihnya, dia sudah sering mampir ke tempat ini, nggak terhitung. Dia suka sekali tiap pulang kuliah mampir dan beristirahat sejenak. Setelah memasuki kamar Fourth, dia langsung melepaskan jaketnya dan hanya menggunakan kaos santai.

“Aku numpang duduk di kasur ya, sayang,” izinnya. Gemini nih tipe cowok yang kalau ingin melakukan sesuatu di tempat kekasihnya pasti selalu izin lebih dulu.

Fourth mengiyakan, dia mulai mengambil segelas air putih dan memberikannya ke Gemini. Pacarnya itu langsung meminumnya tanpa bertanya. Barulah setelah itu, dia duduk di samping Gemini, “Kau sudah mandi kah?” tanya Fourth begitu dia mencium aroma sabun dari badan Gemini.

“Udah, tadi abis dari rumah Juli aku mampir dulu ke tempatku terus mandi sebentar. Tadinya sih nggak mau mandi, tapi kamu pasti marah.”

“Ya iyalah, aku nggak mau ya kau kemari dengan badan bau mu itu.”

Gemini nggak menjawab apa-apa, dia cuma ketawa melihat Fourth yang mengomel. Pacarnya itu nggak pernah suka kalau dia nggak mandi, sering habis rapat langsung ke kos dan malas untuk membasuh dirinya. Gemini mulai memegang tangan Fourth, dia terus menggenggam dan juga ia elus perlahan. Fourth sih cuma menikmati, toh memang akhir-akhir ini Gemini sering meninggalkannya karena sibuk mengurusi urusannya yang nggak kunjung selesai.

“Aku tadi abis ke rumah Juli.”

“Kelanjutannya bagaimana? Juli adakah di rumah?”

Gemini menghela nafasnya, lagi-lagi jawabannya bakalan membuat Fourth kecewa. Itu yang bikin dia nggak suka berbicara secara serius kayak sekarang. Wajah Fourth saat kecewa itu yang paling dia benci.

“Juli nggak ada di rumah, keluarganya bahkan nggak tau dia ada di mana. Tapi aku bakalan nyariin dia sampe ketemu, kamu nggak usah khawatir ya, Sayang. Untuk sekarang kamu cukup fokus sama rencana yang bakalan divisi kamu realisasikan. Udah itu aja, sisanya biar aku sama penanggung jawab yang ngurus.”

“Gemini, nggak bisa kayak gitu. Aku juga harus tau dan mau ikut dalam urusan Juli ini, aku koordinatornya loh, kau itu jangan karena aku pacar kau jadi ikut turun tangan terus nggak mau aku ikut campur. Kalau seperti ini kesannya aku nggak tanggung jawab sama divisi yang aku pegang.”

Gemini mengeratkan pegangan tangannya, dia mulai menyentuh dagu Fourth dan ia arahkan untuk melihatnya.

“Sayang, lihat aku.”

“Apaan sih? Aku bilang seperti itu juga untuk kebaikan kau loh, kau itu dari awal kapan kepanitiaan ini sampai sekarang yang dibela aku doang, sisanya Bang Phuwin yang ngurus ‘kan?”

“Sayang, nggak kayak gitu. Aku mau kamu nggak usah ikut ke dalam urusan ini karena acara kita itu minggu depan, aku mau kamu fokus untuk divisi kamu aja. Dan aku sama sekali nggak pernah membedakan kamu sama koordinator yang lain, kamu bisa tanya Mas Phuwin tentang hal ini, urusan rumor segala macam di kepanitiaan kita itu aku yang ngurus, Mas Phuwin juga membantu tetapi aku yang lebih dominan.”

Fourth nggak bisa menjawab, dia cuma bisa diam sambil menatap tangannya yang saat ini masih dipegang oleh Gemini. Dia tuh lagi-lagi merasa bersalah. Ia memang merasa kalau selama ini kerjaannya selalu dibantu oleh Gemini.

Gemiyakiku, aku pasti selalu ngerepotin ya?”

“Apaan kok gitu ngomongnya? Kamu habis ngapain dan mikirin apa, Sayang? Kok punya pikiran jelek kayak gitu? Coba sini cerita sama aku.”

Bukannya menjawab, Fourth malah menangis. Gemini kebingungan karena jarang ia melihat kekasihnya menangis di depannya tanpa sebab seperti sekarang. Dia menarik Fourth dalam pelukannya. Menenangkannya untuk beberapa saat.

“Aku sambil ngomong boleh nggak, Sayang?”

Fourth mengangguk sebagai jawabannya.

“Aku nggak pernah ngerasa direpotin sama kamu, semua hal yang aku lakukan itu karena keinginan aku sendiri. Kamu nggak pernah kan ngeliat aku marah karena kamu suruh? Itu karena aku mau, justru aku malah sedih kalau kamu nggak minta bantuan aku. Aku memang pacar kamu, tapi aku juga bisa jadi temen kamu kalau kamu perlu seseorang untuk ngobrol, main bareng, keluar bareng, liburan bareng, atau yang lainnya. Aku ngelakuin semua itu karena aku sayang.”

Fourth malah tambah nangis waktu Gemini ngomong kayak gitu, lagi-lagi ia merasa disayang banget. Dia nggak bisa bayangin kalau pasangan masa depannya bukan Gemini, ia bakalan kayak gimana. Mungkin menjadi orang gila adalah jawabannya.

“Apa kau bakalan seperti ini juga kalau bukan aku pacar kau?”

Gemini ingin melepaskan pelukannya karena ia ingin melihat wajah Fourth saat ini, ia nggak suka sama pertanyaan yang dilontarkan pacarnya barusan. Tetapi Fourth terus memeluknya erat, nggak berniat untuk melepaskan.

“Jangan dilepas pelukannya.”

“Aku bahkan nggak pernah bayangin kalau pacar aku bukan kamu, Sayang. Kamu jangan berpikiran dan nanya kayak gitu lagi, ya? Aku nggak nyuruh kamu untuk percaya, biar kamu yang menilai sendiri perasaan aku ini nyata atau nggak di mata kamu.”

Kali ini, Fourth melepaskan pelukannya. Ia menatap Gemini, ia masa bodoh dengan wajahnya yang bengkak karena menangis. Yang ingin dia lihat itu adalah raut wajah Gemini setelah ngomong serius tentang perasaannya.

“Gemi…. aku juga sayang sama kau.”

Setelahnya, Fourth mencium kening Gemini, “Aku juga sayang banget sama Gemini.”

“Sayang!”

“Kenapa? Kau nggak mau aku cium?”

“Iya mau, tapi ini terlalu dadakan, Sayang. Akunya belum siap.”

