wqwqwq12

Menikah

Sebuah momentum yang tidak pernah Winter bayangkan sebelumnya. Setidaknya hampir sembilan bulan yang lalu, dirinya masih menolak kemungkinan bahwa dia akan menikah.

Kalau bukan Karina, mungkin Winter tidak akan pernah juga membayangkannya. Bayangkan, tujuh tahun mereka bersama. Tidak pernah ada wanita lain di hati Winter kecuali Karina; itu yang membuat Winter tidak pernah membayangkan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan wanita yang bukan Karina.

Jika ada yang bertanya, kenapa sempat putus dengan Karina, Winter punya alasan untuk itu. Tapi dia juga punya 1000 alasan lain kenapa harus Karina yang menjadi pendamping hidupnya. Tapi jawaban paling singkat dan padat yang akan Winter katakan adalah

“Karina completes me.”

Jika Jessica mengatakan bahwa Taeyeon adalah ombak di lautnya yang tenang, bagi Winter, Karina adalah malam yang tenang di ramainya siang hari. Karina selalu tenang, ketika Winter adalah orang yang terburu-buru dan bergerak cepat. Bagi Winter, Karina adalah rumah untuknya pulang, Karina adalah lampu ketika Winter berada di kegelapan dan kebingungan.

Sekarang, dirinya sedang berdiri di depan altar, menunggu Karina datang bersama dengan Wendy.

Cantik, hanya itu yang terucap dari mulutnya ketika pemilik hatinya itu berjalan perlahan ke arahnya. Karina tersenyum tipis, dibalas oleh senyuman lebar dari Winter. Hanya Tuhan yang tahu keinginan Winter untuk segera mencium kekasihnya itu.

“Kamu datang,” Winter berbisik ketika Wendy menyerahkan tangan Karina untuk digenggam oleh Winter.

“Tentu, I wouldn't miss the thing,” Karina terkekeh pelan, teringat celotehan Winter semalam bahwa dirinya takut jika Karina tiba-tiba berubah pikiran.

“Okay, sekarang waktunya mengucapkan janji pernikahan,” Pendeta di depan mereka berkata, mendapatkan anggukan dari kedua mempelai.

“Kamu cantik banget,” kata Karina, mengomentari setelan yang digunakan Winter

“Gaunmu juga, hampir pingsan aku,” sahut Winter

“Ya jangan pingsan, belum wedding vow ini.”

Pendeta berdehem, “Ulangi setelah saya ya. Winter Kim, do you want to be true to your wife in good times and in bad, in sickness and in health, and you will honor your wife all the days on your life?”

“I, Winter Kim, take you, Karina Yu, to be my wife. to have and to hold from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish, till death us do part, according to God’s holy law, and this is my solemn vow,” kata Winter dalam satu tarikan nafas. Memang Jessica dan Irene sepakat untuk membuat wedding vow dalam Bahasa Inggris dan Winter tidak memprotesnya; lebih sulit memprotes Jessica dan Irene daripada menghapalkan wedding vow dalam Bahasa Inggris.

“Karina Yu, do you?” Winter melanjutkannya dengan suara yang sudah bergetar

“I do,” jawab Karina, air mata haru sudah menetes dari matanya. Winter mengusap pelan dengan jempolnya

“Now you may kiss the bride.”

Winter mendekatkan dirinya pada Karina dan mengecup pelan bibirnya, sebelum mengecup lembut dahi Karina.

“I love you, Karina.”

“I love you even more, Winter.”

Terdengar suara sorak ramai dari belakang, Taeyeon memeluk Jessica dari samping, menenangkan istrinya yang terisak karena terharu melihat anak tunggalnya sudah berani mengatakan janji suci pernikahan. Wendy menggandeng erat tangan Irene, tersenyum lebar karena Karina terlihat sangat senang.

“It might be the start,” kata Winter sambil menggenggam tangan Karina dan memandang lurus ke arah mata hitam Karina, “But let's hope for a forever.”

Jessica benar-benar terkejut ketika kekasihnya datang ke kantor. Taeyeon hanya menanyakan apakah dirinya sedang sedikit menganggur hari ini, dan ketika Jessica menjawab iya, tiba-tiba satu jam kemudian Taeyeon sudah berada di lobi kantornya.

“Kamu mentang-mentang proyekan udah selesai semua ya?” Jessica menggandeng tangan Taeyeon. Yang lebih tua menyelipkan jari-jarinya ke milik Jessica, menautkan tangan mereka dengan erat.

“Kangen soalnya.”

“Halah gombal,” Jessica tertawa. Taeyeon tiba-tiba membawa bunga dan kue, katanya perayaan untuk hubungan mereka yang sudah memasuki usia 7 bulan. Saking sibuknya, Jessica sendiri lupa kalo hari ini adalah tanggal jadian mereka.

“Kuenya enak kan tapi? Sooyoung suka tuh,” goda Taeyeon

“Sooyoung sama Yoona mah semua makanan juga diembat,” Jessica memutar bola matanya malas, “Tapi mereka seneng kok, nih pada posting di sosmed.”

Taeyeon menundukkan pandangannya ke handphone Jessica, dan tanpa sadar mendekat ke Jessica. Jessica terkekeh sebelum mengecup pipi Taeyeon cepat.

“Eh, kaget,” pipi Taeyeon merona merah, kaget dan malu dengan ciuman cepat itu.

“Hahaha lucu, gemes!”

“Makasih loh,” Taeyeon menarik tubuh Jessica dan mengecup bibirnya, “Lain kali cium bibir aja.”

“Genit,” Jessica mencubit pinggang Taeyeon

“Enggak, cuma sama kamu aku gini.”

“Iya deh percaya.”

