rymafein

place to reveal myself

Part 2

sangmilju oneshot🔞

Warn : dp, choking, blowjob, multiple orgsm, male squirting; aku gatau deh ini berapa words . . .

“J-Ju.. ugh.. udahh..” pemuda manis kini menenggelamkan wajah di bantal begitu yang lain masih menggerakkan pinggul, liur menetes tiada henti membasahi kain. Hyunjae tidak dapat berpikir disaat prostatnya dihujam berulang kali. Ya ampun, dia aja kelelahan karena sudah klimaks 2 kali. Dan temannya baru sekali, itupun sambil meracau tentang keinginannya menjadi ayah dari anak-anak mereka.

Which is impossible. Karena dia kan laki-laki. Tapi yaudahlah demi Juyeon dan pelepasan hasrat, ia rela mengiyakan segala bentuk permintaan.

“Lagi?”

“Gila kamu!” sahut Hyunjae membelalakkan mata seraya menoleh, Juyeon hanya menyengir lebar, tidak merasa berdosa sama sekali. Menenggelamkan wajah di ceruk leher, menjilat permukaan asin tersebut pelan. Meninggalkan bekas yang sudah terlihat ungu sebelum membuat bercak baru.

Si manis melenguh lagi, merasakan gerakan-gerakan kecil yang dibuat pinggul pemuda rambut hitam. Diiringi tancapan geligi menembus kulit mengalirkan listrik di seluruh nadi. Memasukkan benih sedalam mungkin.

“Ju aku capek serius,”

“Aku gak..”

Heran. Yang horny siapa yang belum puas siapa. Hyunjae menghembuskan napas, ingin membalikkan badan karena kecapean menungging terus. Namun, pemuda lain punya akal pikiran lebih gila dari sebelumnya. Dia terpekik saat Juyeon menarik bahu agar punggungnya menempel pada dada bidang. Semakin memperjauh tusukan itu, selang beberapa detik, ia digenjot ke atas, menyebabkan bola mata mendadak putih dengan erangan nyaring. Badan terhentak-hentak dikukung oleh Juyeon supaya tidak limbung.

“J-Ju.. ah.. ahh..” Juyeon menggigit perpotongan bahu putih nan mulus, menjilati bekas gigi seraya mengemut perlahan, merangsang Hyunjae lebih jauh. Kedua bukan sejoli tidak menyadari pergerakan apapun. Sibuk menyamakan irama genjotan.

Do you feel full, Baby?” bisik Juyeon serak, tangan kanan memainkan pentil sehingga mendapati jeritan kenikmatan. “do you like it when I’m deep in you? Fucking my seeds into your deepest part? Hmm?”

Hyunjae tak dapat menjawab lantaran hanya meloloskan desahan, tidak bisa memikirkan respon apapun tentang pertanyaan yang terlontar. Logika benar-benar mati rasa dan bergerak ke satu titik yaitu penisnya. Ringisan maupun geraman melebur menjadi satu dalam ruangan.

BLAM

Juyeon melirik ke asal suara, membulatkan mata kaget tapi tidak berhenti bergerak. Netra beradu pandang pada mata elang milik seseorang familiar.

Lee Sangyeon.

Sial. Sejak kapan sang ayah sudah berdiri di sana, menyilangkan lengan di dada sembari menatap lurus pada mata kucing anak tunggalnya. Hyunjae sepertinya belum menyadari situasi, ia merengek lantaran tusukan malah melambat. Tidak tahu kalau penyebab gerakan lemah tersebut karena ada kehadiran orang lain menonton pertunjukan.

Look who’s here, Baby..” bisik Juyeon, mengalihkan tatapan si manis yang terdongak untuk melihat siapa yang dimaksud. Mata sipit membulat horror seiring liangnya menjepit batang di dalam, membuat Juyeon meringis kecil, tetap menggoyang meski ekspresi wajah pria ketiga tak meruntuh.

“D-Daddy??”

“Hm, having fun, Baby?” tanya Sangyeon sarkas, Hyunjae tampak berkaca-kaca, ingin melepaskan agar dapat mempertemukan mereka namun Juyeon mencengkram sisi pinggangnya sembari menggenjot ke atas, mengambil alih setengah kewarasan yang masih ada.

“D-Daddy.. aaahh Ju please..” Sangyeon berjalan menghampiri, telapak tangan merayap menangkup kedua pipi, mengeratkan genggaman pada rahang pemuda manis.

Did Juyeon do you nicely, Baby?”

“Y-yes.. yes..” Hyunjae mengerang karena tidak berhenti digoyang, bagian pundak sudah mati rasa sebab berulang kali dirusak oleh Juyeon. “Daddy, Baby capek.. ngh.. Juju gak mau berenti,”

“Aku belum puas, Jeje,” gertak si tampan seram, dia sengaja melambatkan tempo supaya tidak cepat sampai. Sementara Sangyeon diam saja, sibuk memandangi air muka Hyunjae yang kelelahan.

“Beri ruang untuk Ayah, Ju,”

Juyeon menyeringitkan dahi, “Apa?”

Sangyeon tak mengindahkan, mulai melepaskan pakaian kantor sehingga tiada sehelai benang pun hinggap di kulit. Hyunjae menatap sayu, meregangkan leher kepada pria lebih tua, langsung direspon dengan bunyi sabuk celana terlilit di sekujur area.

