“Tumben loh,” kata Giselle yang membuat Winter mengangkat kepalanya. Gadis yang lebih muda itu sibuk mengaduk mie cupnya. Giselle sedang bermain dengan gawainya sambil memakan makanan kecil ketika Winter datang ke dapur da menyeduh mie.
“Apaan, Kak?” gadis bermarga Kim itu menyipitkan matanya karena Giselle hanya memutar bola matanya malas.
“Ya itu, tumben initiate skinship duluan ke Karina.”
“Ohh, ya biasa toh. Kan pacar gue,” sahut Winter cuek.
“Emang kulkas ini,” Giselle melempar kulit kacang yang barusan dia makan isinya, “Lo tuh emang dingin apa gimana sih, Sis? Bisa-bisanya Karina demen sama lo.”
“Gue kan emang charming,” Winter hanya mengibaskan rambut merahnya, “Lagian kan emang kita biasanya gandengan toh di panggung.”
“Iya tapi kan Karina yang mulai. Elo mah sampe bikin dia gemes sendiri.”
Winter menghentikan seruputan mienya, sebelum membuka kaleng soda yang berada di meja. Dengan cepat, dia menengguk minuman ringan tersebut.
“Gara-gara lo juga sih,” dengus Winter
“Lah kok gue.”
“Iya lo sama Ning tuh bacot banget tau, Kak. Soal gue yang cuek sama dia.”
“Lah sorry?” Giselle mengangkat satu alisnya heran, “Kan emang lo tu ga suka PDA dan Karina aslinya demen pegang-pegang elo.”
“Dia kemarin lusa cerita pas sebelum tidur kalo kepikiran apa gue selama ini ga nyaman dia pegang-pegang waktu on-cam. Karena gue cuma diem aja, ga komen apa-apa.”
“Ya kan elo.”
“Ya tapi kan elo sama Ning ngomongin itu, jadinya dia kepikiran.”
“Jadi lo aslinya demen ga digituin?”
“Demen lah, gue ngalahin berapa juta orang buat dapetin Karina coba?”
“Lebay,” Giselle kembali melempar kulit kacang kepada Winter.j
“Gue bilang sama dia, Kak. Gue ga masalah dia suka pegang gue, nunjukkin sayangnya ke gue dengan kaya gitu, gue seneng. Trus ya kemarin lusa itu dia juga bilang bakalan lebih seneng kalo gue bisa bales juga.”
“Desperate” tau ga sih dengernya. Emang lo nih, kulkas. Dia tuh sering kepikiran kalo lo lagi kerja sendiri, kepikiran lo digimanain orang nyaman apa enggak.”
“Hmm.”
“Kebiasaan overthinking kan. Ya lo setidaknya ngomong aja, ga semua yang lo lakuin dia paham maksudnya. Apalagi show kemarin kan dia agak ga enak badan.”
“Iya, agak demam sama pusing dia,” Winter mengangguk pelan, mengingat kekasihnya yang tidur lebih awal hari ini, “Makanya sebenernya gue ngelakuin itu sebagai gestur buat bikin dia nyaman.”
****
Winter masih memainkan gawainya ketika dia merasakan seseorang memeluknya dari belakang.
“Kok bangun, Sayang?” tanya Winter sembari mengelus lengan Karina yang memeluknya
“Kamu ga ada.”
Winter tersenyum. Dia memang tidak ada niatan meninggalkan Karina di kamar. Hanya sekedar lapar yang berakhir mengobrol sejenak bersama Giselle; gadis Jepang itu baru saja masuk kamarnya untuk tidur.
Winter melepaskan rengkuhan Karina dan mendorong gadisnya untuk duduk di pangkuannya secara miring. Karina menurut, mengalungkan kedua lengannya di leher Winter. Winter mengecup bibir Karina sejenak sebelum memberikan tambahan lumatan kepada bibir ranum gadisnya itu. Ciuman yang cukup panas terhenti sejenak karena keperluan untuk menarik nafas diantara keduanya.
Winter menangkup kedua pipi Karina, merasakan hangat di wajah gadis cantik itu.
“Masih agak demam ya?” tanya Winter pelan
“Iya, tapi uda ga pusing.”
“Yauda yuk bobok lagi. Aku sikat gigi dulu ya, Sayang.”
Karina membalas dengan anggukan sebelum turun dari pangkuan Winter. Winter mengecup kening Karina sebelum melesat ke arah kamar mandi, meninggalkan senyuman tipis di bibir Karina.
Karina merasakan Winter masuk ke dalam selimutnya. Menyelipkan lengannya ke bawah bahu Karina dan menariknya pelan ke dalam rengkuhannya yang kuat.
Bagian yang paling Karina suka tentu saja adalah kecupan kecil di puncak kepalanya. Terasa sangat hangat, assuring, dan juga menghapus banyak pikiran berat di kepalanya.
“Sayang...” panggil Karina pelan
“Hmm?” gumam Winter dengan suaranya yang sedikit tinggi; seperti suara puppy menurut Karina.
“Kamu sebenarnya nyaman ga sih untuk ya.... skinship? Maksudku kaya show semalem yang kamu tiba-tiba genggam tangan aku, biasanya kan aku...”
Racauan Karina terhenti karena Winter menarik dirinya dari pelukan dan memandang Karina. Dia hanya tersenyum tapi itu membuat Karina sedikit salah tingkah.
“I don't mind,” kata Winter pelan, “Kamu gausah pikirin kata orang atau pikiran jelek kamu. Aku sayang kamu. Kamu pegang aku di depan umum, aku diem bukan berarti aku ga nyaman. Aku suka kok, walaupun aku ga kasi respons yang sama, bukan berarti aku ga suka.”
“Aku takut,” kata Karina lirih, “Aku takut kamu ga nyaman.”
“Kalo aku ga nyaman, aku bakalan ngomong kok, Sayang.”
“Makasih ya...”
“Lho?” Winter mengangkat alisnya bingung
“Uda mau ngertiin maunya aku. Uda mau nurutin semua maunya aku, termasuk mau aku gandeng atau pegang on-cam.”
“Ya sebenernya kalo liat kamu tu bawaannya pengen cium kok, apa aku gitu aja?”
“Sembarangan!” Karina mencubit perut Winter, membuat gadis yang lebih muda tertawa dan kembali menarik Karina ke dalam pelukannya.
“Aku sayang kamu banget, jadi gausah khawatir ya, Sayangku,” kata Winter sebelum mengecup puncak kepala Karina
“Aku juga sayang kamu,” balas Karina lembut, bersiap untuk tidur yang nyaman di dalam rengkuhan kasihnya.