Taeyeon terkekeh sebelum meminum teh yang disajikan oleh Seohyun tadi

“Taeyeon...”

“Ya?”

“Kamu beneran gamau ngelanjutin kasusnya Mika?”

Taeyeon menggeser posisi duduknya, menghadap ke Jessica. Yang ditatap mengambil kedua tangan Taeyeon dan menggenggamnya erat, mata Jessica berbinar penuh harap kepada kekasihnya itu.

“Kenapa?”

“Aku rasa uda cukup teror yang diberikan Mika. Kamu ngerasa kan, papa dia melihat apapun urusannya bisa selesai dengan uang.”

“Papa Mika sempet mau kasi aku duit,” kata Taeyeon yang membuat Jessica sedikit terkejut, “Tapi aku tolak, untungnya Pengacara Lee sadar dan membuat Papa Mika membatalkan niatnya. Tapi jujur, Jess, aku takut dengan masa depan Mika kalo kita bener2 bawa ini ke pengadilan.”

“Taeyeon, masa depan Mika bisa dipertanggungjawabkan di depan hukum. Kalo misalnya dia direhabilitasi ataupun di penjara, itu karena semua perilakunya. Aku yakin, kalo dibiarin, akan muncul korban kaya Winter dan Karina ini, Sayang.”

“Kamu ngerasa gitu?”

“Bayangin deh, misalnya mantan kamu tiba-tiba pengen nyelakain aku terus, apa kamu ga pengen setidaknya menjauhkan mantan kamu dari aku? Itu yang dirasakan Winter sekarang. Dan emang salah satu jalan yang bisa kita ambil adalah lajur hukum.”

“Sayang, apakah kamu yakin ini akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan?” Taeyeon bertanya ragu

“Taeyeon, jika kita yakin, mungkin kita bisa mendapatkannya,” Jessica menyakinkan kekasihnya, “Kamu percaya sama kemampuan pengacaraku kan?”

Taeyeon berpikir sejenak sebelum mengangguk, “Oke.”

“Makasih, Sayang,” Jessica merapatkan posisinya dan mencium bibir Taeyeon lambat, “I love you.”

Taeyeon tersenyum di tengah ciuman itu, “I love you, much more.”

Taeyeon tersenyum kepada dua sejoli yang datang setelah dirinya dan Jessica menunggu sekitar 5 menit. Orang tua Jessica terlihat cukup elegan, aura yang dipancarkan benar-benar seperti orang berada yang tidak bisa dijangkau oleh rakyat biasa.

Jessica paham, dia menggenggam tangan Taeyeon dan meremasnya pelan, memberikan senyumannya untuk menenangkan kekasihnya itu.

“Maaf, tadi ada kecelakaan di deket jembatan, lama ya telatnya?” Mama Jung melirik ke arah Taeyeon dan tersenyum, “Hai Taeyeon, akhirnya kita bisa bertemu.”

“Iya, Tante,” Taeyeon menjawab, “Enggak lama kok, baru lima menitan mungkin.”

Mama Jung tersenyum lagi, diikuti oleh suaminya yang juga melemparkan senyuman khasnya.

Ketika makanan datang, semuanya hanya membicarakan hal yang ringan seperti Taeyeon almamater mana, adiknya apa kabar dan lain sebagainya. Baru ketika pelayan menyajikan dessert, Papa Jung mencondongkan badannya ke depan.

“Jadi, kamu uda berapa lama sama anak saya?”

“Eh, baru bulan ke enam, Om,” jawab Taeyeon gugup

“Pernah kepikiran buat jadi istrinya anak saya belum?”

“Eh...”

“Ayah!” Jessica merengut, ayahnya uda janji ga bakalan ngungkit2 itu lagi

“Ayah cuma nanya dikit ih, sensi banget kamu,” Papa Jung menggelengkan kepalanya, “Taeyeon, ayo temani saya ngerokok di balkon. Galak ini pacar kamu.”

“Lah, kok dibawa pergi Taeyeonnya,” Jessica menaikkan alisnya tidak suka, “Diajakin ngerokok lagi.”

“Gapapa, Jess,” Taeyeon menepuk punggung tangan Jessica, “Ga lama kok.”

“Posesif bener, belom juga nikah,” Papa Jung memutar bola matanya

“Nih,” Papa Jung memberikan kanting berisi 4 kotak rokok untuk Taeyeon, “Saya dapet dari temen, asli dari Kuba. Cengkehnya kerasa banget itu.”

“Makasih, Om,” Taeyeon tersenyum, rada aneh juga camernya ini (jiakh camer) ngasihin kado rokok. Setelah itu, dia juga mengangsurkan satu batang rokok untuk dinyalakan oleh Taeyeon sambil menemani obrolan mereka di balkon restoran

“Dimarahin Jessica ya kamu kebanyakan ngerokok?”

“Iya, Om. Ini lagi pelan-pelan ngurangin, soalnya adek saya udah mulai bawel juga.”

“Taeyeon, saya denger soal ayah kamu. Sori banget, kalo tau itu ayah kamu, mungkin ga sampe saya sita rumahnya.”

“Gapapa, Om,” Taeyeon menyalakan rokoknya, sedikit terkejut karena rasa cengkeh yang “nendang” banget di mulutnya, “Lagian itu urusan beliau, Om.”

“Kamu uda enggak kontak sama dia lama ya?”

“Iya, ada kali 8 tahun, Om. Sampe adek saya udah kuliah kan ini.”

“Kamu hebat ya, bisa bertahan berdua sama adek kamu sejauh ini.”

Taeyein tersenyum mendapatkan pujian dari Papa Jung, “Saya kebetulan dikelilingi orang baik, Om. Winter juga sangat supportif untuk saya. Kami berdua saling bahu membahu untuk bertahan sejauh ini.”