“Yah!”

“Diam Juyeon!” Sangyeon tidak menunggu lebih lama lagi mengambil giliran. Dengan mudahnya ia menggendong Hyunjae, menyebabkan tautan di bagian bawah terlepas mengundang rengekan kekecewaan. Juyeon hendak protes kembali tapi memilih bungkam saat sang ayah menatap dingin. “bukankah Ayah sudah bilang tidak boleh mendekati milik Ayah?”

“Tsk, milik Ayah? Setahuku, Hyunjae hanya pemuas nafsu saja,”

“Jaga bicaramu, Lee Juyeon.” Sebuah jari telunjuk menghadap ke wajahnya, Sangyeon terlihat sedang mengendalikan emosi maupun kecemburuan terhadap anak sendiri. “dia bukan pemuas nafsu Ayah, dia milik Ayah sampai kapanpun,”

“Aku akan merebutnya dari Ayah,”

Sangyeon mendengus remeh, kali ini memandang Hyunjae yang tampak takut pada pertengkaran keluarga ini. “Baby, di antara kami berdua, siapa yang Baby pilih?”

Hyunjae menatap mereka bergantian, merapalkan jawaban di luar dugaan. “Kalian.”

You have to choose one of us, Jeje,” sahut Juyeon dongkol atas respon tersebut. Sementara si manis menyeringitkan wajah masam.

“Kenapa aku harus pilih salah satu kalau dua-duanya yang aku mau?”

Pertanyaan telak itu menerangkan secara jelas kalau Hyunjae serius pada ayah dan anak. Jujur dia memang tidak bisa memilih dan memiliki sifat tamak untuk menjadi kepunyaan keduanya.

Baby nggak akan nyesal?”

Si manis menggeleng, “Kapan Baby menyesal soal keputusan Baby?” tanyanya balik, mengulas senyum tipis, Sangyeon gemas lalu mengecup bibir kecil tersebut, mendapat pekikan kaget dan rona merah sangat manis.

“Okay, kalau begitu, *let us take care of you tonight&,”

Juyeon mau tak mau mengangguk setuju. Bila itu yang dimaui Hyunjae, dia bisa apa selain meruntuhkan ego untuk merebut apa yang ingin dimilikinya dan mulai berbagi dengan sang ayah.

***

Take care sih take care tapi tolonglah.

Rasanya seperti menghadapi kematian yang sudah ada di depan mata.

Setelah badannya direbahkan di atas kasur, Hyunjae tidak berhadapan dengan Juyeon lagi melainkan ayah temannya sendiri. Posisi pemuda lebih muda berada di samping, menuntun penis memasuki rongga mulutnya.

“Ngh! Mmh..” ia tidak dapat berkata-kata selain melahap apa yang disajikan, bagian bawah tubuh terhentak-hentak akibat gerakan kasar Sangyeon sambil mencengkram bahu pria di di atas. Merasakan prostatnya ditumbuk mati-matian semakin membuat akal sehat menghilang. Mulut bekerja ekstra memuaskan kawan yang geramannya terdengar seksi di telinga. Tidak mau menunda klimaks lebih lama lagi.

Say a word, Baby,” Sangyeon menarik sabuk di sekitar leher, menyempitkan rongga pernapasan sehingga Juyeon merasa penisnya dijepit kerongkongan. Hyunjae sendiri meronta, badan ikut bergerak seiring goyangan tapi tak dapat mengeluarkan desahan.

Pupil mata melebar begitu sebuah cairan pahit menelusur ke dalam tenggorokan, bersamaan ia sampai untuk ketiga kali, membentuk untaian putih kembali di atas perut. Juyeon buru-buru mengeluarkan kejantanan, takut si manis sesak napas, namun sepertinya Sangyeon malah terus menarik tali tersebut.

“Ayah, stop it!”

Sangyeon mendengus, “Kamu nggak liat wajahnya keenakan gitu?” pemuda lebih muda memperhatikan bagaimana sekujur tubuh Hyunjae bergetar karena stimulasi berlebihan. Menemukan choke-kink pemuda lain membangkitkan hasratnya untuk berbuat lebih. Pantas saja selama ini Hyunjae tidak pernah komplain ketika ia melakukan deep-throating.

He’s a slut for choking, huh?

Setelah beberapa detik ketika Hyunjae tidak gemetaran, Sangyeon melepaskan ikatan, menarik kesayangannya agar berpangku tanpa mencabut miliknya di dalam. Pemuda surai cokelat terengah-engah, meraup udara sebanyak kapasitas paru-paru sembari menyandarkan kepala di pundak kokoh.

Baby capek?”

Hyunjae mengangguk lemah diiringi suara rengekan parau. Sangyeon tersenyum lembut, mengusap pipi tembam itu sangat hati-hati bak merawat barang rapuh. Tak lupa mendaratkan kecupan kecil di sana.

Juyeon menatap mereka dalam diam. Kecemburuan dan iri dengki merayap di aliran nadi. Dia juga ingin melakukannya bersama Hyunjae! Dia juga ingin di posisi sang ayah sekarang! Bukan menjadi penonton tidak dibayar.

