wxyzndaa

Lo suka sama adek gue??

Hari di mana Radiv batalin janjinya ketemu Kayyara

Kay mutusin ketemu Radeya


Radeya menghampiri Kay yang tengah duduk di salah satu kursi cafe, tepat di ujung kanan cafe milik salah satu teman Kayyara.

“Ka, katanya mau ngajak jalan-jalan? Ko malah minta gue ketemu di sini?” tanya Kay heran.

“Dih, ogah banget gue ngajak lo jalan.” Celetuk Radeya menatap sinis Kay.

“Wahhh ucapan lo itu, jauh banget sama adek kembar lo.”

“Terserah lo.”

“Jadi mau jalan-jalan kemana?” tanya Kay kembali.

“Jalan-jalan apaan anjir. Gue cuma mau ketemu lo, mau ngomongin sesuatu.”

“Hah? Maksudnya?” Kayyara kebingungan.

“Lo suka kan sama adek gue?” tanya Radeya tiba-tiba.

“Hahhh? Kata siapa? Ngaranggg lo!!”

“Yakin? Kalo gue bilang Radiva sebenernya udah mau tunangan gimana?” tanya Radeya sembari mengangkat satu alisnya.

“HAH? SUMPAH? DEMI APA? KO BISA? MASA SIH? BOONG YA LO KA?” tanya Kay dengan wajah yang terlihat panik.

“Nah makanya, udah jujur aja. Sebelum gue beneran jodohin Radiv sama orang lain.”

“Kaaaa engga gituu.”

“SATU, DUA, TI—”

“Okeee iyaa ka. Gue suka sama Radiv, gue suka sama adek lo. Tapi Bunda malah mau jodohin gue sama lo. Gue gak bisa apa-apa. Dan lagian, kayanya Ka Radiv gak suka sama gue, makanya gue coba buat ketemu lo, waktu gue tau lo kembarannya. Nah karena lo kembarannya Ka Radiv, gue kira rasanya bakal sama karena muka kalian mirip, ternyata engga.” jelas Kayyara, langsung menundukkan pandangannya.

“Nih, Kay. Dengerin gue, dengerin gue baik-baik.” Pinta Radeya sembari mengangkat dagu Kayyara, mencoba menenggakkan kepalanya.

Kayyara menatap Radeya penasaran, “Jadi apa?”

“Sebenernya Bunda gue sama Bunda lo ngerencanain perjodohan ini bukan sengaja mau jodohin gue sama lo.”

“Maksudnya?”

“Jadi waktu itu Bunda gue cerita, kalo Radiv suka ceritain soal cewe ke Bunda. Tapi Radiv gak pernah sebut namanya. Dan Bunda penasaran lah, sampe akhirnya Bunda nyuruh orang buat cari tau siapa cewe yang suka diceritain Radiv. Dan ternyata itu lo. Kaget lah Bunda, dia ngira Radiv cuma bakal nemuin lo waktu Bunda nyuruh bawa bunga pesenannya aja, ternyata malah lanjut haha.”

“Terus terusss ka?”

“Bayar anjir, cerita gue gak gratis.”

“Tarr iyaa gue bayar kaa. Cepetann.”

“Dan Bunda mikir, mungkin ini saatnya Radiv punya pasangan. Secara Radiva di antara kita bertiga, dia yang gak pernah sama sekali sengaja interaksi sama cewe selain urusan kerjaan. Nah sama lo, ko bisa lebih dari itu kan? Terus Bunda hubungin bokap nyokap lo, dan tanya-tanya soal lo dan Radiv. Dan Bokap lo bilang, Radiv suka dateng ke rumah lo. Katanya Radiv baik lah, apalah gatau lagi gue. Nah bokap nyokap lo tuh suka sama Radiv, tapi keliatannya lo berdua masih kaya orang temenan mulu, sampe akhirnya mereka sepakat buat adain perjodohan boongan ini. Bunda ngabarin gue sama Deva sebelumnya, Bunda pura-pura jodohin gue sama lo secara tiba-tiba, karena Bunda mau liat gimana reaksi Radiv. Apakah Radiv beneran suka sama lo? Apa dia bakal ngerasa kehilangan lo? Ngamuk ke gue? Apalah itu masih banyak. Dan jebakan buat lo, Bunda lo sengaja minta biar gue yang dijodohin sama lo, buat liat apa lo bakal berpaling setelah tau bakal dijodohin sama gue yang notabennya gue kembar sama Radiva, dan bahkan lebih ganteng gue. Atau lo bakal tetep bertahan suka sama adek gue? Gatau deh ini namanya tes apaan.” Jelas Radeya panjang lebar menatap Kayyara yang matanya sudah hampir membulat karena tidak percaya dengan apa yang diceritakan Radeya, kaka kembar dari laki-laki yang sangat ia sukai.