Papa Jung tersenyum sambil menghela asap dari mulutnya, “Waktu saya ketemu adek kamu di acaranya B&E, saya bisa melihat ambisi dan semangat yang membara. Memang jodoh ga kemana, ternyata dia adek kamu. Saya pengen banget ngerekrut dia, tapi kalo boleh sih. Ntar kamu ngerasa nepotisme lagi.”

Taeyeon tergelak mendengar kelakar yang lebih tua, “Jika memang adek saya mumpuni dan bukan karena dia sekedar adek saya, saya rasa itu sah saja, Om.”

“Ntar kalo kamu nikah, adek kamu uda bisa hidup sendiri?”

“Itu...” Taeyeon menghembuskan nafasnya panjang, “Belum saya bicarakan dengan Jessica, Om.”

“Jessica pernah cerita kalo dia pengen tinggal aja di apartemennya sekarang. Kamu uda tau kan? Lumayan gede tuh. Saya denger, ayah dan keluarga baru kamu tinggal di apartemen kamu yang sekarang. Kenapa ga kamu jual aja ke ayahmu?”

“Oh,” Taeyeon seperti mendapatkan ide dari pembicaraan barusan

“Nanti dibicarain aja sama Jessica. Jangan suka nutupin sesuatu ya sama dia, nanti dia marah loh.”

“Iya, Om. Saya akan berusaha.”

“Satu lagi, itu rokok yang saya kasih bau cengkehnya luar biasa. Kalo abis ngerokok itu trus ketemu Jessica, mending langsung mandi dan ganti baju. Daripada kamu disuruh tidur teras sama dia.”

“Ah, Om bisa aja,” Taeyeon menundukkan wajahnya karena malu. Dalam hati, dirinya sudah cukup bahagia karena ayah dari Jessica ini terlihat sangat terbuka atas kehadirannya, dan juga statusnya. Setidaknya, satu beban pikiran sudah terlepas dari pikirannya.

Taeyeon menepuk2 pinggang Jessica pelan, dirinya juga mengantuk sekali malam ini. Setelah mengurusi persiapan cuti panjang, Taeyeon bergegas menjemput Jessica dan ke rumah sakit. Untungnya Karina mau menemani Winter malam ini, soalnya dia di rumah juga sendirian, makanya Taeyeon sekarang nginep di tempat Jessica.

“Sayang, udah tidur belum?” Jessica berbisik. Taeyeon menggelengkan kepala di balik rambut Jessica, membuat Jessica memutar badannya dan menghadap ke Taeyeon, yang sudah setengah sadar.

“Kenapa, Sayang?” tanya Taeyeon pelan. Dia menunduk dan mengecup dahi Jessica lembut sebelum kembai ke posisi awalnya.

“Soal Winter,” Jessica memandang Taeyeon tajam, menandakan dia masih cukup bangun untuk membahas sesuatu yang serius.

“Kamu kalo malem2 gini kok jadi serius sih,” Taeyeon mencubit hidung Jessica gemas, mendapatkan erangan pelan dari wanitanya.

“Ya habis kepikiran sebenarnya aku tuh,” Jessica merengut kecil, “Dengerin duluuu.”

“Iyaaa.”

“Karina kayaknya masih kepikiran soal Winter yang mukulin Mika.”

“Kenapa gitu?”

“Tadi waktu kamu ngobrol bentar sama Winter, aku kan keluar tuh, papasan sama Karina abis beli minum kan. Dia nanyain soal kelanjutan kasus Winter sama Mika. Mau dibawa ke pengadilan atau damai aja.”

“Trus trus?” Taeyeon mendekat lagi dan mengecup ujung hidung Jessica.

“Ih, dengerin dulu!” Jessica mencubit perut Taeyeon gemas, “Jangan cium2 dulu.”

“Abis cantik, gimana dong?” Taeyeon nyengir

“Kamu sih ga sadar2,” Jessica memutar bola matanya, “Jadi, ketika aku tanya balik kenapa ke Karina, dia bilang dia takut. Nah, aku pikir takut soal nanti Winter kek mana lanjutannya. Ternyata dia takut kalo Winter marah lagi trus ngamuk kaya dulu itu, kalo misalnya masalahnya enggak selesai.”

“Maksudmu, Karina takut kalo misalnya Winter tiba2 meledak gara2 masalah Mika lagi kalo misalnya ini belum selesai?” Taeyeon memastikan kata2 dari Jessica.

“Iya. Kaya yang aku ceritain kemarin, Karina waktu nahan Winter dan ngikutin dia sampe ke kantor polisi, keliatan banget kalo dia sebenarnya takut sama Winter.”

“Tapi emang sih, Sayang,” Taeyeon menggeser posisinya karena Jessica memeluknya, dan juga menempatkan wajahnya diantara lekukan leher Taeyeon, “Aku yang kakaknya aja kaget ketika Karina cerita soal Winter ngehajar si Mika. Gapernah liat emosinya sampe kaya gitu.”

“Aku udah bilang sih ke dia, waktu masih di kantor polisi.”

“Ke Winter?”

“Iya. Kan aku chat-an sama dia tuh. Aku ngingetin aja, kalo jangan dilakuin lagi. Menurutku, kita emang harus ngomong ke Winter dan Karina juga soal kejadian itu. I mean, we need to assure them if Mika nongol lagi, jangan ditanggepin secara emosional.”

“Yep. Makanya kita butuh setidaknya kepastian hukum. Yang bikin Karina sempet ngejauhin Winter kan gara2 Mika bilang surat dari ayahnya ga guna, padahal berguna. Emang digertak aja,” kata Taeyeon

“Karina bener2 gamau ngorbanin Winter sedikitpun ya. Dia kan ngerekam semua pembicaraannya dengan Mika. Cuman emang waktu itu Winter emosi banget langsung main pukul.”

