rymafein

place to reveal myself

bbangmil🔞

. . .

Kenapa ya dia gelisah kali ini? Setelah mendapat getokan cuma-cuma dari Sangyeon karena ciuman tidak tahu tempat, bahkan ditonton oleh staf yang terkejut-kejut melihat adegan, Hyunjae merasa ingin lebih dekat dengan kekasihnya.

Kim Younghoon tidak kemana-mana sih. Buktinya menempel aja sedari tadi. Bahu mereka pun saling bersentuhan, meski Jacob pelan-pelan memisahkan kedua sejoli, takut khilap lagi.

Teriakan 'CUT' terdengar menggema. Membiarkan kru serta anggota The Boyz rehat sejenak. Entah memperbaiki audio, atau sekadar mengobrol bagian-bagian yang hendak diambil.

Walaupun bertema reality show, tetap saja ada skenario yang berjalan.

Hyunjae melirik Younghoon beberapa kali, bergerak gelisah tapi tak ingin menampakkan. Takut dipukul lagi. Bisa-bisa jadi bodoh nanti.

“Istirahatnya berapa lama, Hyung?” tanya Younghoon kepada Sangyeon usai pemuda lebih tua berbicara pada PD-nim.

“Setengah jam sih, kenapa memang?”

Rupanya Younghoon peka terhadap perasaan pacarnya. Ya iyalah, mereka sudah menjalin hubungan hampir dua tahun, setitik tingkah laku Hyunjae, ia tahu persis sampai ke dalam-dalam.

“Nggak ada, cuman tanya,” Sangyeon mengangguk saja, membiarkan pemuda tertua ketiga di The Boyz melengos pergi. Mungkin dia tidak begitu memperdulikan kelakuannya.

“Kita punya waktu setengah jam,” bisik Younghoon pelan saat dia sudah berada di samping Hyunjae. Si manis mendongak mengerutkan dahi. Bingung akan konteks yang dimaksud. “kalau kamu mau quickie,”

Dasar Younghoon bejat! umpat Hyunjae dalam hati. Dia benci menjadi transparan di hadapan pacar sehingga keinginan di sanubari langsung diketahui.

“Gila kamu!”

Younghoon merangkul pinggangnya mesra, tentu saja melihat ke sana kemari dulu, meremas lekukan tersebut lembut, “Ayo.. sebelum mereka sadar kita pergi,”

“Hoon kita lagi syuting!” desis Hyunjae melotot. Pemuda surai hitam hanya menatap lurus ke manik. Mencari penolakan yang tak terlihat.

“Kamu daritadi aku lihat gerak-gerak kayak kucing mau dikawinin, daripada kamu ngelampiaskan ke lain, mending kita quickie dulu..”

“Kalau ketahuan gimana?”

“Engga, Sayang.. trust me..” bisik Younghoon meyakinkan, mendusel pipi tembam pemuda di samping secara hati-hati. Hyunjae masih was-was, terdengar dari jantung berdetak cepat.

“O-oke, mau di mana?”

“Toilet dong, Sayang,”

Hyunjae mengangguk setuju, membiarkan sang kekasih menuntun perjalanan menuju tempat maksiat. Kepala terus ditundukkan supaya tidak ada yang sadar. Hiruk pikuk lokasi mungkin tak mau memusatkan perhatian ke mereka.

Sesampai di toilet, pintu bilik langsung dikunci. Younghoon menutup kloset duduk dan memposisikan diri di sana, membawa Hyunjae dalam pangkuan lalu mulai mencium perlahan.

“Hoon katanya quickie..” ujar si manis karena pergerakan lambat. Younghoon menurunkan celana jeansnya, bersamaan ia mengeluarkan kejantanan yang masih layu.

“Kamu mau apa? Dibobol atau blowjob?”

“Aduh terserah deh..” sahut Hyunjae bingung, dia antara takut ketahuan sama terangsang beda-beda tipis. Lubangnya pun mendengar kata 'bobol' malah pengen dibobol betulan.

“Kalo terserah nggak jadi quickie,” balas Younghoon menyatukan penis mereka dalam genggaman, agak kasar sih, membuat ia meludah di telapak terlebih dahulu.

Napas Hyunjae terjengit, mengerang pelan begitu dua organ intim saling bersentuhan. Hanya berbeda ukuran panjang maupun diameter, tetapi cukup menggiurkan.

“Ngh.. mau dibobol tapi.. takut kelamaan..”

“Yaudah, aku handjob aja?”

Hyunjae mengangguk, sesuka Younghoon deh. Yang jelas dia hanya ingin menerima sentuhan, entah bagaimana caranya. Telapak tangan besar itu mengurut dari bawah ke atas, bertempo sedang akibat kurangnya cairan. Pemuda cantik menunduk tiba-tiba ikut meludah tepat di kepala jamur.

Shit.” umpat Younghoon mengusapkan saliva di sekujur batang, “spit on it again, Baby,”

Si manis mengumpulkan air liur kemudian menjatuhkan perlahan, menambah kelicinan agar mudah bergesekkan. Younghoon mempertemukan bibir mereka lagi seiring genggaman tangan mengocok tanpa henti.

“Ngh.. ngh.. mmh.. H-Hoon..” Hyunjae menghentak pinggul ke atas, “finger me quick..”

Younghoon menjejalkan jari tengah dalam mulut Hyunjae, dilumuri saliva berlebihan hingga menetes-netes dari sudut bibir. Setelah itu, ia meraba pintu liang, merasakan tektsur berkedut-kedut, lalu menerobos masuk. Mulut menahan geraman pada kesempitan di dalam.

“Ah.. aahhh..” lubangnya melahap habis jari Younghoon hingga buku, merasakan peregangan dari sana, mulai bergerak mencari spot sensitifnya. “ke atas.. ke atas..”

“Iya Sayang,” jawab si tampan menggigiti rahang sampai ke leher, tak membuat tanda kepemilikan karena tidak ingin mencari keributan. Jari tengah mengarah ke tempat tujuan, mengundang pekikan nikmat.

“Haah.. Hoonie.. l-lagi..”

Younghoon memaju-mundurkan jari bersamaan kocokan di depan. Tangan kanan berlepotan antara campuran ludah serta precum tapi tidak begitu diindahkan.

Yang indah seorang hanyalah Lee Jaehyun di pangkuan sekarang.

Kaki Hyunjae terasa kaku dan kencang di atas paha, tanda sebentar lagi dia akan klimaks. Membantu si tampan agar keluar bersamaan, khawatir durasi mereka hampir kehabisan.

“Deket.. ngh.. Hoonie..”

Let go, Baby..” jawab pemuda lebih tua sebulan mendorong pelepasan segera tiba. Dia juga tak sabar ingin keluar melukis wajah sang kekasih dengan mani.

Hyunjae menyemburkan benih di telapak tangan, beberapa tetes mendarat di kaos putih Younghoon bersamaan kejantanan pacarnya menyusul. Benar dugaannya tadi, muka si cantik dipenuhi mani berwarna putih dari miliknya sendiri.

Mengatur napas terlebih dahulu, Younghoon berinisiatif menarik tisu di samping kloset, mengusap permukaan wajah Hyunjae sampai tidak ada noda lagi. Kekasihnya masih gemetaran, tak bisa berkata-kata selain menerima perlakuan.

“Sudah, Sayang?” tanyanya usai menurunkan hasrat. Hyunjae mengerucutkan bibir.

Make it up to me tonight,”

Si tampan mengangguk sembari menyengir, meraup bibir tipis itu dalam ciuman lembut tak menuntut.

As you wish, Sayang.”

. . .

“KAN APA KUBILANG? BENER-BENER BIADAB YA KALIAN!”

. . .

quickie macam apa ini

kyunyu🔞

Warning : genderswitch; girl x girl; make out; eating out; pussy grinding

. . .

Ji Chamin menyukai kapten basket tim putra si Kim Younghoon yang sempurna tiada tara dan berniat ingin menyatakan perasaan, namun melihat kedekatan Younghoon dengan primadona sekolah, Choi Chanhee membuatnya cemburu lalu ingin memberikan pelajaran pada gadis itu.

Siapa sangka kalau ternyata pelajaran yang dimaksud adalah kenikmatan sesama wanita.

***

Seorang gadis berambut hitam tampak gugup hari ini. Mengapa? Karena ia ingin menemui crush terlama sepanjang menjomblo, yaitu kapten tim basket putra terpopuler di sekolah. Yah, hitung-hitung sekaligus menyatakan perasaan.

Ji Chamin melangkah bolak-balik di depan loker. Menggigiti bibir saking nervous menghadapi kenyataan, dan takut pada apa yang ia harapkan.

Derap langkah kaki menyadarkan dari lamunan. Chamin buru-buru merapikan rok dengan cara membersihkan noda kasat mata agar menampilkan first impression terbaik.

Sedikit menata rambut hitam, ia menipiskan bibir, memunculkan lesung pipi menarik kemudian siap menghadang figur tinggi yang berjalan ke arahnya.

Namun, baru juga kaki maju selangkah, manik menemukan sosok lain bergandengan tangan dengan Younghoon. Sosok paling dibenci tapi disukai semua kalangan sekolah.

Choi. Chanhee.

Kekecewaan menggrogoti sanubari. Chamin benar-benar merasa terkhianati begitu tahu kalau pemuda dambaan hati telah diambil orang lain. Terlebih itu adalah musuh sendiri.

Sebenarnya Choi Chanhee tidak tahu tentang eksistensinya, dia saja yang mendeklarkan siratan permusuhan. Telanjur sakit hati, ia memutuskan untuk pergi membalikkan kaki.

“Wajahmu kusut sekali,”

“Diam.”

Keva menaikkan satu alis, menyeruput jus di genggaman, masih keheranan atas sikap barusan. “Kenapa sih Min?”

“Diam.”

Sahabatnya menghembuskan napas panjang. Sebetulnya ia sangat penasaran, tapi kemaslahatan hidupnya akan lebih aman apabila tidak bertanya.

Chamin gelisah, ditambah gundah. Kenapa sih harus Choi Chanhee yang mendapatkan hati Younghoon? Dia sudah menyimpan rasa dari mereka duduk di bangku menengah pertama dan baru kali ini mendapat keberanian cuma-cuma untuk menyatakan cinta.

Tiba-tiba tiada angin hujan badai puting beliung, gadis surai merah muda dambaan sejuta umat sekolah sukses menggaet lengan kekar tersebut.

Ini merupakan undangan peperangan gaes! Chamin merasa posisinya terancam, tersingkir dari peradaban, ditendang oleh Choi Chanhee seorang. Kepalan tangan menghantam meja kantin, mendapat respon horror si Keva.

“Aku mau balas dendam.”

“Sama siapa?”

“Choi Chanhee.”

Keva menyeringitkan wajah, “Untuk apa?”

“Dia sudah merebut Kak Younghoon dariku!”

“Ya Tuhan..” Keva menepuk jidat, “Chamin, kau kan tahu Kak Younghoon tidak bisa digapai begitu saja?”

So what? I'm perfectly dazzling and more charming than her,” sahutnya tajam dan percaya diri. Keva hanya menatap miris, menggeleng-gelengkan kepala.

“Kak Younghoon bahkan tidak tahu kau hidup di sini, Chamin, yah besides you're being ex-captain. Bagaimana bisa kau lebih menawan dari Chanhee?”

“Tidak peduli. Aku tetap ingin balas dendam,”

“Lalu apa? Kau tidak mungkin mencari masalah dengannya kan?” Chamin menyunggingkan senyum miring, di otak sudah tersusun rencana meruntuhkan harga diri Choi Chanhee meski menghalalkan segala cara apapun.

“Kirimkan aku nomornya, akan kuberi pelajaran,”

Keva menggeleng, “Nope, Chamin. You're too obsessive,”

Gimme her number or I'll cut our friendship,” ancam gadis surai hitam sedikit melototkan mata. Keva menganga sebentar kemudian berdecak kesal. Merogoh saku mengetik di layar ponsel sangat cepat.

I hope you're not that crazy to wanting her dead, Chamin,”

Seringaian terpampang, seram tapi menggemaskan di saat bersamaan. Keva tidak paham apakah Chamin mendadak gila atau masih waras.

I know. Aku tahu apa yang kulakukan.”

* * *

Di sinilah Chanhee. Rela meninggalkan kekasihnya yang mengajak pulang sama-sama demi meghadapi pesan bodoh orang asing. Usut-usut, ia juga sebenarnya rada takut kalau melawan. Mana tahu hati manusia kan?

Sudah hampir pukul 4. Sosok yang mengajak ketemuan belum nampak batang hidungnya. Chanhee menjadi geram karena telah membuang waktu sore harinya.

Saat ia mondar-mandir pelan tanpa menyadari apapun, tak sengaja pergelangan tangannya ditarik paksa oleh seseorang. Chanhee belum sempat berteriak, keburu dilempar ke salah satu kursi tua dalam ruangan.

“APA-APAAN?!” jeritnya keras, ia ingin menyerang si penarik tetapi tenaga perempuan di hadapan berhasil menahan agar tetap di tempat. “Ji Chamin what the fuck?!”

“Hoo.. kau mengenaliku rupanya,”

“Siapa yang tidak kenal dengan mantan kapten tim basket putri yang diam-diam menyukai Kim Younghoon, hah?” balas Chanhee mengejek. Chamin mematung mendengarnya kemudian menggertakkan gigi, menarik kerah gadis cantik yang terduduk.

“Dan kau dengan jalangnya merebut dia dariku, Bitch!”

Chanhee mendengus, menatap tak percaya, “Aku? Merebutnya darimu? Jelas-jelas dia yang menyatakan perasaan padaku, kenapa kau menganggapku merebutnya?”

Lima jari tiba-tiba melingkar di leher Chanhee, ia membulatkan mata seraya terengah-engah mengambil pasokan udara karena rongga tenggorokan menyempit seketika. Chamin tidak mau langsung membunuhnya perlahan, ia harus menderita terlebih dahulu.

“Jauhi Kak Younghoon.”

“Uhuk.. uhuk..” si cantik terbatuk sebentar lalu memandang sinis, “untuk apa aku menuruti perintahmu, huh?”

Chamin menatap Chanhee lekat-lekat. Merasa aneh pada jarak mereka yang terlalu dekat. Dia bahkan bisa menelisik manik kecokelatan primadona sekolah, hidung mancung nan mungil bergerak-gerak penuh antisipasi, serta bibir ranum dipoles liptint kemerahan menambah ketertarikan dalam dirinya.

Wajar saja dia digemari semua orang.

“Hm..” ia mengatur ruang gerak agak menjauh, masih memandang Chanhee yang bergerak tak nyaman di bawah tatapan tersebut.

Let me go, Chamin!”

Nope.”

Chanhee berusaha menggerakkan tangan yang dikekang namun Chamin sendiri tak terlihat berkutik. “Tidak ada gunanya kau mengurungku seperti ini!”

“Aah.. kau berpikir begitu?” Entah ada dorongan apa, gadis surai hitam memajukan wajah, menipiskan jarak sembari tersenyum miring. Lesung pipi sebagai daya tarik pesona mantan kapten tim basket putri itu tak sengaja menyebabkan jantung Chanhee berulah. “aku mungkin tidak ingin mengotori tanganku,” ujarnya sembari mengelus leher jenjang yang masih digenggam, menekan-nekan perlahan tepat di bagian jugularis. Chanhee berusaha menarik napas saking terkejutnya. Mengundang kekehan pelan.

“Tapi kalau dilihat-lihat kau lumayan juga,”

“Enyah kau Ji Chamin!”

Let's say.. apa Younghoon sudah pernah menyentuhmu? Apa dia tahu bagaimana cara memuaskanmu, huh?”

“Bukan urusanmu, brengsek!” sahut Chanhee kasar dan memerah padam. Antara sedang marah atau malu ditanya begitu.

Chamin menyengir, tangan merayap mencengkram kedua pipi tembam si cantik lumayan kencang, menemukan desisan kecil yang mengalir terdengar menggoda iman. “Aaah.. daripada aku memukulmu, bagaimana kalau aku memuaskanmu saja?”

”-Kau gila?!”

Gadis surai hitam mengendikkan bahu, setia memegangi rahang, memainkannya ke kanan kiri, menginspeksi lebih jauh. “Sayang sekali jika wajah cantik ini terkena pukulan,” gumamnya kemudian mengusap bibir ranum Chanhee sangat lembut. Gadis lain menggeliat tidak suka, berulang kali menghindar namun Chamin malah semakin mendekat.

Please don't do this, Chamin-ah..”

“Eh? Kau bisa memohon rupanya?”

Chanhee tampak berkaca-kaca, “Lepaskan aku, tolong..”

Not before I'll get to taste you first,” tanpa menunggu persetujuan, Chamin bergerak menyosor duluan. Menempelkan bibirnya sendiri di atas Chanhee yang membelalakkan mata horror. Tapi dia tak dapat berkutik, selain menutup parasan sekuat tenaga agar tidak runtuh hanya karena digoda perlahan.

“Buka mulutmu, Choi.”

Chanhee menggeleng cepat, sementara Chamin menjambak surai merah mudanya. Menyebabkan rahang bawah terbuka untuk meloloskan rintihan sakit sekaligus memberikan kesempatan bagi teman satu sekolah menjejalkan lidah.

“Mmnhh.. mmhh..” Chanhee berusaha memberontak, tak ingin membiarkan lidah gadis rambut hitam mengubrak-abrik isi rongga.

Chamin tidak kehilangan akal, apabila jambakan di kepala tak berhasil, maka ia melakukan hal lain. Meremas dada terbalut seragam secara acak, menyebabkan gadis lain mau tak mau bersentuhan lidah dengannya.

“C-Chamin.. stop..” erang Chanhee berusaha melepaskan diri, tetapi tiada guna jua karena kekuatannya tidak sebanding. Chamin menghisap pelan bibir bawahnya tanpa mengubris sanggahan.

Ah. Persetan. Gadis rambut merah muda mengambil keputusan. Daripada dia memberontak terus menerus dan tidak dihiraukan sama sekali, mending dia mengikuti permainan perempuan gila ini. Chanhee membalas lumatan lebih kasar dari Chamin, membuat si dominan menaikkan alis, sudut bibir naik penuh ketertarikan dan bersorak dalam hati kalau gadisnya sudah berserah diri.

Masih mencumbu bibir satu sama lain, Chamin mengambil kesempatan membuka kancing seragam satu persatu secara cekatan, melihat tidak ada penolakan membuat ia semakin bersemangat melucuti hingga tersisa bra.

Chanhee terengah-engah, melepaskan tautan dengan visualisasi bibir membengkak. Chamin menjilat bibir sendiri sebelum melumat Chanhee lagi, seperti tidak pernah puas.

“Kau kenapa sih?” akhirnya si cantik memberanikan diri bertanya ketika Chamin melayangkan gigitan gemas di atas bahu, dia sampai menarik surai hitam tersebut agar segera dijawab. “jangan buat di sana, sialan!”

That's my intention, though,”

Chanhee nyaris mendaratkan tamparan, namun gadis lain dapat menahan sambil menyengir. “Kenapa? Kau tidak ingin Kak Younghoon tahu?”

“Bodoh. Ya iyalah!”

“Bagus dong, kalau kalian putus, he can be with me,”

Primadona sekolah melototkan mata, kali ini mendapat kekuatan mencengkram kerah Chamin. Anehnya, gadis imut tersebut tidak merasa terancam, malah sebaliknya, masih bisa cengengesan.

“Chanhee.. Chanhee.. naif juga ya?”

“Brengsek!” umpatnya kesal dan mendadak berdiri. Chamin yang melihat buru-buru mendudukkan kembali dan menahan pergelangan tangan. “lepaskan aku, Chamin!”

Nope, Chanhee.”

Seriously, kau menginginkan Kak Younghoon? Baiklah, ambil sana dan berhenti menggangguku.” akhirnya dia mengalah, menatap Chamin tajam setelah berkata seperti itu.

Sebut Chamin psikopat karena bukannya dia melepaskan, ia justru mendekatkan diri, menyusupkan badan kutilang tersebut di antara dua kaki, memandang remeh.

“Aku tidak jadi tertarik dengannya, malah tertarik denganmu,”

“K-Kau bilang..”

“Setelah kupikir-pikir, sepertinya aku lebih senang mengganggumu daripada menyukai Kim Younghoon,”

“Dasar tidak waras!” Chanhee mendadak membungkam umpatan saat lesung pipi tampak, jantungnya berdebar-debar hanya karena Chamin tersenyum manis sekarang. Oh, jantung pengkhianat.

