wxyzndaa

Flashback Radeya, dan pemakamannya

Rumah keluarga Jayachandra sudah dipenuhi banyak orang yang melayat sejak pagi. Sampai pada siang hari, ambulans jenazah datang. Tampak Wigar duduk di samping supir ambulans. Jenazah yang Wigar anggap Radeya, tidak dikeluarkan dari dalam ambulans. Karena waktu yang semakin siang dan cuaca yang semakin panas, Chandra memutuskan untuk langsung membawa jenazah ke mesjid dekat area pemakaman untuk disholatkan. Semua orang-orang beriringan mengantar orang yang mereka anggap Radeya ke peristirahatan terakhirnya. Beriringan panjang mobil, hingga motor menuju mesjid besar yang jaraknya memakan waktu kurang lebih setengah jam dari kediaman Jayachandra.

Setelah selesai di sholatkan, jenazah dibawa ke area pemakaman. Sudah tersedia liang lahat yang tampak baru selesai digali oleh para pekerja pemakaman. Tidak butuh waktu lama, tubuh jenazah itu diangkat lalu dimasukkan ke dalam liang lahat dengan posisi menyamping ke kanan menghadap barat. Tidak ada satupun dari keluarga Radeya yang turun membantu. Karena semua orang terdekatnya tidak mampu melihat keadaannya di dalam sana. Termasuk Chandra, Radiva juga Wigar. Kakek dari Radeya pun tidak berani untuk turun membantu. Para sahabat Radeya juga hanya bisa melihat jenazah dari jarak 2 meter karena mereka pun tidak sanggup melihat sahabat tercintanya berada di liang lahat. Hingga pada saat tali kafan atas kepala dibuka oleh petugas pemakaman, sehingga tampak wajah dari Jenazah, dan kemudian ustadz mengumandangkan adzan. Tidak ada satupun keluarga Radey yang menyadari bahwa jenazah itu bukanlah Radeya. Hingga pada saat jenazah hendak ditutup oleh papan papan panjang, Chandra dan Radiva baru berani mendekat. Sudah tidak tampak pula wajah dari jenazah tersebut, karena sudah tertutup papan. Sayang, tidak ada satupun orang dari keluarga yang membawa bingkai foto Radeya. Menyebabkan para petugas pemakaman yang berada di liang lahat pun hanya bisa menjalankan tugasnya, tanpa mengetahui siapa yang mereka kuburkan.

Flashback Jefan, Radeya dan kehidupannya

Tubuh Radeya yang sudah terbaring kaku sepanjang malam di ranjang Rumah sakit, pagi hari ia dipindahkan ke ruang jenazah terlebih dahulu, untuk menunggu proses dimandikan. Semua keluarga, kerabat Radeya sudah sejak subuh terlebih dahulu pulang ke rumahnya masing-masing, termasuk Chandra dan Wenda, juga Radiva. Semua orang yang berada di Rumah sakit benar-benar terpukul atas kepergiannya.

Hanya menyisakan Wigar di sana. Ia pun tidak sama sekali berani memasuki ruang jenazah, untuk melihat wajah keponakannya yang terakhir kali. Pak Yahya, seorang pengurus jenazah. Hendak memindahkan Radeya dari ruang jenazah ke tempat khusus pemandian jenazah Rumah sakit. Menatap wajah tampan Radeya yang bagian kepalanya tampak sedikit menyisakan luka bekas kecelakaan, Pak Yahya, mengusap usap dada Radeya lembut. “Dedeuhhh, kasepp. Hidep teh ngora keneh tos disaur nya ku gusti Allah (Yaampun, ganteng. Kamu itu masih muda, tapi udah dipanggil aja sama Allah). Iya atuh da ya, umur mah saha nu apal (Iya ya, umur siapa yang tau).

Tidak lama setelah Pak Yahya berbicara, tanpa disadari, ia merasakan bahwa detak jantung pada jenazah anak laki-laki di hadapannya kembali berdetak.

“Ehhh gusti, kasepp. Naha degdegann. Eh enyaa gusti Yaallah ieu kumaha????? Ieu detak jantungna aya deui. Kasepp kelanya, bapak manggil heula Jefann sakedap. Antosannya kasepppp.” Jelas Pak Yahya, langsung berlari keluar kamar jenazah mencari keberadaan Dokter Jefan.

(“Eh Yaallah, ganteng. Kenapa deg degan. Eh iya yaallah ini gimana??? Ini detak jantungnya ada lagi. Ganteng bentar ya, bapak panggil dulu Jefan sebentar. Tungguin ya ganteng”)

Wigar tidak ada di sana, karena ia sedang mengurus berbagai hal untuk kepulangan Radeya di tempat administrasi.

Pak Yahya berlari ke arah ruangan Jefan. Membuka pintu sekaligus, tampak Jefan tengah menundukkan kepalanya. Jefan yang terkejut langsung mengangkat kepalanya dan langsung menatap Pak Yahya.

“Ehhh, Pak Yahyaa. Kenapaa???? Ko kaya orang ketakutan gitu?” tanya Jefan lembut.

“Lah, Dokter Jefan itu kenapa? Ko kaya orang nangis?” tanya Pak Yahya dengan nafas yang tidak teratur.

“Gapapa ko pa. Saya lagi sedih aja.”

“Ohh yasudah. Inii dokter, saya berlari ke sini karenaa ituuuu, ituuu apa namanya tehh. Itu lohhh si kasepppp, yang meninggal tadi malemm.....”

“Siapaaa pa??? Hahh? Siapa yang gantengg?!”

“Ituuu dok aduh astagfirullah meni hese ek ngobrol gee. AHH ITU PASIEN DOKTER, ANAK LAKI-LAKI COWO YANG MENINGGAL TADI MALEMM. DETAK JANTUNGNYA, EUUU ITUU DETAK JANTUNGNYA DEGDEGANNN, EH APA NAMANYA BERDETAK LAGII LOH DOK ADUH ITU TOLONGIN DOKTER HAYUU GERA,” jelas Pak Yahya panik, langsung menarik lengan Jefan.

Jefan yang tampak kaget dengan ucapan Pak Yahya langsung beranjak dan berlari ke arah ruang Jenazah. “Radeya? Kamu, kamu kembali nak??


Jefan memeriksa detak jantung Radeya yang tadi sempat dikatakan berdetak kembali oleh pak Yahya. Benar saja, detak jantung anak laki-laki yang terbaring kaku di hadapannya kembali berdetak. Tanpa pikir panjang, Jefan langsung membawa Radeya ke IGD kembali, untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Dokter, jadi ini gimana? Saya bilang aja ke keluarganya kalo anaknya ternyata hidup lagi?” tanya Pak Yahya tampak kebingungan.

“Jangan, Pak. Bapak urus aja jenazah yang lain. Secepatnya saya kabari bapak lagi.”


Dokter senior Jefan, telah selesai mengecek keadaan Radeya. Ia mengatakan bahwa Radeya memang sebenernya sudah meninggal, namun kuasa tuhan. Jantungnya kembali berdetak.

