sangmil
.
.
.
Sangyeon diam-diam mengajak Hyunjae liburan tanpa sepengetahuan sang anak. Kedoknya sih minta temenin rapat tahunan padahal aslinya minta kelonan.
***
Pemuda surai cokelat menyeringitkan dahi ketika mendengar instruksi sepihak dari seberang telepon. Dia sempat melirik tanggalan di atas meja, terutama pada bulatan-bulatan merah yang tertera.
“Minggu depan, Kak?”
“Iya Sayang, kamu bisa kan?”
Hyunjae menggumam-gumam, berpikir sejenak, “Bisa sih, tapi apa aku nggak ganggu Kakak kerja?”
“Justru kamu pelipur lara kalau kerjaanku menyebalkan, Sayang,” si cantik dapat membayangkan ekspresi kekasih? Apa mereka sepasang kekasih? Rasanya baru beberapa bulan lalu mereka sepakat menjalani hubungan sugar daddy-baby, apa sekarang berganti status jadi kekasih? Terus bagaimana nasib Juyeon?
“Baby??”
“Eh.. iya Kak?”
“Gimana? Mau kan?”
“Heum..” Hyunjae masih menimang-nimang. Memang sih minggu depan dia tidak kemana-mana, apalagi saat pandemi begini, kuliahnya dipindah menjadi online. “heum.. heum okay..”
Sangyeon bernapas lega di sana, tidak dapat menyembunyikan kebahagiaan lantaran Hyunjae menyetujui ajakan. “Nanti aku jemput pas hari H, okay? Kamu siapin baju-bajumu atau bisa aja kita belanja baju sampai di kota nanti,”
“Iya Kak,”
“Kamu seneng kan?”
“Seneng kok,” jawab Hyunjae pelan, “kenapa? Kedengarannya engga, ya?”
Pria paruh baya tersebut diam beberapa detik entah karena apa. “Kakak pikir kamu kecapean makanya kalem gini,”
Hyunjae tertawa kecil, “Gimana nggak capek kalau kalian berdua gilir aku hampir tiap malem?” Tidak mendapat respon, ia memanggil Sangyeon lagi. “Kak?”
“Jangan bilang Juyeon, ya,”
“Kenapa?”
Helaan napas terdengar, Hyunjae jadi tidak enak. “I just wanna have you by myself,” jawab pria itu agak merajuk. Si cantik tak dapat menahan senyuman, berniat menggoda kesayangan.
“Oh gituu, aku pikir kalian berantem,”
“Pokoknya jangan kasih tau kalau kamu ikut Kakak ke Bali, okay?” Pemuda lain tersenyum sangat lebar akan keposesifannya, meski hati kecil tidak mau Juyeon ditinggal tapi kalau menyangkut Sangyeon, dia juga tidak ingin menghancurkan hubungan ayah dan anak itu.
“Iya Kak, nggak janji,”
“Ish, jangan gitu, Sayang..” kali ini ia bisa membayangkan bibir pria lebih tua merengut sampai termaju-maju hanya karena ia tak menuruti kemauan. Hyunjae terkikik, lama-lama tertawa garing.
“Iyaaa..”
“Oke, Kakak balik kerja dulu, ya! Kamu jangan lupa makan, uang masih ada kan? Atau mau Kakak tambahin?”
Entah kenapa hatinya agak celos mendengar perkataan yang terlontar. Namun kenapa dia harus salty? Bukankah memang seperti itu kenyataannya? Sangyeon memberi uang, Hyunjae memberi kasih sayang.
“Masih ada kok,” jawabnya pahit, tanaman herbal pun kalah. Bersyukur mereka sedang tidak tatap muka, kalau iya, Sangyeon dapat melihat wajah kecutnya.
“Okay,” Sangyeon terdengar cengengesan, “Kakak kerja dulu ya, Sayang,”
“Iya Kak,”
Menyebalkan. Kenapa hati Hyunjae jadi kesal begini? Padahal mereka bukan pasangan resmi tapi rasanya sakit aja ditanya soal sisa saldo di rekening.
Like a cheap bitch.