“Kau pilih mana? Kepalan tangan yang akan membuatmu masuk rumah sakit atau mulutku yang akan membawamu ke surga?”

Tawaran Chamin sukses menyemburkan rona merah di pipi Chanhee meski si gadis bersungut-sungut marah. Otaknya tiba-tiba membayangkan teman satu sekolah pada posisinya memakan dirinya perlahan.

“Tidak dua-duanya.”

Chamin berdecak seraya memutar mata malas, “Liar.” sahutnya tanpa dosa. Kedua tangan sigap melepaskan sepatu Chanhee kemudian membawa kedua kaki agar menapak di alas kursi, mengakibatkan rok sepaha menyingkap begitu saja.

Chanhee menggigit bibir, selain hawa dingin ruangan menyapa kulit, ia pun dapat merasakan celana dalamnya ikut berkhianat di bawah tatapan Chamin.

Tunggu si psikopat ini mengolok-

“Heh.. benar-benar pembohong, lihat celanamu sekarang!”

Tuhkan- apa Chanhee bilang.

“Berisik, Chamin!” desis si gadis hendak mengatupkan kaki. Namun, perempuan itu tertawa kecil, menganggap desisan Chanhee hanyalah omong kosong belaka. Sedetik kemudian, ia mendongakkan kepala saat Chamin memajukan wajah, bernapas tepat di kain penutup organ, luwes bagaikan ular. “fuck..”

“Tsk, siapa tadi yang menolak, huh?” balas si mantan kapten memandang dari bawah, dua tangan mencengkram paha seputih susu sampai memerah. Chanhee menarik napas tak teratur, selain deguban jantung semakin cepat, dia dapat merasakan daging sensitif di balik labia menggeliat penuh harap.

Sialan.

“C-Chamin.. ngh..” lenguhan terdengar rapuh di telinga. Padahal ia baru saja menapakkan lidah di atas gundukan berselimut kain satin. Menggoda perlahan, merasakan cairan meresap membentuk cetakan.

“Tahan kakimu.”

Chanhee menelan ludah, berusaha menyeimbangkan diri agar tidak limbung walau dalam posisi duduk. Jari-jemari lentik mengikuti perintah tersebut bahkan melebarkan kaki lebih terbuka dari sebelumnya. “kumohon berhenti, Chamin-ah..”

We just get started, Chanhee..” tekan Chamin menaikkan satu alis, satu jari nakal menyingkap kain ke samping, menjilat bibir sendiri disuguhi pemandangan gratis.

Aneh. Chamin kan juga punya? Kenapa lagaknya bak kesenangan?' itulah yang terlintas di benak si cantik setelah melihat raut wajah tertarik wanita di hadapan.

Dan kenapa juga organ intimnya berkhianat macam ini? Tapi siapapun pasti bakal basah bila diperlihatkan ke orang lain kan?

I...ya kan?

Chamin mengelus tonjolan di balik labia, mengundang desahan serta getaran kecil di sekujur tubuh gadisnya. Dia tak dapat menahan cengiran dan elusan semakin cepat nan kasar, menekan-nekan perlahan, sesekali mencolek pintu masuk.

“Aaah.. no.. Chamin..”

Si surai hitam lama-lama tidak kuat juga. Dia menurunkan rok Chanhee yang mengganggu pandangan bersamaan celana dalam hitamnya. Mengekspos primadona sekolah yang buru-buru mengapitkan dua kaki.

“Heh, I'll bet Younghoon never saw you like this,”

He has!” bantah Chanhee memalingkan wajah. Bohong. Dia berbohong agar Chamin berhenti menggoda. Dia baru berpacaran dengan Younghoon dan sudah berani melakukan hal kotor di belakang laki-laki itu.

“Oh.. really?” Chamin tampak meremehkan, berlutut kembali di hadapan dua kaki jenjang sebelum menyantap perlahan, “tapi dia belum pernah memuaskanmu seperti ini kan?” ucapnya kemudian menjilat permukaan liang. Chanhee menggigit bibir kuat-kuat. Sapuan benda lunak di atas klitoris berhasil menghilangkan akal pikiran.

“Dia.. nghh... dia..” brengsek! Dimana kata-kata pembelaannya? Tertelan desahan karena mulut Chamin seorang. Wanita itu benar-benar tidak main-main dengan ucapan pertama. Jika seandainya ia memilih kepalan tangan, dipastikan ia berakhir di ranjang rumah sakit.

Bunyi ciptaan bibir Chamin dan bibir vagina berdesing di telinga, mungkin memantul ke penjuru ruangan, ditambah desahan keras Chanhee, dapat membangkitkan libido siapapun yang mendengar.

“Ahh.. Chamin.. stop!”

Gadis surai hitam melesakkan lidah melewati pintu liang. Mengitari sekitar dinding sejauh yang ia bisa. Mulut tak henti menghisap seperti tiada hari esok. Chanhee menggelinjang, merasa disetrum oleh kenikmatan. Kakinya tak sanggup lagi ditahan akhirnya dibantu Chamin yang setia memakan.

Jangan sampai si psikopat imut tahu kalau ini kala pertama Chanhee disentuh seperti sekarang.

You good?” tanya Chamin di sela-sela kegiatan, Chanhee menggeleng, rambut pink telah menempel di celah kulit karena keringat. Membuat si imut menyengir, kembali lanjut.

Mau sebagaimana pun jawaban yang diberikan tetap tidak akan mengubah keputusan Chamin sialan. Selain dinikmatin tentu saja.

Chanhee bersandar pada kursi, kepala tergantung dengan leher terdongak. Deru napas hah.. hah.. berulang kali keluar mulut, diikuti erangan geli. She feels anything beyond her insides. Rasa lidah menggeliat setelah menembus pintu lubang menyebabkan pinggulnya bergerak minta lebih.

“Hah.. C-Chamin waitt..” oh no, rasanya semakin aneh, seperti ingin buang air kecil tapi ia malu melepaskan. Selain kotor dia juga tak ingin Chamin mencicipi. “Chamin berhenti!”

“Kenapa? Mau keluar?”

“P-pipis..”

“Ya ampun, aku kira apa,” jawab si surai hitam memutar mata malas, dia kembali melesakkan lidah sembari memaju-mundurkan agak cepat. Jari bebas mengusap klitoris sesuai tempo.

“C-Chamin!” Chanhee refleks memejamkan mata begitu klimaks menghantam saraf. Figur langsing itu tak sadar menjatuhkan kaki yang bergetar hebat tanpa menghiraukan Chamin di selangkangan. “shit.. mhh.. sh..” oksigen ditarik sepanjang mungkin, menggantikan sisa di bronkus. Lidah kurang ajar bukannya berhenti malah terus menjilat lebih.

Beberapa detik setelah pelepasan pertama, Chamin menjauhkan wajah. Senyuman lebar terpampang di sana membuat Chanhee ingin sekali menghapusnya. “Not bad..” ujarnya diselingi jilatan di sudut bibir. “mau coba?”

Chanhee buru-buru menggeleng, agak jijik mendengar pujian atau hinaan tersebut walau di lubuk hati terdalam dia menyukainya. Baru juga bersemayam di batin, klitorisnya berdenyut lagi.

Gadis surai hitam memandang lurus ke manik kecokelatan, entah sedang memikirkan apa. Tiba-tiba dia bergerak maju menyatukan bibir mereka kembali. Mengajak Chanhee bertukar cairan yang dirasa tadi.

Si cantik menyeringitkan dahi, tidak merasakan apa-apa ketika lidah saling bertaut, saliva bercampir satu sama lain padahal Chamin memakannya beberapa menit lalu.

“Enak kan?”

“Tidak ada rasanya,”

Chamin hanya tersenyum kecil, mengecup bibir tebal Chanhee berulang kali. Wah, bisa-bisa bantalan empuk ini akan menjadi mainannya beberapa hari ke depan.

“Sudah atau belum?” tanya gadisnya hendak merapatkan kaki, mungkin ingin menutupi atau sekadar menggesekkan sesama labia lagi.

“Belum..”

Chanhee menggembungkan pipi, menatap tidak suka, “Lalu? Apa lagi Chamin? Kau sudah memuaskanku, dan aku juga sudah memberikan Kak Younghoon padamu, sekarang apa lagi yang kau mau?”

“Bukannya aku bilang aku tidak menginginkan Younghoon ya?” cetus Chamin menaikkan satu alis, “telingamu berfungsi apa tidak?”

“T-Tapi-”

“Choi Chanhee.” tegur si dominan tajam, berhasil mengatup mulut sang gadis surai merah muda. “aku tidak mau mengulang dua kali,”

“Kenapa harus aku?”

“Karena kau menarik.”

“Kak Younghoon juga-” Chamin tidak mau mendengar nama pria lain dari bibir Chanhee. Dia juga heran sama otak dan pikiran setelah memakan organ intim si cantik. Dan ya, that was her first time too. Seperti ada bisikan gaib menyapa gendang telinga untuk terus melecehkannya.

Apa sebenarnya cairan Chanhee mengandung pelet? Atau santet? Atau semacam guna-guna supaya penikmatnya merasa candu? Chamin tak dapat menjabarkan.

Dia menggelengkan kepala, mendiamkan ocehan sang primadona. Manik hitam beradu bersama, merujuk pada perasaan yang tak bisa diungkapkan.

My turn.”

“H-huh??”

Dengan gerakan melesat bagai roket, Chamin telah menanggalkan celana dalam. Sempat melirik Chanhee yang menggigit bibir dan mata membulat lucu. Membuat ia menaikkan sudut bibir. Dia menarik gadis lain untuk berganti posisi, mendudukkannya di atas pangkuan.

“Ngh..” erang Chanhee langsung menutup mulut. Tak sengaja bersentuhan dengan paha montok Chamin.

“Keluarkan desahanmu, Chanhee,” gumam gadis imut tersebut meremat pipi bokong sebelah kanan, mendekatkan kelamin mereka bersamaan. “fuck..” Chanhee menganga tanpa suara, melihat bagaimana pinggulnya bergerak di atas milik Chamin.

“Haah.. aah.. C-Chamin..”

You're so wet, Chanhee,”

“Kau juga..” balas si cantik terbata-bata karena malu, mendapati lesung pipi menggetarkan hati terbentuk setelah ia berkata, membuat ia melenguh lagi. “Chamin..”

“Ya?”

Is.. is it your first?” tanya Chanhee pelan, masih menggesekkan organ intim, menerima gigitan demi gigitan di belahan dada. Dia merasakan sebuah anggukan, dan pergerakan lain. “tapi k-kenapa.. ngh.. kau.. terlihat berpengalaman?”

Chamin mendongak, menatap dari bawah seraya menyengir kecil, mulut meraup puting mungil setelah menyingkapnya keluar dari bra, si gadis tak mau menjawab. Chanhee mendesah terus-menerus, menyapukan klitoris ke klitoris yang basah sampai menitik.

“Chamin aah..” Chanhee mengeratkan kedua kaki di pinggang, meraih pelepasan kedua akibat stimulasi dua arah. Si imut melepaskan kuluman, menggigit sekitar areola begitu merasa gadisnya bergetar.

You come twice before me,” kata Chamin mengelus milik Chanhee perlahan, klitoris berdenyut di atas permukaan kulit jari.

Can't.. help it..” balas gadis cantik itu merebahkan kepala, menikmati bagaimana jari mengusap kasar terhadap daging kecil di balik labia, sebelum masuk perlahan. “nghhh..”

“Aku belum ada keluar, Chanhee..”

Then what should I do?”

Perempuan itu terdiam sebentar, memikirkan durasi yang sudah mereka lalui dari pukul empat tadi. Apa dia melepas sekali baru memboyong Chanhee ke rumah? Atau mereka lanjutkan saja sampai selelah-lelahnya?

It's okay, just hump me like you did before,”

Rona merah menyembur di pipi, menambah kecantikan Chanhee menjadi berkali-kali lipat. Chamin mulai cemburu bukan karena dia berhasil menggaet Younghoon tapi karena pemuda tersebut berhasil menggaet gadis yang dipangku.

“Seperti ini?” tanya Chanhee pelan-pelan mulai menggesekkan diri. Kaki dilebarkan agar bibir vagina sama-sama bersentuhan. Saling menitikkan cairan, membunyikan alunan kotor di telinga mereka.

Kedua anak hawa berpagutan ketika bergerak seirama. Badan menggelinjang keenakan karena belum pernah merasakan hal di luar dugaan. Lengan Chanhee melingkar mesra di sekujur leher, memiringkan kepala memperdalam ciuman. Chamin merengkuh pinggang rampingnya, mengusap tulang ekor sensual sesekali meremat bokong seksi itu.

“Mmhh.. haah.. hah..”

Chamin merasa dekat, dua jemari melebarkan labia agar klitoris semakin bergesekkan. Kasar tapi nikmat, terutama bagian basahnya. Berhasil menyetrum nadi di sepanjang tubuh, bersatu di titik bawah. Chanhee terengah-engah, tidak menghentikan gerakan. Perut terasa bergejolak oleh simpulan yang hendak keluar.

“Chamin.. ah.. Chamin.. I wanna pee..”

Si gadis tertawa kecil seraya menganggukkan kepala, mengulum bibir Chanhee sangat lembut. Membiarkan primadona di pangkuan membasahi pangkuan lebih banyak dari pelepasan sebelumnya.

“Chamin..” rengek Chanhee usai lemas dalam dekapan. “did you pee? Kok aku tidak melihat?”

“Iya sebentar,” balasnya menguatkan remasan di pipi bokong Chanhee. Sekali dua kali ia meloloskan desahan di depan Chanhee, mata terpejam, mulut membentuk 'o' saat klimaks mendera. Tak menyadari ekspresi terpana gadis lain yang melihat.

Why so hot– Chanhee hampir memukul mulutnya sendiri. Memandang selangkangan mereka yang basah hasil orgasme.

“Kau tidak sibuk kan?”

Chanhee menggeleng, mengerutkan kening begitu melihat senyuman miring.

“Ayo lanjutkan di rumahku!”

“DASAR PSIKOPAT!”

* * *

maaf tidak disesuai ekspektasi karna ini pertama kali bikin gxg (engga juga sih, aku punya juga gxg versi seventeen tapi gak sefull ini🙇‍♂️) so how is it? Hehe

Adventure of Joel and Jerry🔞

This time made by cabinet. Waktu dan tempat dipersilakan~>

***

Jerry tidak sengaja menangkap basah kucing peliharaannya si Juju merengek bagai betina in heat when he's a male cat with another male cat on top of him.

Like... HOW?!

***

“Miaww..”

Satu kali meongan.

“Purrr... miaaww..”

Dua kali meongan diiringi dengkuran.

“Purrrr.. miawww..”

Tiga kali meongan dua kali dengkuran.

“Miaaawwww..”

Jerry beranjak dari kasur yang sedang mengeloni ketika telinga menangkap suara aneh di balkon kamar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Juju, kucing anggora berwarna hitam dengan mata keemasan menyilaukan, peliharaan sendiri.

Dia mengintip sedikit, berniat mengagetkan Juju, tapi bukan si kucing yang kaget melainkan dirinya secara langsung.

“Ya Tuhan ini majikan!” sahut Jerry mengelus dada. Mata menangkap basah Juju meringkuk di lantai, pasrah di bawah kukungan kucing dewasa, menggigit kerah agar tak bisa bergerak.

Juju merintih, sumpah deh merintih kayak betina. Padahal Juju kan jantan. Kok bisa dia didominasi sama kucing JANTAN lainnya? Jelas-jelas dia punya bola. Hello! Ada dua bola yang menggantung di bawah lubang pantatnya, kenapa jantan lain salah kaprah?!

Jerry pusing, antara mau ketawa, geli sama kelakuan dua kucing, sama keheranan beda-beda tipis. Dia ingin memotret buat kenang-kenangan, tapi sadar kalau Juju kucing, dan tak bisa diblackmail.

Akhirnya, dia hanya menelepon sang kekasih, berharap dapat membuyarkan kesibukan pemuda berambut hitam di seberang sana.

“Yes honey?”

Si cantik menahan tawa, “Joel coba kamu lihat anakmu lagi ngapain,” setelah berbicara begitu, ia menyalakan fitur video call lalu mengarahkan ke balkon. Memang terhalang pintu kaca, tetapi Joel dapat melihat jelas.

“Ya Tuhan JUJU!!!”

Tawa keras menggelegar merdu, Jerry nyaris hilang keseimbangan karena itu. Hebatnya, dua kucing di balkon tak merasa terganggu.

“Enaknya anakmu kita apain nih?”

“Giliran berzina jadi anakku ya, Hun,”

Jerry menahan tawa lagi, hanya terdengar suara 'pssshhhh' sebelum menjawab. “Darimana coba dia nyontoh kayak gitu kalau bukan dari kamu?”

“Jelas-jelas dia yang di bawah berarti dia ngikut Papinya lah!”

“Grrr... miaawww!”

“Eh.. eh Joel!!! Beneran ditunggangin!!” jerit Jerry histeris begitu mata menemukan Juju dikukung secara paksa. Bahkan bagian bawah si jantan lain sedang bergerak mencari lubang.

YANG PASTI GA BAKAL KETEMU, BAMBANG!

Kali ini giliran Joel yang tertawa, gemas melihat kepanikan mendera kekasihnya. “Ya kamu lerai dong, Hun, kok malah nontonin.. demen ya?”

“Heh! Ngadi-ngadi ya kamu!”

“Ckckck, ternyata kamu sange gara-gara Juju ditunggangin jantan? Kenapa Hun? Mau juga aku tunggangin?”

“Mulutmu kugeprek kayaknya lumayan, Jo,”

Pemuda tampan itu tergelak kembali, ingin menggoda lebih tetapi matanya terfokus pada tampilan layar dari kamera Jerry. “Eh?? Iya Hun! Kenapa Juju kayak keenakan gitu?!”

“Dibilangin nggak percaya!”

“Kita kebiri aja gimana?”

“Memang dengan dia dikebiri bakal menghapus kemungkinan dia nggak ditunggangin lagi?”

Kucing yang sudah mereka besarkan seperti anak sendiri masih meronta-ronta, mengeraskan volume erangan, entah untuk merangsang siapa. Jerry agak risih tapi amuse secara bersamaan. Membayangkan dirinya yang ada di posisi Juju dengan Joel di atasnya.

“Hun? Jangan bilang kamu..”

Karena Jerry sempat melamun saat Joel menjawab pertanyaan, pemuda lain menegur menyadarkan.

“ENGGA KOK!”

“Aku nggak ngejudge kok,” Jerry tahu Joel tengah menyembunyikan seringaian, “kamu boleh terbuka sama aku,”

“Dih, kalau kamu berpikir aku sange gara-gara liat anakmu kawin sama JANTAN, engga ya!”

Joel mengangguk-ngangguk sambil menipiskan bibir, tanda bahwa ia tak mau menyulut amukan Jerry terlebih hukumannya adalah sisi pengambekan si manis dan berakhirnya jatah selama beberapa minggu.

No. No. Tentu saja dia tidak ingin mengalami hal itu lagi.

“Oke, kalo kamu nggak tahan, usir aja mereka.”

“Ngawwwww..”

“Waduh, kayaknya nggak bisa diusir tuh didenger dari raungannya,” canda Joel mencairkan suasana. Tapi tidak dengan Jerry, semakin ia menonton adegan tidak penting tersebut, semakin dia menginginkan Joel di dekatnya sekarang.

“Joel..”

“Iya Sayang?”

Fitur kamera belakang digantikan ke depan, Joel mendadak leleh hanya karena tatapan Jerry serta bibir tipis yang dimainkan bagai meminta sesuatu tak kasat mata.

“Pengen..”

“Otw satu menit.”

***

Bunyi pintu apartemen tertutup memekakkan telinga, Jerry yang menggigiti kuku jari sambil berbaring di kasur pun menolehkan kepala saat pintu kamarnya dibuka paksa.

Joel terengah-engah, bayangkan berapa lama dia menggas kendaraan roda dua menuju hunian sang kekasih dengan satu kata ajaib terlontar dari mulut si manis. Dia pun mengambil ancang-ancang ingin menghampiri secara dramatis.

“JOEELLL!”

Oh my.. sangat menggemaskan.

Dua tubuh saling bergelung merusak seprai, kaki-kaki mengalung di sekitar pinggang, mendekatkan kulit mereka agar saling bersentuhan meski masih terbatas kain.

Joel menumpukan badan dengan siku di sisi kepala, menatap manik cantik pemuda di bawahnya seraya tersenyum menggoda. “Jadi gimana Papi Juju? Nggak sabar pengen ditunggangin?”