“Apaan sih? Apa yang perlu kau siapkan? Aku maunya cium kening doang, udah lah sana pulang.”

Ke rumah Juli

Phuwin sengaja menyuruh Gemini untuk bilang ke Fourth biar diam di kos, soalnya kalau nggak begitu, pacar Gemini suka melakukan yang aneh-aneh tanpa sepengetahuan pacarnya dan dirinya.

“Mas Phuwin emangnya pernah deket sama Juli?”

“Deket yang gimana nih, dek? Kalau yang kamu pikirkan itu dekat dalam hubungan pacaran ya nggak, Mas waktu itu pernah satu projek sama dia dan ada hal yang mengharuskan Mas untuk ke rumahnya.”

Gemini mengangguk, paham sama jawaban Phuwin barusan. Habisnya Gemini masih nggak bisa berpikir karena buat apa Phuwin pergi ke rumah Juli tanpa ada niatan lebih? Sampai kenal orang tuanya pula. Jadi dia memiliki asumsi kalau Phuwin pernah dekat layaknya hubungan dirinya dengan Fourth.

Rumah Juli agak begitu jauh dari wilayah kampus, membutuhkan sekitar tiga puluh menit untuk sampai ke rumahnya. Dan selama itu pula Phuwin dan Gemini memikirkan bagaimana rencana mereka selanjutnya jika memang kemungkinan terburuk terjadi, misalkan Juli yang kabur dari rumah. Ini adalah kemungkinan yang paling mereka berdua bisa pikirkan.

Tiga puluh menit lebih sudah, mereka akhirnya sampai di kediaman Juli. Phuwin benar, Gemini bisa melihat rumah yang sangat asri dari dalam mobilnya, nggak terlihat suram sedikitpun.

“Dek, nanti kayaknya biar Mas aja yang keluar, kalau misalkan Julinya ada, Mas kabarin. Biar nggak menyita waktu, kamu tunggu di sini dan awasin sekitar ya, mana tau Juli kabur waktu ngeliat kita ada di sini.”

“Oke, Mas. Good luck.

Nggak lama, Phuwin keluar dari mobil dan segera menghampiri rumah Juli. Dari dalam mobilnya, Gemini melihat Phuwin yang mengetuk pintu berulang kali dan nggak ada yang mempersilahkan kakaknya untuk masuk. Gemini mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru halaman rumah Juli untuk mengantisipasi kalau Juli memang ada di rumah tetapi mencoba untuk kabur. Dia sudah nggak tahan, baru saja Gemini ingin turun dari mobil, seseorang telah membukakan pintu untuk Phuwin, dan karenanya Gemini menutup kembali pintu yang telah dibuka olehnya.

Entah, Gemini nggak bisa mendengar apa yang terjadi dan apa yang Phuwin dan orang itu obrolkan. Orang itu bukanlah Juli, melainkan laki-laki yang nggak begitu muda dan juga nggak begitu tua. Gemini melihat Phuwin yang diajak masuk ke rumah Juli.

Nggak lama, Phuwin keluar dari rumah Juli dan mulai menghampiri mobil mereka.

“Kok Mas Phuwin lama banget sih? Harusnya aku ikut karena aku ketuanya.”

“Dek, abis ini ke kos Fourth ya.”

“Loh Mas, kenapa? Coba ceritain dulu ke aku tadi ngomongin apa aja.”

“Benar dugaan kita, Dek. Juli kabur dari rumah tiga hari yang lalu, keluarganya pusing nyariin dia tapi nggak ada clue apapun.”

“Terus tadi siapa yang mempersilahkan Mas Phuwin masuk? Kakaknya Juli?”

Phuwin mengangguk, “Iya, kakaknya Juli. Beliau cerita banyak. Katanya, Juli akhir-akhir ini banyak keperluan dan mulai minta duit ke orang tuanya dengan nominal yang gede, keluarganya nggak ada yang tau duit itu dipakai untuk apa,” jawabnya. “Tapi ada satu hal yang Mas mulai paham ini kemana arahnya,” lanjutnya.

“Apa, Mas?”

“Kakaknya cerita juga kalau Juli punya pacar baru yang nggak pernah dikenalin ke keluarganya, dan kakaknya tau dari temennya. Pacar barunya Juli ini ternyata emang bermasalah, Dek.”

“Bermasalah gimana?”

“Dia pernah nipu orang dan kerugiannya sekitar ratusan juta lebih, Mas sekarang ada asumsi kalau Juli diperalat sama pacarnya itu.”

“Tapi waktu itu aku ngeliat Juli ikut pesta dan dia keliatan have fun aja, Mas.”

“Gem, kalau mau nilai seseorang itu jangan dari satu sisi. Besok-besok coba kamu dengerin semua cerita tentang dia tapi jangan cuma dari satu orang, baru kamu bisa menyimpulkan orang itu beneran kayak gitu atau cuma pikiran kamu aja.”

Gemini terdiam. Selama ini, dia nggak pernah menanyakan alasan yang lain atau cerita versi yang lain pula, ia hanya menilai apa yang ia lihat.

“Iya, Mas. Aku paham.”

“Terus kalau aku suruh kamu ke rumah Fourth, paham nggak?”

Gemini menggelengkan kepalanya, ia nggak tahu. Dan hal itu membuat Phuwin menghela nafas panjang.

“Gini nih kalau nggak pernah pacaran. Tenangin pacar kamu, dia udah lama ditinggal sama kamu karena sibuk ngurusin proposal dan rekapan, terus dia dikasih masalah kayak gini sama rumor nggak mendasar itu. Kamu sayang kan sama dia?”

Gemini mengangguk dengan cepat begitu pertanyaan dari Phuwin selesai. “Aku sayang banget sama Fourth, Mas.”

Phuwin hanya tertawa saat mendengar adiknya itu bilang sayang ke Fourth, lucu sekali. Tetapi lagi-lagi pertanyaan yang ditanyakan oleh Gemini setelahnya membuat dirinya mengelus dada.

“Aku harus chat Fourth nggak kalau mau ke kos dia, Mas?”

“Masa kayak gitu harus nanya lagi sih, Gem?”

“Maaf Mas, aku bingung.”

Fourth nggak pernah membayangkan kalau Gemini menghampirinya di kos adalah sebuah momen yang sangat ia tunggu. Perlu beberapa minggu untuk memantapkan hatinya mengirim pesan kepada untuk kekasihnya yang sudah lama ia abaikan.

Hal yang ia lakukan pertama kali saat membaca pesan dari Gemini adalah beranjak dari kasurnya dan segera mandi. Fourth nggak mau kalau Gemini ke kamarnya malah mencium bau nggak sedap dari badannya yang sangat kumel ini.