“Anak ini, terlihat seperti orang yang henti jantung Jefan. Padahal, seharusnya memang dia sudah meninggal, karena keadaannya sudah sangat parah akibat kecelakaan yang ia alami, serta penyakit yang ia derita.”

“Dok, Ayo lakukan operasi secepatnya, benturan karena kecelakaan itu menyebabkan tulang tengkorak bagian sampingnya retak. Radeya juga sudah banyak kehabisan darah. Ayo Dok!” pinta Jefan tiba-tiba, pada dokter senior di hadapannya.

“Jefan! Kamu tidak bisa tiba-tiba melakukan itu, belum ada persetujuan dari keluarganya!”

“Saya yang tanggung jawab dokter! Ayo, urusan itu, saya yang urus! Saya mohon, ayo Dokter!”

“Jefan! Kamu tau kan konsekuensinya?”

“Dok, sebelum saya dikeluarkan, saya yang akan mengundurkan diri terlebih dahulu.”

“Terserah kamu.”


Sebelum Jefan melakukan operasi pada Radeya, ia pergi menuju ruang Jenazah untuk menghampiri Pak Yahya.

“Pak.”

“Dokterrr, kumahaa dia? Gak jadi meninggalnya apa gimana? Bisa ditanganin?” tanya Pak Yahya.

“Bisa Pak. Saya akan langsung melakukan tindakan operasi terlebih dahulu. Doakan ya pak. Karena ini juga cukup sulit. Ditambah, anak itu memiliki riwayat kanker otak.”

“Gustii, kasepp. Kesian sekali kamu. Semoga cepet sadar nya.”

“Pak, saya mau minta tolong boleh?”

“Minta tolong naon Dokter?”

“Di ruang jenazah, ada jenazah tanpa keluarga kan beberapa hari yang lalu? Sampai sekarang belum ada yang mengambilnya kan?”

“Ia pa, dia anak laki-laki. Kesian pisan duh meni gaaada keluarga yang jemput.”

“Pa, berikan jenazah itu pada keluarga Radeya.”

“Ehh dokter jangan sembarangannn atuh. Dokter masa mau bohongin keluarganya? Nanti kalo ketauan kumaha siah? Nanti Dokter, sama bapak, dilaporin polisi kumaha?” tanya Pak Yahya khawatir.

“Gak akan pak. Saya jamin itu. Keluarga mereka tampak sangat terpukul dengan kepergian anaknya. Saya yakin, mungkin untuk sekedar membuka 2 cm kain kafan dari wajahnya pun mereka tidak mampu.”

“Dokterr, yang benar aja atuh? Saya takut di pecat ini loh.”

“Pak, besok atau lusa. Kita mengundurkan diri. Dan bapak, bisa kerja ikut saya.”

“Dokter, ini beneran?”

“Iya, Pak.”

“Ya sudah jika begitu, saya akan urus jenazah itu. Tadi siapa namanya teh? Radeya ya?”

“Iya, Radeya jovan.”


Beberapa jam kemudian. Wigar yang sudah selesai mengurus berbagai hal untuk membawa Radeya pulang. Kembali duduk di depan ruang jenazah, menunggu Radeya selesai dimandikan di ruangan lain. Tampak Pak Yahya keluar dari tempat pemandian jenazah. “Keluarganya Mas Radeya?” tanya Pak Yahya.

“Iya pak saya. Sudah selesai semuanya?” tanya Wigar.

“Sudah Pak. Langsung di bawa ke ambulans saja ya ini. Sudah beres semuanya. Hanya tinggal disholatkan saja nanti.”

Pak Yahya yang teringat akan ucapan Jefan padanya mengenai ketidakcurigaan keluarga Radeya, tiba-tiba menawarkan satu hal pada Wigar. “Pak, barangkali bapak mau melihat anaknya untuk terakhir kali? Jika mau saya akan membukakan kembali tali kafannya?”

“Ahh engga pa, gausah. Saya tidak kuat untuk melihatnya.”

Wenda, maafin saya

Radeya memanggil Jefan berniat untuk mengembalikan ponsel.

“Ommmm, om di manaa? Ini ponselnyaa, papa mau ngobrol lagi katanyaa,” teriak Radey keras, sembari membalik badan dan meraba-raba tempat di sekitarannya. Jefan tidak merespon pertanyaan Radey, karena ia tengah menangis sebab mendengar ucapan Chandra yang mengatakan bahwa Wenda ternyata ada di rumah sakit jiwa.

“Wenda, maafin saya. Kamu pasti sangat tertekan selama ini. Maafin saya, secepatnya saya akan kembalikan anak kamu. Saya tidak bisa melakukan apapun untuk kebahagiaan kamu, saya hanya bisa membantu Radeya seperti ini. Itu sebabnya ketika saya tahu jantung Radey kembali berdetak, ketika itu juga saya berfikir untuk menyelamatkan Radeya demi kamu,” jelas Jefan di balik dinding dekat sofa tempat di mana Radeya duduk.

“Omm, om di mana? Ini papa mau ngobrol. Om tolonglahh, Radey gak bisa liat, Radey gatau om di mana,” ujar Radey sedikit kesal sembari menutup ponsel dengan bantal sofa sehingga ucapannya barusan tidak didengar papa.

“Aduh Radey maaf, om abis dari kamar mandi,” ucap Jefan beralasan.

“Ko gaada suara orang jalan dari jauh?”

“Om kan melayang.”

“Ya, terserah.”

“Kamu ke kamar gih. Om panggilin Ahza, biar anter kamu.”

“Ahzaaaa, Ahzaaaaa. Ini anter Yaya ke kamarnyaaa,” teriak Jefan pada adiknya.

“Iyaa ka, sebentarrrrrr,” jawab Ahza dari kejauhan.

Ahza datang menghampiri Radey dan Jefan. Langsung dengan cepat membantu Radey berdiri, “Ayoo Yaya, Ahza bantu berdiriiiii.” Setelah Radeya berdiri, Ahza meminta izin untuk menggandeng lengan Radey, “Yaya, Ahza izin gandeng ya. Soalnya kamu gak bawa tongkat,” izin Ahza lembut.

“Iya Za, boleh.”

Ahza Aeleasha Mahatma as adik kandung Dokter Jefan

Mau ya?

Setelah percakapan lewat chatnya dengan Chandra berakhir, Jefan pergi menuju salah satu kamar di rumahnya. Tampak seorang anak laki-laki tengah duduk di atas ranjang dengan tatapan kosong mengarah ke depan. Di temani seorang anak perempuan yang duduk di sofa, terlihat sedang memperhatikan anak laki-laki yang berada di hadapannya.

“Ahza, boleh keluar sebentar? Kaka mau bicara sama Yaya,” pinta Jefan pada anak perempuan di hadapannya.

“Boleh ka. Aza keluar ya. Yaya, Aza keluar dulu ya.”

“Iya, Za.”

Jefan menghampiri anak laki-laki yang tampak masih terdiam duduk di ranjang.

“Deya. Ada yang mau bicara sama kamu,” ucap Jefan pada anak di sampingnya.

“Siapa, Om?” tanyanya lembut.

“Papa.”

