Kamu Radeva?
Radeva keluar dari kamarnya. Berjalan ke arah tangga, hendak turun menemui papa yang sudah menunggu di bawah. Namun, ia mengurungkan niatnya, karena mendengar suara Radiva yang tampak sedang berbicara sendiri di kamarnya. Radeva memutuskan menghampiri Radiv. Radev mendengar pembicaraan Radiv dari balik pintu kamar. “Ka, Radiv sama papa mau ketemu bunda loh hari ini. Sama Radev juga. Dann tau ga ka? Kondisi Bunda sekarang udah mulai membaik, bunda udah perlahan bisa nerima semuanya. Hampir 2 tahun ka, bunda gak bisa terima kepergian kaka. Doain ya ka, semoga bunda cepet sembuh hehe. Radiv berangkat dulu ya, liat dari atas ya ka, liat Radeva mau ketemu bunda.”
Radeva meneteskan air matanya, mendengar pembicaraan Radiv yang tampaknya sedang berbicara pada foto Radeya. “Radiva, maaf. Lo pasti kesepian banget setelah kehilangan Ka Radeya. Maafin gue Div. Dan buat lo ka, gue janji ka, gue bakal lindungin Radiv,” jelas Radeva pelan.
Tampak tidak ingin menganggu Kaka kembarnya itu, Radeva memilih untuk pergi dari depan pintu kamar Radiva. Dan berjalan menuju lantai bawah menghampiri papa.
“Pagii paa,” sapa Radeva lembut.
“Pagi anak papa. Sarapan dulu sana. Barusan papa udah pesen makanan itu di atas meja makan. Ohh iya kaka kamu mana?” tanya papa yang tampak belum melihat Radiv keluar dari kamarnya.
“Iya pa mauu hehe. Ka Radiv masih di kamar, belum beres katanya. Paling masih ngerapiin rambutnya, kemaren kan abis ganti warna rambut lagi diaa.”
“Anak itu emang hobi banget ganti ganti warna rambut, sama kaya Radeya dulu.”
“Iyaa tu paa. Nakal kaka paa,” ujar Radeva dengan sedikit tawanya.
“Lah sama kamu juga gitu. Sebelum kamu di sini juga kan rambut kamu berwarna.”
“Hehehehhee.”
Radiva terlihat keluar dari kamarnya, berjalan menuruni tangga. Dari kejauhan Radeva melihat mata kakanya yang tampak sembap. Tidak ingin memperlihatkan bahwa dirinya tau apa yang terjadi, Radeva yang paham situasi dengan cepat langsung mengajak Radiv untuk sarapan.
“Radivvv siniii!!!!! Eh maksud gue, Ka Radiv ayo sarapann.” Ajak Deva pada Radiv.
“Radiv itu kenapa matanya? Kamu nangis?” tanya papa penasaran.
Belum sempat Radiva menjawab, Radeva dengan cepat menjawab pertanyaan papa yang ditujukan pada kakanya. “Bukann paa, kaka tadi subuh matanya kemasukan semut tauu, jadi perih sampe air matanya keluar terussss,” jelas Radeva menutupi.
“Ko Radev bohong? Hmm pasti dia denger tadi Radiv ngobrol sendiri di kamar,” batin Radiv terharu.
“Yaampun, kamu ngapain sampe kelilipan semut Div? Udah gihh kalian berdua sarapan aja. Jangann lama-lama. Papa mau panasin mobil di luar.”
Radiva keluar dari mobil, disusul Radeva yang ikut keluar. Papa yang terpisah mobil dengan kedua anaknya, tampak baru mematikan mesin mobilnya.
Papa, Radiva dan Radev berjalan menelusuri area rumah sakit, hendak menemui bunda. Seperti biasanya, pada waktu seperti ini, bunda pasti sedang berada di area taman dekat kamarnya.
Radev yang tampak tidak sabar ingin bertemu ibu kandungnya. Dengan antusias, dari kejauhan, ia langsung berlari menghampiri bunda. Memeluk bunda dengan erat, namun tampak respon bunda yang tidak seperti biasanya. Bunda langsung melepaskan pelukan Radeva.
“Kamu temennya Radiv ya? Kenapa kamu tiba-tiba meluk Tante?” tanya Wenda tiba-tiba.
“Bunda? Bunda kenapa?” tanya Radiv heran.
“Bunda gapapa? Justru bunda tanya, temen kamu ini kenapa ko tiba-tiba peluk bunda?”
“Wenda, duduk yu. Papa mau ngobrol.” Pinta Chandra pada istrinya.
Wenda yang sangat menuruti apa perintah suaminya itu langsung melangkah mundur dan duduk di kursi taman rumah sakit. Radeva yang merasa kedatangan pertamanya sebagai anak bunda, tampak sedih, ia menundukkan kepalanya dan melangkah mundur ke arah Radiv di belakangnya.