Selepas mandi pun, Fourth merapikan kamar tidur yang sangat berantakan itu. Sangat kacau. Beberapa minggu terakhir, Fourth disibukkan dengan kegiatan danusan yang membuat dirinya stres dan lelah. Dan puncaknya saat ini, dimana Fourth dibantai habis-habis an oleh panitia divisi lain karena kinerja yang nggak maksimal.

Saat ini, Fourth masih terdiam dengan posisi berdiri sambil melihat kamarnya yang nggak kunjung rapih. Ia kesal, harusnya kamar yang menjadi ruang tidurnya ini ia merapikan setiap hari, jaga-jaga kalau momen di mana Gemini datang, ia nggak akan malu sama kekasihnya itu.

Belum sempat Fourth melipat selimut kesayangannya, ketukan pintu sudah terdengar; ternyata Gemini sudah sampai. Dan hal itu, membuat Fourth kebingungan sendiri. Ah, terserah. Toh kamarnya sudah ia sapu. Ranjang yang berantakan nggak Fourth pedulikan.

“Masuk aja!”

Fourth masih belum berani untuk berhadapan langsung dengan kekasihnya. Ia sudah tahu kalau Gemini sudah berada di belakangnya.

“Sayang?”

Panggilan itu lagi. Fourth rindu saat mendengar Gemini memanggilnya dengan sebutan sayang. Yang seharusnya setiap hari, tetapi semenjak marahan, mereka sama sekali nggak pernah komunikasi kecuali saat membahas tentang kerjaan Gemilang Festival.

Fourth berbalik dan saat ini ia berhadapan langsung dengan Gemini, kekasihnya.

Berantakan banget. Kenapa Raden Mas Gemini kali ini sangat gembel?

“Kau ini nggak mandi apa? Tumben nggak rapih.”

“Aku mandi.”

“Bohong.”

“Aku buru-buru. Aku kangen sama kamu.”

Keduanya terdiam. Fourth juga nggak bisa ngebantah atau ngelak pernyataan Gemini barusan; yang justru membuat dirinya mati kutu dan nggak bisa berkutik sama sekali.

“Aku mau peluk kamu, dibolehin apa nggak?”

Fourth kesal, kenapa Gemini harus bertanya seperti itu? Ekspektasi kekasihnya itu dia menjawab apa? Iya, sayangku boleh kok. Seperti itu ya? Fourth nggak paham.

“Nggak boleh? Terus aku disuruh ke kos kamu karena apa?”

Bahkan Fourth lagi-lagi nggak paham. Tapi, dia yakin saat ini, kalau pelukan memang yang paling diinginkan waktu sudah berbaikan dan bertemu dengan Gemini. Ia langsung memeluk kekasihnya itu dengan sangat erat. Nggak lama, Fourth justru menangis. Ia begitu merindukan pelukan seorang Raden Mas Gemini.

“Kamu nangis?”

“Nggak. Aku ini lagi marah sama kau ya anjeng.”

“Akunya dipanggil anjing lagi? Yaudah nggak papa. Peluk aku sepuasnya.”

“Banyak kali topik yang mau aku ceritakan kau, Gemini. Masalah terus datang ke aku. Aku capek.”

Gemini melihat kekasihnya yang saat ini tiduran di pahanya. Semenjak ia melihat Fourth yang rapuh saat berpelukan, ia mengajak kekasihnya untuk mengobrol tentang apa saja yang ingin Fourth sampaikan kepadanya. Dielusnya kepala Fourth yang sedang menggerutu itu.

“Gem, masa aku dicuekinnya di grup danusan. Aku sudah tiap hari ingatkan kalau ada yang telat paid promote tolong dimasukkan ke rekapan tapi nggak ada yang gerak. Sampai aku ditegur lagi sama Fallan, katanya aku nggak guna jadi koordinator. Waktu itu aku sampai bingung mau cerita ke siapa, karena seperti kau tau ya, Gem, aku nggak punya teman.”

“Udah coba follow-up lagi sama anak-anak kamu? Soalnya beberapa hari yang lalu aku ngeliat salah satu anak kamu dateng ke party ulang tahunnya Cinta.”

“Kau yakin kah itu anakku?”

“Yakin, dia malah yang nyapa aku duluan. Aku kan agak lupa ya, makanya aku tanya, dan dia bilang kalau anggota usda namanya Juli.”

“Anjeng si Juli itu, lagaknya kayak orang paling penting sedunia setiap ku ajaknya rapat izin mulu.”

“Tapi coba kamu tanyain baik-baik lagi ya, siapa tau dia emang keteteran, kalau perlu bantuan ngomong, aku juga nggak papa.”

“Jangan, Gem. Takutnya mereka ngira aku ini nggak berani negur, lama kelamaan bisa muak lah aku kalau disepelekan begini terus.”

Gemini memegang tangan Fourth dan menaruhnya ke atas perut kekasihnya. “Aku beneran kangen kamu, sayang,” katanya.

Fourth langsung melihat Gemini, menatapnya dengan tatapan yang paham dan percaya apa yang dikatakan kekasihnya itu. “Aku juga kangen lah sama kau ini. Si Raden Mas ini mana pernah mau mulai kirim pesan ke aku.”

“Loh, aku nurutin omongan kamu. Kamu bilang kalau aku bales chat kamu berarti kita putus, dan aku nggak mau.”

Fourth langsung bangkit dari posisi berbaringnya. Sekarang ia duduk sembari menatap Gemini dengan tatapan nggak sukanya. “Ya kau ini kenapa nurut kali sih sama aku?”

“Aku cuma takut kehilangan kamu. Aku nggak mau denger kamu bilang putus lagi kayak gitu. Aku mau kita selesaikan semua masalah sama-sama. Kamu itu nggak punya temen, Sayang. Jadiin aku temen kamu, pacar kamu, keluarga kamu.”

Fourth rasanya ingin menangis lagi. Rasanya tuh dia disayang banget sama Gemini. Padahal, ia selalu galak dan suka membalas apa yang dikatakan Gemini, tetapi kekasihnya itu selalu mengiyakan dan nggak pernah melawan. Kini, ia merasa bersalah. Ia beruntung punya Gemini yang selalu ada di sisinya.

aku cuma mau bilang kalau ini hasil dari aku nulis mereka udah sebulan yang lalu tetapi baru aku post. selamat membaca ya teman-teman!


“Bajingan.”