Anak laki-laki itu langsung beranjak dari ranjangnya, berdiri sembari memegang tongkat yang sedari tadi ia genggam. Mencari keberadaan jelas Jefan yang ia rasa sangat dekat dengan dirinya.

“Omm, ngapain bilangg??? Kenapa bilang papa om?? Kenapaaaa? Om kalo udah gak mau Radeya ada di sini, bilang om. Radey bisa keluar dari sini, tapi gausah sampe om bilang kalo Radey masih hidup om!!”

“RADEYA JOVAN! DENGERIN OM. KAMU ANAK PAK CHANDRA, KAMU ANAK WENDA. KAMU HARUS PULANG RADEYA. KAMU GAK BOLEH TERUS-TERUSAN NGEHINDAR DARI MEREKA HANYA KARENA KAMU GAK BISA LIAT. MEREKA SANGAT KEHILANGAN KAMU SELAMA INI. RADIVA, RADEVA, SEMUANYA KEHILANGAN KAMU!” jelas Jefan terang-terangan.

Anak laki-laki itu adalah Radeya. Radeya Jovan Jayachandra. Anak baik, kaka kembar kesayangan Radiva yang dua tahun lalu dinyatakan meninggal karena penyakit juga kecelakaan yang dialaminya. Siapa sangka, kini ia hidup bersama Dokter yang menangani keadaannya 2 tahun lalu.

“Om? Kenapa bawa-bawa Radeva?” tanya Radey penasaran.

“Kamu mau tau? Radeva belum meninggal Dey. Radeva masih hidup. Dan dia udah kembali ke keluarga kamu.”

“Omm? Om bercanda?”

“Demi tuhan Dey, om gak bohong. Bahkan papa kamu sampai mengadakan syukuran di perusahaannya atas kembalinya adik kembar kamu itu.”

“Radeva? Lo beneran masih hidup? Devaa? Gue pengen banget ketemu lo. Tapii, tapii kayanya gue gak bisa liat wajah lo.”

“Bisa Dey. Secepatnya kamu bisa ngeliat lagi. Jadi, itu alesan om kenapa ngasih tau papa kamu. Biar kamu bisa kumpul lagi sama kedua adik kamu. Bersyukur Radeya, ternyata keluarga kamu masih lengkap. Dan kalo kamu kembali dengan mereka, papa kamu pasti akan secepatnya cari donor mata buat kamu Dey.

“Ahhh sial! Kenapaa gue harus buta? Kenapaaaa??” teriak keras Radeya di hadapan Jefan.

“Radeya, tenang. Om selalu bilang, kalo semua ini musibah. Om harap kamu gak terus-terusan bilang begitu.”

“Om, maaf.”

“Sekarang, mau ya? Buat ngobrol sama papa?”

“Om, beneran? Tapi Radey takut.”

“Jangan takut Dey. Om tau, sebenernya kamu pengen banget secepatnya ketemu mereka kan. Dey, di sini om juga selalu berusaha biar kamu bisa dapet donor mata yang bagus, tapi sampai sekarang om belum dapet. Maaf ya, jadi buat kamu nunggu terlalu lama buat ketemu mereka.”

“Maaf Om. Ternyata selama ini Radey cuma bisa ngerepotin om. Maafin Radey om. Om udah banyak ngeluarin banyak biaya buat operasi Radey dulu, perawatan kanker juga sampe sekarang. Dan bahkan sekarang om selalu kerja keras buat cari donor mata buat Radey. Kadang Radey suka mikir, kenapa tuhan malah kasih kesempatan Radey buat hidup lagi? Disaat posisi Radey saat itu aja udah ada di ruang Jenazah kan om? Ruang tempat orang-orang yang udah pergi.”

“Karena tuhan belum ngizinin kamu buat pergi ninggalin adik-adik kamu Dey. Tuhan masih mau liat kamu sama Radiva, dan sekarang? Liat kan? Tuhan tiba-tiba munculin Radeva. Kamu harusnya paham, apa maksud tuhan sekarang?”

Kamu Radeva?

Radeva keluar dari kamarnya. Berjalan ke arah tangga, hendak turun menemui papa yang sudah menunggu di bawah. Namun, ia mengurungkan niatnya, karena mendengar suara Radiva yang tampak sedang berbicara sendiri di kamarnya. Radeva memutuskan menghampiri Radiv. Radev mendengar pembicaraan Radiv dari balik pintu kamar. “Ka, Radiv sama papa mau ketemu bunda loh hari ini. Sama Radev juga. Dann tau ga ka? Kondisi Bunda sekarang udah mulai membaik, bunda udah perlahan bisa nerima semuanya. Hampir 2 tahun ka, bunda gak bisa terima kepergian kaka. Doain ya ka, semoga bunda cepet sembuh hehe. Radiv berangkat dulu ya, liat dari atas ya ka, liat Radeva mau ketemu bunda.”

Radeva meneteskan air matanya, mendengar pembicaraan Radiv yang tampaknya sedang berbicara pada foto Radeya. “Radiva, maaf. Lo pasti kesepian banget setelah kehilangan Ka Radeya. Maafin gue Div. Dan buat lo ka, gue janji ka, gue bakal lindungin Radiv,” jelas Radeva pelan.

Tampak tidak ingin menganggu Kaka kembarnya itu, Radeva memilih untuk pergi dari depan pintu kamar Radiva. Dan berjalan menuju lantai bawah menghampiri papa.

“Pagii paa,” sapa Radeva lembut.

“Pagi anak papa. Sarapan dulu sana. Barusan papa udah pesen makanan itu di atas meja makan. Ohh iya kaka kamu mana?” tanya papa yang tampak belum melihat Radiv keluar dari kamarnya.

“Iya pa mauu hehe. Ka Radiv masih di kamar, belum beres katanya. Paling masih ngerapiin rambutnya, kemaren kan abis ganti warna rambut lagi diaa.”

“Anak itu emang hobi banget ganti ganti warna rambut, sama kaya Radeya dulu.”

“Iyaa tu paa. Nakal kaka paa,” ujar Radeva dengan sedikit tawanya.

“Lah sama kamu juga gitu. Sebelum kamu di sini juga kan rambut kamu berwarna.”

“Hehehehhee.”

Radiva terlihat keluar dari kamarnya, berjalan menuruni tangga. Dari kejauhan Radeva melihat mata kakanya yang tampak sembap. Tidak ingin memperlihatkan bahwa dirinya tau apa yang terjadi, Radeva yang paham situasi dengan cepat langsung mengajak Radiv untuk sarapan.

“Radivvv siniii!!!!! Eh maksud gue, Ka Radiv ayo sarapann.” Ajak Deva pada Radiv.

“Radiv itu kenapa matanya? Kamu nangis?” tanya papa penasaran.

Belum sempat Radiva menjawab, Radeva dengan cepat menjawab pertanyaan papa yang ditujukan pada kakanya. “Bukann paa, kaka tadi subuh matanya kemasukan semut tauu, jadi perih sampe air matanya keluar terussss,” jelas Radeva menutupi.

Ko Radev bohong? Hmm pasti dia denger tadi Radiv ngobrol sendiri di kamar,” batin Radiv terharu.