“Oke ka gue paham. Jadi sekarang gue harus gimana?” tanya Kayyara dengan tangan kanan memegangi kepalanya.

“Tapi bener dulu nih, gue tanya sekali lagi. Lo serius gak sama adek gue? Awas aja lo main main, gue gak bakal ngasih lo ketemu lagi sama Radiva.”

“Ka, apakah muka saya ini terlihat bercanda? Bahkan gue sampe dm istri adek lo yang satu lagi karena dulu gue sempet ngira kalo Ka Radiva udah nikah.”

“Ehh bentar, lo dm Alana? Ahhh jadi lo orang sksd yang tiba-tiba dm orang yang gak dikenal????” tanya Radeya dengan sedikit tawanya.

“Ya karena gue sepenasaran itu sama Ka Radiva.”

“Hahaha, oke kalo gitu. Sekarang rencana gue simple aja sih. Kita pura-pura jadian aja. Dan nanti, gue bakal bilang ke Radiv. Kalo keluarga kita udah mau ngerencanain pertunangan bulan depan.”

“Kaaa yang bener aja anjir?”

“Bener lah. Panas panasin dulu. Gimana sih lo? Katanya mau sama Radiv? Ya lo harus liat dulu lah, dia bakal jujur gak sama perasaannya setelah tau hal itu nanti. Ya gila si adek gue kalo misalnya tetep dipendem. Catet juga nih ucapan gue sekali lagi, Radiva gak semudah itu suka sama cewe, apalagi sampe diceritain ke Bunda.” Ungkap Radeya kembali pada calon adik iparnya itu.

“Ka, tapi gue gak yakin kalo Ka Radiva suka sma gue?”

“Mau taruhan berapa lo sama gue?”

“Ka anjir sumpah lo beda banget sama Radiva.”

“Emang siapa yang bilang mirip?”

“Ya gaada sih.”

“Oh iyaa, dan satu lagi. Kenapa gue ceritain ini semua sama lo? Karena gue takut lama kelamaan lo malah kebawa perasaan dan beneran suka sama gue. Gue gak mau disukain cewe kembaran sendiri,” jelas Radeya menceritakan alasan kenapa ia membongkar rencana Bunda dengan kedua orang tua Kayyara.

wxyzndaa

Lo ngapain di sini?

Agak mengarah ke 🔞 tapi gaada apa apa ko.

Tepat pukul 20.00 resepsi pernikahan Radeva dengan Alana berakhir. Sebagian tamu undangan mengakhiri kehadirannya dengan berpamitan kepada keluarga besar Jayachandra dan Suryaputra. Sebagian lagi, kembali ke dalam kamar hotelnya masing-masing. Tamu undangan yang menginap di hotel tersebut adalah orang-orang terdekat hingga saudara jauh keluarga Jayachandra. Satu hotel telah disewa keluarga Chandra sejak 2 hari kemarin. Termasuk keluarga inti Radeva dan Alana, mereka kembali ke kamarnya.

Radeva tampak keluar dari kamar mandi hotelnya dengan kaos polos hitam, celana pendek cokelat di atas lutut, dengan rambut yang terlihat acak acakan bekas ia keramas. Radeva hendak berjalan menuju meja rias, namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena terlihat Alana tengah duduk di kursi meja rias sembari menyisir rambut panjang yang agak basah dengan hati hati.

“Ehhh? Anj ehh Lanaa? Ngapain lo di sini??? Ko lo bisa masuk ke kamar gue? Mau ngapain??” berbagai pertanyaan keluar dari mulut Radeva.

“Lah? Ko ngapain? Mau tidur lah,” jawab Alana menatap lembut Radeva yang terlihat berbeda dengan potongan rambut barunya yang masih basah.

“Yaa ngapain? Ngapain tidur di kamar gue?” tanya Deva kembali dengan nada yang cukup kebingungan.

