Suara ketukan di pintu menghentikan diskusi di ruang rapat. Winza mengatakan masuk sebelum pintu ruangan dibuka, menunjukkan Keira datang dengan kurir yang terlihat membawa kopi dan makanan kecil.
“Tadi bareng naik liftnya,” kata Keira ketika Winza mengangkat alisnya heran.
“Sini, duduk,” Winza menggeser kursi di sebelah kirinya, mempersilakan Keira duduk di sampingnya. Lengannya langsung memeluk pinggang Keira dan senyuman kecil terlepas dari bibirnya.
“Uhuk,” Ningtyas terbatuk di seberang mereka, membuat Juwita yang sedang membagikan minum ikut tertawa
“Apa perlu saya panggil Gisella sekalian?” tanya Winza sambil tersenyum, membuat Ningtyas salah tingkah. Tentu saja, Winza hampir tidak pernah bercanda ketika sedang bekerja.
“Uda udah, jangan digodain Ningnya,” kata Keira sambil menepuk paha Winza, “Udah sampai mana?”
“Rangkuman berita,” Winza mengetuk layar tabnya dengan pen, “The medias are going wild because apparently someone gave them a tip-off about our last tender.“
“Soal sponsor di pekan olahraga provinsi bulan lalu?”
“Yep,” Winza mengangguk, “Beritanya berputar dari yang awalnya aku dituduh selingkuh, ke rencana pembatalan pernikahan kita dan aku bakalan bareng sama Stella for a business marriage.”
Winza menjelaskan dengan tenang kepada Keira, bahkan meminta Hayden untuk menunjukkan di layar mengenai pemberitaan itu.
Sebuah tindakan yang tidak Winza sadari justru membuat Keira merasa hatinya seperti diremas. Dia tadi menangis, menangisi apa? Tentu hubungannya dengan Winza. Tapi sepertinya calon istrinya itu tidak melihat ini sebagai sesuatu yang besar, terbukti dengan ketenangan yang dia tunjukkan sekarang.
“Joshua sudah datang,” kata Juwita, membuyarkan lamunan Keira.
“Arahkan dia ke ruangan ini,” kata Winza yang direspons dengan anggukan dari Juwita
“Sayang, nanti temani aku ya?” bisik Winza, melihat Keira yang sepertinya melamun, “Kamu kecapekan kah?”
“Eh, enggak,” Keira menggelengkan kepalanya, menoleh sedikit dan melihat Winza melihatnya dengan penuh kekhawatiran.
“Semuanya terkendali kok, kamu jangan khawatir.”
Keira mengangguk. Dia yakin tim humas dan Winza bisa mengatasi ini semua dengan baik.
Tapi mungkin yang tidak teratasi adalah perasaan kacau dan pikiran berisik milih Keira. Sungguh, Keira merasa ingin berlari pulang dan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia tidak lelah fisik, tapi batinnya seperti sedang disiksa.
*****
“Saya, Winza Kusumajati, Manajer Humas dari Blanc Eclare akan menyampaikan klarifikasi yang berkaitan dengan kejadian siang ini. Kejadian siang ini merupakan sebuah kejadian yang tidak diduga, terutama berkaitan dengan rencana saya yang akan melangsungkan pernikahan bulan depan.”
Kamera dan keyboard terus ditekan. Wartawan yang hadir di ruang konferensi pers tentu tidak ingin melewatkan apapun.
“Melalui konferensi pers ini, saya menyatakan bahwa pemberitaan saya berselingkuh dengan Stella Pradipto adalah berita yang tidak benar. Saya dan saudari Stella hanyalah teman semasa SD, bahkan di saat foto itu diambil, Saya sedang menunggu Joshua, yang merupakan sepupu saya dan teman SD dari saudari Stella juga. Semua pemberitaan yang tidak benar terkait Saya, Blanc and Eclare serta pernikahan saya dengan Keira Agatha, akan kami tindak lanjuti secara hukum.”
Winza menutup klarifikasinya dengan menganggukkan kepala, memberikan arahan kepada Juwita untuk menunjuk wartawan yang akan bertanya.
“Baik, silakan 3 orang yang saya tunjuk untuk menyampaikan pertanyaannya,” kata Juwita
“Terimakasih kesempatannya,” penanya pertama berbicara melalui mic yang disodorkan, “Saya ingin memastikan apakah benar tidak ada hubungan apapun antara Blanc Group dengan Xavier Group?”
“Benar. Tidak ada,” jawab Winza lugas, “Jika hubungan yang dimaksud adalah interaksi, maka Xavier Group pernah menjadi lawan tender dari Blanc Group, dimana itu tentu saja bukan ranah saya sebagai Manajer Humas dari Blanc and Eclare. Pertanyaan selanjutnya?”
“Apakah ada indikasi bahwa dari pribadi Stella Pradipto, ingin merusak hubungan anda dengan Keira Agatha?” wartawan kedua bertanya
“Itu bukan ranah kami dari Humas untuk menyelidiki dan menjawab,” Winza menjawab dengan cepat, “Kasus ini sudah kami bahas bersama dengan tim legal, dan tentu saja akan kami bahas lebih lanjut dengan board dari Blanc Group. Tim humas hanya melakukan klarifikasi berdasarkan pemberitaan yang tidak benar siang ini. Silakan ditunggu mengenai update selanjutnya berkaitan dengan kasus ini. Pertanyaan terakhir?”
“Mengapa tetap memilih bertahan, Ibu Winza? Bukankah sudah jelas lebih menguntungkan memiliki hubungan dengan Stella Pradipto dibandingkan dengan Keira Agatha?”
Pertanyaan itu membuat suasana ruang konferensi yang awalnya ramai menjadi hening. Semua mata tertuju kepada wartawan terakhir sembari saling berbisik, merasa heran dengan pertanyaan aneh ini.
“Silakan dijawab Ibu Winza. Apakah anda tidak mau menjawab karena ada calon istri anda yang hadir di sini?”
Tubuh Keira bergetar, entah kenapa dia merasa semua mata melihat kepadanya.
“Keira, jangan khawatir. Jangan panik,” bisik Joshua yang berdiri di sebelahnya. Sepupu Winza tersebut menepuk kedua bahu Keira untuk menenangkannya.
“Saya rasa sedari awal saya sudah menyampaikan bahwa konferensi ini merupakan tempat untuk klarifikasi sesuatu yang terjadi tadi siang,” Winza memandang tajam wartawan yang terlihat salah tingkah itu, “Pertanyaan anda jelas tidak sesuai dengan apa yang seharusnya ada di ruangan ini. Dan perlu saya ingatkan lagi, calon istri saya adalah Keira Agatha.”
Winza menutup sesi konferensi pers dengan anggukan pelan. Seluruh wartawan yang hadir di ruangan memberikan tepuk tangan sembari melihat Winza meninggalkan podium dan keluar ruangan.
“Cari dia siapa dan pastikan dia tidak pernah bisa lagi menjadi wartawan,” desis Winza kepada Juwita yang berjalan di sampingnya.
Winza sedikit kehilangan fokus karena Keira berjalan pergi tanpa menunggunya.
“Shit,” Winza sedikit mengumpat melihat Keira hanya duduk terdiam di ruang tunggu. Wajahnya pucat.
“Sepertinya dia panik,” Joshua menghampiri Winza dan berbisik, “Ada baiknya kamu segera pulang.”
“Okey,” Winza mengangguk, “Ju, tolong panggilkan Pak Ardi untuk mengantarkan saya dan Keira pulang.”