Dia menyandarkan kepala di atas lipatan lengan, mata memandang lurus pada tanggal keberangkatan minggu depan.
Sekarang bagaimana cara memberitahu Juyeon untuk tidak mengunjungi seminggu penuh?
***
“Ju..”
Kecipak saliva membasahi kelamin, Hyunjae di ambang ingin memberitahu sesuatu penting dengan menikmati permainan lidah Juyeon beda-beda tipis.
“Juju bentar..”
“Kenapa, Je?” pemuda yang dipanggil mendongakkan kepala, tangan mengocok pelan batang dalam genggaman. Si manis menggigit bibir, menahan desahan. Pemuda ini tidak membantu sama sekali.
“Minggu depan aku sibuk,”
“Hmm.. sibuk apa?” jilatan kecil menyapa urat nadi yang bermunculan, menggeliatkan penis tegak tersebut akibat rangsangan. Hyunjae belum menjawab lantaran jemari meremat surai hitam.
“A-ada kelas tambahan, hah.. jadi jangan ganggu aku dulu..”
Juyeon menghentikan gerakan, tak terlalu lama, habis itu ia mengusap kepala sensitif yang mengeluarkan precum. “Hmm.. nggak janji,”
“Please..” pinta Hyunjae memelas, semoga Juyeon luluh semoga pemuda itu tidak bertanya lebih lanjut. Dia tidak dapat berbohong barang satu kalimat pun.
Dewi fortuna di pihak Hyunjae, si termuda mengangguk setuju. “Okay, tapi seminggu ini kamu harus main sama aku,”
Hyunjae menghela napas lega, pelan-pelan agar tidak kelihatan. Dia juga menganggukkan kepala menyanggupi permintaan.
“As you wish, Juju.”
Juyeon's done✔
***
Hari keberangkatan pun tiba. Si manis telah bersiap-siap sejak dua jam lalu dan merasa gugup luar biasa entah karena apa. Beberapa kali ia menata penampilan di cermin mengingat Sangyeon akan menjemput sebentar lagi.
Apa sih yang ditakutkan? Kan cuman liburan. Bukan bulan madu. Lagian dia bertugas menemani pria itu bukan berkencan dengannya.
“Sayang? Sudah siap?”
Dia terlonjak begitu mendengar suara dari luar kamar. Menolehkan kepala mendapati senyuman manis merekah mengarah kepadanya. “Kamu ngapain di depan cermin?”
“Ngaca.”
“Sudah cantik kok, ayo berangkat!”
Jantung diam, berhenti berdetak kencang. Kau tidak dibayar dengan pujian picisan tersebut.
“Kak, beneran nggak apa aku ikut?”
Sangyeon menggenggam jemarinya erat-erat, tangan lain menarik koper Hyunjae keluar apartemen.
“Kan Daddy sudah bilang nggak usah khawatir, Baby,” ia sedikit merona mendengarnya, memainkan bibir perlahan mengikuti langkah pria lebih tua. Memandang punggung tegap berbalut kaos polo Saint Lauren.
Tuhkan dia mulai insecure lagi.
Padahal pakaiannya juga nggak kalah mahal dari Sangyeon. Tapi tidak tahu kenapa dia merasa kecil bersanding di samping.
“Kamu beneran nggak ngomong sama Juyeon, kan?”
Hyunjae menggeleng, menyandarkan kepala di pundak pria rambut cokelat saat kendaraan yang ditumpangi melaju ke bandara. “Nggak ada,”
Sangyeon berdecak puas, “Bagus, aku nggak mau dia nyusul gara-gara aku ngajak kamu liburan,” bibirnya menyapu permukaan wajah, mendarat di bibir Hyunjae kecil-kecilan.
“K-Kak.. ada supir..”
“He won't mind,” jawab pria lebih tua meraih dagu si manis sebelum menekan bibir mereka, melumat bagian atas dan bawah bergantian, menyusupkan lidah pelan-pelan.
“Mmh.. ngh..” kedua sejoli tak resmi tersebut menikmati pertemuan benda lunak di dalam. Melupakan orang ketiga yang tetap fokus menghadap jalan, antara takut mencelakakan mereka atau dipecat. Beda-beda tipis.