“Ya aku istri kamu? Masa gak boleh tidur di kamar ini?” balas Alana sedikit menahan tawanya.

“Hahh?? Ehhh iya, gue lupa Alanaa, ya tuhan maaf,” sambung Deva tampak menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menghindari tatapan Alana yang sejak tadi menatap dirinya terus menerus.

“Lana, meremm.” Pinta Deva tiba-tiba.

“Mau ngapain??” tanya Alana sedikit menahan senyumnya.

“Merem aja,” pintanya kembali

Radeva mendekat ke arah Alana, Alana langsung memejamkan matanya. Sampai dimana jarak mereka hanya 15 cm saja, Radeva sedikit menekukkan lututnya di hadapan istri sekaligus sahabatnya itu. Sampai wajah Radeva berhadapan tepat menatap mata Alana yang masih terpejam.

“Deva? Ngapain?” tanya Alana penasaran.

Radeva yang sedikit kaget karena Alana tiba-tiba mengajaknya berbicara langsung memilih kembali berdiri tegak dan tiba-tiba menyentil kening Alana.

“Awwww sakittt Devaaa,” teriak Alana keras.

“Hehh anjir jangan teriak dong malu,” tutur Deva membungkam mulut Alana dengan tangan kanannya.

“Ya kamu ngapain tiba-tiba nyentil kening akuuu?? Tadi juga ngapain nyuruh aku meremm?” tanya Alana penasaran.

“Apaan sih orang tadi ada bulu mata di kelompok mata lo. Mau gue ambil biar gak masuk ke mata lo,” jelas Radeva menjawab pertanyaan Alana.

“Yakin?” tanya Alana memastikan.

“Yakin lahhh.”

Padahal tadi aku liat wajah kamu di depan aku. Masa ambil bulu mata harus sedeket itu?” batin Alana sembari mencoba menahan senyumnya.

“Ngapain lo senyum-senyum??” tanya Deva heran.

“Yaa emang kenapa? Gak boleh aku senyum?” tanya Alana kembali menatap manis wajah suaminya.

“Biasa aja kali natapnya,” ucap Deva sembari mengangkat satu alisnya.

Alana beranjak dari kursi rias, badannya langsung menyesuaikan agar terlihat sejajar dan saling berhadapan dengan Radeva. Alana kembali menatap Radeva dengan kepalanya yang sedikit diangkat, karena jarak tinggi badan mereka yang cukup jauh, sehingga untuk mendapatkan sisi jelas wajah Radeva dari jarak sedekat itu, Alana harus melenggakkan kepalanya.

“Jangan ngeliatin gue mulu Alana,” pinta Deva agak canggung.

“Ya gapapa? Suka suka aku. Kamu suami aku? Masa gak boleh?” jelas Alana tersenyum.

“Diem gakk???”

“Aku diemm????”

“Yaudah tidur sana.”

“Gamauuu??”

“Tidur gakk lo????”

“Gamauuu.”

Radeva yang tampak kesal itu langsung menggelitik pinggang Alana. Alana yang tidak tahan dengan rasa geli berlari ke arah tempat tidur, bukan menyudahinya, Radeva justru malah mengejar Alana.

Radeva berjalan menghampiri Alana, sampai tiba-tiba ia tersandung sendal hotel yang berada di lantai, Alana yang tengah berdiri di sisi tempat tidur langsung runtuh terbaring ke atas kasur karena Radeva yang tidak sengaja mendorongnya ke sana.

Kini tidak ada jarak lagi di antara mereka, Radeva berada di atas tubuh Alana, mencoba menahan diri agar badannya tidak ambruk menimpa Alana. Begitu pun Alana, ia berada di bawah Radeva, menatap dalam wajah Radeva.

Radeva membeku, ia yang hendak beranjak dari tempak tidur tampaknya tidak bisa bergerak entah apa sebabnya. Radeva hanya bisa menatap Alana dalam, tanpa berkedip juga bersuara.

“Deva, kenapa diem?” tanya Alana sedikit berbisik.

Radeva masih tetap terdiam, sampai akhirnya, “Ehhh Na maaf. Gue gak sengaja, tadi kesandung jadinya lo kedorong, maaf yaaa.” Jelas Radeva langsung beranjak dari atas tubuh Alana.

“Deva. Gapapa ko.” Singkat Alana tersenyum.