Sudah berpuluh-puluh kali dalam sehari Fourth mengumpat. Ini semua karena rencananya nggak sesuai daftar yang telah ditulisnya. Semua berantakan. Hancur sudah. Fourth bahkan nggak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini. Rencana yang ia susun saat masuk kuliah kini hanya angan-angan semata. Mungkin kalian penasaran, kenapa Fourth begitu kesal sampai mengumpat terus setiap detik. 

Fourth memiliki kekasih bernama Gemini Norawit Thiticharoenrak, lulusan Harrow International School, Bangkok. Pertama kali mendengar bahwa kekasihnya itu ingin mendaftar di salah satu universitas terkenal di negaranya, Fourth merasa dirinya nggak bisa menyusul Gemini. Bisa dibilang, ia nggak begitu pintar, mungkin ia bisa, tetapi Fourth itu orangnya kelewat santai. Ia nggak mau repot untuk melakukan tes segala macamnya. Tapi, semua itu sirna waktu Gemini bilang Kita bisa ketemu setiap hari kalau kamu mau, satu kampus itu bisa jadi benefit untuk kita berdua. Kan kamu sendiri yang bilang kalau nggak mau LDR?

Jelas saja Fourth yang diiming-imingi hal itu semakin ingin satu kampus dengan kekasihnya. Ia bahkan mengupayakan segala cara halal agar bisa sekampus dengan Gemini. Mulai dari belajar bareng sampai matanya ini sudah seperti mata panda, tubuh kurus kering, dan juga kumis tipis miliknya yang belum sempat ia cukur karena sibuk.

Dan semua angan-angannya itu nggak bisa ia capai. Sudah seminggu, terhitung hari ini ia nggak bisa bertemu dengan Gemini. Fourth mana pernah berpikir kalau beda jurusan bakalan beda gedung juga, ia kira nggak kayak gitu. Ini semua salah.

“Lo kenapa sih kok cemberut mulu dari tadi?” tanya Ford, salah satu temannya yang baru ia kenal saat acara ospek jurusan.

“Nggak bisa ketemu pacar dia tuh, alay banget,” ucap Captain tiba-tiba.

“Bisa diem nggak lo, njing? Nggak punya pacar mending diem aja.” Fourth kesal. Dia ini lagi sedih, tapi teman-temannya nggak ada yang paham.

“Emang lebay, itu si Ford nggak ketemu pacarnya yang satu jurusan sama lo aja biasa. Nggak ngambekan kayak lo, diajak ke cafe aja alasannya sampe ribuan.”

Fourth lagi-lagi nggak terima dibilang kayak gitu. Kesedihan orang kan beda-beda? Mungkin Ford terbiasa nggak ketemu Pakin, tetapi Fourth ini nggak bisa kalau nggak ada Gemini. Rasanya sedih terus, bahagianya mana ada. Karena kesal, Fourth pergi meninggalkan teman-temannya yang kemungkinan besar bakalan bilang dirinya berlebihan untuk kesekian kalinya.

Bahkan saat Fourth sengaja untuk mengunjungi gedung Gemini, kekasihnya itu seperti ditelan bumi alias nggak kelihatan batang hidungnya. Ia seperti nggak dianggap pacar. Kalau ngomongin sibuk, ia juga sibuk kok. Tapi masa iya sampai nggak bisa ketemu? Fourth kangen setengah mati. 

“Gemini yang kelompok 21? Seriusan cowok yang public speaking-nya jago banget itu? Lo pacaran sama dia?”

Samar-samar Fourth mendengar segerombolan perempuan yang lagi ngomongin pacarnya yang sangat keren itu. 

“Belum sih, tapi sebentar lagi kemungkinan besar bakalan pacaran.”

Anjing, benar-benar seluruh dunia ini anjing. Bajingan.

Fourth udah nggak tau mau ngomong apa lagi saat mendengar percakapan itu. Apa iya selama ini Gemini nggak mau ketemu dengannya karena kekasihnya itu lagi dalam masa pendekatan dengan teman satu jurusannya? Ini semua konyol dan aneh. Persetan dengan semuanya atau Gemini yang bakalan marah kalau ia menghampirinya secara tiba-tiba, Fourth udah nggak peduli. 

Fourth bertanya dimana keberadaan Gemini, dan setelah mendapatkan jawaban, Fourth langsung dengan cepat menghampirinya. Gemini berada di ruang musik jurusannya. Bahkan hal sekecil Gemini mengikuti klub musik pun Fourth nggak tahu sama sekali. Mendengarnya dari orang lain membuat dirinya lagi-lagi nggak pantas.

“GEMINI ANJING! SINI LO.”

Teriakan Fourth memenuhi ruangan musik yang memang sedang diskusi tentang sesuatu yang Fourth nggak paham. Yang paling penting, ia sudah bertemu dengan kekasihnya yang sedang berdiri sambil membawa gitar elektrik.

“Fourth? Kamu ngapain di sini?”

“Oh jadi gue nggak diperbolehkan untuk nyamperin pacar sendiri? Apa iya gue harus tanya ke orang-orang letak pacar gue ini di mana? Harus gitu ya, Gem?”

“Fourth, ayo kita omongin di luar.”

“Buat apa, anjing? Ngomong di sini aja.”

“Mereka semua senior aku, aku nggak enak kalau mau ngobrol di sini.”

“Takut sama senior doang ya, Gem? Apa iya senior lo itu juga nyuruh untuk nggak ketemu sama gue?”

“Apaan sih? Ayo ngobrol di luar!”

Fourth diseret keluar sama Gemini. Ia bisa melihat muka marahnya Gemini yang lagi merah itu, lagi-lagi ia nggak peduli. Cuma kayak gini kan ia bisa ketemu sama kekasihnya sendiri?

“Aku udah bilang, kita ketemu besok. Kamu kenapa sampe nyamperin ke sini sih?”

“Lo bilangnya besok mulu. Ini udah lewat seminggu kalau lo lupa.”

“Aku minta maaf.”

“Maaf doang? Apa kabar tuh sama cewek yang soon to be your lover?”

Gemini tambah bingung sama omongannya Fourth. Ia beneran nggak paham dengan kekasihnya ini.

“Kok jadi bahas itu? Aku nggak lagi deket sama siapapun, aku kan punya kamu.”

“Ah yang bener?”

“Fourth.”

“Apaan sih? Itu tuh tadi gue denger kalau ada yang katanya bentar lagi jadi pacar lo.”

“Aku nggak tau kamu dapet info nggak jelas itu dari mana, tapi di sini aku jujur. Pacarmu ini lagi sibuk mau manggung di acara jurusan, nggak lagi modus ke siapapun.”

“Terus mau nggak lo jelasin kenapa nggak bisa diajak ketemu? Gue mulu yang usaha.”