Sepertinya si manis dapat merasakan perasaan pria muda di antara mereka. Dia menolehkan kepala lalu mengulurkan tangan lentik di hadapan Juyeon, seakan mengisyaratkan sesuatu tak kasat mata.

“Hmm?” Juyeon mendekatkan diri, mengelus pinggang seputih susu secara halus, memberanikan diri menciumi punggung bekas gigitan yang meringkuk dalam pelukan pria lain. Hyunjae memandang mereka bergantian. Menyuarakan permintaan di luar akal sehat.

Want.. both of you..”

Kali ini ekspresi ayah dan anak mendadak sama seperti bercermin. Sama-sama tegang, netra membulat sempurna diikuti rahang bawah terjatuh sesuai gravitasi. Mereka tak dapat mempercayai apa yang baru saja terungkap. Keduanya merongrong meminta kepastian.

Baby, kamu yakin?” tanya Sangyeon, ada gurat-gurat kekhawatiran tersampir di wajah, Hyunjae mengangguk sekali, mata mulai tertutup sebab tengah membayangkan bagaimana rasanya dipenuhi dua orang sekaligus.

“Je, you know I’m big-”

“Besaran punya Ayah,”

Juyeon menyeringitkan dahi, “Nope, besaran Juyeon,”

“Ish apaan sih!” gertak si manis mendiamkan, perkara besar-besaran kelamin aja jadi masalah disaat dirinya ingin dipuasin. Hyunjae marah bukannya menyeramkan jatuhnya malah menggemaskan. Juyeon sampai menyengir melihatnya. “kalo nggak mau yaudah pulang sana!”

“Eits eits kok ngusir sih..” si muda mengambil kesempatan menenangkan, menciumi bahu penuh tanda tersebut sayang, “kalo Ayah nggak mau, kita berdua aja Je,”

“Aku maunya kalian berdua, bukan kita berdua,” bibir ranum mengerucut menjadi satu, meringis saat penis di dalam liang menggeliat menyadarkan jikalau ia masih bersemayam di sana. “lagian kamu udah klimaks dua kali!”

Si muda mencibir, tidak menyukai perkataan telak dari si manis. “Ya.. yaaa habis kamu enak sih!”

“Bodo amat.”

Sangyeon memijat kening, sedang memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Meskipun dia dan Hyunjae sering beradu scene bdsm, tapi bukan berarti dia bisa menyakiti sampai ke tahap double penetrasi.

Daddy.. come on…” rengek Hyunjae membuat suara-suara imut, air muka bagai anak anjing minta dikasihani ditambah mata sayu disebabkan gerakan-gerakan kecil di bagian selangkangan. “Baby janji akan jadi anak baik,”

“Bukan masalah anak baik, *Baby&,” ujar Ayah Juyeon sangsi, “ini soal double penetration yang kamu bahkan belum pernah coba sebelumnya,”

But.. but-“ Hyunjae mencoba meyakinkan sungguh-sungguh, “I can handle it, I promise!”

Daddy nggak mau kamu terluka, Baby,”

You won’t hurt me, trust me..” Si manis menangkup pipi pria berumur tersebut, menatap maniknya dalam-dalam, menyalurkan rasa percaya diri bahwa ia bisa menerima kedua-duanya dan tidak mudah hancur hanya karena dimasuki dua penis saja.

Sangyeon masih berpegang teguh pada opini, tidak menyadari bahwa kedua jari sang anak tiba-tiba menyusup di sebelah kejantanan mengundang pekikan kaget bercampur nikmat. “Ju! Ngapain kamu?!”

“Ayah lama, mending aku prepare duluan,” jawab putranya cuek seraya mengendikkan bahu, jari telunjuk dan tengah bergerak maju mundur sesekali melebarkan akses menambah intensitas jeritan Hyunjae yang terdongak. “gimana Je? Enak?”

“L-Lagi.. nghh..”

Juyeon menyeringai dengan menaikkan-turunkan alis, lebih tepatnya menantang orangtua single di hadapan, tiada niatan berhenti menggoda lubang yang telah terisi, malah memasukkan jari lain apabila memungkinkan.

Fyi, his dick is bigger than his fingers. Jadi, persiapan itu penting sekali buat Hyunjae.

Pemuda manis terlihat menggoyang mengikuti ritme, mendesis saat kuku-kuku jari menggores dinding liang, mencolek pelan prostat di sana. “Ah.. J-Ju please..”

Say it clearly, Jeje Baby,” bisik Juyeon mengulum cuping telinganya, Hyunjae berusaha menahan beban tubuh agar tidak limbung, getaran nikmat kembali menghantam saraf, tampak seperti orang kedinginan. “say it loudly in front of Daddy what you wish of me,”

Kepala menggeleng-geleng ke sana kemari, entah maksudnya apa. Antara dia tidak bisa menjawab atau otaknya tidak sampai akan bisikan tersebut. “Nghh.. I.. I want Juju’s cock, Daddy,” mendengarnya, ada kebahagiaan menyisip di sanubari, menyebabkan senyuman miring tersampir di raut wajah, makin menantang sang ayah.

