wxyzndaa

Gapapa ko

“Div serius deh, lo beneran gapapa??” tanya Juna khawatir.

“Radiv gapapa ko Jun, nih Radiv gapapa kan,” ucap Radiv sembari melebarkan senyumannya.

“Div jangan bohong anjir, gue khawatir ini. Dari tadi kita di sini, sampe Ibun dateng kesini lo bilang gapapa gapapa mulu heran,” ungkap Juna yang sudah kesal karena Radiv sedari tadi menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang sama.

“Div gue mohon, lo cerita sama kita ya, lo gak boleh mendem apapun lagi, lo harus kesian sama diri lo div, gue mohon, cerita ya, terbuka sedikit ajaaaa,” bujuk Jendra sembari menepuk nepuk pundak Radiva.

“Raa Radiv sebenernya takut Jen, baru pertama kali liat Bunda teriak kaya gitu ke Radiv, selama ini Radiv belum pernah liat Bunda teriak-teriak sekeras itu,” jelas Radiv dengan mata yang berkaca-kaca.

“Radiv giliran ditanya Jendra ngejawab, giliran gue yang nanya diem mulu,” sindir Juna yang langsung mengerutkan bibirnya.

“Dih sirik lo?” tanya Jendra.

“Engga lah, ngapain sirik?.”

“Iya Div, lo pasti kaget banget kan, selama ini Bunda selalu bersikap lemah lembut sama lo, sama Radey bahkan Radeva dulu. Dan tadi tiba-tiba aja Bunda kaya gitu, mungkin gue sama Juna pun bakal ketakutan kalo kita berdua ada di posisi lo,” ungkap Jendra pada Radiva.

“Iya Jen, Radiv cuma ngerasain itu aja ko, Radiv gaada mendem apa-apa lagi,” balas Radiv.

“Jendra, Juna. Bunda mau dibawa ke Rumah sakit, Bunda gak akan kenapa-kenapa kan ya?” tanya Radiv pada kedua kembar itu.

“Tante Wenda gak akan kenapa-kenapa ko Div, Om Chandra paling cuma periksain keadaannya aja, iya kan Jun?” tanya Jendra pada adik kembarnya.

“Iya Div, bener kata Jendra, Tante Wenda bakal baik-baik aja ko,” ucap Juna.

Gapapa ko

“Div serius deh, lo beneran gapapa??” tanya Juna khawatir.

“Radiv gapapa ko Jun, nih Radiv gapapa kan,” ucap Radiv sembari melebarkan senyumannya.

“Div jangan bohong anjir, gue khawatir ini. Dari tadi kita di sini, sampe Ibun dateng kesini lo bilang gapapa gapapa mulu heran,” ungkap Juna yang sudah kesal karena Radiv sedari tadi menjawab dengan jawaban yang sama.

“Div gue mohon, lo cerita sama kita, lo gak boleh mendem apapun lagi, lo harus kesian sama diri lo div, gue mohon, cerita ya,” bujuk Jendra sembari menepuk pundak Radiva.

“Raa Radiv sebenernya takut Jen, baru pertama kali liat Bunda teriak kaya gitu ke Radiv, selama ini Radiv belum pernah liat bunda teriak teriak sekeras itu,” jelas Radiv dengan air mata yang mulai mengalir pada pipinya.

“Radiv giliran ditanya Jendra ngejawab, giliran gue yang nanya diem mulu,” sindir Juna yang langsung mengerutkan bibirnya.

“Dih sirik lo?” tanya Jendra.

“Ga, biasa aja.”

“Iya Div, lo pasti kaget banget kan, selama ini Bunda selalu bersikap lemah lembut sama lo, sama Radey bahkan Radeva dulu. Dan tadi tiba-tiba aja Bunda kaya gitu, mungkin gue sama Juna pun bakal ketakutan kalo kita berdua ada di posisi lo,” ucap Jendra pada Radiva.

“Iya Jen, Radiv cuma ngerasain itu aja ko, Radiv gaada mendem apa-apa,” balas Radiv.

“Jendra, Juna. Bunda mau dibawa ke Rumah sakit, Bunda gak akan kenapa-kenapa kan ya?” tanya Radiv pada kedua kembar itu.

“Tante Wenda gak akan kenapa-kenapa ko Div, Om Chandra paling cuma periksain keadaannya aja, iya kan Jun?” tanya Jendra pada adik kembarnya.

“Iya Div, bener kata Jendra, Tante Wenda bakal baik-baik aja ko,” ucap Juna.

Ada-ada aja lo

Saga, Irana serta kedua anaknya, Juna dan Jendra tiba di kediaman keluarga Jayachandra.

Tanpa permisi, keempat anggota keluarga Nareswara itu masuk ke dalam rumah. Tampak Chandra yang sedang mengelap keringat Wenda yang sejak tadi masih melamun, dan Radiva yang terduduk di sofa dengan mata berkaca-kaca yang masih tampak ketakutan.

“RADIIIVVVVV!!!” LO GAPAPA???” tanya Juna dan Jendra bersamaan sembari berlari menghampiri Radiva.

“Raaa Raaadiv gapapa ko,” jawab Radiv gugup.

“Juna, Jendra anter Radiv ke kamarnya ya,” pinta Irana pada kedua anaknya.