“Aku nggak dibolehin.”

“Sama siapa?”

“Senior aku yang tadi.”

“Oalah anjing.”

Fourth nggak bisa diam seperti ini terus. Biasanya dia berani untuk memulai percakapan, tetapi kali ini dia sama sekali nggak berani. Fourth bahkan nggak tahu kalau Gemini ini sudah memaafkannya atau belum, karena Gemini yang terus diam dan nggak mengajaknya berbicara.

Jarak dari kos ke Stasiun Tugu nggak begitu jauh, hanya butuh lima belas menit kalau menggunakan mobil. Dan selama itu pula Fourth dan Gemini nggak mengobrol sama sekali. Fourth sebenarnya nggak tahan untuk diam saja, tetapi dirinya juga masih nggak berani alias takut. Nggak hanya itu, Fourth paling nggak suka diabaikan, makanya dia malas untuk berbicara terlebih dahulu.

Setelah sampai di Stasiun Tugu, mereka langsung disambut dengan Yasmin. Ternyata Yasmin nggak begitu bawa banyak barang, memang dia berencana hanya bermain seharian di Yogyakarta, dan langsung pulang ke Solo pada malam harinya.

“Fourth! Ih asli kok kamu makin lucu aja sih walaupun mukanya cemberut dari tadi.”

“Aku nggak cemberut mbak, ini tuh karena capek aja soalnya abis rapat divisi tadi.”

“Gem, pasti belum ajak ngobrol pacar lo kan? Dia udah minta maaf loh, nggak baik kalau masih dicuekin gitu.”

“Udah kok mbak, bentar aja tadi. Jangan salahkan Gemini ya, ini salahku aja nggak bilang-bilang kalau mau ke Medan.”

“Kamu nggak ngasih tau karena lupa soalnya panik juga, Gemini boleh marah tapi nggak sampai nyuekin kamu kayak gini. Kasihan di kamunya.”

“Udah mbak, akunya nggak papa. Main aja yuk kita kemana.”

“Bentar dulu, Fourth. Pacarmu ini harus dikasih tau biar paham kalau dia salah. Gem, Fourth emang salah, tapi harusnya lo lebih perhatian, nanya kenapa Ibunya Fourth sakit dan kenapa Fourth sampe harus ke Medan. Itu berarti memang parah. Perhatian dikit kenapa sih lo? Nggak paham apa anak rantauan yang jauh dari orang tua bisa panik kalau denger orang rumah sakit.”

Yasmin benar. Harusnya Gemini bisa lebih perhatian dan nggak langsung menghakimi Fourth. Gemini bahkan mengira kalau Fourth sudah nggak peduli karena nggak bilang ke dia, tapi justru di sini dialah yang nggak peduli dan nggak perhatian sama pacarnya.

“Udah paham belum? Gue pulang lagi aja kalau kalian berdua masih diem kayak gini. Gue kayak ngobrol sama tembok.”

“Mbak jangan pergi…” pinta Fourth sambil menahan Yasmin untuk nggak pergi.

Fourth melihat ke arah Gemini, dan lelaki itu juga menatap dirinya dan mulai mendekat. Ia nggak siap dengan ucapan Gemini selanjutnya.

“Fourth, aku minta maaf. Salah banget aku langsung ngediemin kamu di saat harusnya kamu butuh perhatian dari aku. Aku bener-bener minta maaf. Aku bakalan berusaha lebih baik lagi.”

Fourth diam. Sederhananya dia pengen langsung bilang kalau Gemini nggak perlu meminta maaf, tapi yang ia lakukan justru menangis. Ia benar-benar malu.

“Jangan berusaha lebih baik, berusaha semampunya kau aja. Aku ini memang banyak salahnya nggak bilang ke kau tentang mamak aku, tapi kau juga harusnya nggak mendiamkan aku.”

Gemini yang melihat Fourth menangis langsung mendekap pacarnya itu, dan mengelus kepala Fourth. “Maafin aku. Aku di sini. Kamu boleh tumpahin semua pikiran dan perasaan kamu ke aku.”

“Ini guenya langsung dianggurin kah?” tanya Yasmin tiba-tiba.

Mereka berdua yang sedang berpelukan itu langsung melepaskan pelukannya dan tertawa kecil bersama Yasmin.

“Mbak Yasmin mau main kemana? Aku nggak paham betul sih. Gemini saja yang mengusulkan, aku bagian bertanya.”

Yasmin yang nggak tahan dengan gemasnya Fourth itu langsung mencuri kesempatan untuk mencubit pipi yang kulitnya seputih susu itu.

“Gila, Gemini beruntung banget ya punya kamu, cowok gemes kayak kamu mah aku juga mau.”

Gemini yang mendengar itu menghela nafas malas. “Inget pacar lo, Mbak.”

“Gue mah selalu inget sama pacar, tapi pacar lo ini gemesin banget, Gem. Kalau gue bawa ke Solo boleh nggak sih?”

“Nggak usah ngaco deh, Mbak. Fourth udah betah di sini sama gue. Udah deh, Mbak mau kemana?”

“Gue mau makan aja deh, lagi males jalan. Katanya ada tuh bakmi yang enak dan suasana Jawa banget. Namanya Bakmi Ghandok kalau nggak salah. Kalian udah pernah kesana belum?”

“Aku udah sama Bapak, Ibu, dan Mas Phuwin. Tapi di Fourth kayaknya belum pernah, iya 'kan, sayang?”

“Iya aku belum pernah. Tapi harganya mahal kah? Aku belum dikirim.”

“Aku traktir, kecil. Mbak Yasmin ke sini cuma mau minta ditemenin aja, kalian berdua nggak perlu bayar. Bills on me.”

Berangkatlah mereka ke Bakmi Ghandok. Tempat makan yang memang terkenal, pengunjungnya juga rata-rata yang sudah bekerja ataupun berkeluarga. Untuk mahasiswa seperti Fourth, tempat itu cukup mahal, tetapi rasanya sepadan dengan harga yang ditawarkan.

Sesampainya di sana, mereka mencari tempat duduk yang sekiranya kosong. Fourth menyerahkan pilihan ke Gemini, karena dia sama sekali nggak paham tentang tempat ini, ia juga suka makan jadinya nggak bakalan nolak sama apa yang dipilih oleh kekasihnya.

“Kita harus nunggu selama tujuh puluh menit, Masnya bilang kalau pelanggan hari ini cukup banyak. Mbak Yasmin nggak papa katanya, kalau kamu gimana, sayang?”

“Aku nggak papa. Senang aku di sini, nyaman. Pengen nyobain bakminya juga.”