Pria lebih tua menghela napas. Tidak dapat berlama-lama menahan diri. Seandainya Juyeon bukan berasal dari benihnya atau Hyunjae menolak pemuda itu mentah-mentah, sudah pasti ia yang akan menikmati momen berdua bersama pemuda cantik itu.

Mau tak mau, demi permintaan Hyunjae, ia lebih baik mengalah. Sangyeon menganggukkan kepala pertanda mengizinkan. Hyunjae menyengir imut, senang lantaran diperbolehkan. Juyeon tentu saja paling bersemangat, ingin segera masuk namun ditahan oleh sang ayah.

“Kamu belum selesai Ju!”

“Ya ampun Ayah! Aku udah mau meledak ini!”

Mata melotot, Juyeon menghembuskan napas keki. Jengkel setengah mati. Kenapa sih ayahnya selalu merusak kesenangan? Bukannya dia tadi sudah menyisipkan tiga jari? Apa masih kurang?

Sangyeon menitah sang putra untuk bersandar di dinding, tanpa mencabut kejantanan, ia memposisikan Hyunjae memunggungi Juyeon agar lebih mudah dipenetrasi.

“Ayah! Kok aku dapat punggung?”

“Memangnya aku ayam apa?!” cetus Hyunjae galak, tapi kelihatan imut di mata yang lain. “protes mulu kamu!”

“Ayah belum ada nyium Hyunjae, Ju,” Sangyeon memutar mata malas. Jengah menghadapi sikap kekanakan anak sendiri. Iya wajar sih, mengingat usia Juyeon belum cukup dewasa untuk dikatakan sebagai ‘pria’ apalagi punya libido setinggi langit.

Lagian Sangyeon juga agak tidak rela melihat Juyeon mencium bayi kesayangan.

Hyunjae menyandarkan diri pada dada bidang pemuda di belakang, mengatur napas teratur supaya terlihat rileks saat benda tumpul temannya hendak masuk. Sangyeon menatap sekali lagi, yang diresponnya dengan anggukan. Juyeon melumuri penis menggunakan pelumas banyak-banyak, tidak ingin menyakiti Hyunjae, tapi ia tahu kalau sisa sperma di dalam bisa menambah kelicinan tekstur liang.

Oh shit. Membayangkannya saja sudah membuat batangnya mengeras.

“Je, tahan ya..”

“Hngh.”

Menaruh kepala di bahu Juyeon, mulut kecil terbuka begitu puncak tebal menerobos pertahanan. Jari jemari meremat Sangyeon yang meruntuhkan air muka ketika bergesekkan dengan penis lain. Hyunjae berkaca-kaca, sakitnya tidak sebanding dari pemaksaan Juyeon tadi, berkali-kali lipat bahkan perutnya terasa sangat penuh. “Ugh..”

Baby, you good?” tanya Sangyeon cemas, mengusap pipi tembam Hyunjae yang basah akan air mata. Si manis mengangguk-angguk meski nyeri mendera sampai ke tulang ekor. Kemana kepercayaan diri yang antusias ingin dipenuhi dua orang? Apakah runtuh bersamaan kristal bening di pelupuk?

“P-penuh.. ngh.. penuh banget..”

“Kamu sendiri yang minta..” erang Juyeon tertahan, dia ingin sekali bergerak tetapi pelototan Sangyeon tidak lepas dari sudut mata. “Yah, gerak!”

“Bentar, Juyeon. Kamu mau bikin Jeje robek?”

Juyeon mengerucutkan bibir kemudian menyembunyikan wajah di ceruk leher Hyunjae, menghirup aroma manis yang terkuak padahal pada saat itu si manis berkeringatan hebat.

Sangyeon mencoba cara lain, memijat penis Hyunjae perlahan, memberi stimulasi agar teralihkan. Benar saja, bayi kesayangan mulai mendesah binal seraya menggerakkan pinggul, berusaha disentuh lebih.

“Aaah! Dad no- Baby deket..”

It’s okay, keluarin Baby,” perintah Sangyeon mempercepat kocokan, Juyeon membantu memilin puting kanan kiri, menggigiti seinchi demi inchi kulit leher, menambah tanda baru samar-samar. Hyunjae klimaks lagi untuk keempat kali, otot-otot mengejang termasuk yang membungkus dua kejantanan akibat kontraksi melepas simpul, menyebabkan ayah dan anak sama-sama mendesah.

“W-Wah.. Je..” Juyeon memegangi pinggang berlekuk itu, “aku goyang sekarang ya!” tanpa menunggu persetujuan, ia sudah bergerak macam kehilangan akal. Tidak memperdulikan sang ayah atau kemaslahatan Hyunjae, Juyeon menghentakkan pinggul naik turun. Sangyeon menggeram kesal, tidak mau kalah, ia juga mengangkat dua kaki Hyunjae ke atas bahu lalu menggenjot perlahan.

Dapat kita dengar teriakan maupun pekikan nyaring lolos dari pihak yang digagahi. Dia tidak bisa menjelaskan situasi sekarang lantaran pikiran mendadak kosong ketika ayah dan anak saling berkompetisi menghancurkannya.

“AH! F-FUCKK!” jerit Hyunjae tiada henti, bodo amat sama tetangga sebelah, dia benar-benar sudah terbang ke surga dunia, berterima kasihlah pada Sangyeon dan Juyeon.