“Yaampun, kamu ngapain sampe kelilipan semut Div? Udah gihh kalian berdua sarapan aja. Jangann lama-lama. Papa mau panasin mobil di luar.”



Radiva keluar dari mobil, disusul Radeva yang ikut keluar. Papa yang terpisah mobil dengan kedua anaknya, tampak baru mematikan mesin mobilnya.

Papa, Radiva dan Radev berjalan menelusuri area rumah sakit, hendak menemui bunda. Seperti biasanya, pada waktu seperti ini, bunda pasti sedang berada di area taman dekat kamarnya.

Radev yang tampak tidak sabar ingin bertemu ibu kandungnya. Dengan antusias, dari kejauhan, ia langsung berlari menghampiri bunda. Memeluk bunda dengan erat, namun tampak respon bunda yang tidak seperti biasanya. Bunda langsung melepaskan pelukan Radeva.

“Kamu temennya Radiv ya? Kenapa kamu tiba-tiba meluk Tante?” tanya Wenda tiba-tiba.

“Bunda? Bunda kenapa?” tanya Radiv heran.

“Bunda gapapa? Justru bunda tanya, temen kamu ini kenapa ko tiba-tiba peluk bunda?”

“Wenda, duduk yu. Papa mau ngobrol.” Pinta Chandra pada istrinya.

Wenda yang sangat menuruti apa perintah suaminya itu langsung melangkah mundur dan duduk di kursi taman rumah sakit. Radeva yang merasa kedatangan pertamanya sebagai anak bunda, tampak sedih, ia menundukkan kepalanya dan melangkah mundur ke arah Radiv di belakangnya.

“Devv, tenang. Mungkin ini karena bunda udah mulai sadar semuanya. Jadi kamu agak sedikit asing buat dia, meskipun wajah kita sama,” jelas Radiv mencoba menenangkan adiknya.

“Padahal gue udah berekspektasi bunda bakal bales meluk gue, Div.”

“Wenda, kamu kenapa kaya gitu barusan?” tanya Chandra penasaran.

“Paaa? Salah aku di mana? Dia kan temennya Radiv? Masa tiba-tiba peluk aku?” jelas Wenda pada suaminya.

Chandra menarik nafas dalam-dalam. Berniat menjelaskan semuanya. “Wenda, kamu beneran udah sadar?”

“Paa, aku udah sadar. Aku udah tau semuanya. Aku juga tau kenapa aku bisa ada di sini. Paa, maafin aku. Selama ini, aku udah jahat sama Radiv. Aku selalu berfikir kalo Radeya pergi gara-gara Radiv,paa,” ungkap Wenda dengan serius.

“Wenda? Ini beneran kamu? Kamu beneran udah sembuh? Benerann??????” tanya Chandra kembali, tidak menyangka atas perilaku Wenda yang berbicara tampak seperti biasanya.

“Papa gak percaya? Coba tanya Dokter sana. Aku udah lama di sini. Aku udah ngejalanin banyak pengobatan juga di sini. Aku engga gila, Paa.”

Chandra benar-benar sangat merindukan sosok Wenda yang seperti ini. Hingga ia langsung memeluk erat istrinya.

“Wenda, kamu percaya gak?”

“Percaya apa Pa?”

“Kalo anak yang kamu sebut temen Radiva itu adalah Radeva, anak kita.”

“Papa jangan bercanda ya. Papa mau buat aku stress lagi?”

“Papa serius, dia Radeva Wen. Dia anak kita.”

“Paa? Gak mungkin, Radeva udah meninggal waktu itu. Papa juga liat kan? Korban itu? Itu Radeva pa,” jelas Wenda tidak percaya.

“Korban itu bukan Radeva. Menurut perkiraan Radiv, korban itu adalah anak jalanan. Dan gelang yang ada ditangannya, itu karena perbuatan Joanna. Joanna yang menukarnya. Kebakaran itu, itu rencana Joanna. Dia ingin mengambil Radeva dari kita. Itu semua salah papa, maaf Wen,” jelas Chandra mencoba menceritakan semuanya.

“Paa? Joanna? Joanna diaa, dia masa lalu papa kan? Paa maksud dia apaa? Kenapa? Kenapa dia tega? Jadi selama ini? Selama ini aku nangisin orang lain pa?”

“Iya Wen. Maaf, maaf semuanya gara gara aku. Seharusnya dulu aku menyelesaikan semuanya dengan baik, pasti semua ini gaakan terjadi. Joanna gak akan ngambil Radeva dari kamu. Joanna dendam sama aku Wen, dia mau hidup aku, hidup kita hancur.”

Wenda yang mendengar penjelasan Chandra, langsung beranjak dari kursinya. Dan berlari menghampiri Radeva yang tengah berdiri dengan kepala menunduk. Radeva tampak terkejut karena bunda tiba-tiba memeluknya erat.

“Radevaa???? Kamu Radeva??? Kamu anak bunda sayang???? Radevaa? Apa kabar kamuu?? Sehat sayang? Maafin bundaa Devaa, maafin bunda. Bunda gatauu kalo kamu masih hidup, maaf, maaf karena bunda udah anggep kamu gaada. Kamu gapapa kan sayang? Kamu sehat sehat aja? Kamu gak diapaapain kan sama wanita itu? Kamu tinggal di mana nak selama ini?” tanya bunda pada Radeva, mencecar dengan berbagai pertanyaan.

Belum sempat Radeva menjawab, Radiv menanggapi pertanyaan bunda. “Tante Joanna jahat bunda, dia gak pernah sayang sama Radev.”

“Maksudnyaa???? Radeva? Kamu diapain sama dia?”

“Engga ko bunda, gapapa. Udah lupain aja ya. Yang penting sekarang Radev seneng bisa kembali lagi sama bunda. Walaupun Radev ga inget sama sekali kenangan Radev waktu kecil, karena waktu itu, Mama bilang kalo Radev pernah kecelakaan.”

“Yatuhan, anak bunda. Maafin bunda ya. Bunda gaada di samping kamu selama belasan tahun lamanya. Maafin bunda ya. Bunda janji secepatnya kita bisa kumpul lagi di rumah ya.”

Joanna – Jefan

1 minggu lebih setelah pertemuannya dengan Chandra. Joanna benar-benar menghilang tanpa jejak. Ia pergi ke tempat kelahirannya di Semarang. Bukannya mendatangi rumah kedua orang tuanya, Joanna lebih memilih menyewa satu rumah di sana.

“Chandra sialann, pasti dia udah bawa Rayden pergi. Dan Rayden, pasti udah cerita semuanya ke Daido. Udah lebih satu minggu aku di sini, gak mungkin juga kalo aku ketemu Ibu, pasti Daido udah tanyain aku ke Ibu,” jelas Joanna kesal.

“Mana sekarang baju aku abis. Aku cuma ada beberapa baju di mobil. Ke Mall aja kali ya? Sekalian refresh otak. Sekalian pula aku cari cara buat nyingkirin Chandra dan anak-anaknya.”

Joanna memasuki mobilnya, hendak pergi ke salah satu Mall di sana. Sampai di tempat yang ia tuju, Joanna langsung berjalan memasuki Mall tersebut.