“Gara-gara anakmu tuh meongannya kayak habis digagahin dua hari berturut-turut,” keluhnya mengerucutkan bibir, Joel menunduk menjilat sekilas parasan yang menyatu, mengecup sekali dua kali hingga basah.

“Emang lagi digagahin, Sayang..” si tampan menggesekkan kelamin bersamaan, mengundang lenguhan pelan. “kamu mikirin apa sih jadi sampai sange cuman karena Juju?”

Semburat merah melebar di pipi, menambah kemanisan tiada tara si pemilik, Joel sampai tega mengganyang bongkahan tembam tersebut gemas. “Y-yaa.. yaaa.. nggak ada!”

“Pasti kamu bayangin ada di posisi Juju sekarang kan?” Joel terkekeh, hanya mendapat pukulan main-main di lengan atas, “secara kink kamu mah doggy style,”

“JOEEELLL!”

“Hahaha, iya iyaaa maaf Cantik tapi aku ngomong fakta,”

Jerry merengut, memang benar sih, dia paling suka posisi doggy-style, soalnya Joel kelihatan dominan dan bisa berbuat semaunya kalau mereka lagi di posisi itu.

Rekor terakhir, dia klimaks dua kali berturut-turut hanya karena Joel menekan pinggul supaya penisnya menggesek kasar di kain seprai sewaktu mereka berhubungan.

“Tau ah.”

Joel masih setia tersenyum, bukan untuk mengejek atau mengolok posisi favorit. Melainkan lucu melihat bagaimana Jerry malu akan realita tersebut.

“Yaudah iya aku nggak ngolok lagi,”

“Tsk, udah soft jadinya..” gerutu pemuda cantik itu menghembuskan napas keki. Joel tidak mau kedatangan penuh pengorbanan ini kandas sia-sia, ia berusaha membangunkan libido sang kekasih.

“Miaww.. miaawww..”

Belum juga mau stimulasi, perhatian mereka pecah lagi saat menemukan rintihan kotor. Rasa ingin mengusir Juju dan topnya memang tinggi, tapi melihat Jerry ikut menggeliat, langsung ditepis jauh-jauh.

“Kamu ini punya link batin ya sama Juju?” tanya Joel sembari mengecupi leher kekasihnya, melumat sedikit demi sedikit kulit putih di sana hingga bercak merah menembus permukaan.

“J-Joel.. ah..”

Pakaian segera terlucuti secepat kilat. Mungkin kalau bisa, lebih dari itu. Jerry terbaring pasrah dalam tatapan intens Joel yang berlutut sebentar untuk memandang pahatan tubuhnya.

“Sampai kapanpun aku nggak akan pernah bosan bilang kamu cantik, Jerry Winata,”

Jerry agak meringkuk karena tersipu malu, netra memandang menggoda dengan bulu mata berulang kali menyentuh wajah. “Joel..” rengeknya bersamaan suara Juju. Joel tertawa kecil, mengeksekusi perlahan-lahan.

Menciumi setiap inchi permukaan, menyingkap poni cokelat menutup kening, pelipis bergantian, kelopak mata kanan kiri, menggigit gemas hidung mungil, menyisakan bibir di akhir.

Sebuah tautan lembut lama kelamaan berubah panas sesuai tempo yang dibawakan. Terutama adanya rangsangan berupa suara-suara erotis di balkon sebagai pemicu meletupnya nafsu di antara mereka. Lidah saling beradu, gigi saling bertabrakan, bibir saling disesap, dan organ intim tak sadar bersentuhan.

“Nghh.. ahh.. J-Joel..”

“Nyaw-nyawww..” balas Juju parau samar-samar. Joel antara mau ngakak sama sange beda-beda tipis karena tak sabar lagi ingin mendamba lebih.

“Kamu sama Juju nggak lagi saingan kan, Hun?” tanya pemuda itu menyengir sambil mengintili puting kecokelatan, memainkan sebelah kiri, mengemut yang kanan. Sontak badan Jerry gemetar perlahan. Kepala menggeleng-geleng sebagai jawaban.

“D-Desahanku lebih seksi dibanding Juju.. aah..”

“Iya..” sahut Joel meraba kulit dada menuju perut, otot-otot di sana berkontraksi akibatnya. “kalau aku terangsang gara-gara desahan Juju kan aneh,”

Sambil mengulum puting kanan, tangan nista sudah bertengger di kejantanan. Mengacung penuh kebanggaan, meronta ingin disentuh secepatnya. Joel memberikan jilatan, menekan indra tersebut di tonjolan bulat menggoda sebelum membuat gerakan melingkar.

“Ohhh.. s-shitt.. Joell...” desah Jerry berulang-ulang ketika dua ranah sensitif di luar tubuh dirangsang tiada henti. Joel menatap dari bawah bagaimana reaksi si manis menggeliat macam lintah disiram garam.

Dia bangkit sejenak, masih mengocok milik Jerry, temponya bervariasi. Nanti sedang, nanti pelan, nanti terlalu pelan, setelahnya cepat tak sabaran. Seperti menunda pelepasan sang kekasih.

Lengan meregang ke arah meja nakas tempat pelumas tergeletak. Penisnya sendiri pun daritadi kalau bisa berteriak minta puaskan pasti kedengaran di telinga.

Namun, demi kebaikan lubang Jerry, Joel lebih baik menahan diri.

“Aaahh!” erang si manis refleks mencengkram bantal alas, napas mendadak putus-putus akibat diinvasi sesuatu. Dua jari berhasil tertanam sampai buku. Menggores otot dinding mencari tempat persembunyian selaput sekaligus melebarkan pintu.

Joel memaju-mundurkan telunjuk serta jari tengah, membuat gerakan menggunting entah meregang ke atas atau menyamping. Mata berkonsentrasi pada liang yang melahap jemari, tanpa sadar memainkan milik sendiri.

“Ssh..” desisnya perlahan, pinggul bergerak mengikuti alunan genggaman dan pergerakan di lubang lain. Ibu jari nampak menyapu precum lalu diusapkan di sekitar kepala penis. “aku masukin ya, Hun?”

“He eum..” jawab Jerry menganggukkan kepala. Joel melepas tautan kemudian membalikkan badan si manis. Menaikkan bokong, menurunkan punggung. Menekan sedikit kuat di bagian tengah sebelum menjeblos perlahan. “ngh.. w-waa..” pemuda surai cokelat mulai gemetar, lututnya nyaris limbung ketika lubang diinvasi benda tumpul kesayangan.

“Hah.. haa.. how is it, Honey?” bisik Joel menempelkan dada pada punggung yang basah akan keringat. Jerry menggigit bibir, berusaha rileks pada rasa kebas di sekitar liang. Membentuk kejantanan Joel seutuhnya. “kamu sempit banget..”

“Ngh.. i-iyaa.. kamunya yang kebesaran,” sahut pemuda cantik tersebut membuang napas panjang, menarik sedikit demi sedikit sebelum menenggelamkan wajah di bantal. “gerak Sayang..”

Tidak perlu disuruh dua kali, Joel telah menggenjot sepenuh hati. Pita suara membuat keributan tentang bagaimana sempitnya dinding, atau desahan binal dari si manis.

Dua tubuh bergerak menjadi satu, bersama-sama mencari kepuasaan semu. Di tengah-tengah kegiatan panas, pemuda yang menyetubuhi mendapat ide gila. Jerry ditarik dari posisi tanpa sadar memekik kaget. Kini punggungnya semakin menempel di dada Joel sebelum diangkat dari kasur menuju pintu geser berlapis kaca itu.

“J-Joel!” bisik Jerry terbata-bata, pasalnya mereka dapat melihat jelas dua kucing yang masih berhubungan di balik pembatas. Menyebabkan telinga Jerry memanas lantaran malu sangat. “kamu gila apa?”

Joel menancapkan geligi di atas bahu, mengundang lenguhan kecil serta ketidakseimbangan kaki, dia mengalungkan lengan di sekitar perut untuk menahani beban pemuda cantik. “Bend over, Hun,”

Jerry menyanggupi, meringis sambil membungkukkan badan, kedua tangan menempel di kaca yang beruap akibat helaan napas. Joel bergerak kembali, sesekali menampar pipi bokong hingga bergoyang bak jeli. Dia meremat bantalan sebelah kiri, melihat jelas miliknya keluar masuk tiada henti.

“AH.. aahh.. Joel.. mmhh..” Si manis terus menerus membuka mulut mengeluarkan erangan. Berusaha menjaga diri agar tidak limbung ketika digenjot kasar oleh Joel. Netra tak sengaja beradu pandang dengan Juju. “shit.. nggh..”

“Miaaawww..” Juju tiba-tiba berteriak nyaring, badannya yang dikurung oleh kucing jantan gemetar tidak keruan. Ada sensasi aneh dalam perut Jerry sewaktu melihat, ikut merasakan apa yang dialami peliharaan mereka.

“J-Joel.. aahh.. there..”

Napas Joel terdengar berat nan seksi menerpa telinga Jerry, hentakan pinggul sangat kuat, selangkangan menabrak bokong berkali-kali. Bunyi basah di dalam juga ikut menaikkan suasana di kamar. “How's my dick feels, Honey? Do you like it?”

“YES! YESS!!” teriak Jerry terutama saat selaput sensitifnya dikenakan terus-terusan. Rasa perih di pintu lubang sudah diabaikan karena tergantikan oleh kenikmatan. “aahh.. ahh.. Joel.. cum!”

“Come then, Hun, siapa yang duluan keluar? Kamu atau Juju, huh?” Mendengar pertanyaan itu, Jerry refleks melihat ke Juju yang sudah dilepas dan dijilati mesra oleh binatang satu ras sambil terengah-engah.

“J-Juju duluan.. haah..”

“Then you're next,” satu kali tusukan kencang berhasil melepaskan simpulan cairan putih Jerry, mendarat di kaca berulang kali, dengan kaki bergetar dramatis. Beruntung si tampan memegangi, menggeram lantaran batang penis dijepit otot dinding.

Jerry tersengal, persis bak Juju. Kedua tangan mendadak lemas hingga ia menyandarkan kening pada lapisan kaca yang berembun. Kepala menoleh, cengiran malas tersampir, “Fill me too, Joel..”

“Shit, okay, Hun.” balas pemuda lain tergesa-gesa melanjutkan genjotan. Jerry masih mengatur napas tapi tetap menyempitkan liang, membawa Joel ke dalam ciuman panas serta pergelutan lidah di luar rongga.

Dirasa abdomen berkontraksi, Joel mempercepat gerakan pinggul sambil meremat bokong seksi Jerry bergantian dan acak. Membungkam erangan lewat tautan sebelum ia menekan perut kekasihnya saat klimaks.

Jerry menelan ludah ketika cairan memenuhi diri. Rasanya tembus sampai ke lambung. Joel masih menggoyang perlahan, memasukkan benih dalam-dalam. Menerpa muka dengan napas masing-masing.

“Dilepas apa nggak?”

“Kamu tu ya kenapa nggak pakai kondom sih?” gerutu Jerry bersungut-sungut. Joel hanya menyengir, memeluk dari belakang kemudian menghadiahi kecupan kecil di bahu landai tersebut.

“Juju juga nggak pakai kondom,”

“Ya gila aja kalau ada kondom buat kucing!” Si manis tega menjitak pelan dahi pemuda surai hitam akan jawaban tak masuk akal. Dia meringis begitu Joel mengeluarkan kejantanan seinchi demi inchi. Membiarkan cairan putih kental menelusur dari lubang menuju kaki.

“Shit.. Honey,” Joel menjilat bibir, “harusnya aku kasih buttplug supaya kamu simpan sampai besok,”

“Aku nggak mau sakit perut,” balas Jerry terus mengeluarkan cairan hingga tak bersisa. Meninggalkan kubangan di atas lantai. “gara-gara Juju nih,”

“Tapi kamu senang kan, Hun?” goda si tampan mencolek dagunya, Jerry menepis pelan diiringi pelototan.

“Ajarin tu anakmu yang bener!”

“Anak kita, Jerry..”

“Nggak sudi punya anak melawan kodrat kayak gitu,”

“Heh, Papa sama Papinya juga melawan kodrat, gimana sih?” Joel memutar mata malas kemudian mengganyang pipi Jerry gemas. “kamu tu ya seandainya aku nggak bucin mungkin udah kubuang dari sini,”

“Gak jelas. Udah ah mau mandi!”

“Aku jilat boleh?”

“JOEL IH!” protesan Jerry tidak diacuhkan lantaran Joel telah menggendongnya menuju kamar mandi untuk melanjutkan sesi. . . . -fin-

***

Gimana gaes hehe

'kissy'

“Gunting.. batu..”

“KERTAS!”

Suasana mencekam di siang bolong menerpa penginapan baru The Boyz. Kesebelasan anak muda kurang belaian tersebut menggantungkan hidup mereka hanya dengan permainan kecil seperti gunting batu kertas.

Enam dari sebelas telah lepas dari sakaratul maut. Meninggalkan wajah-wajah cengok karena tak dapat mempercayai hasil barusan.

Hyunjae bersuara kembali, mengundang teriakan Chanhee. Dia membalas dengan jeritan protes serta tatapan julid sebelum kembali fokus pada permainan.

“Gunting.. batu..”

“Kertas!”

“UWOOOOO!”

Kedua sejoli memekik gembira begitu mengetahui mereka berhasil selamat. Younghoon langsung membalikkan badan ke arah Hyunjae tanpa menyadari pemuda lain sudah memonyongkan bibir untuk menerima ciuman kebahagiaan.

Naas. Tidak didapat lantaran pacarnya sudah berpaling, meninggalkan ia yang termangu-mangu sembari menggigiti bibir dalam.

Usai permainan, Younghoon hendak merangkul sang kekasih saat mereka diberi waktu beberapa menit sambil menunggu Eric berberes. Namun, pemuda berambut cokelat tersebut menepis agak keras.

“Sayang?”

“Cih, gausah sayang-sayang!”

Younghoon menaikkan satu alis, “Aw.. kenapa?”

Hyunjae mencebik, “Pikir aja sendiri,”

Pemuda tinggi mencoba lagi, tapi figur lain mencoba menjauh. “Sayang ayo dong, mumpung kamera nggak ngarah ke sini,”

“Nggak mau!”

“Kamu kenapa kok ngambek gitu?”

“Dih, dibilang pikir sendiri!” kali ini Hyunjae hampir menjerit apabila Younghoon terus-menerus memaksa. Akhirnya, pemuda lebih tua sebulan menghela napas panjang, mengangkat dua tangan.

“Oke, oke, aku ngalah, sini yuk! Kasih tau aku..” ucapnya lembut dan merupakan kelemahan Lee Jaehyun. Benar saja, si manis meruntuhkan ekspresi kesal berubah sedih.

“Kamu jahat sama aku..”

“Jahat kenapa, heum?” tanya Younghoon sedikit berbisik agar staf tidak mendengar, jari-jarinya merapikan helai-helai kecokelatan yang menutupi mata.

“Kenapa tadi kamu nggak nyium aku padahal aku sudah monyong dari tadi!”

Younghoon tampak berpikir, kemudian terkejut, “Kapan?”

“Pas kita menang!” sahut Hyunjae kesal. Younghoon buru-buru menutup mulutnya agar tak mengagetkan dan mengundang perhatian. Kembali berbisik perlahan.

“Ya kan ada kamera tiba-tiba kita ciuman apa nggak bikin satu dunia geger?”

“Memang kenapa? Kan kita pacaran!”

Younghoon menepuk jidat, “Iya aku tahu, tapi Korea masih tabu soal begituan, Sayang,”

Hyunjae masih merengut, kini memainkan bibir dalamnya pelan-pelan. Mata mulai berkaca-kaca akibat penolakan yang diterima. Younghoon jadi tak tega, memutuskan memberikan pelukan sejenak.

“Yaudah, aku cium sekarang mau?”

“Beneran?”

Si tampan mengangguk, memajukan wajah untuk mengecup sekilas bibir tipis itu. Senyuman kecil mengembang dari kedua bantalan empuk kemudian mulai memagut lagi.

Pasangan itu tidak mempedulikan lirikan-lirikan dari siapapun. Sibuk menjamah bibir satu sama lain. Menyesap sari di permukaan, dengan Hyunjae berani membuka belah bibir, mengundang tautan agar menjadi lebih panas.

Ketika kabut nafsu sedikit demi sedikit naik menutupi pikiran. Disitulah Jacob berteriak.

“GET A ROOM, LOVEBIRDS!”

Younghoon dan Hyunjae hanya melepas sedikit sambil menyengir dan berciuman lagi. Tanpa menghiraukan kejengkelan anggota lain yang sudah terlalu sering menjadi korban pelecehan kedua sejoli.

. . .

jumil 🔞 (secara impuls)

***

Menghabiskan waktu di malam hari pada musim panas memang sangat menyenangkan. Apalagi ditambah desiran ombak terdengar ketika jendela dibuka, atau semilir angin meniup gorden tipis yang tergantung menutupi ambang.

Sebuah tawa geli memecah belah suasana kamar. Rematan lembut pada rambut hitam mengerat pelan ketika salah satu figur menenggelamkan kepala di ceruk leher. Membuat tanda kepemilikan tanpa menghentikan gerakan.

“Juyeon..”

“Hm?”

Pemuda yang dipangku menarik sedikit surai dalam genggaman, menyatukan pandangan mereka bersamaan mengalirkan cinta dan sensualitas di sana.

“Geli.”

Juyeon menyengir lebar, mata kucing agak menyipit sebelum menegakkan leher untuk mencium belah ranum di permukaan wajah sang kasih. Berulang kali, bertambah nyaring, bertambah tebal sampai pemuda lain merengek protes.

“Aku suka, kamu mau apa?”

Hyunjae mencebikkan bibir, tega menjambak rambut itu meski terasa pelan tapi cukup menyetrum saraf-saraf Juyeon. “Kamu daritadi cuman jilatin leher tapi nggak ada inisiatif mau goyang aku,”

Hentakan didapat begitupula erangan. Juyeon melebarkan cengiran, pinggul menandak-nandak ke atas, berusaha mengarah ke tujuan. “I just wanna have you slowly,”

“B-but.. ngh..” si manis mendongakkan kepala, kaki yang terkalung di sekitar pinggang mendadak gemetar, bagian jari-jari mengerut bak kedinginan. Kenikmatan sentuhan kecil dari kepala penis dalam tubuh, diameter yang meregang liang, serta tusukan tepat tersebut seakan menarik setengah kewarasan. “tapi sudah setengah jam habis kita main di kamar mandi, Juyeon..”

“Memang kenapa? Kan kita lagi bulan madu,” ada aja sahutan dari suaminya untuk membungkam keluhan. Bibir tipis sedingin es tersebut menjajaki kulit selangka, menggigit perlahan menciptakan tanda cinta.

“I need you fast, not this pace,” Hyunjae berusaha menggoyang sendiri, tetapi cengkraman di pinggul tidak mengizinkan. “J-Juyeonn..”

“Say, please.”

Si manis menatapnya dengan pandangan, 'Really, Ju? Do you want me to beg?' Dan Lee Juyeon tak bisa dibantah. Hanya dapat dituruti sampai keinginan terpenuhi. Dia pun menghela napas kecil kemudian mengalungkan lengan di bahu kokoh itu.

“Please, Juyeon.”

“Nope.”

“Please.. Hubby..”

Juyeon menaikkan kedua sudut bibir, isyarat kebahagiaan setelah dipanggil mesra. Dirinya memeluk figur pendek di pangkuan lalu membawa mereka dalam ciuman lembut. Badan bagian bawah sama-sama bergerak konstan seirama. Menikmati bagaimana kepuasan tubuh satu sama lain menyelimuti organ intim hingga rasanya mencapai ke otak.

“Hah.. aah.. Juyeon..”

“Hubby, not Juyeon,” koreksi sang suami. Hyunjae hendak memutar mata tapi kejutan-kejutan pertemuan antara penis dan prostat melarangnya berbuat ulah.

“Fine.. My Hubby, my sweet Hubby Juyeon,” si tampan tertawa mendengar sebutan mendekati tidak ikhlas tersebut. Dia hanya melumat bibir merah muda di hadapan tanpa ampun, tanpa membolehkan Hyunjae melepaskan barang sepatah kata desahan sekalipun.

“You feel tight around my cock, Sweetheart,”

Rambut-rambut halus mendadak berdiri setelah Juyeon berbisik, menyebabkannya menjepit batang kemaluan yang sedang bergerak naik turun, kali ini suaminya menggeram keenakan.