Dua pria di sana juga tidak dapat menuturkan. Kehadiran penis lain yang ikut merasakan sensasi sempit dinding silky tersebut menjatuhkan mereka ke jurang nafsu sehingga yang mereka keluarkan hanyalah geraman serta desahan atau sekadar memuji Hyunjae betapa enaknya liang si manis.

Hyunjae hanya merespon pujian dengan menjepit batang kemaluan mereka. Menambah intensitas pergerakan liar dari kedua belah pihak.

“Ah! B-bentar! BENTARR!”

“Kenapa Je?” tanya Juyeon tidak berniat berhenti, Hyunjae merasakan sesuatu ingin keluar dari lubang kecil di puncak penisnya, berlomba-lomba segera menyembur apabila selaput sensitifnya terus dihujam habis-habisan. Sangyeon langsung paham, tapi malah terus menggoyang.

Dad– aah.. berenti..”

“Baby mau keluar lagi?”

Hyunjae menggeleng kuat-kuat, air mata kembali tercipta di pelupuk karena tak kunjung diberi kesempatan berbicara, “Ng.. nggak tau ini.. apa..” ia menggigit bibir saat perasaan klimaks datang lagi, namun kali ini yang keluar bukan cairan putih melainkan bening.

Dan banyak.

Juyeon ternganga. Meneguk ludah susah payah memandangi kondisi kawannya sekarang, dia akhirnya berhenti sejenak hanya untuk menontoni tubuh Hyunjae yang bergetar hebat seraya mengeluarkan sesuatu tidak biasa.

“Je..”

“Makanya aku bilang berhenti tadi!” isakan kecil terdengar, Hyunjae jadi malu setengah mampus, menutup wajah tak mau beradu mata dengan siapapun. Juyeon belum merespon, menatap kosong pada cairan bening yang membasahi seluruh badan si manis. Oh, sepertinya dia kena juga.

“Baby, nggak apa, mungkin kamu terlalu sensitif,”

It’s gross!”

Noo..” Sangyeon menarik Hyunjae ke dalam dekapan, mengusap punggung penuh peluh tersebut halus dan pengertian. “it’s not gross, everyone has it when they’re overly sensitive,”

That was.. hot..”

Hyunjae menoleh, masih sesenggukan, “Juju nggak jijik?”

Juyeon menggeleng, “Can you do that again?” tanyanya antusias.

What? No!” tolak pemuda surai cokelat merah padam. Sedangkan si termuda memasang cengiran, merebut kembali temannya dari sang ayah.

“Itu berarti kita hebat dalam muasin kamu Je,” ujarnya sambil meraih dagu mungil lalu memberikan kecupan kecil. Hyunjae pun terbuai, menikmati lumatan-lumatan dari bibir candu Juyeon. Nyaris menggigit permukaan itu lantaran Sangyeon bergerak lagi.

You haven’t kissed me yet, Baby.”

Si manis melepaskan tautan, mengalungkan lengan di leher pria tertua kemudian membawa mereka dalam ciuman lembut. Mulai memanas dan menuntut, meredam desahan bersamaan Juyeon mengambil giliran.

Dalam beberapa kali tusukan dan rasa lelah mendera Hyunjae, Juyeon sampai duluan. Menanam benihnya, mendengarkan bunyi-bunyi kotor antara genjotan serta cairan di dalam liang. Sangyeon menyusul tak lama, tidak kalah saing ingin menyemai sperma, berharap bayi kesayangan hamil karenanya, bukan karena Juyeon. Ayah dan anak tampak tidak mau melepaskan diri, membawa si manis berbaring di tengah mereka.

“Capek..”

“Tidur Baby,”

“Kelon~” rengek Hyunjae langsung diserbu kedua pria di kanan kiri, ia merasa tersanjung karena begitu didamba. Menikmati perlakuan manis serta kelembutan dari keluarga ini. Tidak ada penyesalan maupun pikiran negatif apabila orang-orang tahu tentang hubungan mereka. Yang dia inginkan hanyalah Juyeon dan Sangyeon, menyayanginya lebih dari apapun.

Night Daddy..” si surai cokelat mencium bibir pria tua di sebelah kiri, kemudian tak lupa mendaratkan kecupan juga pada bibir pria muda di sisi kanan seraya tersenyum kecil, “night Juju..”

Night Baby.” balas mereka bersamaan ditimpali dengan alam mimpi menculik Hyunjae ke dimensi yang lebih menenangkan.

***

Mau mandi air yasin :(

Part 1

sangmilju

jumil smut oneshot🔞

warn : orgasm denial, rimming, etcetera; . . .

Seorang pemuda berjalan tergesa-gesa menelusuri lorong begitu pintu lift terbuka, dirinya hapal mati pada unit-unit yang berjejer di lantai tersebut. Wajah nampak sumringah seolah telah menanti suatu keajaiban.

Menekan tombol passcode dengan bersemangat, benda penghubung buatan baja ringan terbuka seiring perasaan menggebu-gebu. Ketika sudah tertutup otomatis, kaki panjangnya berjalan cepat menuju tempat paling favorit.

“Jeje I'm he- shit..”