“Your lips tastes good,” bisik Sangyeon setelah melepaskan tautan, ibu jari mengusap sudut bibir lalu pada permukaan, masuk melewati geligi, tiba di atas indra pengecap, menekan lembut.
Hyunjae memainkan lidah di sekitar digit. Mengelilingi diameter hingga basah karena saliva. Mata mulai menyayu, seiring celana jeans menyempit. Tidak. Dia tidak mungkin terangsang di sini kan? Lagipula, berapa lama mereka akan sampai di bandara?
“D-Dad..” desahnya tertahan, mengapitkan kedua kaki supaya menciptakan gesekan. Sangyeon melirik ke bawah, menekan tonjolan tersebut dengan telapak tangan, hampir mengakibatkan jempol terputus saking kencangnya dia mengerutkan. “ngh.. n-noo..”
Mereka berciuman lagi, tiada niat berhenti. Membiarkan lantunan suara Hyunjae menyapa gendang telinga si supir. Tapi orang ketiga bisa apa selain menikmati?
“I-itu Pak Jimin.. gimana..”
“Biarin, dia udah biasa kok,”
Seandainya yang dimaksud aseksual mungkin memang sudah terbiasa. Hyunjae juga bertanya-tanya dalam hati apakah supir pribadi Sangyeon tidak menyimpan dendam pada majikannya.
“Nanti aja.. Dad..” rengek sang baby terpejam akan sensasi tekanan di selangkangan. “we.. ngh.. we have plenty of time..” Sangyeon berhenti untuk menatapnya yang berkaca-kaca sebelum mengangguk. Mengecup belah ranum tersebut terakhir kali.
“Okay, but you know what to do when we've arrived there..”
Hyunjae menggumam, menyusupkan badan agar dapat memeluk pria itu erat. “Yeah, yeah I know..”
Mereka menghabiskan waktu di perjalanan panjang ini dengan bermesraan layaknya sepasang kekasih. Entah Hyunjae yang menyandarkan kepala di pundak atau lengan Sangyeon melingkar di pinggang.
Seandainya mereka memang berpacaran. Tapi apa daya, tugas Hyunjae di sini hanya sebagai 'accompany' alias orang yang menemani Sangyeon di kala pria itu sedang menginginkan sesuatu. Diiming-imingi uang tentu saja.
Jika kita mengulas balik pertemuan mereka, sederhana saja. Hyunjae membutuhkan uang untuk bertahan hidup karena orangtuanya memiliki masalah finansial, dan Sangyeon membutuhkan 'teman'. Singkat cerita sih pertemuan mereka terjadi di tinder, itupun Hyunjae iseng pakai banget main aplikasi bejat tersebut. Tidak menyangka akan mendapat seorang duda kaya anak satu di sana.
And the shocking part was, he's Juyeon's Father, adik tingkat yang suka mengintilinya dari jaman maba.
Dunia memang sempit seperti sempak.
Dia tidak begitu ingat bagaimana pesawat telah mendarat di bandara Ngurah Rai, berjalan saling berpegangan tangan sambil menyeret koper masing-masing menuju pintu keluar, dimana supir terpilih sudah menunggu lima belas menit yang lalu.
Hyunjae memandangi hiruk pikuk Kota Denpasar, berbagai macam bentuk jajanan maupun souvenir seakan mencuci matanya di siang hari itu. Sampai kendaraan tiba di hotel tempat menginap.
“Sial!” umpat Sangyeon tiba-tiba, si manis memiringkan kepala.
“Kenapa Kak?”
“Kakak pergi dulu sebentar ada pertemuan di restoran bawah, kamu mau ikut atau stay di sini?” tawar pria lebih tua, Hyunjae berpikir sejenak kemudian mengatakan kalau ia akan tinggal di kamar untuk rehat.
Sangyeon mengusap pipi tembamnya lembut, menunduk mencium bibir manyun tersebut pelan. “Kalau lapar, pesan room service aja ya, Baby,”
“Hm, okay..”
