“Gila gue bener ga nyangka kalo momen ini bakalan datang buat Keira,” Gisella tidak bisa menutupi kebahagiannya sedari dirinya tiba di Australia kemarin. Bahkan Ningtyas sendiri mengatakan bahwa Gisella seperti sedang kebanyakan gula, sugar rush sepertinya memang.
Keira memandang ketiga sahabatnya yang akan menjadi bridesmaid untuk dirinya di acara pernikahan ini. Sebenarnya tidak terlalu banyak yang harus disiapkan, toh tamu undangan sangat terbatas dan tugas ketiga temannya itu hanya mungkin akan berpose cantik bersama pengantin dan membantu mengatur jalannya foto bersama.
Namun walaupun demikian, Keira tetap tidak bisa menutupi kebahagiaan yang ada di wajahnya dengan kehadiran ketiga sahabatnya itu.
“Lo abis ini jadi istri orang,” kekeh Mikha ketika mereka berdua sedang melihat Gisella dan Ningtyas yang saling berdiskusi mengenai pilihan gaun mereka pagi ini.
“Thanks for reminding me?” Keira bales terkekeh,
“Gue juga setengah ga percaya bisa nyampe ke sini akhirnya jalan hidup gue.”
“Lo gapernah bayangin sedikitpun ya?”
Keira menggeleng, “Lo tau gue dulu pernah merencanakan sesuatu dan gapernah punya rencana lagi.”
“Dan rencana Tuhan yang paling baik,” Mikha tersenyum kepada sahabatnya itu, “Sejauh apapun lo berusaha lari, kalo itu emang takdirmu, lo bakalan dapet itu.”
“Lo bener,” Keira membalas senyuman sahabatnya itu, “Dan sekarang, gue siap bakalan kaya gimana ke depannya. Asalkan sama Winza. Uda ga sabar gue liat dia di altar.”
“Baru juga ga ketemu semaleman,” Keira mendorong pelan bahu Keira, “Kak Kath mana?”
“Lagi ngurusin si Noah mungkin, semaleman kan Kak Kath sama gue. Nyariin emaknya kali.”
“Diwejangi apa aja lo sama Kak Kath?” tanya Gisella yang ternyata sudah selesai berdiskusi dengan pacarnya barusan
“Suruh banyak sabar,” Keira ketawa, “Dan terbuka. Sekarang gue sama Winza itu jadi satu, gabisa kalo nyembunyiin hal yang penting.”
“Wejangan yang menarik,” Ningtyas menanggapi, “Tapi Kak Kei, serius. Gue takut Winza pingsan liat lo secantik ini.”
“Apa sih ngasal,” Keira tergelak, “Kan gue uda nyoba gaun ini di depan dia.”
“Tapi kan belum make up dan pake mahkotanya,” Gisella menunjuk hiasan di atas kepala Keira, “Gue juga kepikiran Winza bakalan pingsan apa enggak.”
Obrolan mereka terkait dengan gaun pernikahan dan kemungkinan Winza akan pingsan atau tidak terpotong dengan ketukan di pintu oleh Kevin. Adik Keira itu akan menggantikan peran almarhum ayah Keira untuk membawanya ke altar. Sudah tampak lelaki muda itu selesai berdandan dengan jas putih dengan paduan kemeja hitam dan dasi kupu-kupu berwarna putih juga.
“Yuk,” Keira berdiri dibantu oleh Ningtyas dan menyambut tangan Kevin yang sudah diangsurkan.
“Kita tunggu di bawah,” kata Gisella sebelum menepuk pelan bahu Kevin, memberikan semangat kepada anak bungsu itu. Sebuah tanggung jawab yang besar.
“Nervous?” tanya Keira kepada Kevin yang terlihat sedikit kaku sekarang
“Dikit. Tapi kayaknya lebih nervous elo deh,” Kevin menggenggam tangan Keira, “Yuk turun, pasangan lo bakalan bahagia banget buat liat lo kaya gini.”
Sebuah pujian yang biasa, namun entah kenapa terdengar sangat tulus di telinga Keira.
“Makasih ya, Vin.”
“Untuk?” Kevin mengangkat alisnya bingung
“Semuanya. Gue tau lo juga struggle buat nerima kenyataan kalo Winza bakalan jadi kakak ipar lo, bakalan jadi bagian dari keluarga kita.”