“Iya Ibun,” jawab Jendra.

“Ayo div, mau gue tuntun gak?” tanya Juna.

“Gapapa Jun, Radiv masih kuat jalan ko.”

Ketiga anak laki-laki itu berjalan menuju kamar di lantai dua. Kedua sahabat Radiva tampak sangat khawatir karena sebelumnya Ayah Saga menceritakan bahwa Radiv ketakutan gara-gara Tante Wenda yang berteriak padanya.

Kenapa jadi gini si yaampun,” batin Jendra.

Tante Wenda makin gak jelas deh” batin Juna sedikit kesal.


“Chan, coba lo cerita kenapa Wenda sampe kaya gini,” pinta Saga pada Chandra.

“Iya Mas, kenapa Wenda bisa sampe kaya gini?” sambung Irana.

Chandra pun menceritakan semuanya, apa saja yang ia dan Wenda perdebatkan. Semua ia ceritakan kepada Sagara dan Irana.

“Chan, ada-ada aja looooo, mana ada orang yang mau tiba-tiba di ajak ke Rumah sakit tanpa sebab Chandraaaaa, sekalinya lo jelasin alesan kenapa ngajak ke Rumah sakit, alesannya langsung kaya gitu,” ucap Saga kesal setelah mendengar semua yang diceritakan Chandra.

“Ya gue bener-bener gak ada ide Sagaa, gimana coba ngajak Wenda ke Rumah sakit,” balas Chandra.

“Mass, untung Wenda cuma teriak-teriak loh, gak sampe nyelakain Radiv. Kalo dia tiba-tiba mau nyelakain Radiv gimana?” tanya Irana khawatir.

“Iyaa Na, untung Wenda gak sampe nyakitin Radiv. Mana Radiv tadi keliatan banget ketakutan, bahkan sampe sebut-sebut nama kakanya,” jawab Chandra.

“Jadi ini gimana? Wenda mending dibiarin aja dulu? Atau gimana?” tanya Chandra kembali.

“Ya lo suaminya, terserah lo,” jawab Saga.

“Mas Chandra, tapi ada baiknya kalo sekarang kita bawa ke Rumah sakit deh, mumpung Wenda belum sadar sepenuhnya. Dan Dokter pun mungkin nanti bisa langsung periksa keadaan Wenda, ya semoga Wenda juga bisa jujur nyeritain apa yang dia rasain selama ini,” saran Irana pada Chandra.

“Iya juga sih Na.”

“Yaaa makanya coba aja dulu ayo,” ajak Irana.

“Yaudah ayo, naik mobil gue aja, Ibun kamu ke atas, kasih tau anak-anak,” pinta Saga pada Irana.


Setelah memberitahu anak-anak, Irana menyusul Saga serta kedua orang tua Radiva ke mobil. Saga mulai mengemudikan mobilnya, didampingi Irana disebelahnya.

Irana menoleh ke belakang, melihat Wenda tampak seperti orang bingung yang kelelahan. “Wenda, kenapa kamu jadi gini?” batin Irana prihatin.

GARA-GARA KAMU

Ketiga anggota keluarga itu berkumpul di meja makan, seperti biasa, ada Papa, Bunda, dan Radiva. Radiva sebelumnya tidak ada di sana, namun papa memanggilnya ke kamar.

“Ayo makan div, kamu pasti tadi siang belum makan kan? Kata Bunda tadi pagi Juna sama Jendra kesini ya?” tanya Papa lembut.

“Radiv tadi udah makan ko Pa di kampus. Iya tadi Juna sama Jendra dateng kesini, mereka ajak Radiv pergi ke....”

“Kemana div?” tanya Papa.

“Keee rumah mereka lah pa,” jawab Radiv gugup.

“Owalah, Papa kira kemana.”

Hampir aja Radiv bilang ke makam kaka, Bunda pasti marah banget sama Radiv,” batin Radiv khawatir.

20 menit berlalu

“Ppp Pa, Bunda, Radiv ke kamar ya,” Izin Radiv pada ke dua orangtuanya.

“Sana,” jawab Bunda dingin.

“Radiv, sebentar. Papa mau bicara sesuatu sama kamu, sama Bunda juga,” ungkap papa yang membuat Radiv dan Bunda penasaran.

“Apa Pa?” tanya Bunda.

“Kenapa pa?” tanya Radiv.

“Radiv mau gak anter Bunda ke Rumah sakit?” tanya papa pada Radiva.

“Rumah sakit? Bunda kan gak sakit pa?” tanya Radiv heran.

“Paa, Bunda gak sakit, ko ke Rumah sakit sih?” tanya Wenda penasaran.

“Bunda, kamu kayanya kecapean deh akhir-akhir ini. Kemarin juga kamu tiba-tiba marah kan sama Radiv. Mau yah ke Rumah sakit? Kita periksa keadaan kamu, kamu pasti kecapean banget setiap hari ngurus butik,” tutur Papa pada Bunda.

“Paa, aku gak kenapa-kenapa, aku gak kecapean Pa. Maksudnya apa sih?”

“Udah pokonya Bunda ikut aja apa kata Papa ya.”

“Gak mau Pa, apaan sih tiba-tiba ke Rumah sakit,” jawab Bunda kesal dan menolak ajakan Papa.