“Sorry I have to leave you here,” gumam pria tampan itu iba. Hyunjae hanya menampilkan senyum manis seraya menggeleng.
“It's okay, bukannya itu tujuan Kakak sebenarnya?”
Pahit. Pahit. Berasa kayak makan obat. Kenapa juga dia menyetujui tawaran laknat ini? Figur tegap telah hilang sepenuhnya, meninggalkan ia terduduk di atas kasur king size empuk tapi tak dapat menghibur hati.
“Aarghh jelek! Jelek!!!” teriaknya kesal sambil memukuli bantal. Bahkan tega mengganyang alas tidur tersebut secara kasar, nyaris terbelah dua. “Je berhenti berharap! He's not into you! You're just his..” Hyunjae tersedak air liur kemudian menghembuskan napas keki.
“Sugar baby..”
Gemuruh menggunjang-ganjing perasaan, hati mendadak tidak keruan beserta perasaan malu terhadap diri sendiri merayap di permukaan. Dia menggigit bibir, memandang pantulan di cermin seberang kasur, benci pada refleksi di sana.
“Tapi aku butuh uang..” bisik pemuda manis kembali, tidak kepada siapa-siapa. Semenjak kejadian threesome beberapa waktu lalu seakan menyadarkan Hyunjae tentang perasaannya terhadap ayah dan anak itu.
Does he love them? Apa benar dia jatuh cinta? Bukan karena uang yang mereka berikan, bukan juga karena seks yang mereka lakukan. Dia cukup clingy pada keduanya, meminta perhatian sampai segitunya. Dan mereka terus memberi apa yang ia inginkan, membuat Hyunjae terkadang takut terlalu berharap.
“Ah sudahlah, aku capek mikir,” ujarnya lagi menyerah. Tangan mulai membuka kancing jaket denim, menyisakan kaos putih sebagai dalaman. Jeans tertanggal mendarat di lantai sementara ia sudah merebahkan diri di atas ranjang. Selimut dibawa sampai dagu, menikmati pendingin kamar menderu menyejukkan ruangan. Masih bersungut-sungut, akhirnya ia memutuskan untuk tertidur.
***
Bunyi kunci elektrik sebagai akses pembuka pintu tidak berhasil membangunkan sosok pemuda yang tertidur sangat pulas. Sangyeon mengendap-ngendap masuk dan tersenyum kecil mendapati buntelan kesayangan bernapas teratur di balik selimut.
Dia berjalan mendekati, menempatkan bokong pada ruang kosong di samping Hyunjae lalu mengusap figur langsing tersebut meski terhalang kain.
“Baby? Daddy's back..”
Hyunjae tak menjawab, lantaran alam mimpi lebih menarik dibanding suara bariton pemilik kamar. Elusan demi elusan tidak dapat mengalihkan perhatian dari bawah sadar, melainkan semakin menenggelamkan.
“Baby?” kali ini Sangyeon menunduk menjajakan kecupan di permukaan wajah, menarik senyum simpul ketika kerutan terganggu tersampir di sana. “hey.. capek ya?”
Si manis menggumam, pelan-pelan memainkan kelopak agar sarafnya tidak terkejut saat ia membuka mata. Menatap sayu pada iris jenaka milik Sangyeon. “Daddy??”
“Yes Baby, I'm here..”
Rentangan lengan terbuka, mengajak pria paruh baya tersebut untuk mendekat. Sangyeon melesakkan badan tegapnya sekaligus menindih tubuh pemuda kesayangan. Hyunjae perlahan menghirup aroma parfum maskulin di perpotongan leher, menggumam keenakan.
“Sudah makan belum?”
“Belum..” jawabnya serak lalu berdeham mencari suara. Sangyeon mendusel pipi tembamnya seraya terkekeh kecil.
“Mau jalan-jalan sama Daddy?”
Anggukan antusias tercipta, menambah kegemasan hingga tak kuasa menahan diri untuk tidak mencium bibir tipis itu. Berulang-ulang, bagai adiksi terhadap obat terlarang.