Harga diri Hyunjae melambung tinggi. Dia harus berhasil membuat Juyeon tergila-gila dan terus mendamba lubangnya, tubuhnya, atau dia seutuhnya.

“Aku nggak pernah ngecewain kamu kan, Sayang?”

Juyeon meringis, menggeleng seraya menancapkan geligi di pundak landai seputih susu tersebut, meloloskan dengkingan akibat sempit yang membungkus kejantanan. “Ngh.. I think I'm close, Sweety,”

Hyunjae mengangguk, mengusap surai hitam tersebut sayang, dia juga sudah berada di puncak. Mungkin dalam beberapa tusukan atau sentuhan kecil ia bisa tiba.

“Boleh aku keluar di dalam?”

“Kalau udah tau jawabannya, gausah minta izin lagi, Lee Juyeon,”

“Can't help it, consent is a must, Sweetheart,” Juyeon menyengir, mata bak kucing menyipit sebab menyimpan kebahagiaan. Dia merasa beruntung dapat bersanding dengan makhluk ciptaan Tuhan seperti Hyunjae. “kamu udah deket?”

Anggukan didapat beserta desahan kecil. Napas menerpa wajah satu sama lain. Menandakan bahwa mereka ingin segera sampai. Juyeon mempercepat genjotan, menempelkan kening sesama kening lalu tangan kanan mengocok milik Hyunjae.

Jeritan mengeras berpantulan di seluruh penjuru, Hyunjae mengeratkan kalungan kaki hingga tumit menempel pada punggung, perutnya bagaikan diikat kuat-kuat kemudian dilepas kencang. Mengeluarkan isi yang terpendam.

Simulasi di luar memicu Juyeon menyusul di dalam. Melukis dinding silky dengan cairan putih nyaris sedikit bening sebab sudah terlalu sering disemburkan dalam waktu dekat. Kedua sejoli tersengal-sengal, terutama si manis. Kepala terantuk di bahu sang suami sambil mengeluarkan karbondioksida lewat mulut.

“Besok kita gausah main dulu ya,”

“Eh? Kenapa?”

“Sakit,” ringis Hyunjae mengusap liang yang masih meregang akibat bentuk penis Juyeon. “beneran Juyeon, kamu bobol aku dari kemaren sampai hari ini, padahal besok kita mau jalan-jalan ke pantai,”

Juyeon mengecupi pipi tembam yang sedang menggembung itu, menggigit gemas mengundang pekikan amarah. “Ngapain jalan-jalan? Nikmatin aja dari jendela,”

“Pasti di pikiran kamu, kita doggy style menghadap pantai kan?”

Hyunjae telah mengenal Juyeon terlalu lama hingga kemungkinan-kemungkinan mesum tersebut pasti menempel di memori kecil sang suami walau belum diutarakan.

Si muda hanya cengengesan tak berdosa, memeluk Hyunjae sangat erat. “Iya, iya, nggak gitu,”

“Ya nggak apa sih kalau udah nggak sakit lagi,” balas Hyunjae cuek, mengalihkan tatapan lantaran tak mau dianggap sealiran. Juyeon terbahak-bahak, benar-benar senang sekali dapat memiliki pemuda manis ini menjadi pasangan hidupnya.

“Untung aku cinta,”

“Aku enggak.”

“Yah jangan gitu dong, masa nggak cinta sama aku,”

“Dah. Berisik! Mandiin aku sekarang!”

“Ay ay Mr. Lee❤!”

***

Ini aku kenapa??????

sangmil

. . .

Sangyeon diam-diam mengajak Hyunjae liburan tanpa sepengetahuan sang anak. Kedoknya sih minta temenin rapat tahunan padahal aslinya minta kelonan.

***

Pemuda surai cokelat menyeringitkan dahi ketika mendengar instruksi sepihak dari seberang telepon. Dia sempat melirik tanggalan di atas meja, terutama pada bulatan-bulatan merah yang tertera.

“Minggu depan, Kak?”

“Iya Sayang, kamu bisa kan?”

Hyunjae menggumam-gumam, berpikir sejenak, “Bisa sih, tapi apa aku nggak ganggu Kakak kerja?”

“Justru kamu pelipur lara kalau kerjaanku menyebalkan, Sayang,” si cantik dapat membayangkan ekspresi kekasih? Apa mereka sepasang kekasih? Rasanya baru beberapa bulan lalu mereka sepakat menjalani hubungan sugar daddy-baby, apa sekarang berganti status jadi kekasih? Terus bagaimana nasib Juyeon?

Baby??”

“Eh.. iya Kak?”

“Gimana? Mau kan?”

“Heum..” Hyunjae masih menimang-nimang. Memang sih minggu depan dia tidak kemana-mana, apalagi saat pandemi begini, kuliahnya dipindah menjadi online. “heum.. heum okay..”

Sangyeon bernapas lega di sana, tidak dapat menyembunyikan kebahagiaan lantaran Hyunjae menyetujui ajakan. “Nanti aku jemput pas hari H, okay? Kamu siapin baju-bajumu atau bisa aja kita belanja baju sampai di kota nanti,”

“Iya Kak,”

“Kamu seneng kan?”

“Seneng kok,” jawab Hyunjae pelan, “kenapa? Kedengarannya engga, ya?”

Pria paruh baya tersebut diam beberapa detik entah karena apa. “Kakak pikir kamu kecapean makanya kalem gini,”

Hyunjae tertawa kecil, “Gimana nggak capek kalau kalian berdua gilir aku hampir tiap malem?” Tidak mendapat respon, ia memanggil Sangyeon lagi. “Kak?”

“Jangan bilang Juyeon, ya,”

“Kenapa?”

Helaan napas terdengar, Hyunjae jadi tidak enak. “I just wanna have you by myself,” jawab pria itu agak merajuk. Si cantik tak dapat menahan senyuman, berniat menggoda kesayangan.

“Oh gituu, aku pikir kalian berantem,”

“Pokoknya jangan kasih tau kalau kamu ikut Kakak ke Bali, okay?” Pemuda lain tersenyum sangat lebar akan keposesifannya, meski hati kecil tidak mau Juyeon ditinggal tapi kalau menyangkut Sangyeon, dia juga tidak ingin menghancurkan hubungan ayah dan anak itu.

“Iya Kak, nggak janji,”

“Ish, jangan gitu, Sayang..” kali ini ia bisa membayangkan bibir pria lebih tua merengut sampai termaju-maju hanya karena ia tak menuruti kemauan. Hyunjae terkikik, lama-lama tertawa garing.

“Iyaaa..”

“Oke, Kakak balik kerja dulu, ya! Kamu jangan lupa makan, uang masih ada kan? Atau mau Kakak tambahin?”

Entah kenapa hatinya agak celos mendengar perkataan yang terlontar. Namun kenapa dia harus salty? Bukankah memang seperti itu kenyataannya? Sangyeon memberi uang, Hyunjae memberi kasih sayang.

“Masih ada kok,” jawabnya pahit, tanaman herbal pun kalah. Bersyukur mereka sedang tidak tatap muka, kalau iya, Sangyeon dapat melihat wajah kecutnya.

“Okay,” Sangyeon terdengar cengengesan, “Kakak kerja dulu ya, Sayang,”

“Iya Kak,”

Menyebalkan. Kenapa hati Hyunjae jadi kesal begini? Padahal mereka bukan pasangan resmi tapi rasanya sakit aja ditanya soal sisa saldo di rekening.

Like a cheap bitch.

Dia menyandarkan kepala di atas lipatan lengan, mata memandang lurus pada tanggal keberangkatan minggu depan.

Sekarang bagaimana cara memberitahu Juyeon untuk tidak mengunjungi seminggu penuh?

***

“Ju..”

Kecipak saliva membasahi kelamin, Hyunjae di ambang ingin memberitahu sesuatu penting dengan menikmati permainan lidah Juyeon beda-beda tipis.

“Juju bentar..”

“Kenapa, Je?” pemuda yang dipanggil mendongakkan kepala, tangan mengocok pelan batang dalam genggaman. Si manis menggigit bibir, menahan desahan. Pemuda ini tidak membantu sama sekali.

“Minggu depan aku sibuk,”

“Hmm.. sibuk apa?” jilatan kecil menyapa urat nadi yang bermunculan, menggeliatkan penis tegak tersebut akibat rangsangan. Hyunjae belum menjawab lantaran jemari meremat surai hitam.

“A-ada kelas tambahan, hah.. jadi jangan ganggu aku dulu..”

Juyeon menghentikan gerakan, tak terlalu lama, habis itu ia mengusap kepala sensitif yang mengeluarkan precum. “Hmm.. nggak janji,”

Please..” pinta Hyunjae memelas, semoga Juyeon luluh semoga pemuda itu tidak bertanya lebih lanjut. Dia tidak dapat berbohong barang satu kalimat pun.

Dewi fortuna di pihak Hyunjae, si termuda mengangguk setuju. “Okay, tapi seminggu ini kamu harus main sama aku,”

Hyunjae menghela napas lega, pelan-pelan agar tidak kelihatan. Dia juga menganggukkan kepala menyanggupi permintaan.

As you wish, Juju.”

Juyeon's done

***

Hari keberangkatan pun tiba. Si manis telah bersiap-siap sejak dua jam lalu dan merasa gugup luar biasa entah karena apa. Beberapa kali ia menata penampilan di cermin mengingat Sangyeon akan menjemput sebentar lagi.

Apa sih yang ditakutkan? Kan cuman liburan. Bukan bulan madu. Lagian dia bertugas menemani pria itu bukan berkencan dengannya.

“Sayang? Sudah siap?”

Dia terlonjak begitu mendengar suara dari luar kamar. Menolehkan kepala mendapati senyuman manis merekah mengarah kepadanya. “Kamu ngapain di depan cermin?”

“Ngaca.”

“Sudah cantik kok, ayo berangkat!”

Jantung diam, berhenti berdetak kencang. Kau tidak dibayar dengan pujian picisan tersebut.

“Kak, beneran nggak apa aku ikut?”

Sangyeon menggenggam jemarinya erat-erat, tangan lain menarik koper Hyunjae keluar apartemen.

“Kan Daddy sudah bilang nggak usah khawatir, Baby,” ia sedikit merona mendengarnya, memainkan bibir perlahan mengikuti langkah pria lebih tua. Memandang punggung tegap berbalut kaos polo Saint Lauren.

Tuhkan dia mulai insecure lagi.

Padahal pakaiannya juga nggak kalah mahal dari Sangyeon. Tapi tidak tahu kenapa dia merasa kecil bersanding di samping.

“Kamu beneran nggak ngomong sama Juyeon, kan?”

Hyunjae menggeleng, menyandarkan kepala di pundak pria rambut cokelat saat kendaraan yang ditumpangi melaju ke bandara. “Nggak ada,”

Sangyeon berdecak puas, “Bagus, aku nggak mau dia nyusul gara-gara aku ngajak kamu liburan,” bibirnya menyapu permukaan wajah, mendarat di bibir Hyunjae kecil-kecilan.

“K-Kak.. ada supir..”

He won't mind,” jawab pria lebih tua meraih dagu si manis sebelum menekan bibir mereka, melumat bagian atas dan bawah bergantian, menyusupkan lidah pelan-pelan.

“Mmh.. ngh..” kedua sejoli tak resmi tersebut menikmati pertemuan benda lunak di dalam. Melupakan orang ketiga yang tetap fokus menghadap jalan, antara takut mencelakakan mereka atau dipecat. Beda-beda tipis.

Your lips tastes good,” bisik Sangyeon setelah melepaskan tautan, ibu jari mengusap sudut bibir lalu pada permukaan, masuk melewati geligi, tiba di atas indra pengecap, menekan lembut.

Hyunjae memainkan lidah di sekitar digit. Mengelilingi diameter hingga basah karena saliva. Mata mulai menyayu, seiring celana jeans menyempit. Tidak. Dia tidak mungkin terangsang di sini kan? Lagipula, berapa lama mereka akan sampai di bandara?

“D-Dad..” desahnya tertahan, mengapitkan kedua kaki supaya menciptakan gesekan. Sangyeon melirik ke bawah, menekan tonjolan tersebut dengan telapak tangan, hampir mengakibatkan jempol terputus saking kencangnya dia mengerutkan. “ngh.. n-noo..”

Mereka berciuman lagi, tiada niat berhenti. Membiarkan lantunan suara Hyunjae menyapa gendang telinga si supir. Tapi orang ketiga bisa apa selain menikmati?

“I-itu Pak Jimin.. gimana..”

“Biarin, dia udah biasa kok,”

Seandainya yang dimaksud aseksual mungkin memang sudah terbiasa. Hyunjae juga bertanya-tanya dalam hati apakah supir pribadi Sangyeon tidak menyimpan dendam pada majikannya.

“Nanti aja.. Dad..” rengek sang baby terpejam akan sensasi tekanan di selangkangan. “we.. ngh.. we have plenty of time..” Sangyeon berhenti untuk menatapnya yang berkaca-kaca sebelum mengangguk. Mengecup belah ranum tersebut terakhir kali.

Okay, but you know what to do when we've arrived there..”

Hyunjae menggumam, menyusupkan badan agar dapat memeluk pria itu erat. “Yeah, yeah I know..”

Mereka menghabiskan waktu di perjalanan panjang ini dengan bermesraan layaknya sepasang kekasih. Entah Hyunjae yang menyandarkan kepala di pundak atau lengan Sangyeon melingkar di pinggang.

Seandainya mereka memang berpacaran. Tapi apa daya, tugas Hyunjae di sini hanya sebagai 'accompany' alias orang yang menemani Sangyeon di kala pria itu sedang menginginkan sesuatu. Diiming-imingi uang tentu saja.

Jika kita mengulas balik pertemuan mereka, sederhana saja. Hyunjae membutuhkan uang untuk bertahan hidup karena orangtuanya memiliki masalah finansial, dan Sangyeon membutuhkan 'teman'. Singkat cerita sih pertemuan mereka terjadi di tinder, itupun Hyunjae iseng pakai banget main aplikasi bejat tersebut. Tidak menyangka akan mendapat seorang duda kaya anak satu di sana.

And the shocking part was, he's Juyeon's Father, adik tingkat yang suka mengintilinya dari jaman maba.

Dunia memang sempit seperti sempak.

Dia tidak begitu ingat bagaimana pesawat telah mendarat di bandara Ngurah Rai, berjalan saling berpegangan tangan sambil menyeret koper masing-masing menuju pintu keluar, dimana supir terpilih sudah menunggu lima belas menit yang lalu.

Hyunjae memandangi hiruk pikuk Kota Denpasar, berbagai macam bentuk jajanan maupun souvenir seakan mencuci matanya di siang hari itu. Sampai kendaraan tiba di hotel tempat menginap.

“Sial!” umpat Sangyeon tiba-tiba, si manis memiringkan kepala.

“Kenapa Kak?”

“Kakak pergi dulu sebentar ada pertemuan di restoran bawah, kamu mau ikut atau stay di sini?” tawar pria lebih tua, Hyunjae berpikir sejenak kemudian mengatakan kalau ia akan tinggal di kamar untuk rehat.

Sangyeon mengusap pipi tembamnya lembut, menunduk mencium bibir manyun tersebut pelan. “Kalau lapar, pesan room service aja ya, Baby,”

“Hm, okay..”

Sorry I have to leave you here,” gumam pria tampan itu iba. Hyunjae hanya menampilkan senyum manis seraya menggeleng.

It's okay, bukannya itu tujuan Kakak sebenarnya?”

Pahit. Pahit. Berasa kayak makan obat. Kenapa juga dia menyetujui tawaran laknat ini? Figur tegap telah hilang sepenuhnya, meninggalkan ia terduduk di atas kasur king size empuk tapi tak dapat menghibur hati.

“Aarghh jelek! Jelek!!!” teriaknya kesal sambil memukuli bantal. Bahkan tega mengganyang alas tidur tersebut secara kasar, nyaris terbelah dua. “Je berhenti berharap! He's not into you! You're just his..” Hyunjae tersedak air liur kemudian menghembuskan napas keki.

Sugar baby..”

Gemuruh menggunjang-ganjing perasaan, hati mendadak tidak keruan beserta perasaan malu terhadap diri sendiri merayap di permukaan. Dia menggigit bibir, memandang pantulan di cermin seberang kasur, benci pada refleksi di sana.

“Tapi aku butuh uang..” bisik pemuda manis kembali, tidak kepada siapa-siapa. Semenjak kejadian threesome beberapa waktu lalu seakan menyadarkan Hyunjae tentang perasaannya terhadap ayah dan anak itu.

Does he love them? Apa benar dia jatuh cinta? Bukan karena uang yang mereka berikan, bukan juga karena seks yang mereka lakukan. Dia cukup clingy pada keduanya, meminta perhatian sampai segitunya. Dan mereka terus memberi apa yang ia inginkan, membuat Hyunjae terkadang takut terlalu berharap.

“Ah sudahlah, aku capek mikir,” ujarnya lagi menyerah. Tangan mulai membuka kancing jaket denim, menyisakan kaos putih sebagai dalaman. Jeans tertanggal mendarat di lantai sementara ia sudah merebahkan diri di atas ranjang. Selimut dibawa sampai dagu, menikmati pendingin kamar menderu menyejukkan ruangan. Masih bersungut-sungut, akhirnya ia memutuskan untuk tertidur.

***

Bunyi kunci elektrik sebagai akses pembuka pintu tidak berhasil membangunkan sosok pemuda yang tertidur sangat pulas. Sangyeon mengendap-ngendap masuk dan tersenyum kecil mendapati buntelan kesayangan bernapas teratur di balik selimut.

Dia berjalan mendekati, menempatkan bokong pada ruang kosong di samping Hyunjae lalu mengusap figur langsing tersebut meski terhalang kain.

Baby? Daddy's back..”

Hyunjae tak menjawab, lantaran alam mimpi lebih menarik dibanding suara bariton pemilik kamar. Elusan demi elusan tidak dapat mengalihkan perhatian dari bawah sadar, melainkan semakin menenggelamkan.

Baby?” kali ini Sangyeon menunduk menjajakan kecupan di permukaan wajah, menarik senyum simpul ketika kerutan terganggu tersampir di sana. “hey.. capek ya?”

Si manis menggumam, pelan-pelan memainkan kelopak agar sarafnya tidak terkejut saat ia membuka mata. Menatap sayu pada iris jenaka milik Sangyeon. “Daddy??”

Yes Baby, I'm here..”

Rentangan lengan terbuka, mengajak pria paruh baya tersebut untuk mendekat. Sangyeon melesakkan badan tegapnya sekaligus menindih tubuh pemuda kesayangan. Hyunjae perlahan menghirup aroma parfum maskulin di perpotongan leher, menggumam keenakan.

“Sudah makan belum?”

“Belum..” jawabnya serak lalu berdeham mencari suara. Sangyeon mendusel pipi tembamnya seraya terkekeh kecil.

“Mau jalan-jalan sama Daddy?”

Anggukan antusias tercipta, menambah kegemasan hingga tak kuasa menahan diri untuk tidak mencium bibir tipis itu. Berulang-ulang, bagai adiksi terhadap obat terlarang.

Keduanya larut dalam ciuman kecil tapi tidak menuntut. Semi panas tetapi sangat lembut. Hyunjae menikmati bagaimana bibir bawahnya disesap di antara belah bibir Sangyeon, dimana deru napas pria tampan tersebut menabrak area bernapasnya terus menerus.

“D-Daddy..” erang si manis kehabisan oksigen. Sangyeon menjauhkan jarak antarwajah walau masih terhitung dekat, memandang netra sayu itu lekat-lekat. Benar-benar terpesona pada paras cantik milik pemuda yang ditindih.

Mungkin ini merupakan alasan kenapa Juyeon juga ikut menyukainya. Bahkan posesif tidak ketolongan. Tidak mau berbagi, ingin memiliki seutuhnya.

Sayangnya, Sangyeon pun tidak mau kalah dengan sang putra. Kekeuh mempertahankan hubungan mutualisme mereka sampai sekarang.

“Kamu cantik, Hyunjae..”

Jantung Hyunjae berdebar-debar, takut kedengaran ke telinga pria di atasnya, mata membulat sedikit kemudian mempertahankan ekspresi supaya tidak terlihat bergeming.

“Kakak.. lupa sama peraturan kita?” tanyanya pelan. Pelan sekali bahkan getaran pita suaranya pun akan terlewati oleh Sangyeon.

Sangyeon menggumam, menggesekkan hidung mereka bersamaan, “Kalau aku pingin peraturan itu dihapus gimana?”