Gemini langsung menuju kasir lagi untuk konfirmasi perihal pesanannya. Menunggu tujuh puluh menit nggak masalah bagi mereka jika suasana tempat makannya seperti ini. Fourth merasakan kenikmatan, ia bahkan nggak pernah membayangkan jika akan berada di tempat seperti ini. Lagi-lagi, kalau bukan karena Gemini, ia nggak akan pernah menginjakkan kakinya di Bakmi Ghandok. Fourth lebih memilih makan mie instan di burjo langganannya, jika ia membeli menggunakan uang sendiri.

Sembari menunggu, Yasmin berkeliling karena ingin memotret interior yang Jawa sekali di tempat ini. Fourth dan Gemini hanya melihatnya. Yasmin memang pandai mengabadikan momen indah.

“Mbak Yasmin suka moto banyak ya, Gem. Kemarin waktu di Solo, galerinya penuh dengan muka aku.”

“Iya. Mbak Yasmin tuh cita-citanya jadi fotografer tapi karena keluarga, dia cuma bisa jadiin memotret itu hobi. Kamu pasti tau alasannya.”

“Memang ribet ya orang kaya itu. Aku aja masuk ke kampus sini karena ada Bang Mark. Cobalah kalau nggak ada belio, aku pasti di Medan terus-terusan, nggak akan pernah di Jogja.”

“Berarti aku harus berterimakasih sama Ginting, ya?”

“Loh, kenapa gitu?”

“Kalau dia nggak ngajak kamu ke Jogja, aku nggak akan bisa ketemu sama kamu.”

“Gombal mulu lo kerjaannya!” sahut Yasmin tiba-tiba dari belakang. Beliau menyenggol lengan Gemini.

“Apaan sih, Mbak? Nggak jadi romantis ini.”

“Gombalan lo tuh, udah biasa gue dengerinnya. Kreatif dikit kenapa dah.”

“Biarin, walaupun biasa gini perasaan gue tulus kok ke Fourth.”

Fourth yang menjadi pembahasan mereka itu cuma bisa diam. Dia nggak berani mengeluarkan kata-kata lagi, padahal bisa aja dia buat perkataan Gemini sebagai candaan belaka seperti biasanya. Tapi kali ini, ia nggak bisa. Kata tulus yang terucap dari bibir Gemini barusan membuat Fourth lagi-lagi merasa di atas. Seperti dibawa angin.

“Atas nama Yasmin!” panggil salah satu pegawai.

“Di sini, Mas!”

Makanan mereka sudah diantarkan. Tujuh puluh menit nggak terasa karena obrolan yang seru. Membuat mereka nggak berhenti tertawa karena Yasmin yang terus menggoda Gemini di hadapan Fourth.

“Jangan dimakan dulu, ya! Gue mau fotoin ini. Momen kecil, makan bareng sama adek baru alias Fourth!”

Fourth adalah anak tunggal di keluarganya. Jadi saat Yasmin mengatakan bahwa dirinya adalah adek baru bagi Yasmin, membuat Fourth tersentuh. Lagi-lagi, Fourth harus berterimakasih banyak kepada Gemini. Kekasihnya itu membawa pengaruh baik, bahkan membawa orang-orang yang sebelumnya nggak pernah Fourth sangka akan bisa kenal dengan orang-orang itu.

“Oke, udah! Boleh dimakan deh. Keburu bakminya dingin, ntar nggak enak.”

Mereka mulai mencoba bakmi yang katanya enak itu.

“Gila! Ini enak banget. Harganya terbilang murah ya kalau untuk kantong keluarga alias Bapak sama Ibu.”

Yasmin beneran nggak nyesel mengajak Fourth dan Gemini ke Bakmi Ghandok. Tempat yang menurutnya benar-benar sepadan dengan kedatangan singkatnya di Yogyakarta.

“Bakminya enak?” tanya Gemini.

“Enak, gue kan tadi udah bilang.”

“Nggak nanya ke lo, gue nanya ke Fourth.”

Yasmin langsung mencibir dan memukul pundak Gemini. Anak ini benar-benar jahil.

“Enak kok, aku suka. Cuma tomatnya kurang banyak. Tomat kau itu nggak dimakan 'kan? Boleh buatku?”

Tanpa bilang apapun lagi, Gemini langsung mengambil tomat yang ada di piringnya dan ia taruh ke piring Fourth. Bahkan nggak cuma tomat, seluruh sayuran juga ia berikan. Memang dasarnya ia nggak begitu suka sayur, sengaja nggak bilang ke kasir karena dirinya ingin memberikan sayurannya ke Fourth.

Yasmin melihat semuanya. Mata Gemini yang penuh cinta saat menatap Fourth. Sungguh indah percintaan remaja.

Gemini marah.

Fourth sama sekali nggak tenang sama perasaanya. Ia memang belum pernah melihat Gemini marah atau menunjukkan rasa kesal terhadapnya. Bahkan kalaupun Fourth ngamuk ngga jelas, Gemini tetap sabar menghadapinya. Tetapi kali ini berbeda, ia merasa ada hal yang nggak beres. Gemini marah. Itu yang Fourth rasakan.

Fourth sengaja menyusul Gemini di ruangan BEM yang nggak pernah ia suka itu, melihat Gemini sibuk dengan berkas yang ada di tangannya membuat ia juga merasa bersalah untuk kesekian kalinya. Ia tahu Gemini menghindar dari tatapannya saat ini, biasanya Gemini langsung sadar jika ada Fourth, tetapi kali ini nggak sama sekali. Fourth seperti diabaikan.

Begitu Fourth melihat Mark yang lewat di hadapannya, ia langsung memanggil Mark, berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang membuatnya gelisah.

“Kok tumben lo ke sini? Ngapain? Gemini suruh lo nyusul ya?” tanya Mark.

“Nggak bang, ini juga kayaknya Gemini marah sama aku ini. Bagaimana ya, bang? Aku mau minta maaf saja nggak berani menatap matanya belio.”

“Hah? Ngapain dia marah sama lo? Biasanya juga lo yang sering marah-marah.”

“Memang, tapi kali ini beda kali bang. Aku nggak infokan belio mau pergi ke Medan sama kau.”

“Loh anjing, jadinya lo nggak bilang ke dia?”

“Iya, bang. Aku tau aku salah, ini mau minta maaf.”

“Yaudah gue nggak ngurus ya. Lo urus sendiri dulu, kalau misalkan emang nggak bisa diperbaiki, panggil gue.”

“Makasih, bang!”

Nggak lama dari obrolan mereka, Gemini menghampiri Fourth yang duduk sendirian di depan ruangan BEM. Fourth tahu banget kalau Gemini nggak bakalan mungkin memakai kekerasan, tetapi dirinya tetap takut.