“Euu ituu, duh apa namanyaa. Gue keluar dulu yaa. Sebentar, cari angin. Nanti gue balik lagi. Lo langsung tidur aja, pasti cape kan,” jelas Deva dengan sedikit gugup.

“Hmmmm oke, aku tidur duluan.”

“Yaudahh, gue tidur. Ehh gue keluar dulu yaa,” pamit Deva langsung membawa hoodie serta celana panjangnya.

“Deva, sebentar.”

“Kenapa?”

“Kemarin, chat yang isinya kamu bilang awas aja nanti beres acara. Maksudnya apa?” Tanya Alana penasaran.

“Ahh gapapa. Lupain aja haha. Yaudah dahh gue keluar dulu.”

wxyzndaa

Kesalahan

Nava tampaknya mengikuti kemana Rafa pergi. Hingga sampai dimana mobil Rafa berhenti di depan kantor milik Papa. “Ada apa ya? Kenapa Rafa tiba-tiba ke kantor Papa?” gumam Nava heran. Nava sama sekali tidak berniat untuk mengikuti kakanya, ia lebih memilih tinggal di dalam mobil, menunggu sampai Rafa kembali ke luar.

Rafa keluar dari lift dengan raut wajah yang datar. Sejujurnya dirinya malas untuk menemui Papa. “Ngapain Papa nyuruh gue dateng ke sini?” gumam Rafa sembari membuka pintu ruang kerja Papanya.

Terlihat Papa sudah tampak duduk menunggu di sofa, dengan kaki kanan yang ia silangkan ke atas paha kirinya. “Sampe juga kamu,” singkat Papa menatap datar Rafa.

“Ada apa pa?” tanya Rafa spontan.

“Rafanza, duduk.” Perintah Papa menatap tajam anaknya.

Rafa yang tidak ingin berlama-lama di sana, langsung mengikuti apa yang diinginkan Papa. Hingga ayah dan anak itu saling berhadapan, Papa yang terus menatap Rafa, dan Rafa yang lebih memilih menundukkan kepala guna menghindari tatapan Papanya.

“Rafanza Revaz. Mau sampe kapan? Mau sampe kapan kamu kaya gini?” tanya Papa langsung, tanpa memperjelas maksud dari pertanyaannya.

Rafa yang mendengar pertanyaan dari Papa, langsung menegakkan kepalanya dan menatap datar Papa. “Pa, jangan bilang, jangan bilang Papa nyuruh Rafa ke sini cuma buat bahas hal yang gak penting inii???” tanya Rafanza kesal dengan nada bicara yang sedikit tinggi.

“Rafanza. Ini penting buat kamu, penting buat Papa, bahkan penting buat kita semua!!!” jawab Papa yang juga ikut meninggikan suaranya.

“Pa, Rafa, Rafa gak suka sama dia. Rafa benci dia pa. Papa jangan pernah nyimpen harapan ke Rafa, buat Rafa bisa balik utuh dan akur lagi sama Nava. Itu gak akan pernah mungkin terjadi pa, gaakan pernah.” Jelas Rafa terang-terangan.

“Rafa, Papa mohon. Jangan kaya gini, jangan siksa Bunda. Kesian Bunda, Rafa. Bunda kesepian gara-gara beberapa bulan terakhir ini kalian gak pernah akur di rumah. Kesian Nava juga, dia bahkan gak tau apa-apa. Rafanza, ya?” Papa memohon lembut pada Rafa, beranjak dari sofa dan berjalan menghampiri anaknya.

“Pa, gak bisa. Rafa udah terlanjur benci, pa.”

“Rafa. Papa mohon, cukup, cukup kamu bertingkah seolah-olah kamu yang paling tersakiti di sini,” celetuk Papa tiba-tiba pada Rafa.

Rafa yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum sembari menatap Papanya. “Seolah olahh Papa bilang? Seolah-olah pa?” tanya Rafa dengan mempertanyakan kata yang sama.

“Terlalu dibesar-besarkan Rafanza. Kamu terlalu melebih-lebihkan semuanyaa!!” jelas Papa kembali, sedikit menyinggung Rafa.