“OK MAU LEBIH JELAS WENDA?? KAMU IKUT AKU KE RUMAH SAKIT! KITA KETEMU DOKTER! KITA CEK KEADAAN KAMU! KITA CARI TAU KENAPA KAMU TERUS TERUSAN MARAHIN RADIVA, TERUS TERUSAN SALAHIN RADIVA! PUAS KAMU!” ucap Papa menjelaskan panjang lebar dengan nada yang agak membentak Bunda.

“PAAA?? MAKSUD PAPA, KESEHATAN APA? KESEHATAN JIWA BUNDA?? MAKSUD PAPA, BUNDA GILA? GILA KARENA TERUS NYALAHIN RADIVA ????!” balas Bunda dengan suara yang tidak kalah kerasnya dari Papa.

“MENURUT KAMU APALAGI WENDA!! KESEHATAN APA LAGI???? UDAH CUKUP YA KAMU TERUS TERUSAN BERSIKAP SEAKAN-AKAN KAMU YANG PALING MENDERITA DI DUNIA INI, SEAKAN-AKAN RADIV DALANG DARI SEMUA YANG TERJADI DI KELUARGA INI! KAMU UDAH KETERLALUAN WENDA! SETAHUN LEBIH KAMU TERUS KAYA GINI! KAMU SAMA SEKALI GAK MIKIRIN PERASAAN RADIV. MEMANGNYA SIAPA YANG JUGA YANG MAU KEHILANGAN RADEYA? RADIVA MAU? ENGGA WEN, RADIVA JUGA GAK MAU KEHILANGAN RADEYA! DI SINI RADIVA JUGA KEHILANGAN RADEYA! CUKUP KAMU TERUS SALAHIN RADIV ATAS PERGINYA RADEYA. RADEYA KALO BISA LIAT INI SEMUA, DIA PASTI SEDIH, SEDIH KARENA NGELIAT BUNDANYA MEMPERLAKUKAN ADIK KEMBARNYA KAYA GINI. RADEYA PASTI KECEWA BANGET SAMA KAMU WENDA!! MAKANYA SEKARANG KAMU NURUT SAMA AKU, IKUT AKU NANTI, KITA BERESIN SEMUANYA. AKU SAYANG BANGET SAMA KAMU WENDA, AKU GAK MAU TERUS-TERUSAN LIAT KAMU NYALAHIN ANAK KESAYANGAN KAMU, RADIV TINGGAL SATU SATUNYA ANAK KAMU!! APA KAMU MAU KEHILANGAN RADIVA JUGA ??! WEN, AKU MOHON, AKU MOHON SAMA KAMU YA, AKU....” belum selesai Papa menyelesaikan obrolannya. Bunda tiba-tiba saja memegang erat kepalanya, menjambak keras rambut dengan kedua tangannya.

“AKU GAK GILAAA, SEMUAAAAA, SEMUA YANG TERJADI MEMANG SALAH RADIVA!!!!!!!!” teriak Bunda dengan kedua tangan yang masih menjambak rambutnya.

Radiv yang sedari tadi memperhatikan ucapan kedua orang tuanya tampak benar-benar merasa ketakutan, ia gemetaran hebat, “Kaka, Radiv takut Ka. Tolongin Radiv,” batin Radiv dengan mata berkaca-kaca, sembari mundur perlahan dari hadapan kedua orang tuanya.

Baru saja beberapa langkah Radiv berniat mundur menghindar, tampak Bunda berteriak menyebut namanya.

“RADIVAAA!!! SEMUANYAAA, SEMUA INI GARA-GARA KAMU!!! KAMU PENYEBAB SEMUA MASALAH DI KELUARGA INI!!!” teriak Bunda kembali.

“Buuu Bunnndaaa, maaffff,” ucap Radiv sembari kembali perlahan melangkah menjauh dari pandangan Bunda.

“RADIVAA!!!!!” teriak Bunda.

“Paaa Papaaaa, Radiv takut Paa....” ucap Radiv gugup.

“Radiv diem disitu, Papa tenangin Bunda dulu,” ucap Papa mencoba menenangkan Radiva.

Radiv kemudian terduduk di lantai, langsung memeluk kedua lututnya dengan kepala yang ditekuk.

Kaka, Radiv takut

KAKA

Radiv bersama Juna dan Jendra sampai di area pemakaman, Radiv berjalan sendirian ke arah makam kaka kembarnya, Radeya. Sembari membawa bunga yang sempat ia beli pada saat perjalanan. Diikuti Juna dan Jendra di belakangnya.

“Jun, tadi lo mau ngomong apa?” tanya Jendra.

“Jen, lo harus tau ini”

“Apa anjir, lo jangan setengah-setengah kalo ngomong,” balas Jendra kesal.

“Lo tadi liat Tante Wenda meluk Radiv kan? sebenernya Tante Wenda meluk Radiv itu cuma mau bisikin sesuatu ke Radiv, dan lo tau apa itu?”

“Apa?”

“Tadi tuh jelas banget Jen, dan yang gue tangkep Tante Wenda bilang gini “awas kamu keluyuran, jangan sekali kali kamu berani bohongin Bunda” gitu katanya Jen,” ungkap Juna pada Jendra.