“Devv, tenang. Mungkin ini karena bunda udah mulai sadar semuanya. Jadi kamu agak sedikit asing buat dia, meskipun wajah kita sama,” jelas Radiv mencoba menenangkan adiknya.
“Padahal gue udah berekspektasi bunda bakal bales meluk gue, Div.”
“Wenda, kamu kenapa kaya gitu barusan?” tanya Chandra penasaran.
“Paaa? Salah aku di mana? Dia kan temennya Radiv? Masa tiba-tiba peluk aku?” jelas Wenda pada suaminya.
Chandra menarik nafas dalam-dalam. Berniat menjelaskan semuanya. “Wenda, kamu beneran udah sadar?”
“Paa, aku udah sadar. Aku udah tau semuanya. Aku juga tau kenapa aku bisa ada di sini. Paa, maafin aku. Selama ini, aku udah jahat sama Radiv. Aku selalu berfikir kalo Radeya pergi gara-gara Radiv,paa,” ungkap Wenda dengan serius.
“Wenda? Ini beneran kamu? Kamu beneran udah sembuh? Benerann??????” tanya Chandra kembali, tidak menyangka atas perilaku Wenda yang berbicara tampak seperti biasanya.
“Papa gak percaya? Coba tanya Dokter sana. Aku udah lama di sini. Aku udah ngejalanin banyak pengobatan juga di sini. Aku engga gila, Paa.”
Chandra benar-benar sangat merindukan sosok Wenda yang seperti ini. Hingga ia langsung memeluk erat istrinya.
“Wenda, kamu percaya gak?”
“Percaya apa Pa?”
“Kalo anak yang kamu sebut temen Radiva itu adalah Radeva, anak kita.”
“Papa jangan bercanda ya. Papa mau buat aku stress lagi?”
“Papa serius, dia Radeva Wen. Dia anak kita.”
“Paa? Gak mungkin, Radeva udah meninggal waktu itu. Papa juga liat kan? Korban itu? Itu Radeva pa,” jelas Wenda tidak percaya.
“Korban itu bukan Radeva. Menurut perkiraan Radiv, korban itu adalah anak jalanan. Dan gelang yang ada ditangannya, itu karena perbuatan Joanna. Joanna yang menukarnya. Kebakaran itu, itu rencana Joanna. Dia ingin mengambil Radeva dari kita. Itu semua salah papa, maaf Wen,” jelas Chandra mencoba menceritakan semuanya.
“Paa? Joanna? Joanna diaa, dia masa lalu papa kan? Paa maksud dia apaa? Kenapa? Kenapa dia tega? Jadi selama ini? Selama ini aku nangisin orang lain pa?”
“Iya Wen. Maaf, maaf semuanya gara gara aku. Seharusnya dulu aku menyelesaikan semuanya dengan baik, pasti semua ini gaakan terjadi. Joanna gak akan ngambil Radeva dari kamu. Joanna dendam sama aku Wen, dia mau hidup aku, hidup kita hancur.”
Wenda yang mendengar penjelasan Chandra, langsung beranjak dari kursinya. Dan berlari menghampiri Radeva yang tengah berdiri dengan kepala menunduk. Radeva tampak terkejut karena bunda tiba-tiba memeluknya erat.
“Radevaa???? Kamu Radeva??? Kamu anak bunda sayang???? Radevaa? Apa kabar kamuu?? Sehat sayang? Maafin bundaa Devaa, maafin bunda. Bunda gatauu kalo kamu masih hidup, maaf, maaf karena bunda udah anggep kamu gaada. Kamu gapapa kan sayang? Kamu sehat sehat aja? Kamu gak diapaapain kan sama wanita itu? Kamu tinggal di mana nak selama ini?” tanya bunda pada Radeva, mencecar dengan berbagai pertanyaan.
Belum sempat Radeva menjawab, Radiv menanggapi pertanyaan bunda. “Tante Joanna jahat bunda, dia gak pernah sayang sama Radev.”
“Maksudnyaa???? Radeva? Kamu diapain sama dia?”
“Engga ko bunda, gapapa. Udah lupain aja ya. Yang penting sekarang Radev seneng bisa kembali lagi sama bunda. Walaupun Radev ga inget sama sekali kenangan Radev waktu kecil, karena waktu itu, Mama bilang kalo Radev pernah kecelakaan.”
“Yatuhan, anak bunda. Maafin bunda ya. Bunda gaada di samping kamu selama belasan tahun lamanya. Maafin bunda ya. Bunda janji secepatnya kita bisa kumpul lagi di rumah ya.”