DEG

“M-maksudnya?”

If I want you to be my forever partner, do you against it or not?” tanya Sangyeon menatap lurus. Sumpah demi apapun, mereka bisa mendengar detak jantung Hyunjae semakin berdebar kencang. Dia tak dapat mengendalikan, kini raut wajah runtuh hanya karena pertanyaan itu.

“Kak..”

“Aku tidak meminta jawabanmu sekarang, tapi aku harap kamu ada pertimbangan untuk menyetujuinya,”

“Bagaimana dengan Juyeon?”

Air muka Sangyeon berubah drastis, dia hendak beringsut menjauh namun Hyunjae buru-buru melingkarkan lengan di leher agar dapat menahan pria tersebut.

“Kenapa sama dia?”

“Dia.. dia..” Hyunjae menelan ludah, otaknya ingin menjerit kalau dia menginginkan keduanya, tetapi melihat perubahan ekspresi tadi membuat ia bungkam mencari jawaban.

“Kamu suka sama dia?”

Aku suka sama kalian berdua, Kak!

“Boleh.. boleh aku minta waktu?”

Sangyeon, melihat betapa bimbang dan galaunya pemuda manisnya memberi anggukan pelan, mengecup bibirnya sebagai bentukan keyakinan agar Hyunjae tidak berpikir macam-macam.

Okay, take your time, Baby..”

Keadaan menjadi semakin rumit bagi Lee Jaehyun.

. . .

“W-Wait.. Daddy..”

Pintu baru saja tertutup dan punggungnya sudah terantuk benda penghubung dimana pria lain mencumbu tidak sabar. Kecupan-kecupan setipis sutra mendarat pada area leher, disusul jilatan maupun gigitan menimbulkan bercak kepemilikan. Suara tertahan di antara bibir yang tertancap geligi, badan lemas dalam dekapan.

Sangyeon menggapai kedua tungkai Hyunjae, mengangkat sedikit membuat si manis otomatis berpegangan di pundak, meregangkan leher meminta lebih. Kalungan di pinggang makin erat, mempertemukan kejantanan yang terbungkus celana masing-masing.

Daddy..” erang Hyunjae tak sengaja menyandarkan puncak kepala pada pintu. Pikiran sudah berkabut, hanya karena dua sloki gin serta godaan-godaan Sangyeon sedari tadi. Mulut meracau, mata terpejam kuat.

Kedua bukan sejoli tergesa-gesa menanggalkan pakaian. Seolah mereka tidak sanggup menahan letupan nafsu di ruangan ini. Ingin segera melayangkan sentuhan di kulit satu sama lain, tanpa menghentikan kegiatan sebelumnya.

Hyunjae membalikkan posisi mereka ketika mereka bergumul di kasur. Menduduki perut Sangyeon sembari menggigit bibir, menatap postur tegap milik pria itu dengan tatapan penuh arti. Sangyeon sendiri membiarkan kesayangan mengambil alih, merupakan suatu kebahagiaan melihat pemandangan seksi di hadapan.

Pemuda manis itu menunduk, menautkan bibir mereka sambil menumpu badan menggunakan siku di sisi kepala Sangyeon. Bergantian saling menyesap, seakan tidak akan pernah puas. Lidah mulai mengait, entah di dalam mulut Sangyeon atau mulutnya sendiri. Bertukaran saliva tanpa rasa jijik, malah meningkatkan libido keduanya. Tak lupa jari jemari si yang lebih tua meremas lekuk pinggang polos sambil menggesekkan kelamin mereka bersamaan.

“Mmmh!” Hyunjae memutuskan ciuman, meloloskan desahan begitu tangan jahil meremat bokongnya, menggoda belahan kemudian turun ke liang. “fuck.. Daddy..”

What did I tell you about swearing, huh?” tegur Sangyeon sedikit marah sambil meraba otot pintu masuk yang menegang.

“S-Sorry Daddy.. aah.. it feels good..” jawab Hyunjae berusaha mendekatkan diri pada jari yang setia menggoda tanpa berkeinginan masuk. “please I need you in me Daddy..”

Sangyeon menepuk-nepuk pipi bokong itu, terasa kenyal dan enak diremas. Maka dari itu ia melakukannya, antara gemas dan terangsang beda-beda tipis. “Turn around and blow me, Baby,”

Mendengar kata 'blow' menyebabkan setitik liur bergumul di sudut bibir. Hyunjae mengerang kemudian buru-buru mengikuti perintah. Membalikkan badan menghadap kejantanan pria lain. Dia bisa merasakan penis itu memenuhi rongga mulut walau belum dilakukan sama sekali.

“Nunggu apa lagi?” tanya Sangyeon tega menampar bantalan montok sebelah kanan, Hyunjae terjengit, langsung meraih batang keras di depan, mengecupinya perlahan. Dia membulatkan mata begitu pinggangnya ditarik kasar, sebuah jilatan mendarat tepat di lubang, membuatnya melupakan seluruh pekerjaan.

“Aah! Aaahhh!”

PLAK

Hyunjae menggeram sembari mencengkram seprai. Mendadak lupa dengan perintah Sangyeon tadi.

Baby mau dihukum, huh?”

Si manis menggeleng cepat, dia tidak tahu pasti hukuman apa yang diberikan kepadanya tapi yang jelas dia tidak mau dihukum. Jauh dalam dirinya, ia ingin menjadi bayi yang baik.

Then do what I told you.”

Dengan kaki gemetaran akibat aliran nafsu, Hyunjae mencoba memuaskan Sangyeon lagi. Berusaha tetap stabil walau bagian belakangnya diuji habis-habisan. Lidah kembali bermain di sekitar batang, menyusuri nadi-nadi bermunculan, lalu memasukkan ke mulut pelan-pelan. “Mmmh..”

Tenggorokan terasa mencekik organ yang menyusup, ia menaikkan kepala sebentar sekaligus mengambil napas agar tidak tersedak. Kemudian turun kembali membenamkan hidung tepat di rambut-rambut halus sedikit ketajaman menggores dagu.

Sangyeon tidak kalah dalam memuaskan. Benda lunak di mulut mengitari otot liang yang berdenyut. Dua tangan sigap mencengkram sisi pinggang submisifnya apabila pemuda di atas limbung oleh perlakuan.

“Mmmff!”

Desahan Hyunjae tertahan, dia berhenti mengulum ketika tahu jari tengah mencoba mencari akses masuk. Pas dengan posisi lidah si pria. Dua digit sama-sama bergerak lincah, beraturan, sempat hampir mengenai selaput sensitifnya. Panca indra mati rasa, seperti dikendalikan sepenuhnya.

“D-Daddy.. I can't..”

Can't what?”

Hyunjae terengah-engah mengenai kejantanannya, menggerakkan pinggul agar terus mendekat, “Please please fuck me Daddy..” tamparan mendarat lagi, lebih keras dari yang pertama membuat ia mengetatkan lubang. “ngh!!”

Pria lebih tua membalik posisi mereka, mencengkram kedua pergelangan tangan Hyunjae membawanya ke atas kepala. Si Manis berusaha mengatur napas, menarik dari hidung, meloloskan lewat mulut.

Daddy..” erangnya gemetaran. Sangyeon menggumam saja, melepaskan pegangan karena ingin menuntun batang menuju liang. Mencoba menyusup ke dalam lingkaran otot yang perlahan rileks. Pemuda di bawahnya meraih lengan kekar itu, meremat pelan begitu merasa adanya peregangan. “ungh..”

Baby..” bisik Sangyeon seraya mengecup cuping telinga si Manis, Hyunjae mengangguk-angguk, melingkarkan kaki di pinggang saat pria lain memajukan pinggul. Napas mereka saling beradu, tatapan melembut.

Hyunjae ingin berpaling, apalagi manik kelam nan tajam Sangyeon memandang dalam seperti sedang membaca isi hatinya. Pemuda manis tersebut mengalungkan lengan lalu menarik tengkuk pria di atas untuk mempertemukan bibir keduanya.

My beautiful Baby,

“S-stop it.. Daddy.. mmh..”

Sangyeon hanya menggigit rahang sedikit tembam itu, menjilat perlahan sambil menggoyang secara lembut, menikmati bagaimana rahang terbuka mengeluarkan helaan napas. Lidahnya naik mengitari garis bibir, menyapu air liur di sana. Gerakan tidak melambat, sebaliknya malah makin cepat. Menumbuk satu titik, memperlihatkan semesta kenikmatan pada Hyunjae seorang.

Bibir menyatu kembali, berpagut lebih mesra, menciptakan esensi panas di atas parasan. Mereka bergerak bersama, melupakan seluruh unsur yang ada di ruangan. Termasuk getaran ponsel si Manis. Telinga seakan-akan menuli dan hanya berfokus pada bunyi penyatuan maupun decitan ranjang. Pasangan itu sibuk mengejar puncak, bertaut satu sama lain menyebabkan rengekan keras dari pemuda yang digagahi.

“Oh... Daddy.. aahh...”

Baby mau keluar?”

Hyunjae mengangguk cepat nan antusias, peluh macam bulir jagung menetes tiada henti tapi tidak menahan Sangyeon untuk tidak menyecap rasa asin di kulit. Dia makin menggenjot lebih kuat, menumbuk selaput di balik dinding, mengakibatkan precum berkumpul di penis Hyunjae yang ikut bergoyang menampar perut putih mulusnya.

Pria rambut hitam itu tahu kalau kesayangannya tak perlu disentuh saat mereka berhubungan. Cukup tusukan cepat dan tepat sudah berhasil membawa Hyunjae ke surga dunia.

Erangan terdengar liar. Dinding otot membungkus kejantanan mengerat menandakan kalau pemiliknya sebentar lagi hendak sampai. Sangyeon menambah stimulasi, mengulum puting keras pemuda di bawah sesekali memainkan yang lain.

“Ngh.. no.. it's too much! AH!” Si Manis menegang tiba-tiba begitu klimaks memanggil. Melukis perut hingga dada dengan cairan sendiri, bahkan diikuti warna lain. Sangyeon memelankan tempo, membiarkan Hyunjae menghabiskan sisa orgasme sampai alas mereka berantakan.

“Lagi?”

Hyunjae menggeleng lemah, diafragma dada naik-turun karena menukar napas terlalu pendek. Sangyeon menatapnya meminta persetujuan, lalu menerima anggukan.

“Masih.. sensitif..”

“Iya Sayang,” jawab pria lebih tua mengecup pipinya, meraih klimaks miliknya dalam beberapa kali dorongan. “my beautiful Jeje..” bisikan terdengar halus dan tulus, menaikkan detak jantung Hyunjae sedikit demi sedikit. Wajah cantiknya bersemu tak kuasa menahan senyum. Membuat Sangyeon ikut tersenyum lebar, menempelkan kening mereka bersama.

Be mine, Baby..”

Pemuda manis mengeratkan kalungan di leher, merasakan bagaimana panasnya isi tubuh setelah Sangyeon keluar sekali. “I am already yours..”

“Belum, kamu belum yakin,” ujar pria itu tak mau memperlihatkan kefrustasian, meski tetap terlintas di netra pemuda lain. “kamu masih ragu, Hyunjae,”

“Kak..” Hyunjae mendiamkannya sejenak, mengusap pipi tegas Sangyeon secara lembut. “untuk sekarang aku milikmu, okay?”

“Terus besok gimana?”

Si manis tersenyum tipis, “Tetep jadi milik Kakak,”

“Tapi kamu tanya soal Juyeon-”

“Ssh.. nggak usah bawa nama orang lain kalau cuman ada kita berdua di sini,” bungkam Hyunjae, membangkitkan kepala sedikit untuk sekadar mencium kerucutan bibir gemas tersebut.

“Tapi aku-”

Bunyi dentuman antara ponsel dan karpet mengalihkan perhatian, apalagi getaran nyaring serta lampu layar berkelap-kelip menandakan telepon masuk. Sangyeon ingin mengabaikan namun Hyunjae malah berusaha menggapai.

“Siapa tahu dari dosenku, Kak..”

Bukan. Bukan dosen. Melainkan Lee Juyeon.

Manik Hyunjae membulat, ketakutan langsung merayap. Tangannya ikut gemetar menyesuaikan vibrato, bimbang ingin menjawab.

“Hm? Siapa Sayang?” tanya Sangyeon dengan suara berat menggumam di ceruk leher. Hyunjae menelan ludah.

“J-Juyeon..”

Tidak ada sahutan selain bunyi benda elektronik, pelan-pelan ia menjawab panggilan dan menaruhnya ke telinga.

“Halo?”

“Jeje, kamu dimanaaa?”

Sedikit menjauhkan akibat rengekan, ia menarik napas mengatur kebohongan. “Aku.. aku lagi sibuk, Ju..”

“Oh iya, kamu udah bilang sih,”

“Iya..”

“Hmm, tapi aku kangen?”

Hyunjae menarik sudut bibir membentuk senyuman manis, mendengarkan ocehan Juyeon bersamaan napas ringan Sangyeon. Kehangatan menjalar ke seluruh badan. Membayangkan bagaimana seandainya di kemudian hari mereka bertiga saling berpelukan sambil menceritakan keseharian masing-masing, menikmati kehadiran satu sama lain dengan ia sebagai penengah.

“Rasanya nggak enak sendirian di rumah, kamu lagi nggak bisa diganggu, Ayah juga malah pergi tanpa bilang-bilang, aku sedih, Jae..”

Seraya mengusap kepala Sangyeon yang masih menindihinya, ia menggumam, “Iya, tunggu aku pulang ya?”

Hah?

WHAT?!

DIA BILANG APA?

Kacau. Kutuk mulut Hyunjae sekarang.

Juyeon terdiam di seberang sana, mencerna dalam keheningan sementara pemuda lain terbata-bata menjelaskan.

“M-maksudku pulang dari kampus, yaa.. kampus..”

“Oh..” si Tampan merespon beberapa detik. “oh.. okay..”

Okay, aku ngerjain tugas lagi, bye Juju..”

Sebelum Juyeon dapat menyahuti ucapan selamat tinggal, Hyunjae sudah memutus sambungan terlebih dahulu kemudian mematikan sistem ponsel. Menaruh benda keras agak jauh dari tempat mereka berpelukan sekarang.

“Kalau sampai Juyeon tahu kamu lagi sama aku, Daddy nggak akan segan-segan hukum kamu, Jeje,”

Bulu kuduk Hyunjae mendadak berdiri dan siap menjerit minta tolong.

. . .

BONUS

kyunyu time~🔞

by : noname kampret! Si tai gegara aku bikin Chanhee voyeurism mau juga bikin kelanjutannya versi kyunyu. Secara garis besar sih karena kita bagi otak dan pikiran yaaa mungkin bakal sama aja hehe.

Warning : anal sex; barebacking; implied voyeurism; resiko tanggung sendiri

. . .

*** . . .

“Changmin, aku horny.”

Tiga kata. Cukup tiga kata saja sukses memutus saluran mimpi main dancer The Boyz. Ia sudah terlelap mungkin selama beberapa jam dan terbangun disebabkan kalimat yang terucap.

Chanhee tampak merapatkan kaki, tidak nyaman pada kondisi. Erangan Hyunjae berputar bak kaset rusak di otak. Belum lagi bunyi penyatuan mereka bertiga terdengar nyaring memekakkan telinga.

“Kenapa Sayang?” Si cantik menahan lenguhan, gesekkan antara dua kaki terhadap miliknya mulai sedikit cepat.

“Aku horny..”

Changmin masih berbaring, merentangkan lengan agar kekasihnya dapat menyusup dalam dekapan. “Sini, Sayang..”

Chanhee merangkak di atas figur lebih tinggi, memposisikan kejantanan tepat di selangkangan Changmin sesekali menggesek pelan-pelan. “C-Changminhh..”

“Iya Sayang,” sahut si main dancer merayapkan jari-jemari di sisi kanan kiri. Menggerakkan pinggul mereka seirama. “kenapa tiba-tiba?”

Pemuda surai biru mendesis tak puas sebab terhalang kain. Dia berlutut untuk melucuti celana yang menempel dan penisnya langsung menampar perut. “Nghh..”

“Jawab pertanyaanku, Sayang,” kata Changmin kembali sambil mengelus sedikit pangkal batang yang terekspos. Chanhee meringis menaikkan pinggul, ingin disentuh terus menerus. “Chanhee..”

“D-di dapur.. mmh..” sambil menikmati bagaimana sang kekasih menggenggam kejantanan, ia terbata-bata melanjutkan, “Younghoon hyung dan Juyeon bermain dengan Jeje hyung,”

Telinga Changmin bergerak-gerak, agak tertarik pada apa yang dialami si pacar. “Hm.. lalu?”

“D-dan Jeje Hyung.. ah.. di- f-fuck Changmin faster please!” Lelaki termuda di ruangan menggenggam erat karena diperintah, mengundang pekik kesakitan dari pemuda di atas. “maaf ngh.. dia.. dia di.. DP..”

“Dua penetrasi?”

“I-iyaa..” jawab Chanhee putus asa. Pasalnya Changmin tidak juga mengocok cepat, hanya mengusap-ngusap perlahan berniat menggoda habis-habisan. “Sayaaanng..” rengeknya mengerucutkan bibir. Changmin menyengir, tangan kiri membebaskan milik sendiri sebelum menggenggam dua batang tersebut. Semakin mengeraskan isakan Chanhee.

“You look sexy, you know,” gumam si main dancer menatapi dari bawah. Pemuda cantik mengangguk-ngangguk, tak lupa terus menggerakkan pinggul. “kenapa? Kau terangsang melihat Hyunjae hyung dihabisi mereka?”

“Siapapun pasti bakal terangsang, Changmin!” kekehan terdengar begitupula lesung pipi terlihat. Chanhee memandang fitur tampan kekasih di bawah kukungan kemudian menunduk untuk menciumnya.

Berpagutan mesra dan lembut, si rambut cokelat meremat rambut biru, belah bibir saling terbuka begitupula lidah menggelung tanpa jijik. Bertukar ludah satu sama lain sekaligus mengaburkan akal pikiran masing-masing.

“Sayang..” setelah tautan terlepas, ibu jari Changmin mengusap sudut bibir Chanhee, menjilat bekas liur yang tertempel lalu memasukkan kembali ke mulut, menekan permukaan indra pengecap. Pemuda cantik mengerang tertahan, mengulum digit tersebut sampai saliva membasahi. “shit.. wanna fuck you now,”

“Please..”

Selimut yang membungkus figur tiba-tiba lenyap mendarat ke lantai. Menyusul beberapa potongan pakaian hingga telanjang bersamaan. Pendingin ruangan menyapa kulit tetapi tidak diacuhkan. Sebab hawa panas dari nafsu mengepul di parasan.

Changmin membalik posisi, mengekang Chanhee sekarang. Pergelangan si cantik ditaruh di atas kepala lalu menyerang leher terlebih dahulu.

“S-Sayangg..” desah pemuda yang di bawah, tangan menekan tengkuk sang kekasih agar merangsang lebih jauh. “Sayang cepettt..”

“Sabar, Choi Chanhee.”

Gertakan dalam sedikit kasar tersebut membungkamnya. Sekujur tubuh terasa meremang akibat teguran itu. “I just want you to fuck me..”

“I know, Beauty, be patient.” Changmin menyapukan lidah tepat di areola, gendang telinga terketuk oleh suara Chanhee yang merdu. Tidak salah dia menjadi main vocal Tbz kalau sewaktu mendesah aja dapat menegakkan sesuatu yang bukan keadilan.

Mulut bekerja bagai penghisap, mengemut-ngemut seperti permen pada tonjolan kecokelatan sesekali menggesekkan geligi di sana. Chanhee terpekik kegelian, mengalungkan kedua kaki jenjang di pinggang Changmin. “Sayaang geliiii..”

Pemuda itu hanya terkekeh, memberikan jilatan kucing sambil memainkan puting lain. Tawa Chanhee menggelegar begitupula respon kejantanan yang mengeluarkan bulir mani.

“Lama-lama bisa gila kalau aku tidak memasukimu, Sayang,”

“Then do it now!” kaki jenjang menarik Changmin agar mendekat, penis bergesekkan kembali menambah aliran listrik menyetrum nadi. Chanhee bergerak bak kucing minta kawin, sudah tak sabar menanti.

Si rambut cokelat meregangkan badan menjangkau pelumas dalam laci nakas, menemukan isinya hampir habis membuat ingatan untuk membeli sehabis ini.

“Padahal di kamarku masih banyak,” celetuk Chanhee saat Changmin melumuri jari.

