Winter menggebrak meja setelah membaca pesan yang awalnya dia abaikan, ternyata dari Giselle, sahabat Karina.
“Apasih anjir,” Ryujin meneguk es jeruknya dengan cepat. Nyaris dia tersedak pentol bakso yang cukup besar karena Winter yang tiba-tiba berdiri.
“Ayo balik ke sekolah,” geram Winter, suaranya terlihat seperti marah
“Woy gue belom bayar ini,” Ryujin masih kebingungan, terlebih Winter hanya berteriak kepada penjual baksonya untuk menghitung saja tagihannya. Dengan cepat, dia juga meneriaki Mark yang sedang asik merokok bersama dengan sekumpulan tukang ojek untuk segera mengikutinya. Mendengar keributan itu, baru Jeno, Shuhua dan Jaemin terlihat muncul dari warung pecel lele yang terletak di tengah.
“Win, lo kerasukan apa gimana sih?” kata Jeno, “Berisik banget.”
“Kita balik sekarang ke sekolah. Karina mungkin dalam bahaya,” teriak Winter sambil berlari ke arah gerbang sekolah. Sontak kelima sahabatnya juga ikut berlari mengikutinya, sambil bergumam bahaya apa yang bisa Karina dapatkan di gedung sekolah?
Keenam siswa itu, bersama dengan Pak Sigit, satpam yang kebetulan mendapatkan shift sore dan akrab dengan mereka. Sudah tiba di depan gudang belakang.
“Dikunci, Neng,” kata Pak Sigit ketika berusaha membuka pintu gudang yang sudah lapuk. Walaupun lapuk, pintu gudang ini terbuat dari besi sehingga pastinya sulit untuk Winter dkk menendangnya sampai hancur. Terlebih, mereka masih terluka setelah kejadian semalam. Jeno saja masih harus berjalan pelan-pelan karena kakinya sempat terkilir.
Shuhua berusaha mengetuk pintu besi itu, kali aja ada yang menyahut dari dalam. Dan Shuhua benar, ada suara ketukan dan samar-samar terdengar suara meminta tolong dari dalam.
“Anjing,” Winter mengumpat, “Jangan-jangan Karina. Ini gada kuncinya, Pak?”
“Udah ga ada, Neng,” Pak Sigit mengusap wajahnya panik, “Ini kayaknya ada yang menahan di bagian atas jadinya gabisa ditarik. Tadi uda saya coba kan.”
Winter meminta senter yang dibawa oleh satpam itu, menyenteri bagian atas dari pintu. Benar saja, ada benang pancing yang melintang. Sepertinya digunakan untuk menarik sesuatu agar menahan bagian atas pintu sehingga tidak bisa dibuka dengan biasa. Winter memutar otak dengan cepat, dan menemukan jendela atas yang tertutup kaca. Dia mengantongi senter itu dan melompat ke arah jendela yang terletak sekitar 3 meter dari tanah.
“Woi Winter!” Jeno meneriaki temannya yang sudah duduk di dekat jendela atas. Memang di depan jendela itu ada tembok yang timbul sehingga bisa dibuat untuk duduk pijakan lompatan.
“Gada waktu buat mikir kelamaan, Jeno!” Winter balas teriak, “Lo sama Pak Sigit tolong cari senter lagi. Ryujin lo ikutin gue buat pegang ini senter, gue mau maksa masuk!”
“Win! Itu ada kacanya!” Jaemin menyampaikan kekhawatirannya ketika Winter sudah memukul jendela kaca itu dengan keras, “Lah gila.”
“Buruan!” Winter berteriak lagi, membuat Pak Sigit bersama Jeno dan Mark berlari ke kantor satpam untuk mencari senter dan mungkin mencari bantuan.
“Nih, lo pegang senter ini. Senterin bagian dalemnya,” Winter menyerahkan senter ke tangan Ryujin yang sudah berada di posisi yang sama dengannya. Ryujin sedikit kaget karena ada bekas darah di senter, jelas tangan Winter berdarah. Belum sempat Ryujin menanyakan luka tersebut, Winter sudah melompat masuk.