“Lo serius Jun?”

“Demi Jen, makanya gue tadi merinding. Tante Wenda segitunya sama Radiva.”

“Anjir? Tante Wenda bener-bener ya. Udah dulu Jun, gak enak kita ngomongin orang di makam.”

Radiv yang dari tadi berjalan sendirian dan sudah hampir sampai di area makam Radeya, menoleh ke belakang, terlihat Juna dan Jendra yang ternyata masih jauh dari area makam Radeya.

“Junaaa, Jendraaaa siniii,” panggil Radiv.

“Iiiiyaa Div, kita kesana,” jawab Jendra.


“Kaka, apa kabar? Ini Radiv ka, Juna sama Jendra juga ikut loh ka kesini,” ucap Radiv pada makam Radeya di depannya.

“Hai Dey, lo apa kabar? Gue kangen banget sama lo, lo baik-baik aja kan di sana? Lo kapan dateng ke mimpi gue Dey?” tutur Jendra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Radeya, ini gue Juna. Lo inget gue kan Dey? Ya harus inget sih, gue kan sahabat lo yang palingggggg baik, lo apa kabar di sana? Udah satu tahun lebih ya Dey kita gak barengan lagi. Gue kangen banget sama lo. Semua sahabat lo, orang-orang yang deket sama lo juga kangen sama lo. Apalagi Radiva, dia bukan kangen lagi Dey, apa ya namanya hmm,” tutur Juna panjang lebar yang tampaknya mulai meneteskan air mata di depan makam Radeya.

“Kaka, maaf ya. Radiva udah jarang banget ke sini, jarang jengukin kaka. Maaf ya ka. Tapi Radiv selalu doain kaka ko, karena Radiv sayang banget sama kaka. Radiv juga selalu doain Radeva. Kaka udah ketemu kan sama Radeva di sana? Radeva pasti ganteng ya sama kaya kaka? Atau lucu kaya Radiv ka? Kaka, Radiv sedih, udah hampir satu tahun lebih, Bunda terus nyalahin Radiv atas kepergian kaka. Kaka bisa gak dateng ke mimpi Bunda? Bilang kalo itu semua bukan salah Radiv ka. Radiv gak mau terus-terusan dibenci sama Bunda, Radiv sayang banget sama Bunda. Radiv minta maaf ya, kemarin Radiv bentak Bunda. Radiv gak nepatin janji Radiv buat jagain Bunda. Tapi Radiv janji ko ka, Radiv gak bakal ulangin lagi itu.”

“Iya Div, setelah lo gak ada, Radiv selalu jadi bahan pelampiasan Tante Wenda atas kepergian lo. Kasian Radiv, gue gak bisa liat dia terus-terusan di salahin. Dey, gue minta maaf ya, gue belum bisa jadi orang yang selalu ada buat Radiv, maafin gue ya, gue juga gagal jagain Radiv. Tapi gue janji dey, gue, Juna, Cavin, Naka sama Hilmar, bakal selalu ada buat Radiv, gue janji itu Dey. Kita gak bakalan buat Radiv sendirian, apalagi kesepian. Tenang di sana ya Dey, gue sayang banget sama lo, lo salah satu sahabat terbaik yang selalu ngerti keadaan gue dulu,” tutur Jendra sembari mengusap ngusap rumput di atas makam Radeya.

Dey, dari dulu gue ngerasa kalo bukan lo yang ada di dalem sini, gue ngerasa kalo lo masih ada Dey. Apa boleh gue berharap kalo sebenernya lo masih hidup Dey?” batin Juna berkata tidak karuan.

“Kakaaa, Radiv bawain bunga buat Kaka hehe. Kaka suka bunga ini kan? Dari dulu Kaka suka bilang, mau kasih bunga ini ke orang yang Kaka sayang. Jadi sekarang Radiv bawain bunga ini buat Kaka, karena Radiv sayang banget sama Kaka,” ungkap Radiv sembari meletakkan bunga di tengah-tengah makam Radeya.

Sesayang itu lo Div sama Radey,” batin Jendra.

“Ka, udah dulu ya. Radiv pamit. Istirahat yang tenang ya Ka, kapan-kapan Radiv kesini lagi ketemu Kaka,” pamit Radiv yang mulai beranjak dari makam Kakanya. Namun sebelum itu, Radiv menoleh ke belakang, melihat makam milik adik kembarnya. “Radeva, kamu juga boleh dateng ke mimpi Kaka ya, bilang aja kamu mau Kaka bawain bunga apa, Kaka tunggu ya, Kaka sayang banget sama kamu Dev. Oh iya Dev, Kaka minta tolong ya, jagain Ka Radey di sana.”

Peluk Radiv

“Udah Div cepet lo mandi deh, terus sekalian bawa baju ganti buat ke kampus. Bawa juga keperluan lo buat kelas tar siang,” usul Jendra pada Radiva.

“Hah? Radiv gak perlu pulang lagi maksudnya?” tanya Radiv bingung.

“Iya udah lo nanti beres dari makam, langsung ke rumah kita aja. Diem di sana, terus nanti berangkat bareng bertiga pake mobil gue, balik bareng juga ntar gampang, kita tungguin lo sampe selesai kelas deh.”

“Gak ngerepotin gitu?”