“Kita kan lebih sering main di sini, Sayang,” jawabnya membawa kaki Chanhee menekuk sampai dada, si cantik menghembuskan napas, merilekskan liang sejenak. “lagian cukup aja kok buat little Kyu,”

“Ji Changmin jangan bilang kau menamai penismu itu?”

Changmin hanya tertawa tanpa membalas pertanyaan retoris tersebut. Raut wajah berubah serius sebab ingin menyiapkan Chanhee. Mereka memang beberapa jam yang lalu selesai berhubungan, tapi menutup kemungkinan lubang kekasihnya tetap terbuka.

Ringisan terdengar mengalir, ia berhenti sebentar. Hanya menekan otot-otot di pintu masuk yang basah akan pelumas. Pemuda tampan itu memandangi Chanhee, sedang menggigit bibir menatap balik lalu menganggukkan kepala.

Satu jari lolos sepenuhnya. Paha yang terlipat di dada mendadak gemetar terhadap sensasi kuku tumpul yang menggores dinding anal. Chanhee berusaha mengatur napas, menggenggam seprai ranjang erat-erat.

“Sakit, Hee?”

“Bukan sakit tapi enak,” si cantik nampak mendengus, menyeringitkan dahi setelah jari kedua masuk. Membengkok mencari titik sensitif, mengelus perlahan. Chanhee gemetaran lagi, mendesah terputus-putus seakan melupakan kesewotan barusan.

Changmin membasahi bibir bawah, melihat lubang di hadapan mata melahap rakus pada tiga jarinya. Membayangkan penis berada di posisi itu, menyebabkan little Kyu -seperti yang disebut- menggeliat tak sabar. Sambil memaju-mundurkan, membuat gerakan menggunting, tangan bebas mengocok kejantanan sesekali menyemai precum.

“Changmin.. nghh.. udaaahh, I think I'm ready..”

Chanhee mendesah pelan, merasa kehilangan. Dia menjatuhkan telapak kaki di kasur karena kecapaian menahan beban. Sementara Changmin sibuk melumasi miliknya, mulai menggesek di depan pintu liang.

“Nghh!!”

“Belum, Sayang.”

Si cantik menyengir, lumayan kan menggoda pacarnya sebentar.

“Cepat Changmin!”

“Tsk, berhenti protes atau aku tidak akan masuk,”

Cebikan terdengar mendapat cubitan di pipi bokong, Chanhee berteriak antara sakit dan nikmat bersamaan. Dia tidak menyadari jikalau Changmin telah berusaha melewati lingkaran otot liang.

“AHH S-SAYANG!”

Si surai cokelat hanya membungkam teriakan cempreng Chanhee menggunakan bibir. Melumat perlahan sambil memajukan pinggul, menanam kejantanan hingga pangkal lenyap. Air mata di pelupuk siap turun entah karena apa, membuat pemuda tampan mengecap rasa asin tersebut.

“You still feel tight despite we fucked last hours,” bisik Changmin meniup lembut telinga mengakibatkan sang kekasih menggelinjang kegelian. Kedua lengan mengalung di leher kemudian saling melumat kembali.

Rasa cinta tersalurkan lewat tatapan mata maupun pagutan mesra, dua lidah bersambut tanpa ada rasa ingin berkuasa. Changmin menggoyang pelan-pelan, mengarahkan diri menuju selaput dibalik dinding yang mengetat. Mengundang lenguhan kecil dari si cantik.

“Chang.. min..”

“Iya Sayang..”

“I love you..”

Si muda tersenyum, menampakkan lesung pipi yang mendesirkan detak jantung Chanhee. Hidungnya mengusap hidung pemuda di bawah seraya membisik lembut. “I love you too, Sayang,”

“Please jangan selingkuh dariku,”

“Memangnya aku bisa berpaling dari peletmu?”

Chanhee hanya menampar lengan kekasihnya main-main sembari mengerucutkan bibir. Changmin terkekeh, mengecup kilat bantalan merah muda itu lalu mempercepat genjotan.

“Aaah.. aahh! S-Sayang.. aahh..”

Desahan dan geraman bercampur aduk memantul pada 4 lapisan dinding ruangan. Permainan mereka semakin menuntut dan penuh gairah. Peluh menetes membasahi tiada yang menghiraukan. Mengejar pelepasan bersama adalah tujuan kegiatan.

“Sayang.. nghh.. Changmin come..”

Changmin mengangguk, makin menusuk dalam-dalam, tangan mencengkram paha Chanhee kemudian meremas bantalan empuk yang lain. Deru napasnya teratur berbeda dari sang kasih. Mulai merasakan ikatan simpul membentuk dalam perut.

“Chani.. come?”

“Ngh.. i-iya.. sama-sama..”

Chanhee melepaskan hasrat terlebih dahulu, melukis perut serta dada dengan untaian kebeningan selama tiga kali. Pemuda lain menyusul akibat kontraksi otot anal yang menjepit saat si cantik klimaks, ia berdiam sebentar lalu menggoyang perlahan.

Tautan kembali tercipta, menerpa muka dengan napas satu sama lain. Senyum manis merekah, canda tawa pecah. Changmin membisikkan kata cinta lagi padanya dibalas kecupan panjang.

“Lain kali kalau lihat yang berbau dosa gitu mending langsung kabur,” komentar si rambut cokelat mengusel tulang pipi kesayangan. Chanhee mengerucutkan bibir, tampak tak ingin disalahkan.

“Bukan salahku, Changmin! Mereka yang main tidak tahu tempat!”

Si termuda tertawa geli, mendaratkan ciuman maaf di pipi kanan agar tak terlalu merajuk. Chanhee pun luluh dan menyembunyikan wajah di ceruk lehernya, menghirup aroma badan yang berkeringat.

“Iya deh iya, Mr. Sensitive..”

Cubitan melayang, teriakan lumba-lumba menyapa gendang. Pemuda surai biru membekap mulut Changmin yang kesakitan.

“Berisik!”

“Siapa suruh main cubit?!”

Chanhee melototkan mata mengancam kemudian tanpa sengaja mengarahkan pandangan ke figur lain selain mereka, menatap penasaran diikuti senyuman seram.

“SEJAK KAPAN CHUCKY MENONTON KITA?!”

. . .

-fin-

/* nonem : iya aku tau gaya bahasanya sama tapi bedanya dia kalo bikin smut bisa berhari-hari sampe berminggu-minggu. Beda sama aku yg beberapa jam udah selesai -ya kek kyunyu sekarang-*/

Engga sampe beberapa jam. Keknya dari jam 9 pagi sampe jam 9 malem deh -_-

Oke adios.

Part 3

bbangmilju pt. 3🔞

Warning : find out yourself ;)

*** . . .

Jantung mulai berdetak tidak normal, kadang-kadang cepat, kadang-kadang melambat, kadang-kadang rongganya terasa penuh sampai menyesakkan dada. Hyunjae tidak mengerti kenapa, padahal dia hanya membuka ulang video rekomendasi dari youtube. Menampilkan performa sang kekasih yang ditawari menjadi Artist of The Month Studio Choom.

Tatapan tajam yang dibawakan Juyeon, ekspresi di hadapan kamera, serta bagaimana luwesnya gerakan tubuh pemuda itu tanpa sadar merangsang Hyunjae berpikiran kotor.

Suasana di otak mengkabut seiring tangan kiri nan bebas merayap ke dalam selimut. Menekan-nekan kejantanan sambil membayangkan Juyeon dengan rambut palsu sebagai ekor surai hitam menggoyangnya secara kasar maupun menuntut.

Usapan semakin cepat, suara penyanyi asli menjadi lagu latar pemikiran sendiri. Dimana Juyeon menggagahi dalam posisi doggy style sementara ia mengulum milik Younghoon yang menyodok keras tenggorokan.

Sedikit lagi dia hendak klimaks, ponsel tiba-tiba berdering keras menggagetkan.

“Urgghh!!” ketus Hyunjae kesal seraya memandang nama tertera di layar. Mata membulat lucu dan buru-buru menjawab, “wae?”

“Sedang apa Baby?”

Hyunjae menghela napas kasar, rasa ingin memaki Younghoon karena menahan orgasme barusan nyaris terucap di lidah, “Mau apa?”

“Aku baru pulang sama Juyeon, ada bingsoo di sini,” jawab Younghoon lembut, dipikirnya kekasih kesayangan tengah merajuk sebab ditinggal jalan.

“Iya.”

“Sini Hyung ke dapur!” terdengar suara Juyeon memanggil seketika menaikkan rambut-rambut halus di sekujur tubuh. Pikiran kembali membayangkan raut datar si termuda di video tadi.

“O-Oke..” jemari menyentuh tombol merah. Melempar ponsel ke kasur berantakan kemudian bercermin memperbaiki penampilan. Penglihatan mengarah ke celana pendek yang dikenakan, menurunkan ujung kain sedikit menutupi bagian intim setengah mengacung.

Siapa tahu mereka berdua mau bermain dengannya kali ini.

Asrama sedang kosong sewaktu Hyunjae melangkah ke dapur. Mungkin beberapa anggota disibukkan jadwal individu atau sekadar berkencan bersama pasangan masing-masing. Hal ini semakin membuatnya bersemangat untuk mengeksekusi.

Air muka kedua dominan Hyunjae berubah cerah menyilaukan mata saat ia masuk ruangan. Meskipun hanya mengenakan hoodie punya Younghoon dan celana pendek setengah paha, cukup melamakan tatapan mereka ke arahnya sekarang.

“Mana?”

Younghoon menyuruh Hyunjae mendekat, menepuk-nepuk pangkuan agar si manis duduk di sana. “Aku suapin aja ya,”

“Memang aku bayi?” gerutu Hyunjae sudah menyamankan diri, meringkuk bak anak hewan dalam dekapan induk.

“Kan memang bayi, bayi kita,” balas Juyeon menggoda sesekali menoel dagu mungil tersebut. Hyunjae merengut, malah mendapat kecupan gemas cuma-cuma.

Ketiga sejoli menikmati es beku rasa oreo tersebut sambil melontarkan candaan untuk memeriahkan suasana. Hyunjae dengan tawa garingnya, Younghoon dengan tawa kecil, dan Juyeon dengan wajah cengok apabila tidak sempat memahami isi pembicaraan.

Di tengah-tengah acara makan bingsu, Younghoon tak sengaja menjatuhkan setetes ketika menyuapi Hyunjae. Tetesan tersebut mendarat di paha putih si manis, menyebabkannya menyolek bekas kemudian membawa jari ke mulut Hyunjae.

Pemuda surai cokelat melahap telunjuk itu, berani mengulum sampai ke buku jari, menjilati seolah sedang menikmati es krim. Netra terpejam erat tidak memperdulikan tatapan liar dari kedua dominan di sekitar.

Ruangan dapur mendadak menciptakan atmosfer aneh. Juyeon diam-diam menegak ludah memandangi si manis memainkan jari Younghoon bagai tiada hari esok. Celana jeans menyempit begitupula adik yang perlahan bangun.

“Baby?” panggil Younghoon menaikkan satu alis, kenapa tiba-tiba pemuda pendek ini terlihat menggantungkan hidup pada telunjuknya? Sementara bingsu di sendok mencair membentuk kubangan. Hyunjae membuka mata, mengadu pandang seakan memberitahu sesuatu.

“Mau.. itu..”

“Mau apa?” tanya Juyeon agak mendesak, mendekatkan wajah menginvasi ruang napas. Hyunjae nampak menggigit bibir, melepaskan bantalan merah muda itu sangat pelan berniat menggoda, menjulurkan lidah membasahi permukaan bekas gigitan.

“Mau kalian.”

“Di sini?” Pemuda lebih tua memandang sekitar, menaruh sendok hati-hati ke mangkuk di atas meja karena percuma juga dilanjutkan. Hyunjae mengangguk, menarik tangan Younghoon mendarat di gundukan yang terabaikan.

“Kau harus tanggung jawab karena menunda pelepasanku tadi,” Juyeon tidak tahan akan keimutan gerutuan tersebut dan menyambar bibir mengerucut si pendek dalam sekali hentakan. Hampir saja kepala Younghoon terantuk kalau dia tidak menghindar dari serangan ganas kekasihnya.

Di antara mereka bertiga memang Younghoon yang paling tenang dan tabah dalam menghadapi kebinalan Hyunjae maupun kehormonan Juyeon. Apa karena perannya sebagai pacar tertua dan dominan, jadi ia punya kesabaran walau setipis pantyliner.

Selagi Hyunjae dan Juyeon melumat bibir satu sama lain, Younghoon masih was-was. Kan tidak lucu disaat mereka menusuk Hyunjae, ada Eric atau Sunwoo masuk mengambil sesuatu lalu menyaksikan perzinahan ini.

Tapi perasaan ingin memamerkan bagaimana ia dan Juyeon menandai Hyunjae depan anggota juga tidak kalah saing. Dia ingin semua orang tahu kalau hanya ia dan Juyeon saja yang bisa membuat Hyunjae lemas nan puas.

Ya. Gila adalah nama tengah Younghoon. Dia mengenyampingkan kemaslahatan anggota Tbz demi menuntaskan nafsu mereka bertiga. Bibirnya mulai bergerak mengulum telinga Hyunjae terlebih dahulu, merasakan badan di pangkuan tersentak menggigil. Desahan tertahan bagai simfoni merdu bagi Younghoon untuk segera menggoda lebih jauh.

“Mmh.. J-Ju..” pemuda manis sedikit menjauhkan Juyeon lantaran Younghoon sibuk menandai bagian leher. Dirinya terapit oleh badan-badan bongsor sang kekasih yang tak sabar.

“Kau ingin member menangkap basah kita, Hyung?” tanya si maknae menyeringai, menatap semburat merah muda melebar di permukaan pipi hingga ke leher. “kau ingin melihatkan ke mereka kalau hanya kami yang berhasil membuatmu seperti ini?” Tanpa sadar yang ditanya mengangguk, mata berkaca-kaca saat Juyeon meremas miliknya dibalik celana.

“Please.. please fuck me bare!!”

“Bukannya kita sudah sering keluar di dalammu, Baby?” bisik Younghoon di sela-sela kecupan, “kau tidak akan protes setelah permainan nanti kan?”

“Tidak.. tidak.. kumohon, Baby menginginkan kalian,” erang Hyunjae sedikit berteriak karena Juyeon juga memijat kejantanan di bawah sana. Dalam sekali hentakan ia sudah semi polos dengan hoodie dibiarkan melekat.

Tangan panjang Juyeon terampil mengocok milik sang kekasih, bahkan sekilas lenyap di genggaman pemuda itu. Dua paha tebal di pangkuan Younghoon mendadak kaku akibat perlakuan.

“How do you want us, Baby?” tanya si termuda terus menaik-turunkan genggaman, mengusap kepala penis, menyeret kuku berkutek hitam tepat di lubang. “wanna blow me while Hoon fuck you or vice versa?”

Hyunjae menggerakkan kepala ke sana kemari. Penundaan klimaks pertama sudah siap diluncurkan seiring Juyeon menyentuhnya. Otak samar-samar menerima respon dan terbata-bata menjawab pertanyaan.

“Mau kalian.. ahh... bareng..”

Kedua laki-laki lain saling berpandangan, bahkan Juyeon melambatkan gerakan tangan, memastikan kalau indra pendengaran berfungsi dengan baik. Begitu pula si Younghoon.

“Je..”

Hyunjae menggigit bibir kuat-kuat merengek pada Juyeon agar melanjutkan kocokan, masa orang mau dekat malah dihentikan?

“Je, kau serius?”

“Didn't Hoon wanna try?” balas si manis menaikkan pinggul, Juyeon mendapat aba-aba itu memijat kejantanannya lagi. Seakan handjob kecil-kecilan tidak menghalangi diskusi mereka. “nghh.. please Juju faster..”

Younghoon menyusupkan tangan ke dalam hoodie, menemukan puting yang telah mengeras disebabkan ketegangan di selatan, meraba perlahan sembari mencerna permintaan.

“Aku pikir kau tidak ingin mencobanya,” jawab pemuda itu menggigiti rahang Hyunjae yang setia mendesahkan nama Juyeon. Kekasih termuda sedikit mendorong kursi Younghoon supaya dapat berlutut di antara kedua kaki, menyamankan postur lantaran sedari tadi membungkuk.

“Je, angkat kakimu!” titahnya pada si manis. Hyunjae buru-buru menaikkan kedua kaki di atas paha Younghoon, tulang ekor menabrak gundukan milik sang kekasih terhimpit kain jeans. Juyeon menjilat area paha dalam, tepat di dekat liang. Menyusuri permukaan kulit halus tersebut secara pelan nan hati-hati, melihat jelas bagaimana liang itu membuka menutup seiring napas terburu-buru pemuda lain.

“OH!” pekik Hyunjae begitu benda lunak bermain di pintu masuk, kedua kaki mendadak gemetaran sehingga Younghoon mengalungkan lengan di paha yang terekspos. Melebarkan dua bagian montok tersebut untuk dicicipi Juyeon lebih jauh. “fuck.. FUCKK!!”

Untaian yang selama ini ditahan akhirnya keluar membasahi hoodie, sempat mendarat di dagu dan langsung dijilat Younghoon, kemudian mereka berciuman selagi Juyeon memakannya.

Lidah terampil menyapa dinding, tangan nista memijat penis. Sungguh sebuah kombinasi luar biasa bagi Hyunjae yang masih sensitif. Beruntung kakinya yang bergetar ditahan Younghoon, dia benar-benar kehilangan rasa di alat berjalannya itu.

“Do you like it, Baby?” Younghoon menarik bibir bawahnya, mengulum sedikit lalu melepas sebelum melumat kembali, “you like it when Juyo lick you all over?” anggukkan antusias diterima sebab tak bisa berkata-kata. Terutama bagian Juyeon meludah ke dalam ditambah dua jari mulai mencoba masuk.

“Aaah.. J-Juyoo.. nghhh penuh..” Hyunjae mendongakkan kepala, benaknya tak dapat mempersiapkan kalimat sedangkan Juyeon menyeringai di sela-sela makan.

“Kau akan merasa penuh lagi sewaktu kami memasukimu nanti, Baby,”

Membayangkan dua penis panjang nan tebal kesukaan berebutan masuk ke liangnya menyebabkan Hyunjae semakin jatuh dalam kubangan nafsu. Entah sudah berapa tanda kemerahan buatan Younghoon mendarat di leher , mereka tidak ada yang acuh.

Lidah bersama tiga jari mencoba melebarkan lubang Hyunjae. Juyeon tidak mau kekasihnya kesakitan akibat percobaan pertama ini. Sebisa mungkin, si manis harus diperlakukan penuh kasih sayang.

“Kita tidak punya pelumas di sini?” berbeda dari Juyeon yang ganas, Younghoon tampak tenang dan anteng, mata mencari-cari benda cair yang bisa digunakan mengganti pelumas sebab tiada satu pun dari mereka menenteng ke sana kemari.

“Ada bingsoo tuh,” jawab Juyeon cuek, memaju-mundurkan tiga jari di lubang basah akibat saliva. Menikmati jeritan tertahan Hyunjae supaya tidak didengar siapa-siapa walau tahu hanya ada mereka bertiga di asrama.

“Tidak cukup, Juyo,” Younghoon memutar mata malas. “kau berhenti dulu, suruh dia blowjob kita,”

Diperintah seperti itu, Juyeon menurut. Mencabut tiga jari pada liang yang merasa kehilangan. Hyunjae hendak merengek protes tetapi tidak jadi ketika Younghoon menurunkannya untuk berlutut depan mereka.

Dua dominan menanggalkan jeans maupun boxer masing-masing, menampilkan kejantanan yang telah berdiri tegak mengundang gairah. Hyunjae menutup mulut, tidak menyangka kalau hanya dia di dunia ini dapat memiliki Younghoon dan Juyeon secara tamak.

“Hisap, Je.”

Tidak menunggu lama, Hyunjae memegangi penis Juyeon dulu, memasukkan milik Younghoon ke dalam mulut yang sudah terisi saliva. Langsung membasahi batang keras tersebut hingga hidung mencapai pangkal. Tangan kanan tak lupa bergerak mengocok punya si maknae sementara kuku lentik lain menggelitiki bola yang lebih tua.

Desisan memenuhi ruangan, membuat Hyunjae menyengir kesenangan. Darah berdesir di telinga serempak dengan detak jantung memompa hebat. Mulutnya bergantian menghisap seperti menemukan permen batangan terenak sedunia.