“Yah, adekku gitu loh,” Taeyeon nyengir dengan bangga, membuat Jessica mengangkat kepalanya dan memandang mata cokelat Taeyeon yang terlihat bercahaya baginya

“Yauda, apa aku naksir adek kamu aja?”

“Dih.”

Berbekal semangat dari Jessica semalem, dan celotehan Ryujin soal “Nanti kalo lo ga buruan, Kak Karin beneran diembat orang lain loh,” membuat Winter dengan sabar menunggu Karina di depan unitnya. Pagi ini, ketika dia pulang sebentar untuk mengambil baju dan tasnya, Winter papasan dengan Tante Irene yang bercerita sedikit bahwa dirinya harus dinas ke luar kota dan Tante Wendy masih di Singapura untuk deal dengan client. Ya gitu keluarga sibuk, ga heran sih Karina suka main ke rumah Winter dan Taeyeon daridulu, soalnya dia kan anak terakhir dan gada temen juga di rumah.

Sebenernya, Winter masih menerka-nerka, kira2 Karina kenapa ya kok sampe segitunya ke dia. Padahal tiga bulan belakangan, mereka justru semakin dekat dan membuat Winter yakin kalo sebenarnya Karina masih ada rasa dengannya. Celetukan Jaemin minggu lalu sukses membuatnya insecure. Gimana tidak? Tetangganya itu dengan sialnya mengatakan bahwa Karina mungkin sadar jika Winter bukan tipe idealnya, mengingat dia banyak yang mengejar. Celetukan itu tentu saja berhadiah bogem mentah dari Winter yang sukses membuat Jaemin lari ngibrit. Tapi belum berhenti, Shuhua dengan santainya memutar lagu Dere – Kota yang juga membuat Winter makin insecure, terutama di bagian -Udara mana kini yang kau hirup? Hujan mana kini yang kau peluk-, asli, berasa patah hati Winter di hari itu.

Masih asyik dengan pikirannya, Winter menangkap sosok Karina keluar dari lift. Tapi, sosok itu tiba2 bersandar ke tembok, seperti tidak kuat berjalan lagi. Sontak Winter langsung berlari, dan menyadari wajah Karina sangat pucat. Tubuhnya pun bergetar hebat, sesekali merintih.

“Win...”

“Kak, kamu kenapa?”

“Sakit,” Karina memegangi dadanya, membuat Winter tersadar bahwa GERD Karina sedang kumat. Dulu pernah sekali Winter mendapati Karina sampe sesek karena asam lambungnya naik ke atas dan cukup parah

“Kak, tahan ya!” Winter langsung memposisikan tangannya di bawah lutut Karina, dan menggendongnya. Dengan cepat, dia mengambil kunci dari kantong samping tas Karina; dia masih hapal letak kunci tersebut. Karina hanya merintih dan membenamkan wajahnya ke ceruk leher Winter.

Walaupun kesulitan, akhirnya Winter berhasil membawa Karina ke kamarnya. Secara cepat, Winter melonggarkan pakaian Karina dan menyusun posisi bantal agar tidurnya lebih tinggi. Winter melesat ke arah meja Karina dan mengambil obat lambung yang selalu dia letakkan di kotak yang sama.

“Kak, kunyah ya?” Winter memberikan obat berwarna pink itu untuk segera Karina makan. Setelah beberapa saat, badan Karina tidak lagi bergetar hebat. Winter membantu Karina untuk berbaring, mengusap keringat dingin di dahinya dengan sapu tangan yang selalu Winter bawa di kantongnya.

Perlahan, Karina pun tertidur.

******

Karina terbangun dan melirik jam di nakas, sudah jam 2 malam. Dirinya masih ingat bahwa Winter membawanya masuk ke rumah sampai dia tertidur. Ketika Karina ingin bergerak, dia merasakan ada orang yang memegang pergelangannya, Winter tidur di lantai sambil merebahkan kepalanya di dekat perutnya.

Kasihan melihat Winter di lantai, Karina perlahan membangunkan Winter

“Win, bangun. Tidur di kasur aja,” Karina menggoyangkan badan Winter. Yang dibangunkan perlahan membuka matanya, terlihat masih mengantuk dan mengembungkan pipinya lucu. Karina tidak tahan untuk memegang pipi Winter dan mengelusnya perlahan, membuat Winter justru menyandarkan kepalanya ke sentuhan lembut telapak tangan Karina.

“Rambut kamu sudah panjang,” kata Karina sambil mengelus ujung rambut Winter

“Iya,” jawab yang lebih muda singkat, tapi masih memejamkan matanya di tengah sentuhan lembut Karina

“Tidur di atas ya? Dingin, nanti kamu masuk angin.”

Winter mengangguk dan berdiri, membuat Karina bergeser ke samping untuk memberikan tempat kepada Winter. Winter tidak hanya berbaring di sebelahnya, namun tangannya otomatis diselipkan di bawah kepala Karina, membuat gadis berambut hitam tersebut sedikit terkejut.

“Masih sakit?” Winter membuyarkan lamunan Karina. Wajah Winter cukup dekat, jujur membuat Karina sedikit panik, takut jika bocah ini mendengar dengup jantungnya yang ga santai ini.

“Udah mendingan.”

“Mau dikompres perutnya?”

“Enggak, udah gapapa kok,” kata Karina, “Tidur, Win.”

“Iya,” jawab Winter dengan suara paraunya, entah karena mengantuk atau karena posisi mereka sangat intim. Perlahan, Winter meletakkan telapak tangannya ke perut Karina, mengelusnya perlahan.

“Win...” Karina terkejut, “Stop.”

“Kenapa?”