“Wahh beda banget ya sekarang, dulu terakhir ke sini kayanya belum sebagus ini tempatnya,” gumam Joanna sembari melihat sekeliling.

Tiba-tiba pandangannya tertuju kepada 2 orang laki-laki yang tampak sedang berbelanja di salah satu tempat produk brand ternama.

1 dari dua orang laki-laki di sana tampak tidak asing baginya. Joanna terus memperhatikan dengan jelas, siapa laki-laki itu. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecilnya, memotret dari kejauhan, dan memperjelas gambarnya. Sampai akhirnya, Joanna sadar. “Dokter Jefan? Dia Dokter Jefan kan? Iyaa bener. Ko dia di sini ya? Aku masih penasaran, kenapa dua tahun lalu dia tiba-tiba ngundurin diri dari Rumah sakit,” ucap Joanna tampak kebingungan.

“Dan itu? Siapa orang di sebelahnya? Dia punya anak? Hmm setau ku Dokter Jefan belum menikah sampai terakhir dia kerja di Rumah sakit.”

“Astaga, kenapa aku malah penasaran. Bisa aja kan dia adiknya, atau ponakan, sepupu mungkin? Udahlah Joanna, ngapain dipikirin sih, mending lanjut jalan katanya mau belanja.”

Hendak Joanna memalingkan pandangannya. Tampak Dokter Jefan keluar sembari mengandeng laki-laki yang pergi bersamanya. Joanna kembali penasaran, dan memutuskan untuk memperhatikan siapa laki-laki yang bersama Dokter Jefan. Laki-laki yang bersama Dokter Jefan tampak menggunakan kacamata hitam, beanie hat hitam, kemudian di tutup kembali dengan kupluk hoodie. Kupluk yang diserut dengan wajah yang terus menunduk, semakin membuat laki-laki tersebut tidak Joanna kenali.

Setelah beberapa langkah Dokter Jefan keluar. Tiba-tiba ia mengeluarkan satu barang dari dalam tas kecilnya. Tampak sebuah tongkat lipat yang biasa digunakan untuk orang yang tidak bisa melihat dikeluarkan olehnya, lalu diberikan kepada laki-laki yang berada di sampingnya.

“Makasih, Om.”

“Sama-sama. Ayo jalan.”

“Om? Ahhhh berarti mungkin ponakannya. Aduhh Joanna, gajelas banget malah fokus merhatiin mereka.”

Siapa kakanya?

“Gilaaaaa, Tante Joanna serem bangettt,” ucap Juna setelah mendengar rekaman dari ponsel Chandra, serta penjelasan yang diceritakan Chandra.

“Gue merinding sihhh,” ucap Cavin.

“Jadi, kebakaran itu? Kecelakaan itu? Semuanya ulah tante Joanna pa?” tanya Radiv penasaran.

“Iya Div. Bahkan, hampir aja kan Radeva yang beneran jadi korbannya. Tapi papa penasaran, korban itu siapa Div?”

“Setelah Radiv inget-inget, dulu yang ajak Radev ke sana itu anak kecil, mungkin hmm maaf ya, kaya anak jalanan gitu. Apa mungkin kalo Tante Joanna nuker Radeva sama dia?”

“Bener juga, Div. Bisa aja itu.”

“Om, jadi Rayden beneran Radeva? Rayden anak om? Sama tante Wenda?” tanya Rayden dengan mata yang berkaca-kaca.

“Iya Den. Kamu Radeva, Radeva Jevan Jayachandra.

“Maafin papa ya. Gara-gara masa lalu papa. Kamu jadi kena dampaknya, kamu jadi sasaran wanita itu. Maaf karena papa baru ketemu kamu setelah 14 tahun ini. Papa bukannya gak mau cari kamu Deva, tapi papa mikirnya kalo kamu emang udah gaada. Maafin papa ya. Papa gaada niatan sama sekali buang atau ngusir kamu. Engga yaa, gak sama sekali.” jelas papa sembari mengelus lembut kepala Rayden.

“Gapapa ko Om. Rayden paham, setelah denger penjelasan om sama papa tadi, Rayden anggep semuanya gak pernah terjadi. 14 tahun kemarin Rayden anggep mimpi aja.”

“Syukurlah. Kamu paham. Sekarang ganti, jangan panggil om. Dan sebut nama kamu yang bener.”

“Hehehe, belum biasa om. Tapi kalo bunda, udah biasa.”

“Radiva? Ko diem? Kamu gak mau minta maaf sama Radeva?” tanya Chandra pada Radiva yang tetap terdiam setelah mendengar penjelasan papa, serta rekaman Joanna tadi.

Radiva beranjak dari sofa, menghampiri Rayden yang berdiri di dekat Chandra. Tanpa aba-aba, Radiva memeluk erat Rayden. Dan menangis.

“Devaaa, maafin Radiv yaaaa. Radiv tadi emosiii banget. Maafin Radiv yaa, jangan marahh yaa. Radiv engga sengaja itu. Kalo kamu mau bales, bales aja nih gapapa,” tutur Radiv dengan pembicaraan yang terpotong potong karena ia berbicara sembari menangis.

“Udah Div, gapapa. Gapapa banget. Gue tau lo lakuin itu karena lo sayang sama Radeya. Maafin gue juga ya, gue baru jujur sama lo. Karena gue juga baru sadar pas lo kasih tau tanggal kecelakaan Radeya ke gue.”

“Ciee Raydenn gak usah pura-pura jadi Radeva lagi depan bundaaaa cieee,” ledek Naka pada Rayden.

“Iyaa nih, bisa mereun taun depan ulang taun kadonya beneran saham?? Secara kan ayeunamah anaknya Om Chandra,” ucap Hilmar ikut meledek Rayden.

“RADEVAAAAAAA AHHH GUE PENGEN PELUK LOO. KANGEN BANGET ANJIRR 14 TAHUN KAGA KETEMU. AYO TUKERAN SENDAL LAGI DEVAAAAAA,” teriak keras Juna pada Rayden.

“Tukeran sendal?” tanya Rayden bingung.

“Ah udahlah lagian lo masih lupa ingatan, ga lupa ingatan pun pasti lupa karena udah belasan tahun yang lalu,” sambung Juna pada Rayden.

“Ah iya Dev, semoga kamu cepet inget semuanya ya. Kesian ingetnya setengah-setengah,” ledek Radiv tiba-tiba.

“Pantesan gue kalo denger hal yang ada kaitannya sama gue waktu kecil atau sama keluarga ini, kepala gue suka sakit. Ternyata..”

“Selamatt yaaa anak om udah balik sama papanyaaaa ciee,” ucap Kaindra dan Jodi bersamaan.

“Hehehee. Makasih om.”

“Iya sayangg, selamat ya. Sekarang kamu bakal tinggal sama Radiva. Tante Irana mohon ya, kamu jangan temuin Joanna lagi. Tante takut dia bakal lakuin hal yang gak masuk akal lagi,” pinta Irana pada Rayden.

“Jadi Radiva udah resmi jadi kakanya Radevaaa dong,” ucap Jendra dengan sedikit tawanya.

“Hahahaha iya anjirrr. Radiv yakin lo kakanya? Engga kebalik ini?????” sindir jail Juna pada Radiva.