Apalagi ditambah cairan asin di puncak kepala penis, membutakan akal sehat Hyunjae saat ini.

Persetan sama anggota, kepuasan dia telah di atas rata-rata.

Si manis mengambil giliran memanjakan milik mereka, di situlah Younghoon dan Juyeon saling melumat bibir. Membiarkan Hyunjae kewalahan membasahi kejantanan sementara keduanya sibuk mendominasi permainan lidah.

“Huuhhh Baby capeeekkk..”

Younghoon dan Juyeon melepaskan tautan, menatap Hyunjae cemberut penuh kegemasan dengan air liur belepotan di sudut bibir. Entah hanya ludah atau precum mereka menempel di sana.

“Juyo, kau baring di meja,” si maknae menyanggupi permintaan, merebahkan diri di atas permukaan kayu, kaki panjang menggantung menapak lantai. “Baby, ride Juyo again,”

Melesat bak kilat, si manis tampak tergesa-gesa tidak sabar saat menaiki perut Juyeon, tangan meraba otot di sana bersamaan Juyeon juga menggrayanginya. Younghoon mengambil posisi di antara kaki Juyeon, mengangkatnya ke atas meja.

“Hyung!” jerit Juyeon tiba-tiba.

“I won't fuck you, Juyo,” sahut Younghoon menghela napas. Juyeon suka sekali berburuk sangka padanya. Padahal dia cuman ingin mencoba double penetrasi.

“Akan kutendang apabila kau berani masuk!”

Younghoon menampar paha dalamnya pelan, “Berhenti menduga aneh-aneh,”

“Papa cepattt!!”

“Iya, sabar Baby,” dominan itu meraba lubang Hyunjae lagi, memastikan kalau bayi mereka siap menerima dua benda sekaligus, mengundang erangan nikmat dan ketidaksabaran. “kau yakin?”

“Y-yakin..”

“Pukul Juyo jika sakit, okay?”

“Hey!”

Younghoon menuntun penis Juyeon memasukinya duluan supaya lebih mudah bagi Hyunjae. Rahang terjatuh tanpa suara dan netra terpejam erat. Isi perut bergejolak hendak berlomba-lomba keluar.

Ini baru satu, punya Juyeon. Bagaimana punya Younghoon?

Mereka membiarkan Hyunjae membiasakan sejenak. Pemuda surai hitam menaikkan pinggul sedikit, menanam miliknya lebih dalam.

“J-Ju bentar!”

“Can't help it, lubangmu sempit, Je,”

Pujian tersebut seakan menaikkan harga dirinya, si manis malah menyempitkan liang menyebabkan Juyeon ikutan mengerang.

“Rileks, Je,” ujar Younghoon ketika kepala penisnya tidak bisa masuk. Hyunjae mencoba santai seraya mengatur napas. Menunggu penuh antisipasi pada apa yang akan terjadi dengan lubangnya. Please jangan sampai robek. Younghoon membasahi kedua jarinya sebelum menyusup di samping Juyeon, membuat Hyunjae terkejut serta menitikkan air mata.

“Sepertinya tidak akan berhasil,”

“Coba dulu, Hyung!” celetuk Juyeon kini memainkan si manis agar konsentrasi terhadap rasa sakit dapat teralihkan, benar saja, Hyunjae melupakan nyeri di pintu liang, mulai bergerak naik turun. Akibatnya Younghoon jadi susah saat hendak masuk.

“Jangan bergerak, Je.” suara bariton dalam menghentikan gerakan. Hyunjae menyukai sisi sang kekasih yang ini, penuh kekuasaan dan otoritas. Dia mendadak lemah hanya karena ditegur barusan. “good Baby,” bisik Younghoon mendapat lirihan manja, mulai mencoba menyusupkan kembali kepala ke lubang yang ditarik dua jari. Bibir bawah tergigit saat kesempitan menyapa puncak kelamin. “f-fuck..”

“Fuck indeed, Hyung,” Juyeon juga mau menggila. Penisnya bergesekkan dengan milik pemuda lain dalam lubang nan sempit, apa tidak melenyapkan setengah kewarasannya?

Hyunjae menempelkan dada di atas Juyeon. Menahan rasa sakit yang kembali mendera sewaktu Younghoon mencoba masuk. Dia tak ingin membayangkan bagaimana lubangnya bisa dimasuki dua orang sekaligus. Tidak.. dia tidak mau pingsan apabila disuruh melihat.

“Je? Masih hidup?” canda Younghoon mengusap punggung basah akan keringat di balik hoodie. Hyunjae mengangguk, tak mau banyak berpikir. Aroma maskulin menyeruak dari ceruk leher sedikit membuatnya tenang.

“Kau yakin tidak apa?” kali ini Juyeon bertanya karena sedari tadi Hyunjae hanya terengah-engah sambil menciumi lehernya, takut kekasih mereka mati mendadak. Hyunjae mengangguk lagi, mulai bangkit dan tiba-tiba mendesis nyaring.

“Shit.. it's.. hurt!!”

“Makanya pelan-pelan pas bangun,” omel Juyeon merasakan hal yang sama. Siapa yang tidak sakit berdempetan di ruang sempit seperti ini? Mungkin Younghoon pun ikut merasa.

Tangan Younghoon menyusup untuk memainkan penis Hyunjae, mengocok teratur sesekali memainkan puting yang terabaikan di balik kain. Hyunjae mulai melupakan rasa perih, sibuk meminta lebih.

“Boleh gerak?” tanya Younghoon lembut, si manis mengangguk cepat. Usai mendapat izin yang bersangkutan, dua pemuda dominan langsung menggenjot perlahan. Pertama sesuai irama, sama-sama menumbuk keras selaput sensitif di dalam. Mendengarkan lolongan kenikmatan dari mulut sang kekasih.

Namun, karena ruangan yang menyelimuti kejantanan sekarang memberi batasan dalam pergerakan, akhirnya mereka saling bergantian. Jika Juyeon menghentak ke atas, Younghoon mengeluarkan miliknya, begitupula sebaliknya.

“Haahh... ah.. fuck p-penuh banget- ughhh..” isi perut Hyunjae bagaikan diobrak-abrik akibat gerakan acak tersebut. Bahkan ia merasa salah satu organ intim dalam diri menembus sampai kerongkongan. “slow-slowly!”

Indra pendengaran dua kekasihnya mendadak tuli. Bukannya melambat malah semakin cepat. Membuat suara geraman seksi di tenggorokan, melupakan kondisi Hyunjae yang berantakan.

Bulir-bulir peluh mengalir deras tapi siapa yang peduli? Ketiganya sama-sama mengejar klimaks, mau bagaimana pun caranya.

Younghoon menyisipkan tiga jari ke dalam mulut Hyunjae, memintanya untuk mengulum hingga basah akan saliva. Menahan rengekan dari si manis sebelum mencabut keluar membiarkan kekasihnya berciuman dengan Juyeon.

“Mmmhh!” netra kucing terbelalak kaget menyebabkan gerakan melambat. Hyunjae ingin menoleh tetapi Juyeon menekan tengkuknya. Disaat kedua sejoli berpagutan, Younghoon menjejalkan jemari ke dalam liang Juyeon. Pinggul tidak berhenti menggenjot Hyunjae ditambah gerakan jari berlangsung cepat.

Hyunjae berhasil klimaks duluan, tak sanggup menahan lebih lama lagi. Cairannya mendarat di otot perut Juyeon berulang kali sampai dia kelelahan sendiri.

Juyeon menyusul beberapa detik kemudian karena Younghoon menggoda prostatnya, sialan kan! Ada benarnya dia berburuk sangka pada pemuda lebih tua!

Younghoon terkekeh melihat dua pemuda lain yang sudah tiba duluan. Dia tak mau ketinggalan, merasa milik Juyeon sudah layu, ia menggoyang tanpa ampun. Bunyi tamparan antarkulit memantul di sekitar penjuru, memekakkan telinga siapapun yang mendengar. Ia meredam desahan begitu klimaks dengan menggigit kain hoodie Hyunjae.

Si surai cokelat menarik ingus, mengundang tawa kecil dari Juyeon, bahkan ia membantu membersihkan air mata maupun cairan lain di wajah. Saat menangis saja ia tetap cantik di mata mereka. Apalagi saat orgasme.

Iyakan.

“Mau mandi, Je?”

“Iyalah,” kesewotan pemuda cantik itu muncul setelah Younghoon dan Juyeon mengeluarkan kejantanan. Sumpah demi apapun, kayaknya dia tidak akan berhubungan dengan mereka terlebih dahulu.

Bokongnya sakit tidak ketolongan.

“Jangan dipegang!” teriaknya ketika Younghoon meraba lubang yang terbuka agak lebar, antara dia masih sensitif atau perih, hendak membiarkan cairan mereka keluar tanpa halau rintang. “aku tidak mau tahu! Kalian harus tanggung jawab!”

Juyeon mengecup sekilas bibir tipis tersebut, perlahan-lahan bangun bersamaan si manis.

“Kapan sih kami tidak bertanggung jawab?”

Hyunjae hanya mencebik seraya meringis kesakitan dan bersumpah tidak akan mengulangi double penetrasi sampai batas waktu yang ditentukan.

. . . -fin

***

“C-Changmin-ah..”

Pemuda rambut cokelat saat sedang terlelap sambil menelusuri alam mimpi agak menyeringitkan dahi begitu mendapati suara kekasih seakan memanggil.

Chanhee menggigit bibir, lintasan kilas balik di dapur berulang kali menginvasi pikiran serta mendapat respon positif oleh bagian selatan.

“Changmin.. aku horny.”

Tidak menunggu setengah detik, mata Changmin langsung terbuka lebar mendengar kalimat terlontar.

Turns out perzinahan tiga sejoli tadi mendapat penonton gratis bernama Choi Chanhee.

. . . -fin beneran-

***

((mandi air yasin 10 galon))

Part 2

bbangmilju oneshot🔞

Warning : berbeda dari bbangmilju sebelumnya, ini 21+ lumayan explicit tapi kalau masih mau baca monggo; switch top; first time bottoming; anal sex as usual; threesome; riding; creampie; cock-warming; . . .

Dari yang awalnya kelahian merebutkan Hyunjae sampai pada akhirnya bisa berhubungan intim satu sama lain. Meskipun harus main gunting batu kertas dulu untuk menentukan siapa pihak dimasuki. ***

“OGAH.”

Sebuah teriakan protes terdengar memantul di segala arah dinding ruangan. Ya sebenarnya tak berguna sih, karena lapisan mengandung bahan kedap suara jadi mau senyaring apapun berteriak, tetap tidak kedengaran.

Seorang pemuda berambut hitam menghela napas kasar, menatap pemuda lain yang tengkurap di kasur. “Jeje lagi keluar, Ju,”

“Lalu kau menyarankanku untuk memuaskanmu?” pemuda yang dipanggil Ju alias Juyeon menyeringitkan dahi jijik, “tidak.. tidak.. kita sudah sepakat hanya menggagahi Hyunjae, bukan satu sama lain,”

Younghoon mengacak surainya frustasi, kalau saja kekasih manis mereka ada di sini, dia tidak akan sefrustasi ini meminta Juyeon menuntaskan pelepasan. Dia sedang terangsang dan hanya pacar lain Hyunjae yang bisa memuaskan.

Tidak mungkin kan dia meminta pertolongan pada Chanhee atau Changmin? Yang ada pasangan itu akan mengamuk massa dan menerornya dengan boneka chucky.

Nope. Gamsa.

“Siapa suruh menonton porno di siang hari,” itu saja gerutu Juyeon terlintas di telinga kiri. Younghoon menoleh mendapati pemuda lebih muda mengerucutkan bibir. Sial. Juyeon ini berniat menggoda atau memang lagi kesal sih?

“Aku belum ada nyentuh Jeje dari minggu lalu, Juyeon..” balas Younghoon agak kasar. Bawaan mood hormon testoteron mengakibatkan emosi meledak-ledak tak stabil.

“Aku juga tapi aku tidak semesum dirimu,”

“Bantu aku sekali, Ju..”

Juyeon melototkan mata, “Tidak mau!”

“Tolong..” Younghoon memelas, di otaknya terbayang wajah si muda mengerang manja, meski postur tubuh mereka sama-sama kekar nan macho, tapi apa salahnya bila ia sesekali menyetubuhi Juyeon. Lumayan kan?

Sometimes relationship needs something to spice things up, hehe.

Atau pada dasarnya Kim Younghoon memang mesum seperti yang dibicarakan Juyeon?

“One time thing,” satu jari terpampang bersama raut bak anak anjing minta dikasihani, “kalau ingin adil, ayo kita gunting batu kertas tiga kali!”

Juyeon menatap sangsi, dahi mengerut serta bibir menyatu bergerak-gerak lucu. Younghoon tak sadar telah menjilat bibirnya sendiri saat melihat ekspresi tersebut.

“Kalau aku kalah?”

“Berarti kau yang kumasuki,”

“Kalau menang berarti sebaliknya?”

“Ya, you can do whatever you want as long as I come,” Younghoon mengendikkan bahu, seolah perkara top atau bottom tidak begitu dipermasalahkan olehnya. Berbeda dari Juyeon yang berpikir lama, antara dunia terlalu cepat untuknya atau dia memang sedang menimbang kemungkinan.

“Okay,” akhirnya setelah beberapa menit Juyeon bersuara, mendekatkan diri pada Younghoon yang duduk di tepi kasur lalu memulai permainan. “tiga kali berturut-turut,”

Younghoon mengangguk, mengikuti gerakan tangan. Rasa kompetitif dan keambisiusan untuk memenangkan permainan kecil ini sangat tinggi jika kalian bisa lihat dari kilatan cahaya mata masing-masing. Mungkin setitik peluh pun dapat dirasakan mengalir turun dari pelipis.

“Gunting batu kertas!”

Sayang sekali bagi Juyeon. Hari ini adalah hari kesialan. Dia menjerit penuh kekesalan ketika tiga kali berturut-turut melempar lawan yang lebih kecil dari Younghoon sehingga pemuda tersebut berguling-guling di kasur sebab frustasi pada diri sendiri.

Sementara yang lebih tua terkekeh bahagia. Pada akhirnya, bukan dia yang dimasuki, melainkan adik beda beberapa bulan ini.

“Hyung, aku mau pergi,”

“Tidak boleh,”

Juyeon menjulurkan bibir bawah, menangkup telapak tangan memohon ampunan dan pertolongan. “Please Hyung, I can do whatever you want but not this,”

“Deal is a deal, Lee Juyeon,” jawab Younghoon seram. Dia sudah siap menanggalkan kaos serta celana pendek rumahan, menyisakan bagian bawah dengan boxer ketat membungkus kejantanan setengah tegang. “sekarang baring,”

“Hyung you know this is my first time, right?” Juyeon masih menawar-nawar, tidak mau luluh begitu saja.

Younghoon tersenyum miring, “And I'll make your first time feels like in heaven, Juyo-ah,”

Seketika Juyeon merinding mendengarnya.

***

Hyunjae merindukan dua kekasihnya. Sangat amat banyak menghias angkasa (?). Seminggu lebih ia beristirahat dan meminimalisir kontak, sekarang ia dapat bermain-main lagi dengan manusia-manusia kelebihan hormon itu.

Pintu kamar Juyeon tampak tertutup rapat. Semoga si maknae -di hubungan mereka- tidak jantungan melihat dia mendobrak masuk untuk mengajak berhubungan.

Namun, bukannya menemukan Juyeon terkejut-kejut malah dia yang dibikin spot jantung.

“DADDIES~ JEJE DAT...ang?”

“H-Hyung! J-Jeje.. ah..”

Sebuah gumpalan air liur harus rela ditelan kasar oleh Hyunjae saat mata kecilnya menatap ke kasur acak-acakan. Younghoon dengan pesona bak dewa seks tak mengindahkan kehadiran, sibuk menghujam pemuda di bawah kukungan. Mau tak mau, Hyunjae bergerak masuk cepat-cepat menutup pintu lalu menguncinya.

Lee Juyeon!!! Kenapa kalian tidak mengunci pintu kalau tahu bakal berujung seperti ini? Dan seriously? SEJAK KAPAN MEREKA BERHUBUNGAN INTIM?

Aren't they like tom and jerry in their relationship? With him as a neutral and the receiver from this trio?

Younghoon hanya melirik sedikit, sempat memberi senyum miring kemudian menunduk mengajak Juyeon berciuman. Seakan memamerkan pada Hyunjae tentang keakraban mereka yang baru saja terjalin selama ia tak ada.

Si manis masih berdiri di tempat pijakan, bingung hendak melakukan apa selain memilin jari jemari. Jujur. JUJUR! Dia langsung terangsang melihat Juyeon yang selama ini dominan kepadanya tiba-tiba berubah merengek bagai anak kucing minta perhatian. Dia bisa melihat jelas bagaimana kejantanan yang sering mengisi diri keluar masuk di tempat lain.

“Ngh.” Hyunjae buru-buru menutup mulut, menahan tangan yang ingin bergerak ke selatan, Younghoon melepaskan tautan saat telinga mendengar lirihan, kepala menoleh mengisyaratkan kekasih mereka bergabung di kasur.

Hyunjae bersikap macam anak penurut, dengan kaki terapit rapat agar dapat bergesekkan, badan menjadi panas dingin di bawah tatapan Younghoon maupun Juyeon.

Pemuda lebih tua berhenti bergerak, mengundang erangan kecewa serta ekspresi terluka. Younghoon gemas melihatnya, melayangkan kecupan kecil di atas rengutan. “Kau tidak ingin Jeje bermain dengan kita, Juyo?”

“M-mau kok..” semburat merah padam menghiasi wajah, Hyunjae sampai terpana memandangnya. Mulai mempertanyakan pada diri siapa bottom sebenarnya di sini?

“Baby, buka baju!” Tanpa protes Hyunjae melaksanakan perintah. Melucuti seluruh pakaian hingga ia polos seperti mereka, penis di selangkangan menggeliat akibat pikiran kotor merangsang saraf di sekitar.

“Done Papa..”

Younghoon menatap mereka bergantian, lalu menyeringai ketika lampu ide muncul menyilaukan kamar. Oh this is gonna be fun menurutnya.

“Now, while I fuck Juyo, you prep yourself, okay?” Si manis mengangguk antusias, merebut pelumas di samping Juyeon dan menyamankan punggung di samping termuda. Mulai menyiapkan dirinya. Younghoon melanjutkan kegiatan, tangan menaikkan kaki jenjang Juyeon di atas bahu sembari menghentak pinggul. Juyeon meringis kembali, berpegangan pada lengan pemuda di atas.

“Aaah.. H-Hyung.. pelan-pelan!”

Hyunjae menggigit bibir mendengar desahan Juyeon, jari bekas lumuran cairan kental itu menggrayangi pintu liang, merasakan teksturnya di permukaan. Jari tengah perlahan masuk, tembus hingga buku jari. “Papaaaa..” rengeknya.

Younghoon tidak hanya menggagahi Juyeon saja. Dia membantu Hyunjae melakukan pemanasan, sehingga dua orang yang berbaring di hadapan sudah hilang kewarasan. Jari-jarinya bergerak cepat di samping jari Hyunjae, begitupula dengan penis yang tiada henti menumbuk selaput sensitif Juyeon.

“Hyung.. keluar..”

Naas bagi Juyeon, setelah ia mewanti-wanti, ia tidak mendapatkan klimaks. Younghoon berhenti begitu miliknya mulai dijepit kuat, menambah rasa frustasi bergumul di abdomen termuda.

“Jeje, ride Juyo.”

Kedua submisif Younghoon berpandangan, mata mereka sama-sama melebar seolah tak percaya. Pemuda visual tersebut gemas terhadap respon dan mendaratkan tamparan sedikit keras di kejantanan Hyunjae. Si manis terpekik kaget bercampur nikmat, tergesa-gesa menaiki badan Juyeon.

Jari jemari si rambut hitam bergerak menggrayangi sisi kanan kiri Hyunjae sebelum menariknya untuk berciuman. Younghoon di belakang membantu milik Juyeon masuk, melebarkan akses agar lebih mudah.

Hyunjae meredam desahan lewat tautan, merasakan bagaimana setiap inchi batang kemaluan menembus pertahanan, menggores dinding dalam hingga pangkal lenyap. Dia menumpu tangan di dada Juyeon seraya bernapas tidak keruan.

Jangan tanya keadaan Juyeon. Pemuda itu mungkin melupakan jati dirinya sejenak akibat stimulasi dari dua arah. Pertama liang kekasih manisnya, kedua kenikmatan di liang sendiri.