Hyunjae buru-buru menoleh mendengar umpatan di ambang pintu kamar. Dia melepas mainan dewasa yang bergetar di atas puting seraya mengatur napas. “J-Juju?”

“Wow..” Juyeon menatap tidak percaya, kini langkah menghampiri figur seksi di atas kasur pelan-pelan, lebih tepatnya menyeret kaki, memancarkan aura dominasi. “so is this why you texted us about 'want a baby'?”

Pemuda manis ingin menghapus senyuman miring serta kilatan nakal di mata Juyeon, terutama saat pemuda lain duduk di samping. Dia beringsut menghindar namun si rambut hitam langsung mengukung. “J-Juyeon!”

Why didn't you tell me you're horny, Baby?”

Hyunjae menegak ludah, menggeleng perlahan, “Kamu sibuk kan? Ayahmu juga lagi lembur,” mendengar label dari mulut kecil tersebut malah membuat Juyeon panas dan membungkam secara kasar.

“Aku nggak pernah sibuk kalau menyangkut kamu, Lee Jaehyun,” bisiknya sebelum memagut kembali. Membawa keduanya larut dalam ciuman menuntut diiringi belitan lidah masing-masing. Hyunjae mendorong sedikit bahu pemuda termuda agar dapat mencari oksigen, ruang bernapas hampir terputus-putus. Juyeon melepaskan tautan, memandang bibir yang menebal, ada kepuasan diri melihat keadaan Hyunjae sekarang. Itu semua karenanya bukan karena orang lain.

“Ju please..”

Please apa?” tanya Juyeon mulai menggrayangi sisi kanan kiri, mengelus lekuk tubuh secara halus mendapatkan erangan kecil, hingga mengusap tonjolan mungil di atas dada.

“Ngh..” Punggung membusur, jari meremat rambut tebal Juyeon, pikiran mulai berkabut begitu jilatan mendarat di kulit puting. Memainkan sebagai tombol, sesekali mengemut gemas. “aah.. Juju..”

“Enakan mana? Telur yang getar-getar nggak jelas gitu atau lidahku, Jae?” cengiran khas terpampang sehingga Hyunjae tega menoyor kepala kawannya.

“Nggak usah tanya kalau udah tau jawabannya,” Juyeon tidak merespon melainkan berkutat lagi pada puting di hadapan. Geligi menggores, menikmati bagaimana badan di kukungan bergerak ke sana kemari bahkan gemetaran bak kedinginan. Hah! Juyeon tahu kalau ayahnya tidak bisa relate sebab tengah berkencan dengan pekerjaan.

Tangan Hyunjae menjalar, menemukan pelabuhan yang dituju lalu meremas acak. Juyeon berjengit mendekatkan diri tanpa menghentikan isapan. “J-Ju.. ngh.. Juju..”

Yes, Baby? Moan for me, louder,” Juyeon juga mulai dikelilingi nafsu, menggesekkan celana jeans pada telapak tangan Hyunjae, mendesis akan tekanan usapan tersebut. “fuck, bentar Jae,” dia meloloskan diri sejenak, tergesa-gesa melucuti pakaian sampai polos seutuhnya. Duduk bertumpu lutut di antara kedua kaki submisifnya, menatap penuh kekaguman.

Baiklah, dia mengaku. Sebesar apapun rasa denialnya terhadap Hyunjae, dia memang telah jatuh cinta pada teman slash bayi gula milik ayahnya sendiri. Kenapa juga si bodoh ini mau menerima tawaran Sangyeon? Apa berteman dengan Juyeon tidak cukup? Dia bisa kok membiayai hidup Hyunjae, bukan menemukan temannya menjadi pemuas nafsu sang ayah. Juyeon gondok sekali, rasa ingin merebut kepemilikan sudah menancap di ubun-ubun.

“Juju.. why?” Si manis memiringkan kepala karena tak kunjung diapa-apain. Dia merasakan setiap inchi kulitnya merona merah di bawah tatapan intens, menyebabkan kaki-kakinya ingin menutup malu. Juyeon menggeleng, sadar dari lamunan sambil menangkap pergelangan, mengecupi perlahan tanpa memutus tatapan. Hyunjae bergetar nikmat, tangan bergerak ingin disentuh, dan pemuda lain menuruti dengan menyatukan jemari mereka.

“Jae, kamu cantik..” gumam Juyeon di telinganya, pemuda itu tersipu, memalingkan wajah tetapi si tampan menahan, mengecupi bibir itu entah sudah berapa kali. Membuai Hyunjae agar tetap memikirkannya, hanya Juyeon dan Juyeon yang menginvasi otak.

Desahan mengalun bersamaan Juyeon menggoda kembali, memberikan jilatan kecil di kepala jamur, tak lupa jari menyentil-nyentil kemudian mengocok batang panas tersebut. “Aaah.. ngh.. Ju please jangan godain..”

“Aku makan boleh?”