Keduanya larut dalam ciuman kecil tapi tidak menuntut. Semi panas tetapi sangat lembut. Hyunjae menikmati bagaimana bibir bawahnya disesap di antara belah bibir Sangyeon, dimana deru napas pria tampan tersebut menabrak area bernapasnya terus menerus.
“D-Daddy..” erang si manis kehabisan oksigen. Sangyeon menjauhkan jarak antarwajah walau masih terhitung dekat, memandang netra sayu itu lekat-lekat. Benar-benar terpesona pada paras cantik milik pemuda yang ditindih.
Mungkin ini merupakan alasan kenapa Juyeon juga ikut menyukainya. Bahkan posesif tidak ketolongan. Tidak mau berbagi, ingin memiliki seutuhnya.
Sayangnya, Sangyeon pun tidak mau kalah dengan sang putra. Kekeuh mempertahankan hubungan mutualisme mereka sampai sekarang.
“Kamu cantik, Hyunjae..”
Jantung Hyunjae berdebar-debar, takut kedengaran ke telinga pria di atasnya, mata membulat sedikit kemudian mempertahankan ekspresi supaya tidak terlihat bergeming.
“Kakak.. lupa sama peraturan kita?” tanyanya pelan. Pelan sekali bahkan getaran pita suaranya pun akan terlewati oleh Sangyeon.
Sangyeon menggumam, menggesekkan hidung mereka bersamaan, “Kalau aku pingin peraturan itu dihapus gimana?”
DEG
“M-maksudnya?”
“If I want you to be my forever partner, do you against it or not?” tanya Sangyeon menatap lurus. Sumpah demi apapun, mereka bisa mendengar detak jantung Hyunjae semakin berdebar kencang. Dia tak dapat mengendalikan, kini raut wajah runtuh hanya karena pertanyaan itu.
“Kak..”
“Aku tidak meminta jawabanmu sekarang, tapi aku harap kamu ada pertimbangan untuk menyetujuinya,”
“Bagaimana dengan Juyeon?”
Air muka Sangyeon berubah drastis, dia hendak beringsut menjauh namun Hyunjae buru-buru melingkarkan lengan di leher agar dapat menahan pria tersebut.
“Kenapa sama dia?”
“Dia.. dia..” Hyunjae menelan ludah, otaknya ingin menjerit kalau dia menginginkan keduanya, tetapi melihat perubahan ekspresi tadi membuat ia bungkam mencari jawaban.
“Kamu suka sama dia?”
Aku suka sama kalian berdua, Kak!
“Boleh.. boleh aku minta waktu?”
Sangyeon, melihat betapa bimbang dan galaunya pemuda manisnya memberi anggukan pelan, mengecup bibirnya sebagai bentukan keyakinan agar Hyunjae tidak berpikir macam-macam.
“Okay, take your time, Baby..”
Keadaan menjadi semakin rumit bagi Lee Jaehyun.
.
.
.
“W-Wait.. Daddy..”
Pintu baru saja tertutup dan punggungnya sudah terantuk benda penghubung dimana pria lain mencumbu tidak sabar. Kecupan-kecupan setipis sutra mendarat pada area leher, disusul jilatan maupun gigitan menimbulkan bercak kepemilikan. Suara tertahan di antara bibir yang tertancap geligi, badan lemas dalam dekapan.
Sangyeon menggapai kedua tungkai Hyunjae, mengangkat sedikit membuat si manis otomatis berpegangan di pundak, meregangkan leher meminta lebih. Kalungan di pinggang makin erat, mempertemukan kejantanan yang terbungkus celana masing-masing.
“Daddy..” erang Hyunjae tak sengaja menyandarkan puncak kepala pada pintu. Pikiran sudah berkabut, hanya karena dua sloki gin serta godaan-godaan Sangyeon sedari tadi. Mulut meracau, mata terpejam kuat.
Kedua bukan sejoli tergesa-gesa menanggalkan pakaian. Seolah mereka tidak sanggup menahan letupan nafsu di ruangan ini. Ingin segera melayangkan sentuhan di kulit satu sama lain, tanpa menghentikan kegiatan sebelumnya.
