RADIVA CAPE BUNDA
Radiva pergi meninggalkan rumah Cavin dengan menggunakan mobil miliknya. Setengah jam berlalu, ia sampai di depan rumah. Tampak sudah ada Bunda yang berdiri di depan pintu, terlihat raut wajah Bunda yang sudah kesal.
“Baguss!! beres kuliah bukannya pulang, malah main sampe malem. Baguss div!!” sindir tajam Bunda pada Radiva.
“Maaf Bundaa, Radiv cuma kumpul aja sama temen-temen. Udah lama juga gak main bareng,” ucap Radiv sembari menundukkan kepalanya.
“Alesan!! kamu gak langsung pulang karena gak suka diem di rumahkan???” tanya Bunda.
“Engga Bun, Radiv suka ko diem di rumah. Tapi Radiv banyak kegiatan di kampus, jadi Radiv pulangnya suka malem. Kebetulan tadi pulang sore, makanya Radiv ke Rumah Cavin dulu. Maaf ya Bunda,” jawab Radiv panjang lebar.
“BUNDA TAU YA RADIVA, KAMU BANYAKIN KEGIATAN DI KAMPUS, KAMU BERES KULIAH MALAH KELUYURAN DULU ITU TUJUANNYA BIAR KAMU GAK TERUS-TERUSAN DIRUMAH KAN, GASUKA KAMU KETEMU BUNDA??!”
“Engga Bunda, Radiv mana kepikiran kaya gitu. Bunda harusnya udah biasa kan liat Radiv pulang malem? Radiv sibuk Bunda. Bunda juga kan jarang di Rumah, Bunda selalu pulang malem urus kerjaan. Kalo Radiv pulang awal pun gaada siapa-siapa di rumah. Radiv nyibukin diri di luar itu juga ada alesannya, biar Radiv gak sendirian, Radiv bisa bersosialisasi sama banyak orang, biar Radiv juga gak selalu kepikiran kaka. Apa itu salah Bunda?”
“GAUSAH ALESAN PAKE NAMA KAKA KAMU YA!”
“Tapi emang gitu kenyataan Bunda, Radiv kalo di rumah suka keinget kaka,” jawab Radiv kembali.
“CUKUP RADIVA! JANGAN BAWA BAWA KAKA KAMU!”
“TAPI EMANG BEGITU KENYATAAN BUNDA, HIDUP RADIVA GAK PERNAH BISA TENANG GARA-GARA KEPIKIRAN KAKA. RADIVA CAPE BUNDA, RADIVA CAPE NYALAHIN DIRI RADIVA GARA-GARA KAKA PERGI. RADIVA CAPE LIAT BUNDA TERUS-TERUSAN NYALAHIN RADIVA. IYA BUNDA IYAAA, KA RADEYA PERGI GARA-GARA RADIVA, RADEVA JUGA PERGI GARA-GARA RADIVA! TAPI APA HARUS BUNDA BENCI SAMA RADIVA SAMPE HAMPIR SATU SETENGAH TAHUN LAMANYA?? SEBENCI ITUU BUNDA SAMA RADIVA???” ungkap Radiva, mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini ia pendam satu setengah tahun lamanya.
“RADIVAAAA, KAMU BERANI BENTAK BUNDAA???!!”
“RADIVA CAPE BUNDA, BUNDA GAK BISA TERUS TERUSAN SALAHIN RADIVA KAYA GINI! RADIVA GAK SEPENUHNYA SALAH BUNDA!”
“RADIVAAA, KAMUUU......”
Telapak tangan Bunda tiba-tiba saja terangkat, tampaknya berniat ingin melayangkan tamparan pada satu anak laki-lakinya itu.
“WENDA!!!! CUKUPP!!!”
Itu suara papa dari arah jalan depan rumahnya. Papa dengan cepat keluar dari dalam mobil, berlari menghampiri Bunda dan Radiva yang tampaknya sedang beradu mulut di depan rumah. Wenda yang hendak menampar anaknya itu langsung menurunkan lengannya ke bawah ketika Papa datang menghampiri mereka berdua.
“Apaan apaan kamu???? mau nampar lagi Radivaa??????” tanya Papa kesal.
“DIA BERANI BERANINYA BENTAK BUNDA PA,” jawab Bunda tidak terima.
“RADIVA GAK MUNGKIN TIBA-TIBA BENTAK KAMU TANPA ALESAN YA WENDA!” timpal Papa.
“Maaf Pa,” dua kata itu keluar dari mulut Radiva.
“Gapapa div, udah sana kamu masuk ya”
“Iya pa”