Hyunjae mengangguk cepat, lebih dari kereta ekspres mungkin, menekuk kaki membawanya ke atas dada, rela mengekspos dirinya yang paling rapuh. Juyeon tanpa sadar membasahi bibir bawah, sepuluh jari mendarat di paha dalam melebarkan sedikit demi sedikit. “Do you have any idea how I never get tired of your hole, Baby?” sebuah tiupan membuat Hyunjae terjengit, menggigit bibir menahan erangan, liang terasa membuka menutup mengantisipasi sesuatu. Juyeon tersenyum, memulai dengan gigitan kecil di sekitar termasuk kulit paha, menciptakan tanda kemerahan lalu meludah ke dalam.

“Ow-fuck!” jerit si manis mencengkram kain seprai, sudah tidak tahu bentuk kasurnya bagaimana, yang jelas di kepalanya hanya ada Juyeon dan lidah handalnya. “Ju.. ah.. eat me quick!!” pemuda lebih muda mewujudkan permintaan, melesakkan benda lunak melewati pertahanan sedalam mungkin, menikmati pijatan-pijatan dinding silky di indra pengecap.

Abdomen dirasa mengikat terlalu kuat, ingin segera dilepaskan. Hyunjae menandak-nandak tidak keruan menyita perhatian.

“Mau keluar?” tawar si tampan usai kegiatan, Hyunjae mengangguk-ngangguk dan ia memekik ketika pangkal kejantanannya diremas kuat. Seakan melarangnya klimaks. “nggak semudah itu, Jeje Baby,”

Please please Juju, aku belum ada keluar daritadi nghh..”

Juyeon begitu tega mencengkram rapat, menggoyangkan ke sana kemari, menjadikannya mainan. Menambah kefrustasian sang submisif yang meronta-ronta. Dia tidak mau mendengar apapun, masih menahan pelepasan Hyunjae, satu tangan bebas memuaskan miliknya sendiri, menggesekkan kepala pada liang, hendak berusaha masuk.

“J-Ju.. no-AH!” baru saja menembus lingkaran sempit yang belum rileks, Juyeon mendesis tajam, tak sengaja melepaskan genggaman di sekujur penis lain, menyebabkan untaian putih kental menyembur membasahi perut rata. Hyunjae seperti dikejar kawanan karnivora setelah orgasme pertama. Hanya karena Juyeon masuk mendadak, ia berhasil mengeluarkan sperma.

Seringaian nampak ingin rasanya Hyunjae menghilangkan. Dia meringis menahan perih di lubang, mungkin mata sempat berkaca-kaca dirasa basah di pelupuk sana, menunggu diturunkan. Juyeon mencoba menghentak sekali, menanam seutuhnya tanpa menghiraukan pekikan sakit dari pihak dimasuki. “Hahh.. sempit banget kamu, Jae..”

“S-Sakit.. mmh..” kepala menggeleng kanan kiri, berusaha mengatur napas. Pemuda surai hitam menumpu badan menggunakan dua tangan di sisinya, dada bergerak naik turun mengatur napas sebab penisnya dijepit kuat. “Ju.. jangan gerak dulu..”

I know I know..” Juyeon mendaratkan kecupan di kening, turun ke hidung bangir, lalu bibir mungil yang membuka menutup mencari udara. Menyisipkan lidah di sana, menjilati sari-sari yang tersarang di langit-langit maupun dinding basah tersebut. Berniat mengalihkan rasa sakit. Hyunjae meringis, menyantaikan liang supaya tidak kebas.

Lima menit si tampan mempertahankan kewarasan, akhirnya pemuda lain mengizinkan. Pinggul bagai ditetes pertamax, kecepatannya tidak terduga. Hyunjae tak dapat mendeskripsikan bagaimana kepala penis membidik ke selaput paling sensitif di dalam. Pergerakan Juyeon sangat cepat nan tepat, berhasil menyodok berulang kali sehingga yang ia rapalkan hanya nama pemuda di atas.

Fuck.. aah.. ahh.. Juju..”

Juyeon menggeram, berat dan seksi bersamaan, mengalun di indra pendengaran, menambah kabut nafsu membludak di antara mereka. Tetes peluh saling membasahi pori-pori, tapi tiada yang peduli. Sibuk mengejar euforia masing-masing.

Pemuda surai hitam mempertemukan bibir, mengajak pergeludan supaya suasana semakin panas. Di sela-sela kegiatan senggama, ia mendapat akal kemudian berhenti bergerak.

“Aaahh.. Juju whyyy??!”

Tanpa menjawab apa-apa, dia mengeluarkan penis secepat kilat mengundang erangan kecewa lebih nyaring dari kucing kawin. Hyunjae merasa kehilangan akan penuhnya liang beberapa detik lalu hanya karena teman laknatnya tergopoh-gopoh merogoh sesuatu di kantong jeans.

“Ju, ngapain sih?” tanya Hyunjae kesal, sekarang pemuda tampan itu malah mengutak-ngatik ponsel kemudian menghampiri lagi. Menaruh benda elektronik di dekat kaki yang masih tertekuk lalu buru-buru memasukkan penisnya kembali. “UGH!” napas terputus-putus seiring liang berusaha rileks. Juyeon membiasakan sejenak, menggoyang kecil-kecilan.

Sebuah deringan terdengar di telinga Hyunjae, ia menggigit bibir seraya mencengkram seprai di bawah punggung saat Juyeon tidak berhenti menggerakkan pinggul. Pemuda netra kucing tersebut menyeringai, menyapa lawan bicara di seberang.