Hyunjae membalikkan posisi mereka ketika mereka bergumul di kasur. Menduduki perut Sangyeon sembari menggigit bibir, menatap postur tegap milik pria itu dengan tatapan penuh arti. Sangyeon sendiri membiarkan kesayangan mengambil alih, merupakan suatu kebahagiaan melihat pemandangan seksi di hadapan.
Pemuda manis itu menunduk, menautkan bibir mereka sambil menumpu badan menggunakan siku di sisi kepala Sangyeon. Bergantian saling menyesap, seakan tidak akan pernah puas. Lidah mulai mengait, entah di dalam mulut Sangyeon atau mulutnya sendiri. Bertukaran saliva tanpa rasa jijik, malah meningkatkan libido keduanya. Tak lupa jari jemari si yang lebih tua meremas lekuk pinggang polos sambil menggesekkan kelamin mereka bersamaan.
“Mmmh!” Hyunjae memutuskan ciuman, meloloskan desahan begitu tangan jahil meremat bokongnya, menggoda belahan kemudian turun ke liang. “fuck.. Daddy..”
“What did I tell you about swearing, huh?” tegur Sangyeon sedikit marah sambil meraba otot pintu masuk yang menegang.
“S-Sorry Daddy.. aah.. it feels good..” jawab Hyunjae berusaha mendekatkan diri pada jari yang setia menggoda tanpa berkeinginan masuk. “please I need you in me Daddy..”
Sangyeon menepuk-nepuk pipi bokong itu, terasa kenyal dan enak diremas. Maka dari itu ia melakukannya, antara gemas dan terangsang beda-beda tipis. “Turn around and blow me, Baby,”
Mendengar kata 'blow' menyebabkan setitik liur bergumul di sudut bibir. Hyunjae mengerang kemudian buru-buru mengikuti perintah. Membalikkan badan menghadap kejantanan pria lain. Dia bisa merasakan penis itu memenuhi rongga mulut walau belum dilakukan sama sekali.
“Nunggu apa lagi?” tanya Sangyeon tega menampar bantalan montok sebelah kanan, Hyunjae terjengit, langsung meraih batang keras di depan, mengecupinya perlahan. Dia membulatkan mata begitu pinggangnya ditarik kasar, sebuah jilatan mendarat tepat di lubang, membuatnya melupakan seluruh pekerjaan.
“Aah! Aaahhh!”
PLAK
Hyunjae menggeram sembari mencengkram seprai. Mendadak lupa dengan perintah Sangyeon tadi.
“Baby mau dihukum, huh?”
Si manis menggeleng cepat, dia tidak tahu pasti hukuman apa yang diberikan kepadanya tapi yang jelas dia tidak mau dihukum. Jauh dalam dirinya, ia ingin menjadi bayi yang baik.
“Then do what I told you.”
Dengan kaki gemetaran akibat aliran nafsu, Hyunjae mencoba memuaskan Sangyeon lagi. Berusaha tetap stabil walau bagian belakangnya diuji habis-habisan. Lidah kembali bermain di sekitar batang, menyusuri nadi-nadi bermunculan, lalu memasukkan ke mulut pelan-pelan. “Mmmh..”
Tenggorokan terasa mencekik organ yang menyusup, ia menaikkan kepala sebentar sekaligus mengambil napas agar tidak tersedak. Kemudian turun kembali membenamkan hidung tepat di rambut-rambut halus sedikit ketajaman menggores dagu.
Sangyeon tidak kalah dalam memuaskan. Benda lunak di mulut mengitari otot liang yang berdenyut. Dua tangan sigap mencengkram sisi pinggang submisifnya apabila pemuda di atas limbung oleh perlakuan.
“Mmmff!”
Desahan Hyunjae tertahan, dia berhenti mengulum ketika tahu jari tengah mencoba mencari akses masuk. Pas dengan posisi lidah si pria. Dua digit sama-sama bergerak lincah, beraturan, sempat hampir mengenai selaput sensitifnya. Panca indra mati rasa, seperti dikendalikan sepenuhnya.