“Jangan sekarang...” suara Karina mulai bergetar, membuat Winter menghentikan aktivitasnya

“Nanti pagi, setelah bangun, jangan tinggalin aku ya, Kak?”

“Iya,” Karina mengangguk dan membiarkan Winter memeluknya. Samar2, dia mendengar Winter menyanyikan lagu. Lagunya cukup lama, tapi Karina masih sering mendengar beberapa penyanyi cafe masih menyanyikan lagu tersebut.

~Kau buat aku bertanya ~kau buat aku mencari, tentang rasa ini ~aku tak mengerti ~akankah sama jadinya, bila bukan kamu ~namun senyummu, menyadarkanku ~kaulah cinta pertama dan terakhirku

Winter memandangi riak sungai yang tenang sendirian. Malam ini, entah mengapa dirinya hanya ingin melamun dan tidak melakukan apa-apa. Sesekali, dirinya membaca update dari teman2nya melalui sosial media, ataupun melalui chat grup mereka.

Tanpa Winter sadari, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dirinya mulai berpikir, mau nginep ke tempat Ryujin lagi atau pulang saja. Lagian, jam segini biasanya ayahnya uda tidur dan mungkin Taeyeon juga. Kalo masih bangun pun juga ga bakal saling menyapa, kan masih diem2an berdua. Winter sebenarnya sadar kalo kakaknya ini mungkin lagi ada masalah sama pacarnya, tapi ya namanya gengsi dan lagi ada masalah juga, Winter memutuskan untuk tidak menanyakan apa2. Toh, dia sendiri juga punya masalah yang belum terselesaikan. Winter menyampirkan tasnya ketika tiba2 ada yang memanggil namanya.

“Winter?”

“Oh, Kak Jessica?” kaget juga, barusan banget Winter mikirin hubungan kakaknya dengan pacarnya, lah ini nongol di depan muka, “Sendirian aja?”

“Iya,” Jessica mengangguk, “Kamu juga?”

“Iya. Mau sama siapa lagi?” Winter tertawa nervous, gatau harus ngomong apa kalo misalnya Jessica nanyain soal Taeyeon. Jessica masih terdiam sekitar 5 detik sebelum dia sadar bahwa sepertinya adik dari Taeyeon ini ingin menanyakan sesuatu namun tertahan.

“Kamu lagi marahan sama kakak kamu?”

Tepat di sasaran, pertanyaan Jessica justru membuat Winter terhenyak kaget

“Iya,” Winter tersenyum kecil, “Kakak juga bukan sih? Aku liat update Kak Taeyeon di Twitter.”

“Oh,” Jessica menghela nafas, “Kamu mau pulang?”

“Eh, iya mau ke kosan temen kayaknya.”

Jessica menaikkan alisnya bingung, “Kamu nginep rumahku aja, kayaknya ada yang perlu kita omongin.”

“Gapapa nih?”

“Gapapa, kamu bisa nyetir kan?”

“Bisa, Kak.”

Jessica melemparkan kunci mobilnya, “Yuk, keburu makin malem.”

*******

Winter mengedarkan pandangannya di ruang tengah apartemen Jessica. Tipikal apartemen kelas atas yang memiliki jendela besar sehingga bisa melihat langit dan ramainya jalanan secara jelas. Tidak ragu sih, salah satu pewaris B&E, pasti duitnya melimpah ruah.

“Kamu mau minum apa?” suara Jessica dari dapur menyadarkan Winter, “No alcohol ya, ntar kamu mabok lagi.”

“Haha, aku santai aja, Kak. Mau aku bantuin?”

“Oh, sini tolong ambilin snack di lemari atas,” Jessica memanggil Winter untuk ke dapur. Winter berjinjit sedikit dan mengambil keripik kentang di lemari, mendapatkan senyuman tipis dari Jessica.

“Kamu lumayan tinggi ya,” kata Jessica sambil membawa 4 kaleng minuman ke ruang tengah, “

“Kak Taeyeon aja kali yang kecil,” Winter nyengir ketika Jessica mendorong lengannya pelan, “Kakak tinggal sendiri?”

“Iya. Adekku yang cewek tinggal di deket kampusnya, kalo yang cowok masih sama ortu, kadang nginep sini sih kalo pulang kemaleman, soalnya rumahku aslinya di pinggiran kota juga jadi rada jauh.”

Winter mengangguk pelan, terdiam sekitar 2 menit baru menanyakan mengenai ada apa antara Jessica dan Taeyeon. Jessica menjelaskan bahwa Taeyeon tiba2 menjadi aneh dan minta putus, sebelum akhirnya Jessica hanya meminta mereka break dan memikirkan masalahnya sendiri2 terlebih dahulu.

Winter terlihat berpikir keras, apa ada hubungannya dengan kedatangan ayah mereka yang tiba2?

“Jadi, ada perubahan apa di dalam hidup Taeyeon sampe dia terganggu banget dan malah minta putus?” Jessica bertanya sambil menghabiskan minumannya.

“Em, aku gatau sih kak apa ini bener, cuman aku juga lagi diem2an sama Kak Taeyeon gara2 ini,” jawab Winter, “Jadi, ayahku tiba2 nongol dan dia bilang kalo lagi tersangkut hutang gede dan rumahnya disita. Trus dia numpang ke apartemen kita. Aku tau aku childish banget dengan marah sama Kak Taeyeon, cuma ya gitu, sebel. Trus kayaknya abis kejadian itu, dia makin diem dan keliatan tertekan.”

“Apa Taeyeon berusaha bayar hutang ayah kalian?”

“Enggak tahu juga sih, Kak. Tapi perasaanku enggak, karena lumayan gede juga. Aku ngerasa ada sesuatu di balik hutang tersebut.”