“Ga sebanding sama lo yang nyesuain kehidupan Kak Winza dan sebaliknya,” sela Kevin, “Gue sadar perbedaan kalian yang sangat jauh bikin semuanya agak sulit, tapi lo berdua berhasil untuk saling ngalah, saling cari tau mana yang bisa disesuain. Buat gue, itu udah usaha yang luar biasa.”
Keira tanpa sadar menitikkan air mata. Adik bungsunya sudah dewasa, benar-benar dewasa.
“Jangan nangis dong Kak, ntar maskaranya luntur loh,” Kevin menarik tisu yang ada di meja dan memberikan kepada Keira, “Gue bakalan bikin almarhum ayah bangga karena gue bisa gandeng lo dengan tenang buat jalan di altar.”
“Beliau pasti bangga kok, Vin.”
Dibandingkan takut dengan Winza yang pingsan karena apapun, Keira lebih takut jika gaunnya nyrimpet ketika dia turun dari tangga. Memang ide yang cukup sederhana dalam pernikahan ini. Diadakan di gedung pertemuan yang terdiri dari dua lantai, dan disusun seperti altar dimana pendeta sudah menunggu mereka untuk mengucapkan janji pernikahan.
“Awas, Kak. Pelan-pelan,” bisik Kevin ketika Keira nyaris menginjak lidah gaunnya.
Namun kehawatiran terkait lidah gaun sirna sudah ketika mata Keira bertemu dengan mata milik Winza yang memandangnya lekat. Wanita yang lebih muda itu juga menggunakan gaun, walaupun jauh lebih simpel dari milik Keira. Awalnya Winza ingin menggunakan jas saja, namun Keira ingin melihat Winza menggunakan gaun pada saat upcara pernikahan dan jas ketika pesta pernikahan mala mini. Tentu saja Winza menurut; wanita itu hampir tidak pernah protes jika Keira meminta sesuatu.
Senyuman lebar menghiasi wajah Winza, pandangannya terus melekat pada setiap langkah yang dilakukan oleh Kevin dan Keira.
Keira sejujurnya malu jika terus mengunci pandangannya kepada Winza, maka dari itu dia mengedarkan pandangannya ke seluruh tamu undangan. Keira bisa melihat Yangtinya tersenyum haru; air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya dan Keira yakin siap dikeluarkan kapan aja. Keluarga Om dan Tantenya, Johan sepupu favoritnya juga melihatnya dengan raut yang sangat bahagia. Di sebelahnya, Katherine dan Windy sedang menggandeng anak tunggal mereka, keponakan kesayangan Keira dan Kevin, Noah, yang terlihat masih mengantuk. Di depan sendiri, ada Ningtyas yang sedang dipeluk dari samping oleh Gisella dan di sebelahnya ada Mikha. Mario, Reta, Juwita, Eugene, Joshua dan Narendra berdiri sederet dengan mereka, memandang dengan penuh kebahagiaan. Senyuman bahkan tidak pernah lepas dari wajah Joshua sejak mereka tiba di sini.
Dan yang paling depan, Keira hampir saja tercekat di langkahnya. Jesselyn dan Tara, dengan balutan gaun yang sangat elegan. Mereka berdua tersenyum kepada Keira, senyuman yang penuh arti. Senyuman yang menjelaskan semuanya, bahwa hubungan mereka akan segera diresmikan menjadi sepasang istri.
“Hi, pretty,” bisik Winza ketika Kevin memberikan tangan Keira untuk digandeng oleh Winza
“Gausah aneh-aneh,” Keira sudah mulai salah tingkah
“Baik, mari kita ucapkan janji suci pernikahan untuk Winza Kusumajati dan Keira Agatha,” Pendeta di depan mereka memulai untuk mengucapkan janji suci pernikahan untuk diucapkan ulang oleh Winza.
“Jadi, Keira, do you?” tanya Winza setelah membacakan janji pernikahan mereka
“I do, Winza,” jawab Keira sambil meloloskan air matanya, sebuah tangisan kebahagiaan. Sorak sorai keluarga dan teman terdekat mereka di belakang seakan menjadi latar belakang yang sangat membahagiakan bagi keduanya.
“Now you may kiss the bride,” ucap pendeta kepada Winza yang langsung diteruskan dengan rengkuhannya kepada wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Perlahan, Winza mencium bibir Keira. Kecupan yang singkat namun penuh makna bagi keduanya.
“Hai, istriku,” bisik Winza setelah mencium bibir Keira.
“I like that,” balas Keira sambil tersenyum lagi sebelum mereka menghadap ke tamu undangan yang datang.