Rafa tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja dilontarkan Papa padanya. Rasa rasanya, Rafa lah yang menjadi akar penyebab dari permasalahan ini. “IYA PA, RAFA BERLEBIHAN, RAFA TERLALU MEMBESAR BESARNYA SEMUANYA. DAN SIAPA PENYEBAB UTAMANYA? IYA, PAPA. PAPA PENYEBAB KENAPA RAFA JADI KAYA GINI. PAPA ADALAH ALESAN RAFA KENAPA RAFA BENCI NAVA!! PUAS PA? INI YANG MAU PAPA DENGER KAN??” jelas Rafa dengan nada tinggi pada Papa.

“ANAK KURANG AJ—”

“PAAAA!!!!” teriak seseorang dari balik pintu.

Papa yang hendak melayangkan tamparan pada Rafa, terhenti begitu saja karena Nava tiba-tiba muncul dari balik pintu. Tampaknya Nava memutuskan untuk menyusul Rafa ke dalam, sampai akhirnya dia mendengar semua percakapan antara Kaka dan Papa.

“Nava?” ucap Rafa tampak kebingungan.

“Janava?” tanya Papa sembari menurunkan telapak tangannya yang sudah hampir mendekati pipi Rafa.

Nava melangkah menghampiri Papa dan kakanya. “Paa, cukup. Jangan marah ke Rafa, Rafa gak salah. Nava bakal terus bilang kalo ini Wajar pa, wajar dan pantes kalo Rafa benci Nava. Karena emang semuanya salah Nava, andai Nava gak ada, semuanya gak bakal kaya gini,” jelas Nava menatap keduanya.

“Iya, semuanya emang salah lo Janava, salahh lo!! Harusnya lo gak lahir ke dunia ini!!” celetuk Rafa dengan perkataan yang tampaknya akan menyinggung Nava.

Nava yang sudah hampir terbiasa dengan berbagai ucapan yang dilontarkan Rafa akhir-akhir ini, hanya bisa terdiam menatap Rafa. “Udah? Puas lo nyalahin gue?” tanya Nava pada kakanya.

Rafa tidak menjawab pertanyaan Nava. Dan lebih memilih mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Raf, lo boleh benci gue. Tapi jangan benci Papa ya. Dari lama gue selalu bilang, Papa gak sengaja, karena Papa juga pasti gak mau itu terjadi,” jelas Nava menatap Rafa.

“Pa, andai Papa bisa jujur dari awal. Rafa gak akan sekecewa ini. Dan Rafa mungkin gak akan sebenci ini sama Nava!!!” Jelas Rafa langsung pergi keluar meninggalkan Nava dan Papa.

Papa menghela nafas panjang. Menatap Nava yang masih berdiri tegak menatap dirinya, “Nava, maafin Papa. Semua ini gara-gara Papa. Maafin papa,” tutur Papa menatap lembut Janava.

“Pa, udah puluhan kali Papa minta maaf ke Nava. Gapapa ko pa, semua orang punya kesalahan. Papa ngelakuin kesalahan, dan Nava hasil dari kesalahan itu. Maaf Pa, harusnya Nava gak lahir ke dunia.” Jelas Nava terang-terangan.

Papa benar-benar merasa bersalah setelah mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Janava, karena atas perbuatannya, Janava pun yang tidak mengetahui apa-apa pada akhirnya ikut dibenci oleh Rafanza.

Raf, apa bener? Apa bener kalo aja Papa dulu bisa bilang lebih awal, lo gaakan benci sama gue?” batin Nava bertanya penasaran.

wxyzndaa

terang terangan

Setelah membaca chat terakhir dari Rafa, Nava langsung mematikan ponselnya. Dengan raut wajah yang cukup kesal, Nava memutuskan pergi menemui Cakra yang tengah berada bersama Yoga dan Hisyam di kantin fakultas.

Hisyam yang melihat kehadiran Nava dari kejauhan pun langsung melambaikan tangannya pada Nava. “Navaaaa disiniiii!!” teriak Hisyam pada Janava.

Nava terhenti sejenak menatap ketiga sahabatnya, setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Cakra, Yoga dan Hisyam.

Nava menarik nafas dalam-dalam, dengan mata yang sejenak terpejam, ia memulai pembicaraan, “Cakra, gue mau ngomong sebentar. Bisa?” tanya Nava menatap datar Cakra.

“Ngomong apa, Na?” tanya Cakra heran.

Jangan jangan soal Rafa,” batin Cakra.