“Aku ga pernah kepikiran kalo Taeyeon bakalan sesedih itu atau tertekan karena hutang orang lain. Maksudku, apakah dia malu punya keluarga yang berhutang gitu?”

“Kak Taeyeon bukan tipe kaya gitu sih, Kak Jess,” sahut Winter, “Aku dan dia daridulu ambil beasiswa, trus kerja part time juga. I mean, kita ga pernah mempermasalahkan status ekonomi kita. Yang penting cukup. Tapi Kak, aku kepikiran rada aneh sih, jangan2 ada keluarga kakak yang ngutangin ayahku?”

“Hah? Kok bisa? Keluargaku kan punyanya perusahaan pakaian dan make up,” Jessica menaikkan alisnya bingung

“Iya juga ya hehe. Ya udah nanti aku coba kepo, tapi masih males baikan sama dia,” Winter merengut, membuat Jessica mencubit pipinya gemas

“Sumpah ya, kamu persis Taeyeon kalo lagi merengut gitu.”

“Ya namanya juga adiknya, hmm.”

“Kalo kamu, ada masalah apa? Sama Karina?”

“Kayaknya mirip dengan Kak Jess deh,” Winter menghela nafas, “Kayaknya ada sesuatu yang disembunyiin dan dia gamau ngomong. Heran aku.”

“Dia minta break juga?”

“Enggak sih, orang belum jadian,” Winter terkekeh dan diikuti oleh Jessica, “Mau aku kejar aja, setidaknya tahu lah ada alasan apa dibalik sikapnya yang aneh itu, Kak.”

“Semangat ya, selagi bisa dikejar. Kalo uda usia2nya aku sama Taeyeon nih susah kalo main kejar-kejaran,” Jessica tergelak, “Eh, ngomong2 nginep aja ya? Ada kamar tamu kok.”

“Ga ngerepotin nih?”

“Justru ngerepotin kalo kamu mau pulang, harus ngecek dong selamet apa enggak.”

“Yayayaya, maksa ih.”

Karina melirik ke sampingnya, Winter sedang menyetir sambil menggumamkan lagu yang mengalun dari playlist milik Karina. Profil samping Winter cukup tegas, Karina melihat persamaan diantara Taeyeon dan Winter; keduanya memiliki rahang yang tegas, bibir tipis dan hidung yang cukup mancung. Begitu juga dengan tatapan matanya, sama-sama tajam.

“Ngeliatin terus, jadi nervous,” canda Winter ketika dia menangkap Karina yang sedang memperhatikannya.

“Iya, merhatiin kenapa kok kamu banyak yang naksir daridulu,” Karina tertawa mengejek

“Ga kebalik? Kan kakak yang daridulu banyak yang ngejar tapi gada yang kakak mau. Seleranya tinggi sih.”

“Enggak tuh, kamu sama aku tinggian aku,” Karina menowel lengan Winter

“Kumat,” Winter menginjak rem karena mereka berhenti di lampu merah, “Kakak kenapa sih kok liat aku sebagai tipe ideal? Aku nih ya, gabisa dibandingin sama kakak. Kakak tuh pinter, cantik, baik dan banyak yang naksir. Beda sama aku yang bandel.”

“Trus kenapa?” Karina tergelak, “Menurutku, Winter tu baik, rela berkorban, cepat tanggap dan juga manis kalo lagi ada maunya.”

Winter terdiam, membiarkan vokalis Letto mengalunkan lirik “Di ruang rindu... kita bertemu...”

Jadul banget selera Kak Karin ini – batin Winter

“Aku mau makan sate padang,” kata Karina melihat Winter hanya terdiam, “Habis gitu mau jajan es krim.”

“Iya, apapun boleh lah kak.

Sate padang adalah salah satu makanan favorit Karina, Winter kadang ga paham kenapa Karina ini suka banget makanan yang bumbunya medok dan penuh rempah, kirain sukanya makan makanan Western yang simpel. Ternyata ga juga.

“Mint choco tu kayak odol, kamu kok suka sih?” Winter menggelengkan kepala setelah mereka duduk di kursi setelah memesan es krim masing-masing.

“Enak tau,” jawab Karina sambil memakan es krimnya. Winter sih sukanya yang biasa aja kaya choco chip, kalo ga gitu stroberi dan vanilla. Standar banget pokoknya.

Karina makan sambil mengecek handphone, karena tadi Pak Leeteuk sempat menghubungi. Tanpa sadar, sekitaran bibirnya terkena es krim. Winter, yang entah kenapa ngide banget, mengusap bibir Karina dengan jempolnya.

“Eh, sorry,” Winter terkejut juga dengan sikapnya.

“Haha, gapapa,” Karina tersenyum dengan lebar, senyuman khas yang banyak orang suka, termasuk Winter sih. Tapi, Karina pun sadar kayaknya kalo Winter tidak lagi mau membicarakan mengenai hubungan merea. Karina juga ga mau memaksa, toh mereka tanpa hubungan pun selama ini baik-baik saja kan?

“Kak, jalan bentar, yuk,” ajak Winter setelah mereka keluar dari kedai es krim. Winter mengulurkan tangannya dan disambut dengan senyuman oleh Karina. Jari jemari mereka bertautan, berjalan mengelilingi komplek toko dan restoran di jalan tersebut.

“Besok aku mau nemuin Papanya Mika,” kata Winter setelah mereka menyeberang jalan. Ketika menyeberang, Karina cukup protektif karena takut Winter tiba-tiba terpeleset karena jalannya lompat-lompat. Tapi Winter hanya tersenyum simpul ketika Karina mengatakan hati-hati padanya.

“Papanya aja?”

“Iya,” Winter mengusap punggung tangan Karina dengan jempolnya, memberikan sensasi aneh di seluruh tubuh Karina, “Rada aneh sih. Bahkan kita diminta nemuin dia di kantornya.”