“Move Jeje,” bisik Younghoon menyesuaikan irama gerakan, bahkan memegangi sisi pinggang, mencoba menaik-turunkan badan pendek yang meloloskan jeritan. Juyeon ikut membalas dengan teriakan high-pitched yang belum pernah mereka dengar sebelumnya.

“Hyung.. ngh.. Hyuungg..” Juyeon tidak tahu harus bersikap bagaimana ketika bagian bawahnya dirangsang berlebihan. Simpulan dalam perut yang sudah ditahan terlalu lama mendadak keluar padahal Hyunjae belum banyak bergerak.

Hyunjae menancapkan kuku di pundak Juyeon, merasakan pinggul pemuda lain bergetar dipanggil klimaks. Younghoon menggigit bahunya, meredam geraman akibat jepitan membungkus kejantanan.

“So tight..” pemuda lebih tua mencoba menggoyang saat Juyeon dirasa selesai, bekas kemerahan terpampang nyata di bahu mulus sehingga ia menjilatinya perlahan. Hyunjae bergerak lagi, menangkap bunyi basah di dalam sana berdesing di telinga.

“Daddy.. aahh!! Penuh..” racau Hyunjae hampir menangis pada kenikmatan tiada tara. Terus menanam benih Juyeon sejauh yang dapat dijangkau. Si termuda dapat melihat perut kekasihnya agak menyembul saking terlalu dalam. “ngaaahh!!”

“Juyo mau keluar lagi?” tanya Younghoon tanpa memperlambat tusukan, mencengkram paha tak tebal milik Juyeon sesekali melayangkan kecupan di leher Hyunjae. “do you want to fill uri Baby once again, Juyo?”

Juyeon mengerang sembari mengangguk-angguk, rahang terbuka meloloskan desahan sebab Younghoon terus menghujam prostatnya. Belum lagi liang Hyunjae membuka menutup agar tetap rileks, ditambah sperma mengalir dari sela-sela mendarat di selangkangan.

“Je Baby?” panggil Younghoon mengundang erangan, tangan meremat pipi bokong yang bergoyang minta ditampar kemudian melebarkan perlahan. “Make him come twice, can't you?”

Hyunjae mengangguk, menundukkan wajah bersejajar dengan dada bidang Juyeon. Memilin puting sebelah kanan sembari menghisap bagian kiri. Pinggul tak lupa bergerak naik turun. Younghoon menggenjot lagi, merasa bangga pada dirinya berhasil menahan orgasme padahal sedari tadi penisnya pun dipijat habis-habisan.

Demi klimaks yang memuaskan👌

Si termuda terengah-engah meremat surai cokelat sang kekasih yang masih setia menghisap puting. Aliran listrik mengaliri setiap nadi, memompa ke jantung supaya berdetak kencang.

Hyunjae terpekik hampir menggigit benda sensitif dalam mulut begitu dua jari menyusup masuk di samping kejantanan Juyeon. Dia melepaskan kuluman, meloloskan desahan, mata merem-melek saking penuhnya.

Giliran Juyeon mengambil alih. Bangkit setengah badan hanya untuk menggilir puting Hyunjae bergantian. Si manis menandak-nandak di atas badan, meneriakkan panggilan selepas-lepasnya.

“Juyo..” suara berat Younghoon terdengar, si termuda mendongak menatap sayu sebelum pemuda lebih tua mengisyaratkan mendekat, meraup bibir tipis tersebut agak kasar di sela-sela pundak kekasih mereka. Peluh membasahi ketiga tubuh yang saling menempel, menyalurkan kehangatan masing-masing, mendengarkan kecipak saliva antarbibir maupun gesekan licin di bawah sana.

“Ngh.. aah! Daddy.. cumm..” desah Hyunjae menyandarkan kepala di pundak Younghoon, tetes air liur mengalir di sudut bibir tanpa dihiraukan keduanya. Sibuk menggelut lidah satu sama lain. Dia mencapai klimaks hanya dengan hujaman di prostat melukis otot perut Juyeon dan perut sendiri.

“Juyo, wanna come too?”

Juyeon mengerang seiring deru napas menerpa wajah tampan Younghoon. Si dominan mengangguk mengizinkan, disitulah ia sampai di titik terakhir melepaskan untaian putih kedua kali dalam perut Hyunjae yang terkulai lemas.

Aneh, yang digagahi paling lama siapa yang kecapean duluan siapa.

Younghoon menyusul karena tak dapat menahan lebih lama. Sekali tusukan panjang nan menuntut sudah membuatnya klimaks terakhir. Menggoyang pelan-pelan hingga ia lega dan puas. Menarik keluar setiap inchi penis diikuti cairan sendiri.

Sialan dia hampir tegang lagi.

Juyeon dan Hyunjae merebahkan diri bersamaan tanpa melepaskan tautan, si manis merengek apabila termuda ingin mencabut penyatuan, hendak merasa lebih dekat.

Ruangan hening hanya terisi bunyi napas masing-masing. Younghoon terduduk di tepi kasur dekat kaki Juyeon, menatapi lubang terbuka itu mengeluarkan benih membasahi seprai. Juyeon benar-benar merilekskan semua sebab lelah tidak tertolong.

Hyunjae menghirup aroma leher pemuda di bawah lamat-lamat, nyaman berada dalam dekapan sang kekasih muda, tidak mau melepas barang sedetik pun.

“Aku merindukan kalian,”

Juyeon dan Younghoon beradu pandang, belum merespon apa-apa.

“Kenapa kalian bersenang-senang tanpa aku?” gerutu Hyunjae setengah merajuk, bisa dilihat dari bibir merengut kesal. Younghoon tertawa kecil, mengacak surai cokelatnya gemas.

“Siapa yang kemarin masuk rumah sakit karena kecapean huh? Yang dikira malnutrisi padahal habis dibobol berulang kali,” jawab si tertua seraya mencubit pipi tembam itu. Hyunjae mendelik, menepis ringan.

“Kalian yang salah tiba-tiba ambil giliran, memangnya aku pelacur apa?”

“Ya maka dari itu kami kasih waktu satu minggu kan, Cantik..” kali ini Juyeon yang membalas, mendusel hidung mancungnya pelan-pelan. Biasanya Hyunjae luluh jika dilembuti.

“Tapi tidak juga main berdua!”

“Iya iya maaf Sayang,” jawab mereka serempak, Hyunjae menatap kedua kekasihnya bergantian sebelum menyeringitkan dahi.

“Tunggu dulu, atas dasar apa Juyeon mau jadi bottom?”

Hembusan napas kasar terdengar begitupula ceringaian khas Younghoon. Si tertua mulai menjelaskan duduk perkara. “Jadi, sebelum kau ke sini, aku meminta Juyo membantu sebentar selagi kau tidak ada, awalnya dia nolak dan aku juga tidak mungkin kan minta tolong sama Chanhee-”

“Hoon..” gumam Hyunjae seram saat mendengar nama kekasih orang keluar dari mulutnya.

“Iya Baby, aku tahu makanya aku tidak melakukannya, dan ya siapa lagi yang bisa membantu selain Juyo, huh? Kan dia kekasihmu juga,”

“But, the bottoming?? Howw??”

Juyeon menggaruk tengkuk, pipi merona merah menggemaskan lantaran malu ketika melanjutkan penjelasan, “Hyung menyarankan gunting batu kertas untuk menentukan siapa yang jadi bottom,”

“Dan kau kalah,” sahut Hyunjae retoris.

“Bisa kau lihat,”

Hyunjae menipiskan bibir, tampak menahan tawa, tapi akhirnya lepas juga. Membuat atmosfer ruangan menjadi cerah karena deringan tawa garing tersebut. “Aku tidak menyangka kau punya bakat menjadi bottom, Juju,”

“Only for me,” celetuk Younghoon mengingatkan.

“Hell no! You said it was one time thing!” protes termuda mengerucutkan bibir.

“Dengan ekspresimu sekarang? Kau berniat menggodaku atau bukan?”

“Kepedean.”

“Aissh! Tidak perlu perang mulut, mau satu kali dua kali, yang penting aku tetap dimasuki!”

Mendengar kalimat penengah itu menyebabkan ide gila terlintas lagi di benak Younghoon. Juyeon sudah hapal mati sama wajah si tampan kalau aneh-aneh, dia sudah memasang ancang-ancang.

“Gimana kalau kita coba double penetration, Je?”

Tuhkan. Apa Juyeon kata. . . . -fin-

***

Ayuks mandi air yasin sama aku 👁👄👁

PART 1

bbangmilju oneshot 🔞

Warn : threesome, implied exhibitionist; anal sex; blowjob; cum eating; creampie . . . ***

Mari kita buka cerita ini dengan tiga kata.

Juyeon sedang marah.

Iya. Dia marah pada dirinya, dia marah pada jadwal, dia marah pada semua aspek yang menahannya menemui sang kekasih hari ini.

Usai menyelesaikan vlive, menebar aura boyfriend-look bagi beberapa penggemar dengan cara ia berpakaian, kini ia harus mendekam di ruang latihan karena salah satu hyung pelatih menyuruhnya begitu.

Bahkan ia sampai melewatkan siaran langsung Younghoon jelek dimana ada Hyunjae muncul secara cuma-cuma, mengenakan singlet hitam serta bunyi deru napas terengah-engah. Habis ngapain dia hah? Juyeon mau gila rasanya. Younghoon menggoda si cantik yang hanya tersipu, tidak berniat membeberkan lebih jauh.

Dan kurang sambalnya, ketika ia masih sibuk di ruangan serba cermin ini, dua kekasihnya tidak begitu memperdulikan protesan di grupchat mereka. Mood Juyeon mendadak turun hanya karena Younghoon berniat menyetubuhi pemuda pendek di antara ketiganya tanpa kehadirannya.

Super duper tidak adil! How can he be so ruthless when Juyeon stuck in here with their choreographer hyungnim? Such a turn off!

Pemuda rambut hitam menyandarkan punggung, sudah setengah jam sesudah ia mengirim pesan akan menemui Hyunjae, tapi tiada tanda bakal terealisasikan. Dia mengatur napas, sesekali mengusap bulir-bulir keringat menggunakan kaos lalu meringis kelelahan.

“Aku pergi bentar, Juyeon!” Subjek kedua mengangguk, membiarkan mata terpejam sejenak meski orang lain telah menghilang. Meninggalkan kesenyapan melanda ruangan dan sebuah bunyi notifikasi. Tangan berusaha menggapai benda elektronik, memeriksa apa yang muncul.

Kalau pesan dari operator, maka Juyeon siap melempar ponsel itu.

onlyfans.com/babywithdaddies-live

Tautan link terkirim, terpampang nyata di layar. Dan Juyeon langsung tahu siapa pengirimnya kalau bukan pacar Hyunjae lain. Si Kim Younghoon mesum (11 12 mereka sama). Dia sebenarnya masih belum konek, bertanya-tanya kenapa si jelek mengirim bahan film porno, apa dia sedang berbagi sumber?

Juyeon sudah hampir cengengesan tetapi tidak jadi sebab melihat user sangat dikenal di tautan tersebut. Bukankah itu username Hyunjae? Mereka bertiga memang pernah sepakat membuat akun onlyfans, tidak menyangka akan digunakan sekarang.

Mata kucing melirik ke sana kemari. Memastikan kalau ia sendirian. Iya dia sendirian dan berdoa supaya hyung tadi tak masuk secara random.

Ibu jari menekan link, bibir bawah tergigit cemas, lebih tepatnya mengantisipasi sesuatu. Beruntung ia tinggal di Korea Selatan dengan kecepatan internet di atas rata-rata serta tiada pemblokiran situs dewasa. Layar ponsel tiba-tiba memunculkan sebuah ruangan temaram. Hanya ada siluet dua orang pria sedang mencumbu satu sama lain dan bunyi napas mereka berdesing nyaring.

Oh, no. Dia musti memasang earphone sebelum ada pihak lain memergoki. Juyeon merasa bersyukur lagi sebab duduk menjauhi cctv di pojok ruang latihan, tidak dapat menangkap jelas apa yang ia tonton.

Celana terasa menyempit, bibir semakin keras digigit, gendang telinga diketuk oleh erangan Hyunjae. Para pemain mengenakan topeng, hanya salah satu dari mereka sudah polos, terbaring lemah di atas kasur empuk. Juyeon menahan napas saat kamera diarahkan ke pemuda lain, tengah meringkuk malu seolah ditonton di depan mata.

“Bagusnya kita apain dia?”

Juyeon melihat beberapa komentar bermunculan secara acak dan cepat, menyebabkan mata kucing membulat kaget sebab dipikir hanya dia yang mendapat link tersebut.

Younghoon dan kegilaannya. Dia tidak main-main soal ucapannya ingin menggagahi Hyunjae sambil pamer. Juyeon bukannya marah malah merasakan miliknya semakin tegang.

Hyunjae merengek, memainkan jari-jemari agar Younghoon mendekat. Bibir tipis itu bergetar menahan desiran begitu pemuda lain melayangkan kecupan manis di sekitar penis, hanya menggoda tanpa berniat lebih.

/*daddyspatme : he’s so cute, red all over

doggystyle : oh I wish I can join too*

Juyeon menyeringitkan dahi. Terbakar cemburu setelah membaca komentar-komentar yang mengotori siaran langsung. Dirinya yang tadi terangsang berubah kesal. Tanpa babibubebo, dia mematikan ponsel kemudian beranjak pergi. Bodo amat sama latihan. Hyunjae lebih penting dari itu semua.

***

Di sisi lain. Ruangan temaram yang diselimuti hawa panas, tampak seorang pemuda tinggi tengah menggoyang sang kekasih. Memberi kenikmatan tiada duanya melalui hujaman menuntut mengenai selaput. Hyunjae berusaha memegangi seprai, menahan tubuh yang hendak jatuh.

“B-Bbang.. ngh..”

“I told you to call me Papa, right?” Hyunjae mengerang nyaring saat Younghoon memainkan kejantanan sendiri. Buku jari terlihat memutih akibat rematan kencang pada kain di bawah tubuh. Lutut hampir mati rasa terlalu sering bergesekkan pada seprai. “P-Papa..”

“Yes Baby?” sahut Younghoon melambatkan tempo. Hyunjae menggeleng-geleng, mengisyaratkannya agar terus menggoyang cepat. “what do you want heum? Katakan pada mereka,”

Telinga si manis memerah hebat, dia baru menyadari kalau mereka sedang siaran langsung. Menjadi objek masturbasi separuh manusia-manusia hormonal di berbagai belahan dunia. Gencar ingin merasakan posisi Younghoon sekarang. “Do me harder, Papa,”

Younghoon menyeringai, melayangkan tamparan tepat di pipi bokong Hyunjae, memantulkan bunyi kesadisan serta pekikan pemuda lain, tak lama kemudian digantikan desahan meminta lebih. Tidak menunggu bak kambing cengok, pinggulnya menghentak maju. Memantulkan suara penyatuan di segala penjuru.

Kedua sejoli mengejar pelepasan satu sama lain. Tampak tidak memperdulikan seseorang yang menggeram kesal karena tak diikutsertakan. Younghoon terkejut begitu ponsel di tangan melayang, tidak tahu siaran terputus atau masih berlanjut. Dia melambat kembali ketika melihat siluet wajah sangar Juyeon.

“Papaaaa..”

Juyeon melirik ponsel Younghoon yang mati total. Ya, dia bertanggung jawab soal itu, dan akan menggantinya di lain waktu. “Kau gila ya Hyung?”

“Gila kenapa?”

“Kalau sampai fans kita tahu gimana?”

Hyunjae menolehkan kepala, mata berbinar-binar bak ketiban permata ketika menangkap figur tinggi kekasih lain. “Daddy!” teriaknya antusias seolah melupakan keadaannya. Juyeon tak bisa menahan amarah, menghembuskan napas kasar dan melempar senyum kecil.

“Hai Jeje..”

“Kalau kau tidak ingin bergabung mending keluar dari sini!” usir Younghoon dongkol. Juyeon menatap sinis, melucuti kaos beserta celana jeans lalu menyamankan postur di samping Hyunjae yang menungging. “yak!”

“Dan membiarkan kalian bersenang-senang tanpa aku? Tsk, in your dream, Kim Younghoon,” tangan Juyeon merayap ke sisi wajah submisif mereka, menangkup permukaan pipi tembam tersebut hingga bibir menyatu lalu mempertemukan bibir mereka dalam ciuman panas.

Pemuda lebih tua memutar mata malas sebelum melanjutkan genjotan, tak lupa melepaskan topeng karena merasa siaran sudah usai, mengundang desahan tertahan dari si tengah yang bibirnya habis dicumbu Juyeon. Saliva bertukaran seiring lidah saling membelit lawan main. Hyunjae tak sengaja menggigit bibir bawah kekasih mudanya lantaran penis Younghoon berhasil menumbuk prostat. “Aaah!”

“Got it, Baby.”

Juyeon menyesap darah di permukaan, menarik paksa topeng yang menutupi wajah cantik Hyunjae lalu membawa mereka dalam ciuman panas kembali. Tangan si pendek diarahkan ke penisnya tanpa memutus tautan.

“Use your hands properly, Jeje,” gumam Juyeon mengeratkan genggaman, membantu mempercepat kocokan. Hyunjae terengah-engah, tidak dapat merespon sebab Younghoon menghabisinya di belakang. Dia menatap Juyeon sayu seakan memohon sesuatu. “heum? Jeje mau apa?”

“Fuck.. aahh.. my mouth..”

Juyeon menyeringai lebar, menyamankan postur bersandar di dinding sehingga Hyunjae berada di antara kedua kaki. Pemuda manis tidak menunggu lama dan langsung menyusupkan batang keras tersebut ke dalam mulut. Bola mata terasa berputar ke belakang saat kepala jamur nan pahit menyapa kerongkongan.

One to ten, seratus buat titit Juyeon👍.

Younghoon merasa terabaikan tiba-tiba menjambak surai kecokelatan pemuda yang digagahi, menyebabkan Hyunjae tersedak disertai erangan keenakan dari Juyeon. Dirinya menunduk membisikkan pertanyaan lantaran tidak diacuhkan.

“Enak Je? Heum? Enak ngulum punya Daddy heum?” Hyunjae mengangguk-angguk, tetes liur berjatuhan di sudut bibir, sekaligus membasahi milik pemuda lain. Pipi menirus menghisap lebih, mencoba merilekskan tenggorokan. “how about Papa, Je? Did I fuck you good?” Anggukan kembali diterima tetapi Younghoon masih belum puas.

Telapak tangan mendarat di pipi bokong sebelah kanan, warna merah nampak terang jika lampu kamar dinyalakan. Juyeon tak kuasa menahan pinggul yang sedari tadi bergerak menyodok rongga, merasakan kehangatan melingkupi sekitar batang.

“Aah! Je.. Daddy keluar okay?” Juyeon memegangi kepala Hyunjae agar tak bergerak kemana-mana. Untaian putih mengalir gratis melewati kerongkongan, Hyunjae menelan semua tanpa sisa sesekali menjilati sampai bersih. Dia tidak menyadari kalau liangnya berkontraksi akibat terlalu bersemangat menghisap milik Juyeon.

“Shit.. kayaknya Papa bentar lagi..” desah Younghoon memegangi sisi pinggang si manis, tiga kali tusukan ia menghentak lebih tajam seraya menyemburkan cairan bersamaan Hyunjae yang sensitif ikut klimaks tanpa disentuh sama sekali.

Melepaskan kejantanan di mulut, rahang nyaris kram akibat lama membuka. Hyunjae mengambil napas banyak-banyak kemudian terbaring lemas di dekapan Juyeon.

Ketiga sejoli berdiam diri sebentar, satu ronde mana cukup bagi manusia hormonal macam mereka. Namun, melihat Hyunjae diserang 5L, mau tak mau kedua pemuda lain membiarkannya rehat beberapa menit.

“Ngh..” erang Hyunjae pelan, ia merasakan sesuatu keluar dari lubang, berusaha menutup pintu anal agar tidak belepotan mengotori seprai.

“Kenapa Sayang?” tanya Younghoon, Hyunjae mengarahkan jari ke liang yang kemerahan, berusaha memasukkan perlahan. “eh? Keluarin aja, Je,”

Hyunjae menggeleng, malah memberikan cengiran menggoda, “Nggak mau, mau simpan punya Papa sama Daddy di sini,”

Kejantanan Juyeon maupun Younghoon mulai menegang akan perkataan tersebut dan mereka yakin bahwa hari esok Lee Jaehyun akan izin seminggu untuk beristirahat total. . . . -fin