“Ya engga lah anjir Div, kan ah lo mah gitu doang ditanya ngerepotin apa engga, kesel gue,” gerutu Juna kesal.

“Ya maaf.”

“Udah cepetan mandi gih, santai amat tuan muda,” sindir Juna dengan tawanya.


Radiv, Juna, dan Jendra menuruni tangga bersamaan. Tampak Bunda tengah duduk di sofa ruang keluarga, dengan pakaian rapi seperti biasanya.

“Ehh Juna, Jendra. Kalian mau kemana?” tanya Bunda.

“Mau pulang Tante,” jawab Jendra cepat.

Ini Tante Wenda perasaan tadi nawarin makanan deh, ko sekarang tiba-tiba udah rapi aja, hmm lupa kayanya,,” batin Juna heran.

“Radiv kamu mau kemana? Kan kelas kamu masih nanti siang?” tanya Bunda dengan ramah.

Dih ramah banget” batin Juna.

“Euuuuuu....Radiv....”

Juna dengan cepat memotong obrolan Radiv, dan langsung menjawab pertanyaan Bunda yang ditujukan pada Radiv.

“Radiv mau ke rumah kita Tante, Juna ada satu tugas mata kuliah yang Juna gak bisa. Kebetulan Radiv kan pinter Tante, jadi Juna maksa Radiv minta ajarin hehe, boleh kan Tan? Nanti Radiv ke kampus siang bareng kita juga,” Juna dengan alesan spontannya.

Udah gue duga, dia gercep kalo kasih alesan,” batin Jendra.

“Ohh gitu, boleh ko, masa mau ngajarin sahabatnya gak boleh,” ucap Bunda yang langsung mengelus rambut Radiva. Dan tiba-tiba memeluk Radiva dengan erat. Tampaknya niat Bunda memeluk Radiva itu hanya untuk membisikkan sesuatu, “Awas jangan keluyuran, dan kamu jangan sekali-kali berani bohongin Bunda,”.

Anjir gue denger barusan Tante Wenda bisikin apa, deket banget. Merinding gue,” batin Juna.

Bunda melepaskan pelukannya dari Radiva, langsung mengambil tas yang berada di sofa.

“Yasudah, kalian berangkat ya. Tante juga mau berangkat ke butik. Hati-hati ya,” ucap Bunda yang langsung meninggalkan ke tiga anak laki-laki itu.

“Anjir Jendra gue merinding,” bisik Juna pada Jendra.

“Kenapa anjir?” tanya Jendra.

“Nanti aja.”

“Oke.”

“Ayo Div berangkat, nanti keburu panas di sananya,” ajak Jendra sembari melangkahkan kakinya keluar rumah.

“Iiiyaa Jen.”

Radiv gapapa ko

“Eh Radiv, sejak kapan lo di situ?” tanya Juna gugup.

“Sejak kalian naik tangga juga Radiv di sini,” jawab Radiv.

“Loo, lo deng....”

Belum sempat Juna menyelesaikan obrolannya, Radiv dengan cepat memotong obrolan Juna. “Radiv denger ko Jun, masuk yu ke kamar Radiv,” ajak Radiv lembut.

Ko dia gak marah ya,” batin Juna.

Huhhh si Radiv ngapain juga tiba-tiba udah ada di sana,” batin Jendra.


Kamar

“Kalian ko tiba-tiba banget ke rumah Radiv? Masih pagi pula,” tanya Radiv penasaran.

“Ya kita mau aja ke sini, udah lama kan gak main pagi-pagi,” Juna beralasan.

“Kalian gak ada kelas apa?” tanya Radiv kembali.

“Ada kan nanti siang, lo mah Div ah pelupa. Kita kan udah ngasih jadwal masing-masing di grup. Makanya kita dateng ke sini juga karena kita tau hari ini lo gaada kelas pagi,” ungkap Jendra sembari mengerutkan dahinya.

“Yaa maaf, Radiv lupa,” balas Radiv tersenyum tipis.

“Udah gak aneh sih Div gue sama lo, lo kan gak terlalu ngurusin hal-hal yang gak terlalu penting buat lo,” sindir Juna.

“Heheee, ya maaf deh”

“Div btw, maaf ya buat yang barusan, kita gak ada maksud apa-apa ko,” ucap Jendra.

“Gak apa-apa ko Jen, santai aja,” jawab Radiv tersenyum.

“Div, lo gak cape?” Juna bertanya spontan.

“Cape kenapa?”

“kita tau ko Div, lo pura-pura gak ada apa-apa di depan kita, tapi di belakang, lo pasti cape, lo pasti tertekan banget kan Div? Selama ini lo disalahin terus sama Bunda, dan lo nutupin itu dari kita. Lo selalu keliatan baik-baik aja di depan kita,” ungkap Jendra panjang lebar.

“Jenn....”

“Div, lo nganggep kita berdua sahabat lo kan? Cavin, Naka, Hilmar, mereka juga sahabat lo kan?” tanya Jendra.

“Iii yaa Jen,” jawab Radiv gugup.