“Bukan di rumahnya?”

“Bukan.”

“Kamu selama pacaran sama Mika, pernah ketemu sama ortunya?”

“Belum pernah, Kak. Gatau deh kalo dipikir2 ya, sama Mika tu hidup cuma berputar di Mika aja. Dia gamau main sama temen2ku, gamau kalo aku ngomongin kakak, bahkan ketemu Kak Taeyeon aja dia gamau.”

“Posesif banget,” Karina menggumam

“Sampe bikin Kak Karin sama Jaemin kecelekaan, itu udah parah banget sih.”

“Yang penting kamu gapapa,” kata Karina, “Semoga ini semua lekas selesai ya.”

“Iya kak,” Winter melirik jam tangannya, “Eh udah jam 9 nih, pulang yuk.”

“Yuk.”

Malam ini, suasana sekitar apartemen Jessica entah kenapa sepi banget. Berbeda dengan suasana biasanya, karena terletak di jantung kota, lalu-lalang kendaraan selalu padat, apalagi Jumat malam seperti ini.

Karena suasana sepi itulah, Jessica bisa melihat dengan jelas Taeyeon yang berdiri di dekat pintu masuk taman. Sosok yang sudah hampir tiga minggu tidak menghubunginya, sosok wanita yang lebih tua 1 tahun darinya tapi terlihat jauh lebih dewasa dari berbagai aspek, sosok yang selalu dia rindukan di malam2 tiga minggu terakhir ini.

Taeyeon memakai kemeja putih dan jeans, baju standar yang sering Taeyeon kenakan sehari-hari. Wanita itu tersenyum.

“Apa kabar?” Taeyeon bertanya ketika Jessica sudah berjarak satu lengan saja dengannya

“Menurut kamu aja,” Jessica mendengus kesal, entah kenapa dia tidak ingin berbohong mengenai perasaannya malam ini.

“Maaf,” Taeyeon mengucapkan kalimat itu dengan cepat, “Yuk, jalan.”

Jessica hanya mengendikkan bahu dan memiringkan kepalanya, bingung dengan tingkah Taeyeon. Saat ini, Jessica merasa Taeyeon cukup dekat, yet so far karena seperti ada yang dia sembunyikan.

Jessica hanya menuruti Taeyeon yang mampir membeli tteokpokki, membeli minuman dingin untuknya dan lemon tea hangat untuk Jessica.

“Duduk sini,” Taeyeon menunjuk tangga yang menghadap ke sungai Han. Sungai tersebut terlihat bercahaya, pantulan dari kendaraan yang lalu lalang melewati jembatan.

Jessica mengangguk dan ikut duduk dengan Taeyeon. Udara malam menerpa wajahnya, cukup dingin untuk malam ini.

“Jessica, aku denger kamu ketemu Winter.”

“Iya,” Jessica menjawab malas, “Ternyata dia yang menang kontes yang diadain kantorku.”

“Keren ya, Winter.”

“Iya.”

“Kata dia kamu terlihat sedih,” Taeyeon menoleh ke samping, melihat wajah Jessica yang sayu, “Kamu pengen nanyain sesuatu ga ke aku?”

“Kenapa?” suara Jessica tercekat

“Aku minta maaf.”

“Aku ga butuh maafmu, Taeyeon. Aku butuh penjelasan.”

Taeyeon menggenggam tangan kiri Jessica, membuat gadis itu terkejut dan meletakkan gelas lemon teanya ke lantai. Taeyeon juga sedikit terkejut karena tangan Jessica sedikit panas

“Kamu sakit?”

“Agak demam dikit,” Jessica menghela nafas, “Ga usah ganti topik, bisa ga?”

“Iya,” Taeyeon mengusap punggung tangan Jessica dengan jempolnya, “Aku bener-bener minta maaf ninggalin kamu tiba2 dan ga ngehubungin kamu setelahnya.”

“Iya, kenapa?” Jessica mulai tidak sabar

“Aku takut aku cuma bikin kamu jadi rebound,” Taeyeon memberanikan diri menatap Jessica, “Aku ga pengen kamu jadi rebound. Aku pengen kamu sebagai Jessica, bukan sebagai alat ngelupain yang lalu.”

“Then make me understand,” suara Jessica bergetar, “Jangan tinggalin aku begitu saja.”

“Aku gamau janji, Jessica. Tapi aku mau berusaha, maukah kamu?”

Jessica memalingkan mukanya, mulai menangis karena kata-kata Taeyeon

“Jess,” perlahan, Taeyeon menyentuh dagu Jessica dan membuatnya menoleh kepadanya, “Jessica, lihat aku.”

Jessica membuka matanya, mata cokelat Taeyeon yang selalu menghipnotisnya ketika mereka berbicara dengan jarak yang dekat.

“Aku tahu kamu pasti sakit hati banget,” lanjut Taeyeon, “Aku harus apa biar kamu maafin aku?”

“Jangan tinggalin aku lagi,” Jessica menjawab dengan lirih, “Jangan bikin aku sakit hati lagi.”

Taeyeon mengangguk, “Bantu aku buat ga bikin kamu sakit hati lagi ya? Kalo aku salah, kamu bilang ya. Kalo aku ngelakuin ga pantes, kamu juga bilang ya.”

Jessica mengangguk, “Mau dipeluk.”

Taeyeon tersenyum dan menggeser duduknya, menarik wanita pujaannya itu ke dalam pelukannya. Jessica menghela nafas panjang ketika Taeyeon mengusap kepalanya lembut.

“Balik ke rumah kamu, yuk? Badan kamu panas.”

“Nginep ya?” tanya Jessica penuh harap

“Iya.”