“Kenapa Ju?”

Juyeon masih menyengir, menikmati liang yang mengetat ketika ayahnya menjawab, “Ayah masih lembur?”

“Hm, masih..” Hyunjae tak sadar melenguh pelan, suara bariton Sangyeon benar-benar menggelitik panca indra.

Shame on you,” balas sang anak kini menyalakan fitur video call. Sedangkan pria lain menyeringitkan dahi tetapi tetap menerima. Juyeon menahan tawa saat netra Sangyeon terbelalak lebar mengetahui bahwa Baby kesayangan merintih dipenuhi bercak kemerahan. Oh jangan lupakan mata sayu maupun napas tersengal seolah sedang meregang nyawa, penis mungilnya menampar perut di setiap goyangan, bahkan bekas sperma terlihat menggenang.

Shit.”

“Hahaha, selamat berlembur, Yah!”

“Anak kurang ajar!!” sambungan terputus begitupula tawa menggelegar Juyeon usai mengerjai ayahnya. Biar tahu rasa! Biar Sangyeon iri kalau dia juga bisa main-main sama bayi gula milik pria berumur tersebut.

***

Di tempat lain, ada rasa penyesalan menggrogoti hati kenapa dia lebih memilih berkencan dengan pekerjaan sementara di luar sana, tepatnya di sebuah unit apartemen, sugar baby-nya sedang digenjot oleh anak sendiri. Sangyeon memijat kepala yang mulai pening, tidak dapat menghilangkan visualisasi Hyunjae di benak seakan menggantikan berkas menjadi pemuda manis tersebut.

Dan bagaimana bisa dia konsen mengerjakan kalau celananya mulai menyempit. Rasa ingin menyentuh, menggoda Hyunjae habis-habisan mulai memakan isi hati. Akhirnya, dia berdiri, membereskan meja kemudian pergi sambil melonggarkan dasi.

Tunggu saja Lee Jaehyun. Meskipun ada Juyeon di situ tidak menutup kemungkinan kalau Sangyeon bisa memuaskan lebih dari yang ia pikirkan.

***

1. Menahan kekesalan yang masih bersemayam di hati sejak diancam Naran secara tidak langsung, begitu Ren tiba di kampus, ia gercep membelokkan diri ke ruangan dosen. Dalam benak sudah tersimpan seribu alasan logis untuk mengganti partner kelompok, semoga saja Bu Riska menyetujui. Nasib baik di tangan, ia tersenyum cerah saat dosen yang bersangkutan tengah berkutat depan layar laptop.

“Selamat pagi, Bu.”

Bu Riska mendongak, membenarkan letak kacamata sekaligus memicingkan netra, mungkin mengingat-ingat apakah Ren salah satu mahasiswa yang diajarnya. “Ya... Renia?”

Renia agak bahagia karena diingat namanya, ia pun menempatkan bokong di kursi depan meja Bu Riska untuk mengutarakan maksud kedatangan. “Jadi, Bu, maksud saya ke sini mau bertanya, saya boleh ganti partner nggak, Bu?”

“Partner kamu siapa ya?”

“Naran Josephio Mono, Bu,”

“Aahh, mahasiswa semester 3 ya, memang kenapa Renia?” Nah, ini nih. Ini nih salah satu rintangan yang paling sulit dilewatin. Pemberian alasan.

“Em.. em.. ya..” sialan. Ren padahal sudah menyiapkan semua argumentasi tapi kok tiba-tiba menghilang. Apalagi ditambah suara Naran muncul entah darimana menambah kegugupan. Bu Riska menatap tak sabar, Ren sudah membuang-buang waktu. “itu.. Bu..”

“Jawab yang benar atau tidak saya ganti sama sekali.”

“Saya ada masalah sama dia jadi saya mau ganti partner supaya nggak canggung,” jawab Ren cepat. Semoga beliau mengerti, namun yang ia dapatkan hanya kerutan dahi.

“Kamu tahu sikap profesionalitas? Tidak mencampurkan urusan pribadi dengan urusan perkuliahan? Sikap itu penting diterapkan oleh mahasiswa terutama mahasiswa baru seperti kamu, Renia.” Malah diomelin ya ampun, si gadis sampai milin-milin jemari, mau membantah tapi takut dapat error. “lagipula Naran bisa diandalkan kok, dia kan senior setahun, sudah pasti dia punya pengalaman lebih banyak daripada kamu,”

'Ya masa rapist bisa diandalin sih!' jerit Ren menggigit bibir dalam. Dia pun akhirnya pasrah menerima kenyataan dan menganggukkan kepala.

“Baik, Bu, maaf kalau saya lancang,”

“Apapun yang terjadi dengan kalian berdua, jika bisa diselesain baik-baik, selesaikan aja dulu supaya tidak mempengaruhi kerja sama kalian nanti,” Bu Riska memberi senyum meyakinkan walaupun tipis kayak pantyliner. Ren jadi ikutan menipiskan bibir, mengangguk sekali lagi kemudian pamit undur diri.

Ketika hendak keluar pintu, ia dapat mendengar kekehan mengejek dari Naran. Rupanya pemuda surai cokelat tersebut menguping sedari tadi. Menambah emosi berkumpul berkali-kali lipat.