“Kenapa lo sembunyiin ini dari kita? Kenapa lo gak terbuka sama kita Div? Kita berasa gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo, kita berasa gak berguna buat lo. Satu setengah tahun Div, itu bukan waktu yang sebentar. Dan lo bisa-bisanya sembunyiin ini selama itu. Lo harus ngadepin Tante Wenda yang tiap hari nyalahin lo, nyudutin lo Div,” ungkap Jendra kembali, dengan dirinya yang tiba-tiba meneteskan air mata.

“Radiv gapapa ko Jen, Radiv udah biasa sama sikap Bunda. Karena Radiv juga yakin, suatu saat Bunda bakal balik kaya dulu. Radiv gak cerita karena Radiv gak mau buat kalian kepikiran cuma gara-gara masalah sepele Radiv,” jawab Radiv dengan polosnya.

“Sepele div? Sepele darimana nya gue tanya? Lo bisa aja stress div, kesehatan mental lo itu bisa aja kena, cuma gara-gara Bunda yang tiap hari mojokin lo, dan lo pendem semuanya, iya yang lo bilang sepele itu malah bisa jadi penyakit Div asal lo tau! Lo bisa aja depresi gara-gara itu!!” Juna yang sudah habis kesabaran itu pun tidak sadar jika ia baru saja membentak Radiva.

“Juna, Jendra maaf....”

“Div gue gak maksud bentak lo, maaf kalo barusan ucapan gue nyakitin perasaan lo. Gue juga gak maksa buat lo cerita semua masalah ke kita. Gue cuma mau lo sedikit aja terbuka ke kita Div, sedikit aja,” sambung Juna kembali.

Radiv yang baru saja mendengarkan ucapan Juna, tiba-tiba saja meneteskan air matanya.

“Radiv bodoh ya, padahal Radiv tau banyak orang-orang yang sayang dan peduli sama Radiv. Tapi Radiv gak pernah perduliin itu semua. Maafin Radiv,” tutur Radiv yang langsung menundukkan kepalanya.

“Iya Div, kita ada di sini buat lo. Lo gak boleh terus berfikiran bakal nyusahin atau apalah itu. Kita saling Div. Lo selalu ada buat kita berlima ketika kita punya masalah, sedangkan kita? Lo terlalu perasa Div, sampe lo gak bisa buat bilang ke orang yang ada di sekitar lo, padahal lo sebenarnya butuh banget mereka,” tutur Jendra sembari menepuk pundak Radiva.

“Radiv, kangen kaka....” celetuk Radiv tiba-tiba.

“Hahh, apa Div?” tanya Juna.

“Dia kangen Radey Jun,” bisik Jendra.

“Radiv mau ketemu kaka,” ucap Radiv kembali.

“Yaudah ayo Div, kita ke makam Radey sekarang, mau?” tawar Jendra.

“Tapiii, Bundaa....”

“Udah tenang aja, ada Juna. Nanti dia yang kasih alesan,” balas Jendra.

“Iya Div, santai ada gue,” ucap Juna dengan percaya diri.

Mendalami banget

Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Radiv. Radiv yang berada di kamar pun langsung beranjak dari tempat tidur dan mengintip dari arah Jendela kamarnya. Tampak Juna dan Jendra keluar dari dalam mobil tersebut.

“Juna, Jendra? Ngapain mereka masih pagi ke sini?” gumam Radiv heran.

Radiv yang baru saja akan berbalik badan, melangkah berniat turun ke bawah untuk membukakan pintu bagi kedua sahabatnya itu, tiba-tiba menghentikan langkahnya. Karena tampak Bunda sudah lebih dulu membuka pintu untuk Juna dan Jendra.

Ohhh udah ada Bunda,” batin Radiv.

Bunda yang membuka pintu rumahnya, tampak langsung menyapa anak kembar itu.

“Eh Juna, Jendra. Apa kabar? Udah lama banget loh kalian gak kesini,” sapa Bunda tampak ramah pada Juna dan Jendra.

“Hehe baik Tante,” jawab Jendra.

Aneh banget, padahal baru 2 minggu yang lalu kita ke sini, ko dibilang udah lama. Mana Tante Wenda aktingnya mendalami banget. Bisa-bisanya keliatan baik di depan,” batin Juna mengoceh kesal.

“Mau ketemu Radiv kan? Masuk aja dulu yu, nanti Tante panggilin,” tawar Bunda pada kedua anak kembar itu.

Jendra yang tampaknya sudah tampak kesal dengan Tante Wenda, dengan cepat menanggapi ucapan Bunda dari Radiva itu, “Iya Tante, mau ketemu Radiv. Gapapa Tan, kita langsung aja ke kamar Radiv. Boleh Tante?”

“Ohh mau langsung aja, yaudah masuk aja ya, Radiv ada di kamarnya, nanti Tante bawain makanan ke atas ya,” balas Bunda.

“Iya Tante, kita izin masuk ya. Makasih Tante, maaf ngerepotin,” jawab Jendra kembali.


Juna dan Jendra berjalan ke arah tangga untuk menuju kamar Radiva, Juna yang sudah kesal dengan sikap pura-pura Tante Wenda langsung membuka pembicaraan dengan kembarannya Jendra sembari perlahan menaiki tangga.

“Jen, lo sadar gak kalo selama ini, selama kita main ke sini, Tante Wenda cuma pura-pura aja ya bersikap ramah ke kita. Sekarang gue ngerasa kesel banget pas tau aslinya gimana,” ungkap Juna panjang lebar dengan suara yang tidak terlalu keras.