“D-Daddy.. I can't..”
“Can't what?”
Hyunjae terengah-engah mengenai kejantanannya, menggerakkan pinggul agar terus mendekat, “Please please fuck me Daddy..” tamparan mendarat lagi, lebih keras dari yang pertama membuat ia mengetatkan lubang. “ngh!!”
Pria lebih tua membalik posisi mereka, mencengkram kedua pergelangan tangan Hyunjae membawanya ke atas kepala. Si Manis berusaha mengatur napas, menarik dari hidung, meloloskan lewat mulut.
“Daddy..” erangnya gemetaran. Sangyeon menggumam saja, melepaskan pegangan karena ingin menuntun batang menuju liang. Mencoba menyusup ke dalam lingkaran otot yang perlahan rileks. Pemuda di bawahnya meraih lengan kekar itu, meremat pelan begitu merasa adanya peregangan. “ungh..”
“Baby..” bisik Sangyeon seraya mengecup cuping telinga si Manis, Hyunjae mengangguk-angguk, melingkarkan kaki di pinggang saat pria lain memajukan pinggul. Napas mereka saling beradu, tatapan melembut.
Hyunjae ingin berpaling, apalagi manik kelam nan tajam Sangyeon memandang dalam seperti sedang membaca isi hatinya. Pemuda manis tersebut mengalungkan lengan lalu menarik tengkuk pria di atas untuk mempertemukan bibir keduanya.
“My beautiful Baby,“
“S-stop it.. Daddy.. mmh..”
Sangyeon hanya menggigit rahang sedikit tembam itu, menjilat perlahan sambil menggoyang secara lembut, menikmati bagaimana rahang terbuka mengeluarkan helaan napas. Lidahnya naik mengitari garis bibir, menyapu air liur di sana. Gerakan tidak melambat, sebaliknya malah makin cepat. Menumbuk satu titik, memperlihatkan semesta kenikmatan pada Hyunjae seorang.
Bibir menyatu kembali, berpagut lebih mesra, menciptakan esensi panas di atas parasan. Mereka bergerak bersama, melupakan seluruh unsur yang ada di ruangan. Termasuk getaran ponsel si Manis. Telinga seakan-akan menuli dan hanya berfokus pada bunyi penyatuan maupun decitan ranjang. Pasangan itu sibuk mengejar puncak, bertaut satu sama lain menyebabkan rengekan keras dari pemuda yang digagahi.
“Oh... Daddy.. aahh...”
“Baby mau keluar?”
Hyunjae mengangguk cepat nan antusias, peluh macam bulir jagung menetes tiada henti tapi tidak menahan Sangyeon untuk tidak menyecap rasa asin di kulit. Dia makin menggenjot lebih kuat, menumbuk selaput di balik dinding, mengakibatkan precum berkumpul di penis Hyunjae yang ikut bergoyang menampar perut putih mulusnya.
Pria rambut hitam itu tahu kalau kesayangannya tak perlu disentuh saat mereka berhubungan. Cukup tusukan cepat dan tepat sudah berhasil membawa Hyunjae ke surga dunia.
Erangan terdengar liar. Dinding otot membungkus kejantanan mengerat menandakan kalau pemiliknya sebentar lagi hendak sampai. Sangyeon menambah stimulasi, mengulum puting keras pemuda di bawah sesekali memainkan yang lain.
“Ngh.. no.. it's too much! AH!” Si Manis menegang tiba-tiba begitu klimaks memanggil. Melukis perut hingga dada dengan cairan sendiri, bahkan diikuti warna lain. Sangyeon memelankan tempo, membiarkan Hyunjae menghabiskan sisa orgasme sampai alas mereka berantakan.
“Lagi?”
Hyunjae menggeleng lemah, diafragma dada naik-turun karena menukar napas terlalu pendek. Sangyeon menatapnya meminta persetujuan, lalu menerima anggukan.
“Masih.. sensitif..”