“Engga yaaaa, Radiva lahir keduaaa kata bunda. Jadi engga boleh kalo Radiva jadi adiknya,” ungkap Radiva dengan raut wajahnya yang tampak menggemaskan.

“Ini yakin? Masa kakanya gemes begini sihhhh?” tanya Naka heran.

“Rayden? Lo yakin mau punya kaka gemes begini? Eh tapi si Radiv jadi ngurangin kegemasannya semenjak tau kalo lo Radeva loh,” ungkap Cavin pada Rayden.

“Maksudnya?”

“Dia sumbangin semua boneka kuda nilnya ke panti asuhan. Dia ganti background chat kuda nil pake ala-ala background item item. Ah pokonya katanya biar suatu saat kalo lo tau Radiv kembaran lo. Lo gak julidin dia hahaha,” ungkap Cavin panjang lebar.

“CAVINNNN KENAPA DICERITAINN SIHHHH?” gerutu Radiva langsung mengerutkan dahinya, dibarengi dengan mulut yang membulat.

“Div, ko gitu? Gapapa ko. Gausah malu karena gue. Gue gak mau ngerusak kebahagiaan, kesukaan orang. Kalo itu buat lo nyaman ya silahkan, jangan gara-gara gue, lo berubah. Jangan ya. Lagian juga gue gak akan ledekin loooo.”

“Ahahaha gemes banget anjirr ini siapa kakanyaa iniiiiii,” ledek Juna kembali.



“Daido, jadi apa yang akan kamu lakukan dengan Joanna?” tanya Chandra penasaran.

“Secepatnya saya akan menceraikan dia. Saya tidak ingin memiliki istri yang kelakuannya sudah tidak bisa dimaafkan.”

“Tapi kayanya Joanna kabur. Apa kamu tau dimana dia berada biasanya?”

“Ya saya tahu. Tenang saja. Yasudah, saya pamit. Jaga Rayden baik-baik ya. Terima kasih karena Bapak akan selalu memberi kesempatan untuk saya bertemu Radeva kapanpun.”

“Sama-sama. Terima kasih juga karena telah merawat dan menjaga Radeva selama ini.”

Bismillah abis ini Rayden jadi Radeva ya🙏

Radeva bodoh pa!

Chandra memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah keluarga Nareswara. Keluar dari dalam mobil dengan raut wajah yang tampak tidak bisa didefinisikan. Antara masih geram karena keributannya dengan Joanna, dan senang karena hari ini ia dapat memeluk Radeva.

5 menit setelah itu, tampak mobil Dokter Daido berhenti tepat di belakang mobil Chandra.

“Dok, makasih udah mau dateng,” ucap Chandra ramah.

“Sama-sama Pak. Dengan senang hati.”

Chandra diiikuti Daido, memasuki rumah Sagara, sahabatnya. Tampak Kaindra, Jodi, tentunya Radiva sudah ada di sana bersama ke tiga temannya. Tampak Rayden yang semakin kebingungan ketika melihat Chandra masuk ke dalam, terutama ketika melihat papa angkatnya datang bersamaan dengan Chandra.

Tanpa pikir panjang, Chandra menghampiri Rayden yang tengah duduk di sofa sembari memeluk 1 tas besar berisikan barang-barang bawaannya.

“Rayden, berdiri nak.” Pinta Chandra lembut pada Rayden.

“Rayden Om?” tanya Rayden sembari mengarahkan telunjuk ke arah dadanya.

“Iya, Rayden kan cuma satu. Kamu aja.”

Rayden beranjak dari sofa, berdiri dan menghampiri Chandra dengan raut wajah yang tampak kebingungan.

Rayden, kamu anak papa.” Ucap spontan Chandra di hadapan Rayden.

“Hah? Anak papa? Maksudnya? Ohh papa Daido? Ya emang Rayden anak papa Daido Om,” ucap Rayden yang benar-benar kebingungan.

“Bukan Den. Kamu memang anaknya Daido, tapi anak angkat. Om, Om Chandra, orang yang ada di hadapan kamu, saya papa kamu Rayden,” jelas Chandra pada Rayden.

“Gimana bisa om? Gimana ceritanya saya anak om? Anak om aja cuma tiga kan? Deya sama Deva udah gaada. Sisa Radiva aja.”

Sekejap keadaan rumah Nareswara hening. Tidak lama kemudian, Radiv membuka suaranya. “Kamu Radeva, Den.

“Hahhh?? Gue?? Radeva?? Mana ada Div.”

Chandra mengeluarkan 1 amplop cokelat dari dalam saku, memberikannya pada Rayden yang tampaknya masih belum bisa mencerna apa yang baru saja Radiva katakan padanya.

“Coba buka, Den.”

Rayden dengan cepat membuka amplop yang diberikan Chandra padanya. Ia membaca dengan teliti isi dari selembar kertas di tangannya.

“Hahh?? Gimana bisaa? Gak mungkin?? Paa? Rayden?? Rayden anak Om Chandra??” tanya Rayden pada Daido.

“Iya Den. Kamu anak Pak Chandra. Dulu papa ambil darah kamu buat tes DNA, kamu pasti juga sadar kan pas bangun tidur?” tanya Daido.

“Jadii? Jadi Rayden? Rayden itu Radeva pa?” tanya Rayden kembali pada Daido.

“Iya Ayden. Kamu Radeva. Anak pak Chandra. Sekaligus adik kembarnya Radeya sama Radiva.”

“Enggaaaaa, engga mungkin. Rayden gak mungkin Radevaaa. Radeva gak mungkin biarin kaka kembarnya kecelakaan, gak mungkinnnnnnn,” teriak keras Rayden sembari menjambak rambut dengan kedua tangannya.

“Raydennn, Raydenn tenangggg. Tenangggg,” ucap Chandra mencoba menenangkan Rayden.

Radiva yang mendengar perkataan Rayden mengenai kaka kembar yang kecelakaan tampak kebingungan untuk memahaminya. Radiva pun berjalan maju menghampiri Rayden.

“Apa maksud kamu ngebiarin kaka kembar kecelakaan???” tanya Radiv penasaran.

“Radivaaa, Radivaaa maafin gueee. Gue yang udah buat kaka lo kecelakaan. Gue Divv, maafin gueee,” tutur Rayden merasa bersalah.

“APAA MAKSUD KAMU DENN???” tanya Radiv dengan nada sedikit tinggi.

“Gue ada di belakang Radeya, pas Radeya kecelakaan, Div. Maafin gue.”

Radiva yang sudah sedikit terbawa emosi atas pengakuan Rayden padanya. Langsung mengepalkan tangan kanannya, melayangkan kepalan tangannya pada pipi Rayden.

“Awwww.” lirih Rayden sedikit kesakitan. Tampaknya ujung bibir Rayden langsung mengeluarkan sedikit darah karena pukulan keras Radiva padanya.

Anjir Diva ngapain ditonjok adeknyaaaaaa” batin Cavin heran.

Nah kan orang modelan Diva sekalinya marah serem,” batin Naka.

“RADIVAA! APA-APAAN KAMU???” tanya papa dengan nada yang sedikit menyentak.