“Iya Jun, makanya gue daritadi gercep nanggepin obrolan Tante Wenda, gue kesel aja bawaanya,” jawab Jendra.

“Sumpah Jen, gue masih gak percaya. Padahal dulu Tante Wenda tulus banget, sekarang malah pura-pura baik, cuma buat nutupin aslinya. Ih tapi bentar deh Jen, tapi bisa aja loh Tante Wenda sebenernya emang gak berubah sikapnya kalo ke orang lain, dia cuma berubah ke Radiv aja, bisa jadi kan Jen?” tanya Juna dengan raut wajah yang penasaran.

Jendra yang hendak menanggapi pertanyaan Juna, tiba-tiba menutup mulutnya rapat. Setelah melihat Ada Radiv yang tampaknya sudah sedari tadi memperhatikan mereka dari atas.

Di sisi lain, Juna terus menerus mengoceh menyebut nama Bunda Radiv.

“Hehhh Juna, udah diem,” bisik Jendra sembari menyikut pinggang adik kembarnya.

“Apaan sih lo, gue kan ngobrol apa adanya,” Jawab Juna yang terus melanjutkan obrolannya.

“Heh liat ke atas bodoh!” bisik Jendra kembali.

“Apaan sih, orang gaaaad......”

“Anjng, Radiva Jennnn,” ucap Juna kaget, dengan mata yang membulat.

“Udah gue bilang lo berhenti ngocehnya, noh anaknya di atas ngeliatin kita dari tadi,” bisik Jendra kesal.

“Ya lo kaga bilang daritadi ya Jen”

“Gue udah ngode lo ya goblok!”

TOLONG JAGA RADIV YA

Jendra dan Juna sampai di rumah milik keluarga Nareswara. Kedua kembar itu langsung memasuki rumahnya dengan perasaan yang campur aduk setelah mengetahui apa yang dialami satu sahabatnya itu.

Tampak Ibun yang sedang duduk di sofa ruang tengah berdiri dan menghampiri kedua anaknya. “Halo anak-anak Ibun, baru pulang? gimana kuliahnya? abis dari rumah Cavin ya?” tanya Ibun lembut.

“Kuliah lancar bun, iya dari rumah Cavin,” jawab Jendra singkat.

Juna tidak sama sekali menjawab pertanyaan Ibun, dan lebih memilih pergi menuju kamarnya.

“Lah Juna kenapa itu? lagi bete dia?” tanya Ibun pada Jendra.

“Gara-gara Ibun mungkin,” balas Jendra.

“Maksud kamu?”

“Ibun, sekarang Jendra tanya sama Ibun. Ibun jawab jujur ya pertanyaan Jendra”

“Ada apa? ko Ibun jadi takut ini”

“Ibun sebenernya tau kan kalo selama ini Tante Wenda masih terus nyalahin Radiv atas kepergian Radeya? Secara Ibun sahabatan sama Tante Wenda. Ibun sembunyiin itu dari kita?” tanya spontan Jendra pada Irana.

“Jendra? kamu tau darimana?”

“Jawab aja Ibun,” ucap Jendra.

Belum juga Ibun menjawab pertanyaan Jendra, tiba-tiba Juna datang dari arah belakang ibun dengan raut wajah yang sembab tampak seperti telah menangis.

“Ibun, kenapa gak kasih tau kita? kenapa sembunyiin itu dari kita? Juna sama Jendra merasa gak berguna jadi sahabatnya Radiv bun. Dia pasti terus tertekan di rumahnya karena sikap Tante Wenda. Ibun ngebiarin Tante Wenda terus terusan mojokin Radiv selama setahun lebih bun,” ungkap Juna panjang lebar, kecewa kepada Irana.

“Juna Jendra, bukan itu maksud Ibun, Ibun gaada niat sama sekali nyembunyiin itu dari kalian. Ibun cuma takut kalo kalian tau, malah buat Radiva semakin dipojokan sama Tante Wenda. Ibun sadar, Tante Wenda udah keterlaluan sama Radiv. Hampir setiap hari Ibun selalu mohon sama Tante Wenda untuk rubah sikapnya ke Radiv. Ayah juga selalu kasih tau Tante Wenda buat berubah. Bahkan Om Chandra pun sering dateng ke kantor Ayah karena saking bingungnya dengan sikap Tante Wenda ke Radiv. Kita semua juga lagi berusaha cari cara buat nyadarin Tante Wenda, kalo kejadian Radeya bahkan Radeva, itu bukan salah Radiva,” ungkap Ibun panjang lebar.

“Ibunn, kasian Radiv. Radiv sendirian, kita gagal jadi sahabat Radiv bun,” ucap Juna merasa bersalah.

“Engga Juna, kamu enggal gagal. Kalian gak gagal. Kalian berdua, Cavin, Naka, Hilmar adalah orang-orang yang penting di hidup Radiv. Coba bayangin kalo gaada kalian, apa Radiv sanggup ngejalanin hari-harinya sendirian? Kalian hebat udah mau nemenin Radiv, kalian hebat bisa berperan sebagai pengganti Radeya di hidup Radiv. Walaupun pada kenyataan, gaada yang bisa gantiin Radeya di hidup Radiv”

“Ibun....” gumam Juna dengan mata yang berkaca-kaca.