“Anjir bocah setan,” umpat Ryujin kesal, namun tetap menyenteri bagian dalam seperti permintaan temannya tadi.
“Karina!” Winter sedikit berteriak untuk mencari Karina, mendapati gadis itu sedang teringkuk lemas di dekat pintu.
“Karina,” panggil Winter lagi, perlahan mengulurkan lengannya dan memeluk gadis itu dengan erat, “Karina...”
“Thanks uda kesini,” jawab Karina parau. Sepertinya suara dia sudah habis karena berteriak sebelumnya, “Gue gatau lagi, sinyalnya susah.”
“Gue uda di sini,” Winter melepas pelukannya dan memandang ke arah Karina. Paras ayu gadis itu masih terlihat jelas di tengah remangnya cahaya; ya, Winter jatuh cinta dengan paras ayu tersebut.
Karina membenamkan wajahnya ke dalam pelukan hangat Winter. Bau parfum khas bercampur keringat membuat Karina menyukai bau itu. Sangat Winter kata Karina pada dirinya waktu pertama kali aroma itu menyapa hidungnya.
“Winter?” Karina meraih tangan Winter, melihat luka gores yang cukup panjang di punggung tangannya.
“Tadi kan mecahin kaca, gapapa kok.”
“Ini bahaya,” Karina mengambil handuk dan gunting dari dalam tasnya. Dengan cahaya yang minim, dia berhasil membuat handuk itu menjadi seperti perban panjang, “Gausah protes,” Karina membalutkan handuk itu di tangan Winter agar darah tidak lagi menetes.
“Thanks,” kata Winter pelan, posisi Karina dekat sekali dengannya. Rasa ingin memeluknya selalu muncul, ah Winter memang bucin seperti kata Ryujin. Padahal mereka belum memiliki status apa-apa.
“Woy, info aja nih kalo kalian mau ngapain ya gue lihat,” teriak Ryujin dari atas, membuat Winter menoleh dan mengacungkan jari tengahnya.
“Rin, kasar bener tuh Winter. Jangan mau sama dia,” Ryujin masih sempat berteriak lagi.
“Ryujin, Winter! Dengerin kita, kita mau nyelametin Karina!” teriakan Shuhua terdengar dari arah depan, “Ryujin tolong cek itu ada ganjelan apa di atas pintu besi!”
Ryujin mengarahkan senternya ke atas, “Ada kayu melintang guys!”
“Yauda kita ketemu ujungnya benang pancingnya, bilangin Winter buat nyari sesuatu panjang buat dorong itu kayu juga!” sahut Shuhua dari bawah
“Yaa.”
“Gue aja, lo luka, Winter,” Karina menahan Winter yang mau mengambil tongkat bendera di dekatnya
“Enggak apa ini, Rina.”
“Winter, no.”
“Jangan ngeyel gitu, jadi sayang gue sama lo,” kata Winter cepat, membuat Karina terdiam karena malu.
Mulutnya sinting banget astaga
Setelah mencoba sekitar 10 menit, akhirnya kayu panjang yang mengganjal pintu besi bisa terlepas. Mark mendorong pintu besi itu sehingga Karina dan Winter bisa keluar.
Winter melihat Lucas diantara orang-orang yang ada di depan gudang, sontak dia melompat ke depan dan mencengkeram kerah kakak kelasnya itu.
“Gue gamau tau lo Ketua Osis apa bukan, apaan maksud lo?!” Winter menggeram
“Bukan gue Win, sumpah! Hape gue rusak dari pagi ini!” Lucas terkejut merasakan cengkeraman Winter
“Win, udah Win,” Jaemin menarik perlahan tubuh Winter, “Kita uda liat hp dia tadi. Dia ga bohong.”
“Awas lo ya kalo sampai terjadi apa-apa sama Karina,” Winter menunjuk Lucas dengan kemarahan yang sama. Tensi yang sempat tegang akhirnya menurun ketika Karina menggandeng Winter dan menariknya ke belakang. Membiarkan yang lain menyelesaikan masalahnya.