“Gemini sudah selesai? Mau langsung pulang kah?”

“Kamu pulang duluan aja. Aku masih ada urusan.”

“Loh, urusan sama siapa? Bukannya kau bilangnya kalau abis rapat BEM itu langsung pulang?”

“Sama Mbak Yasmin.”

“Kau kenapa nggak bilang ke aku?”

“Kamu juga nggak pernah bilang ke aku kalau mau ke Medan.”

Perihal ini lagi, Fourth beneran merasa bersalah. Gemini nggak pernah semarah ini, atau bahkan mengungkit terus menerus tentang rencana pulangnya ke Medan.

“Gem, aku minta maaf. Salahnya aku memang nggak pernah cerita ke kau tentang ini, aku kemarin panik karena mamak aku sakit.”

“Tapi kamu ngasih tau aku waktu kita lagi bahas kerjaan, di mana seharusnya aku tau hal itu dari luar kerjaan.”

“Iya, aku salah. Aku minta maaf ya, Gemini. Aku bingung harus bagaimana lagi.”

Gemini melihat Fourth yang menunduk dan nggak berani untuk menatap dirinya. Huh, dia kesal tetapi ia juga nggak bisa mendiamkan kekasihnya terus-terusan seperti ini.

“Yaudah ayo pulang.”

“Kau masih marah sama aku nggak?”

“Nggak, ayo pulang. Aku anterin kamu ke kos abis itu kita main sama Mbak Yasmin.”

Ketemu

Cantik banget.

Fourth melihat kedua orang tua Gemini yang sedang turun dari mobil. Benar-benar mencerminkan wanita bangsawan. Kain yang digunakan oleh Ibu Supiyah pun membuat beliau tambah menawan.

Pond mengajak Fourth untuk menyambut mereka. Bagaimana ya, ini pakaian aku seperti gembel. Bang Pond ini nggak bilang kalau mau datang sekarang, pikirnya. Bagaimana tidak? Pond sengaja mengganti baju menjadi lebih sopan, tetapi nggak memberitahu Fourth.

“Fourth?”

Merinding. Fourth mendengar Ibu Gemini memanggil namanya. Senyumannya juga sangat manis dan cantik. Fourth mendekat, ia hanya tersenyum melihat Ibu Gemini.

“Ngapain ini le kok pacar-pacar kalian malah nungguin Ibu. Padahal bisa langsung duduk di ruang tamu sambil ngobrol.”

“Mas Nara maksa pengen nyambut Ibu,” ucap Phuwin.

“Masuk ajalah ya, nggak enak di depan rumah berkumpul kayak gini.”

Selama beberapa menit di dalam rumah, Fourth dari tadi hanya diam, nggak mengucapkan apapun selain ditanya oleh Ibu Gemini. Rasanya mencekam, ruangan ini berubah menjadi dingin. Memang benar apa kata Pond, orang tua Gemini dan Phuwin ini sangat baik. Memperlakukan tamu dengan sopan.

“Kamu memang asli Medan ya? Ayah sama Ibu dua-duanya juga Medan?”

“Iya, Bu. Bapak sama Mamak aku itu memang Medan asli. Jadi maafkan aku lah ya kalau Bataknya masih terlihat sekali, susahnya aku menyamakan dengan orang Yogyakarta.”

Ibu Gemini menyentuh pundak Fourth, “Nggak papa, jangan dipaksakan ya. Tapi ingat, harus sopan. Kalau memang di tempat Fourth bahasanya aku-kau, kalau di sini biasa gunakan aku-kamu, atau pakai nama juga boleh.”

“Iya, Bu. Aku usahakan ya.”

“Kalian semua udah tau to, kalau lusa mulai ada acara keluarga besar? Acara rutin lho, seminggu penuh bakalan ditemani sama keluarga yang lain. Nanti Fourth sama Nara punya teman baru. Jangan lupa dikenalin.”

Gemini dan Phuwin saling lihat-lihatan, mereka berdua nggak pernah dikasih tahu perihal informasi ini. Acara keluarga besar yang dimaksud itu juga biasanya diadakan akhir bulan Maret, tetapi mereka heran, kenapa harus akhir Februari?

“Bu, Mas Phuwin belum mendengar info apapun. Ini kenapa dadakan?”

“Ibu belum bilang ya? Lupa berarti. Lah, Bapak juga ngiranya kamu sama Gemini udah tau, makanya pacar diajak ke sini semua. Salah berarti.”

Fourth nggak paham sama obrolan ini. Tapi iya dia juga kaget. Gemini dan Phuwin pernah bilang kalau selama sebulan nggak bakalan ada acara keluarga yang melibatkan Pond dan Fourth. Bukan nggak mau, tapi acara keluarga ini sungguh ribet dan perlu banyak hal yang diurus. Sudah dipastikan liburan mereka nggak bakalan berjalan dengan lancar. Mereka hanya punya waktu sehari untuk mengelilingi kota Solo.

“Besok ajak jalan-jalan dulu aja ya, nak. Ini Fourth sama Nara nggak mungkin kalau tidak menampakkan diri di depan keluarga. Sehari besok belum ada keluarga yang datang, jadinya boleh diajak jalan-jalan. Tapi ke tempat yang tidak terlalu ramai saja.”

Nggih, Bu.”

“Ibu mau ke kamar dulu, ganti baju. Jangan ganggu loh ya, kalian asik main aja dulu.”

Semuanya mengangguk.

Tinggal mereka berempat yang juga sama diamnya. Mungkin masih sibuk mencerna tentang acara keluarga yang disinggung Ibu Supiyah.

“Mas, gimana ya? Nggak tega aku kalau mereka harus ketemu sama keluarga yang lain. Aku takut.”

“Mas juga bingung, Ibu kayaknya sengaja bukannya lupa. Tapi yaudah, karena Ibu cuma kasih waktu sehari untuk main, mending sekarang kasih tau kalian mau kemana.”

“Fourth, kamu mau kemana?” tanya Phuwin.

“Aku… bingung. Kemana aja deh, nggak taunya aku Solo ini seperti apa. Ngikut.”

“Pisah aja, Mas. Fourth biar aku ajak jalan-jalan sendiri.”

“Loh? Nggak bareng aja?”

“Nggak usah. Masih besok juga kan ya?”

“Yaudah kalau mau pacaran sendiri. Tapi inget ya, jangan aneh-aneh.”

“Nggak bakalan aneh-aneh aku mah. Mas Phuwin kali sama Mas Nara yang aneh-aneh.”

Ngawur kamu.”

Solo, 2023. Kediaman Gemini’s Family.