“Kalian udah tau semuanya, sekarang Ibun mohon, Jagain Radiva ya, dia gak punya siapa-siapa lagi selain Om Chandra, kalian sahabatnya. Jagain Radiv, sampe Ibun, Ayah, Om Chandra, Om Wigar bisa ngebuat Tante Wenda sadar atas sikapnya.

“Iya Ibun,” jawab Jendra singkat.

“Iyaaaaa Ibun, Juna janji,” jawab Juna.

ALESANNYA MEMANG KAMU

Setelah Radiva pergi meninggalkan kedua orangtuanya, Papa kembali membuka percakapan dengan Bunda.

“WENDA! RADIVA GAK MUNGKIN NGEBENTAK KAMU KALO KAMU GAK MULAI DULUAN! KAMU NGOMONG APALAGI SAMA DIA???” tanya Chandra kesal.

“AKU CUMA NANYA KENAPA DIA SELALU PULANG MALEM, ALESANNYA KARENA DIA BANYAK KEGIATAN. GILIRAN PULANG SORE, DIA GAK LANGSUNG PULANG KE RUMAH, TAPI MALAH KELUYURAN. AKU CUMA NANYA ITU PA, APA AKU SALAH?!”

“KAMU MAU TAU ALESAN DIA WENDA? YAA, DIA BANYAKIN KEGIATAN DI LUAR SAMPE MALEM, GAK LANGSUNG PULANG SETELAH BERES KELAS. KARENA APA? KARENA GAK MAU KETEMU KAMU. KAMU BERUBAH WENDA! HAMPIR SATU SETENGAH TAHUN KAMU TERUS BERSIKAP SEPERTI INI KE ANAK KAMU SENDIRI! ANAK MANA YANG MAU DIEM DI RUMAH DENGAN IBUNYA YANG BAHKAN GAK PERNAH LAGI PERDULIIN DIA!”

“PAAAA, TAPI RADIV PENYEBAB RADEYA PERGI PAAA”

“CUKUP WENDA CUKUP! KALO RADEYA ADA DI SINI, DIA BAHKAN GAK AKAN PERNAH BILANG KALO KEMBARANNYA YANG BUAT DIA PERGI!” balas Papa kesal.

“PAAA, TAPIIIII....”

“Udah, Papa cape. Papa mau masuk ke dalem!!” Papa mengakhiri percakapannya dan langsung meninggalkan Bunda yang masih berdiri di depan Pintu rumah.

Aku jahat ya?” batin Wenda dengan raut wajah yang tampak bingung.

Tampaknya pertengkaran keluarga itu disaksikan oleh 2 orang anak laki-laki yang sudah hampir 15 menit memperhatikan dari dalam mobil di sebrang jalan. Mereka adalah kembarnya Irana, Juna dan Jendra.

“Udah gue duga, Radiv bohong sama kita,” ucap Jendra.

“Maksud lo Jen?” tanya Juna bingung.

“Bukan Om Chandra yang suruh Radiv pulang, tapi Tante Wenda,” jawab Jendra pada Juna.

“Jen, tapi gue kaget banget. Ko Tante Wenda kasar banget sama Radiv?” tanya Juna kembali.

“Gue juga baru tau beberapa hari yang lalu Jun”

“Lo tau darimana?”

“Lo inget beberapa hari yang lalu Ibun sama ayah yang pulang malem banget itu? Lo main ps di ruang tengah, nah gue pergi kan, niatnya mau nyamperin Ibun sama ayah. Tapi sebelum gue bukain pintu, gue denger Ayah cerita masalah Tante Wenda ke Ibun, Ayah bilang Om Chandra sering banget cerita sama ayah, Om Chandra selalu ngeluh karena perilaku Tante Wenda yang katanya sampe saat ini masih selalu mojokin Radiv atas kepergian Radeya,” ungkap Jendra panjang lebar.

“Jen, ko lo baru cerita sih sama gue?” tanya Juna.

“Ya gue gak mau asal cerita Jun, gue mau cari dulu kebenaran. Makanya gue ajak lo pulang duluan kan. Gue gak percaya kalo Om Chandra yang nyuruh Radiva pulang tib Dan ternyata sekarang gue liat pake mata kepala gue sendiri, kalo Tante Wenda emang masih benci sama Radiv,” balas Jendra.

“Jadi selama ini Radiva nyembunyiin ini semua ya dari kita, gue gak tau gimana perasaan Radiva, hampir satu setengah tahun berarti dia dipojokin terus sama Tante Wenda, pasti Radiv bener-bener tertekan Jen,” ucap Juna tidak tega.

“Makanya, sekarang gue tau kenapa dia selalu nyibukin diri di kampus, dan kenapa tiap ada waktu luang, dia lebih milih ikut kumpul sama kita dari pada pulang ke rumahnya. Karena dia cape Jun, setiap ada di rumah pun kayanya dia gak pernah dianggap sama Tante Wenda, dia gak pernah diperhatiin, mungkin Tante Wenda malah lebih banyak mojokin dia di rumah. Lo juga denger kan obrolan Tante Wenda tadi ke Radiv?” timpal Jendra kembali.