“RADEVA BODOH PAAA! KENAPA DIA BIARIN KA RADEYA KETABRAK? KENAPAA DIA GAK NOLONGIN KAKA?? BODOHH KAMU DEVAA!!” ungkap Radiva kesal pada Rayden.

“Iya Div, gue emang bodoh. Gue pantes ko dapet itu. Malah pukulan lo gaada apa-apanya buat gue yang udah biarin Radeya celaka.”

“CUKUP! RADIVA, RAYDEN CUKUP. KALIAN DENGERIN DULU PENJELASAN PAPA. DENGERIN JUGA BUKTI YANG PAPA BAWA SETELAH KETEMU TANTE JOANNA TADI. UDAH TENANG DULU. GAK ADA YANG SALAH DI SINI.”

Jendra menghampiri Radiva yang tampaknya masih terbawa emosi atas pengakuan Rayden. “Udah Div, lo pindah ke kursi sana yu. Udah tenangin dulu diri lo. Gue tau ini pasti cuma salah paham,” tutur Jendra mencoba menenangkan Radiva.

Chandra mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Memutar rekaman percakapannya dengan Joanna. -15 menit-

Setelah rekaman itu selesai diputar, Chandra melanjutkan dengan menceritakan mengenai keberadaan Rayden di tempat kejadian Radeya. Dan kenapa Rayden bisa menjadi anak Joanna.

Uler

Chandra keluar dari mobilnya, berjalan ke arah cafe yang sudah diberitahukan Joanna sebelumnya. Tampak mantan kekasih sekaligus masa lalu terakhir Chandra itu sudah menunggu dengan setelan perawat dengan rok di atas lutut tengah duduk di kursi ujung cafe.

“Chandraaaaa, haloooo!!!!” sapa Joanna antusias dengan 1 tangan melambai pada Chandra.

Chandra dengan wajah datarnya mengabaikan sapaan Joanna, dan tetap memilih berjalan mendekat. Chandra duduk di hadapan Joanna dengan mata tajam menatap padanya.

“Heiii, kenapa? Ko bengong Chandra? Kaget ya ketemu aku??” tanya Joanna percaya diri.

Tidak ada respon sedikitpun dari Chandra, dan Joanna kembali melanjutkan obrolannya. “Chandra, aku seneng banget bisa ketemu kamu. Sekarang kita udah tua ya haha. Udah punya anak pula. Kapan-kapan ayo ketemu lagi, ajak Wenda, ajak anak-anak kamu juga ya.”

Demi apapun rasanya saya ingin sekali menyeret langsung perempuan ini ke penjara,” batin Chandra geram.

“Chandra? Hei? Kamu kenapa sih? Kamu yang ajak aku ketemu, tapi kamu diem aja? Hei?” tanya Joanna, langsung memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sembari menatap Chandra yang pandangan mata tetap tajam menatap ke arahnya.

Dia kenapa sih? Diem terus heran,” batin Joanna.

Chandra benar-benar sudah muak dengan sikap palsu Joanna padanya. Ia menarik nafas panjang, dan langsung membuka obrolan dengan suatu pembicaraan yang tidak terduga.

“Joanna? Udah cukup. Cukup kamu berlaga baik di depan saya,” jelas Chandra tegas.

“Maksud kamu apaa? Aku berlaga baik gimanaa????” tanya Joanna kembali berlaga manis

“CUKUP JOANNA! SAYA UDAH BENER-BENER MUAK DENGAN SIKAP KAMU! KAMU TIDAK TAHU MALU! KAMU MENJIJIKKAN JOANNA!!” ungkap Chandra dengan jelasnya tanpa memperdulikan pandangan mata karyawan cafe yang memperhatikannya.

“MANA PEMILIK CAFENYAA MANA??? MANAAA CEPATTTT!!!” tanya Chandra kesal.

Satu orang lelaki paruh baya berjalan menghampiri Chandra yang tampak emosi. “Ssa ssaya pak. Saya pemilik cafe ini,” ucap lelaki tersebut dengan gugup.

“TOLONG KOSONGKAN CAFE INI SEKARANG JUGA!!! TERMASUK KARYAWANNYA TOLONG UNTUK KELUAR DARI SINI! SAYA AKAN GANTI RUGI SEMUANYA NANTI! BERAPAPUN ITUU, CEPAT!!!!”

“Baaaik paaa.”

Setelah pembicaraannya dengan pemilik cafe tersebut. Chandra kembali mengarahkan pandangannya kepada Joanna. Ekspresi wajah Joanna tampak sudah mulai berubah. Joanna yang sebelumnya terlihat manis, kini berubah datar dengan tatapan sinis menatap ke arah Chandra.

“Lihat, lihatttt tatapan wanita tidak tidak tahu malu ini. Kamu memang tidak pantas untuk berpura-pura baik di hadapan saya, Joanna,” sindir keras Chandra.

Joanna yang tadinya terdiam menatap Chandra, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak seperti mengejek apa yang baru saja diucapkan Chandra padanya.

“Yahhhhhh, ketauannn.” Ujar Joanna singkat.

“BAGUSLAH CHANDRA, BAGUS KAMU TAU SEMUANYAAA. SELAMAT YAA, SELAMAT ATAS KEPERGIAN ANAK KESAYANGAN KAMU RADEYA, SELAMATT JUGA, BERKAT KEMATIAN ANAK ITU, ISTRI KAMU JADI GILAAA HAHAHAA,” ejek kasar Joanna pada Chandra.

“WENDA GAK GILA! WENDAA SAMA SEKALI GAK GILA. WANITA SEPERTI KAMU YANG HARUSNYA MASUK RUMAH SAKIT JIWA! KAMU YANG GILA! KAMU KETERLALUANNNN!” sentak Chandra geram.

“Hahahaaaa aku? Gilaa? Wawww? Aku gila? Hahahaa kayanya iyaa Chandra aku gila ya? Akuu yang buattt Radeya kecelakaannn, akuuuu.” Ungkap Joanna tanpa rasa bersalah.

“KURANG AJARR KAMU. BERANI BERANINYA KAMU MENYENTUH ANAK-ANAK SAYA JOANNA!!”

“YAAA AKU BERANII, AKU BERANII TUKER OBAT ANAK KAMUU, AKU BERANII NYELAKAIN ANAK KAMU. KARENA APA? KARENAAA KAMUU CHANDRA! SEMUANYA GARA-GARA KAMUUU YANG UDAH NINGGALIN AKU! KAMUU UDAH BUAT HIDUP AKU HANCUR! KAMU LEBIH PILIH WENDA WANITA JALANGG ITU DARIPADA AKU YANG UDAH BARENG-BARENG SAMA KAMU BERTAHUN-TAHUN!!!!”

“JOANNA! SAYA BERSUMPAH DEMI APAPUN, SAYA GAAKAN BIARIN KAMU LOLOS. SAYA AKAN PASTIKAN KAMU MENDERITA! MELEBIHI PENDERITAAN YANG RADIVA RASAKAN KETIKA KEHILANGAN RADEYA! DAN MELEBIHI PENDERITAAN RADEVA KETIKA SATU RUMAH SAMA KAMU!!”