“Iya Sayang,” jawab pria lebih tua mengecup pipinya, meraih klimaks miliknya dalam beberapa kali dorongan. “my beautiful Jeje..” bisikan terdengar halus dan tulus, menaikkan detak jantung Hyunjae sedikit demi sedikit. Wajah cantiknya bersemu tak kuasa menahan senyum. Membuat Sangyeon ikut tersenyum lebar, menempelkan kening mereka bersama.
“Be mine, Baby..”
Pemuda manis mengeratkan kalungan di leher, merasakan bagaimana panasnya isi tubuh setelah Sangyeon keluar sekali. “I am already yours..”
“Belum, kamu belum yakin,” ujar pria itu tak mau memperlihatkan kefrustasian, meski tetap terlintas di netra pemuda lain. “kamu masih ragu, Hyunjae,”
“Kak..” Hyunjae mendiamkannya sejenak, mengusap pipi tegas Sangyeon secara lembut. “untuk sekarang aku milikmu, okay?”
“Terus besok gimana?”
Si manis tersenyum tipis, “Tetep jadi milik Kakak,”
“Tapi kamu tanya soal Juyeon-”
“Ssh.. nggak usah bawa nama orang lain kalau cuman ada kita berdua di sini,” bungkam Hyunjae, membangkitkan kepala sedikit untuk sekadar mencium kerucutan bibir gemas tersebut.
“Tapi aku-”
Bunyi dentuman antara ponsel dan karpet mengalihkan perhatian, apalagi getaran nyaring serta lampu layar berkelap-kelip menandakan telepon masuk. Sangyeon ingin mengabaikan namun Hyunjae malah berusaha menggapai.
“Siapa tahu dari dosenku, Kak..”
Bukan. Bukan dosen. Melainkan Lee Juyeon.
Manik Hyunjae membulat, ketakutan langsung merayap. Tangannya ikut gemetar menyesuaikan vibrato, bimbang ingin menjawab.
“Hm? Siapa Sayang?” tanya Sangyeon dengan suara berat menggumam di ceruk leher. Hyunjae menelan ludah.
“J-Juyeon..”
Tidak ada sahutan selain bunyi benda elektronik, pelan-pelan ia menjawab panggilan dan menaruhnya ke telinga.
“Halo?”
“Jeje, kamu dimanaaa?”
Sedikit menjauhkan akibat rengekan, ia menarik napas mengatur kebohongan. “Aku.. aku lagi sibuk, Ju..”
“Oh iya, kamu udah bilang sih,”
“Iya..”
“Hmm, tapi aku kangen?”
Hyunjae menarik sudut bibir membentuk senyuman manis, mendengarkan ocehan Juyeon bersamaan napas ringan Sangyeon. Kehangatan menjalar ke seluruh badan. Membayangkan bagaimana seandainya di kemudian hari mereka bertiga saling berpelukan sambil menceritakan keseharian masing-masing, menikmati kehadiran satu sama lain dengan ia sebagai penengah.
“Rasanya nggak enak sendirian di rumah, kamu lagi nggak bisa diganggu, Ayah juga malah pergi tanpa bilang-bilang, aku sedih, Jae..”
Seraya mengusap kepala Sangyeon yang masih menindihinya, ia menggumam, “Iya, tunggu aku pulang ya?”
Hah?
WHAT?!
DIA BILANG APA?
Kacau. Kutuk mulut Hyunjae sekarang.
Juyeon terdiam di seberang sana, mencerna dalam keheningan sementara pemuda lain terbata-bata menjelaskan.
“M-maksudku pulang dari kampus, yaa.. kampus..”
“Oh..” si Tampan merespon beberapa detik. “oh.. okay..”
“Okay, aku ngerjain tugas lagi, bye Juju..”
Sebelum Juyeon dapat menyahuti ucapan selamat tinggal, Hyunjae sudah memutus sambungan terlebih dahulu kemudian mematikan sistem ponsel. Menaruh benda keras agak jauh dari tempat mereka berpelukan sekarang.
“Kalau sampai Juyeon tahu kamu lagi sama aku, Daddy nggak akan segan-segan hukum kamu, Jeje,”
Bulu kuduk Hyunjae mendadak berdiri dan siap menjerit minta tolong.
.
.
.