SETELAH kurang lebih dua jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman keluarga Gemini dan Phuwin. Bangunan megah yang masih terlihat interior Jawa berada di hadapannya membuat ia terkejut. Sumpah, ini pertama kali bagi Fourth menginjakkan kakinya di tempat seperti ini. Bukan megah seperti istana pada umumnya, di mata Fourth, ini masih sederhana tetapi terlihat mewah karena interior. Sebelum turun, Gemini sempat bilang kepadanya, kalau rumah ini biasa digunakan untuk menerima tamu dekat dari jauh.

Berbicara tentang Fourth yang menangis, dia sudah nggak begitu sedih. Ia hanya memikirkan bagaimana cara menikmati liburan yang mungkin nggak akan pernah ia rasakan selama hidupnya jika bukan berpacaran dengan keturunan ningrat seperti Gemini. Sampai saat ini pun, ia nggak bisa percaya kalau Gemini adalah pacarnya. Mana pernah ia bermimpi memiliki kekasih yang kaya dan gantengnya tiada tanding, ini bagi Fourth.

“Dek, ganti rencana ya. Mas Nara jangan disatukan sama Fourth, kamu tidur sama Mas, biar Fourth sendiri, Mas Nara juga,” kata Phuwin.

Bagaimana ia bisa percaya jika ditinggalkan berdua, Fourth dan Pond tidak akan berkelahi?

“Bang, aku nggak mau tidur sendiri. Aku sama Bang Pond kan sudah berkawan, nggak papa lah aku sama belio.”

Fourth membuat Gemini dan Phuwin kaget, apalagi Pond. Emang si Fourth nggak ingat kalau ia dan Pond adu mulut sampai membuat kekasihnya masing-masing pusing tujuh keliling? Oh, rasanya Fourth tidak ingat, atau berusaha untuk melupakan. Satu fakta baru, Fourth takut tidur sendiri di tempat asing.

“Mas Nara mau tidur sama Fourth?”

Gemini bertanya hanya untuk memastikan saja, entah apa yang ada dipikiran Pond, siapa tahu kekasih Masnya itu nggak mau tidur bersama Fourth.

“Yaudah nggak papa, aku bisa tidur sama dia kok.”

Fourth senang bukan main, dia langsung mengikuti Pond yang sedang menuju kamar mereka berdua. Setiap berjalan melewati beberapa ruangan di rumah ini, membuat Fourth sedikit takut. Takut salah kata dan perilaku, hanya itu. Apalagi waktu sampai di tempat yang katanya kamar ini, Fourth nggak habis pikir. Ini mah besarnya bisa lima kali lipat dari kamar kos aku yang di Jogja. Bagaimana tidak? Ternyata ada dua tempat tidur yang berukuran besar, padahal kalau hanya satu, menurut Fourth sudah lebih dari cukup.

“Bang, waktu kau berada di sini pertama kali, apa iya kamarnya juga seperti ini? Megah kali, seperti keturunan bangsawan aja wak.”

“Lah emang? Gimana sih lo, aneh.”

“Bang, terserah lah kau sama siapa aja pake gue-lo, tapi sama aku tolong jangan. Malas kali aku dengarnya, daripada kelahi lagi, mending biarkan kita berdua ini biar sama-sama nyaman lah ya.”

Fourth jelas tahu kalau Pond nggak mau menuruti hal itu pada awalnya, mungkin berubah pikiran waktu melihat Fourth yang menangis di mobil. Ah, hanya Pond yang tahu hal itu.

“Aku minta maaf ya, Fourth. Soalnya dulu memang aku buruk bener sih ngejek kamu begitu. Aku bener-bener minta maaf.”

“Kenapa pulak tiba-tiba? Harusnya kau ini minta maaf dari dulu. Pasti karena teringatnya aja makanya minta ampun sama aku.”

Sumpah, Pond malas ngomong sama Fourth. Sepertinya dia memang nggak bisa ngobrol sama Fourth, pastinya kalah. Padahal, setiap kali Pond debat dengan teman-temannya, dia selalu menang. Kali ini dikalahkan sama bocah dari Medan yang kesabarannya setipis tissue.

“Ini aku bisa pergi aja nggak ya dari sini? Kamu ngomel mulu, capek aku dengernya.”

“Kau ini lah yang buat aku ngomel, kenapa pulak menyalahkan aku?”

Sepertinya memang dia harus mengalah.

“Iya, Fourth. Maafin aku ya? Nanti aku traktir apa aja deh yang kamu mau, asal jangan yang mahal aja.”

Fourth jadi teringat perkataan Mark yang mengatakan kalau Pond itu sama gembelnya dengan dirinya. Sebenernya sih Fourth sama sekali nggak percaya, penampilan Pond kali ini sangat jauh dari kata gembel. Bahkan sudah terlihat dari wajah tampannya, walaupun memang logat ngapak nya itu sangat melekat di diri Pond. Nggak menghina, soalnya Fourth juga begitu, masih belum bisa menghilangkan logat Bataknya.

“Bang, kau nggak usah belikan aku apa-apa. Aku cuma mau minta saran,” kata Fourth.

“Saran apa?”

“Jadi begini, kau tau kan kalau aku ini baru pertama kali menginjakkan kakiku di Solo? Bahkan ini juga perdananya aku bertemu dengan keluarga ningrat. Bagaimana ya aku harus bersikap? Takut aku merasa sudah sopan tapi nyatanya di mata mereka aku ini seperti monyet batak yang lepas dari kandang.”

“Kok kamu kepikiran sampe kesana sih? Orang tua pacarmu itu baik banget, tapi emang keluarga besarnya sih agak sedikit bikin aku takut awalnya. Mereka tuh kurang suka sama orang yang bukan keturunan ningrat. Kayak kamu sama aku gini. Tapi kalau orang tua Gemini sama Phuwin mah santai aja, tipikal orang tua yang kalau anaknya bahagia, mereka juga ikut bahagia.”

“Keluarga besar? Duh, bagaimana ya aku nanti? Takut kali. Logat aku ini masih belum bisa halus loh. Kalau aku bertemu dengan keluarga besar mereka bagaimana? Haruskah aku sujud?”

“Yang kedudukannya lebih tinggi itu Bapak dan Ibunya Gemini, mereka nggak bisa sembarangan ngomongin kamu. Toh, kamu kan tamu juga. Tapi ya wajar kalau pertama kali diomongin. Tenang aja, Phuwin bilang kalau nggak bakalan ada acara keluarga kok, kamu aman berarti.”

“Oh begitu ya? Yasudah kalau begitu deh. Makasih ya, Bang.”

@giserianwar