“WAAWWWWW? RADEVA? KAMU UDAH TAUUU KALO RAYDEN ITU RADEVA? HAHAHAAA RADIVA KURANG AJAR! LIAT AJA DIVA, BERANI-BERANINYA DIA BAWA ANAK AKU KE KAMU.”

“ANAK AKU KAMU BILANG? DIA ANAK SAYA! DAN JANGAN PERNAH SENTUH RADIVA! ATAU KAMU AKAN TANGGUNG AKIBATNYA!

“TANGGUNG AKIBATNYA? APAAA? KAMU BERANI APAAAA SAMA AKUU??? KAMU MAU AKU NGELAKUIN HAL YANG LEBIH GILA LAGI? SETELAH 14 TAHUN TADINYA AKU MAU BAKARRRR RADEVA DI RUMAH ITU. YAAA AKU YANG BAKARR RUMAH ITU, AKUUUU!!! DAN SETELAH AKU CELAKAIN RADEYA JUGA 2 TAHUN LALU????? APAA YANG MAU KAMU LAKUIN? KAMU BERANI APA? HAHH? JAWABBB!!”

“KAMU KETERLALUAN JOANNA!!!” teriak Chandra geram, langsung melayangkan tamparan keras pada pipi wanita dihadapannya.

“WAHHH? KAMU NAMPAR AKU? KAMU BERANI SAMA AKU?”

“BUAT APA SAYA HARUS TAKUT SAMA KAMU?”

“SECEPATNYA! SECEPATNYA AKU AKAN BUAT RADIVA PERGI, AKU AKAN BUAT DIA NYUSUL KAKANYA!!!! CAMKANN ITU!!!”

“KAMU BENER-BENER KETERLALUAN JOANNA JINGGA! KAMU BENER-BENER KETERLALUAN!!!!”

“AHHHH YAAA! SATU LAGI, APA SETELAH AKU BILANG INI, KAMU BAKAL TETEP SAYANG SAMA RADEVA?”

“APAAA?? SOAL APA? SOAL RADEVA YANG NGELIAT KECELAKAAN RADEYA LANGSUNG? HAHHH??? KAMU PIKIR DENGAN CARA LICIK KAMU ITU SAYA BAKAL BENCI GITU AJA SAMA ANAK SAYA? GAAKAN JOANNA! GAAKAN!!”

“AISHHH SIALLLL!!!!”

Joanna tampak sudah kehabisan kata-kata untuk menyanggah obrolan Chandra. Ia tampaknya memilih mundur perlahan dari hadapan Chandra. Tanpa Chandra sadari, Joanna semakin menjauh dari hadapannya. Hingga ia berhasil kabur dengan setelan perawat Rumah sakitnya. Chandra berlari mencoba mengejar ke arah Joanna pergi. “JOANNA!!! MAU KEMANA KAMUU??? AISHHHH SIALLANNN! JOANNA!! JANGAN HARAP KAMU BISA KABUR DARI SAYA!!” teriak keras Chandra yang tampak tidak berhasil mendapatkan kembali Joanna.

Astagfirullah saya ngetiknya esmosi maap

Secepatnya

Papa menghampiri Radiva yang tengah duduk sendirian di ruang makan.

“Radiva, selamat ulang tahun ya sayang. Panjang umur, sehat selalu ya, selalu jadi anak kebanggaan papa sama bunda. Jadi kaka yang baik juga buat Radeva nanti. Kamu udah belajar kan dulu dari ka Radeya? Secepatnya papa akan bawa Radeva pulang ke sini. Kamu, Radeva, papa sama bunda. Kita bakal bareng-bareng lagi di rumah ini, meskipun tetep gak lengkap karena gaada Radeya. Tunggu ya, anak papa. Doain papa bisa nyelesain semua masalah ini, doain juga bunda biar cepet sembuh,” tutur manis papa sembari mengusap-usap rambut Radiva, kemudian mencium atas kepalanya.

“Iyaa pa, makasih banyak ya. Radiv bakal tunggu ko. Radiv yakin secepatnya kita bakal kumpul bareng lagi di rumah ini. Kemarin aja waktu Radiv sama Radeva ke makam kaka, rasanya Radiv pengen banget bilang depan Radeva, Devaaa ini kaka kamuuu, bukan kaka Radiv ajaa. Tapi sayang, belum waktunya,” jelas Radiv pada papa.

“Radeya pasti seneng dijengukin sama 2 adiknya. Papa kebayang gimana senyum manisnya Radeya kalo liat suatu hal yang buat dia bahagia. Ya meskipun kaka kamu dingin, tapi kalo udah senyum, senyum kamu aja kalah manisnya Div,” ungkap papa dengan sedikit tawanya.

“Hehee iya pa. Senyum kaka emang manis, Radiv juga mengakui.”

“Nih gini nih kalo udah sayang banget sama kakanya, padahal papa tau, dalem hati kamu bilangnya senyum kaka engga manis, masih manisan kamu. Iya kannn???” ejek papa sembari mengacak-acak rambut anaknya.

“Ih papa engga, apaan si gajelas,” jawab Radiv sembari beranjak dari kursi, berjalan membawa piring kotor bekas roti ke tempat cucian piring.

“Kamu mau hadiah apa dari papa?” tanya papa penasaran.

“Radiv gamau hadiah apa-apa ko paa. Radiv cuma mau Bunda sembuh, Radeva tau identitasnya, dan satu lagi, harapan yang sama kaya tahun kemarin, Radiv mau kaka kembali lagi,” ucap Radiv polos.

“Radiva, gak boleh gitu. Kaka udah tenang di sana.”

“Maaf, pa.”

“Ehh iya tuh kan lupa, papa belum ucapin selamat ulang tahun ke Radeva lohh.”

“Ihh papa cepetan ucapinn, yang panjangg ucapinnyaa. Pasti Deva udah lama banget gak dapet ucapan ulang tahun.”

“Iya iyaa, ini papa chat yang panjang. Siapa tau bisa sepanjang cerita cinta papa sama bunda.”

“Aduh males banget bucin ah, Radiv mau ke atas aja,” ucap Radiv sembari berjalan ke arah ruang keluarga dengan segelas jus melon ditangannya.

“Radiv, Radivv, udah 21 tahun. Apa gak mau punya pacar Div?” sindir papa pada Radiva.

“Papa gimana sihh, katanya gak boleh kalo Radiv nikah muda. Ini tiba-tiba bahas pacar apa maksudnya????” jawab Radiv kesal.

“Divv, papa tanyanyaa pacarr, bukan calon istriiii astagaaaa. Lagian papa gak bakal izinin kamu nikah muda meskipun kamu udah siap. Gaakan pernah sama sekali, papa belum mau dipanggil kakek.”

“Tau ahh Radiv pusingg.”

“Yakin nih gapunya??? Satupunn??? Tapi katanya yang ngedeketin banyak ya? Papa juga suka tanya ke Juna lohh, Naka juga suka cerita, kata dia banyak yang suka sama kamuu,” ejek papa kembali.

“Ih gaasik merekamahh ah, bilang-bilangg,” ucap Radiv langsung mengerutkan keningnya.