Jessica can senses that Taeyeon is nervous since the older woman picked her up from her apartment. The architect often fidgeting while driving, but when Jessica asked, she's only said nothing.

The Western Restaurant is fancy; there's a small stage over there and Jessica is sure Taeyeon did the research before coming. Jessica saw Winter waved her hand; Karina already sat there too. Both of them dressed casually and Jessica is wondering why Taeyeon wears her blazer to a simple dinner like this.

“The ambiance is good,” said Jessica after they enjoyed the main course, “Whose idea it is?”

“Minjeong,” said Taeyeon, “She had the idea.”

“Because Umma wanted something special,” Winter rolled her eyes, “And Karina Unnie and I read the articles about this place before.”

“You sure good with the researches,” Jessica praised Winter, “No wonder.”

“Because I will take the company no matter what,” Winter goes with the tease

“Oh sure, let's see.”

Karina and Taeyeon only shook her head because of their usual banter.

“Anyway, Karina, what's your plan after graduation?” Jessica asked after sipped her drink

“Ah, I think I will take graduate school, Aunty Jung,” Karina replied politely, “I want to be a lecture.”

“Wow, I guess you are so smart at the school.”

“The smartest,” Winter jabbed which makes Karina pushed her shoulder lightly. Her face reddens because of the compliment

They continued joking around when suddenly Taeyeon excused herself to the restroom.

“Taeyeon, wait,” Jessica stopped Taeyeon by took her wrist

“Yes?” Taeyeon bent lower but suddenly Jessica pecks her cheek

“Nothing,” Jessica grinned to blushed Taeyeon; and those people across them only laughed because of the sudden affection.

It's been 10 minutes after Taeyeon left and Jessica feels something wrong. Did Taeyeon have an upset stomach?

Jessica was about to ask Winter when suddenly someone speaks through the microphone, and Jessica knows whose voice it is.

“Ah, mic test,” Taeyeon speaks to the microphone, “Hello everybody, good evening,” Taeyeon grinned and her eyes are looking for Jessica. When their eyes meet, Jessica couldn't help but blush. Taeyeon's eyes are so mesmerizing

Winter and Karina also smiled widely at the small stage. Karina was the one who threw the idea because she knows both of the Kims are gifted by the great voice. Taeyeon had a small piano in the living room; it's from her late father. Winter also plays the instrument like guitar and piano, so Karina is sure Taeyeon could melt everyone's heart by her deep voice.

“I would like to... propose to someone through the song. I hope you guys are not disturbed by this small performance,” said Taeyeon which received a wave of agreement from the audience.

Taeyeon pushes the button of the piano and starts singing

When your legs don't work like they used to before And I can't sweep you off of your feet Will your mouth still remember the taste of my love Will your eyes still smile from your cheeks

Jessica looks up to Taeyeon's serene face, and when the exact lyrics, she's only looking at her

And darling I will be loving you 'til we're 70 And baby my heart could still fall as hard at 23 And I'm thinking 'bout how people fall in love in mysterious ways Maybe just the touch of a hand Oh me I fall in love with you every single day And I just wanna tell you I am So honey now Take me into your loving arms Kiss me under the light of a thousand stars Place your head on my beating heart I'm thinking out loud Maybe we found love right where we are...

Taeyeon continued to sing and Jessica could feel her eyes warmer. When Taeyeon ended the little performance. She took the microphone back and lock her eyes into Jessica's

“Jessica Jung, the song is what I feel right now. You know it's hard for me to talking out loud about my feeling, but I hope you understand now,” Taeyeon smiled, “Jessica, would you be my wife? Would you spend the rest of your life with me?”

The crowd is cheering. Taeyeon walked down from the stage, closer to Jessica. She took the box from her pocket and kneeled down.

“Jessica, would you?” Taeyeon repeated her question and Jessica is speechless. All she can do is only nod and smile at her woman.

Winter turned her head aside and saw her umma is looking at the ring with glee. It reminds her of the moment when she got the scholarship into college; Karina is right, Taeyeon won't express her feeling by words. Instead, her eyes do all the talking.

“What do you think?” Taeyeon asked her daughter while pointing at one ring

“Diamond,” the stewardess added, “Your Mother said her soon-to-be bride was born in April.”

Winter nodded, “The design is good. I'm sure she would like it.”

“Are you sure?”

“Sure,” Winter nodded again, “Why don't you try to your finger? I mean, you will buy it in couple form, right?”

“Ah, you are right,” Taeyeon smiled again. She talked with the stewardess to find the couple's ring from her choice before.

Taeyeon is all smiles tonight, and Winter couldn't be happier than this.

****

Winter actually shocked when Taeyeon asked her to have dinner together. She thought Taeyeon would be back at work or maybe have dinner at home. Taeyeon even asked what food does Winter wants for dinner.

“CEO Jung and I often came here,” said Winter after they settled at a Chinese Restaurant.

“Oh?” Taeyeon raised one of her eyebrows, “I see.”

“When I came here for the first time, I realized that she's allergic to cucumber, also, her taste is similar to mine.”

“You are,” Taeyeon chuckled after the waiters put their orders, “Do you still call her with CEO-nim?”

“It's only for teasing her,” Winter giggled, “She's fun.”

“Do you ever think that the former CEO would be your mother in the future?”

Winter stopped her activities. She looks to Taeyeon's expectant eyes

“Actually, no,” Winter shook her head, “I was disappointed at first. But, she tried so hard to explain it to me.”

“She insisted to approached you by herself.”

“And she's a success,” Winter smiled, “At the first, I thought she would be made a space between us, but turned out she's not.”

“Thank you for accepting her, Minjeong,” Taeyeon smiled, “Are you ready to have a new family?”

“I'm ready, Umma.”