“Ikut gue aja sebentar,” pinta Nava langsung menggenggam lengan Cakra.

“Soal Rafa?” tanya Cakra tiba-tiba.

“Gak usah jauh-jauh, Nav. Gue udah tau dari Cakra,” sambung Hisyam dibarengi anggukan dari Yoga.

Mendengar ucapan Hisyam, Nava melepaskan genggaman tangannya dari lengan Cakra, “Jadi, kenapa lo nyalahin Rafa, Kra?”

“Nav, tapi emang salah Rafa, kan?”

“Rafa gak salah. Itu murni kesalahan gue, bukan karena Rafa. Gue kesiangan, dan kebetulan gue masih ada di rumah. Kaka gue butuh bantuan, masa gue biarin? Udahlah Cakra, lagian gue baru sekali dihukum. Santai aja, gak perlu lo nyalahin Rafa,” jelas Nava menegaskan.

“Nav, mending lo jujur deh sama kita,” ucap Yoga tiba-tiba.

“Jujur apalagi?” tanya Nava heran.

“Lo lagi gak akur kan sama Rafa?” tanya Hilmar menatap dalam Nava.

“Gak akur? Maksud lo? Gue akur akur aja sama dia,” jelas Nava pada Hisyam.

“Nav, hampir tiga bulan loh kita gak liat lo bareng sama Rafa. Gak mungkin kan kalo gak ada apa apa, Nav?” tanya Cakra memastikan.

“Gue sibuk, Rafa sibuk. Dan apa salahnya kalo kita gak keliatan interaksi di kampus?” tanya Nava kesal.

“Nav, bahkan Rafa gak peduli sama lo,” celetuk Yoga tiba-tiba.

Raut wajah Nava seketika berubah setelah mendengar perkataan Yoga, “Maksud lo apaa???!” tanya Nava dengan nada tinggi.

“Nav, maaf kalo gue kesannya ikut campur sama urusan lo dan Kaka lo. Tapi—” obrolan Cakra terhenti, Cakra langsung memberikan ponselnya pada Nava, dengan layar yang berada pada room chatnya dengan Rafa.

Setelah membaca beberapa balasan chat Rafa pada Cakra, Nava langsung mengembalikan ponsel Cakra. “Gue balik duluan,” pamit Nava singkat, langsung membalikkan badan dan pergi meninggalkan ketiga sahabatnya.

“Naaaa, Navaaa!!” teriak Yoga mencoba memanggil Nava.

“Udah biarin aja dulu. Biar dia tenang dulu,” sambung Cakra pada Yoga yang tampak terlihat khawatir melihat Nava pergi begitu saja.


Nava berjalan menuju ke arah parkiran fakultas Rafa, entah apa yang membuatnya tiba-tiba datang ke sana. Mungkin hanya untuk sekedar berjalan menenangkan pikiran, atau memang disengaja karena ingin menemui Rafa.

Raf, sampe chat ke orang lain pun lo terang terangan banget kalo lo gak suka sama gue,” batin Nava, menatap ke arah gedung fakultas kakanya.

“Padahal gue udah berusaha buat gak nunjukin kalo kita lagi ada masalah, Raf. Tapi lo?” gumam Nava dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Tidak lama setelah itu, muncul Rafa yang tiba-tiba keluar dari gedung fakultas sendirian, Rafa pun menyadari keberadaan Nava di parkiran fakultasnya.

“Nava? Ngapain dia ke sini?” batin Rafa penasaran, kembali melanjutkan langkahnya ke arah parkiran sebelah selatan dan mengabaikan Nava yang berada di parkiran tepat di depan gedung fakultas.

“Rafa? Tumben keluar sendirian?” gumam Nava heran.

Tidak lama setelah itu, mobil milik Rafanza melaju melewati Nava, Rafa benar-benar tidak menoleh sedikitpun pada adiknya, dan memilih untuk mengabaikannya.

wxyzndaa

Sedikit dari kembar


Ceritanya, Radeya Jovan Jayachandra

“Hai, dengan Radeya Jovan, anak ganteng papa Chandra di sini. Lo tau gak? Betapa beruntungnya gue lahir dari keluarga ini. Punya Bunda yang perhatiannya gak bakal ada yang ngalahin. Punya Papa yang selalu dukung apapun kegiatan anak-anaknya dan ngasih banyak perhatian meskipun selalu sibuk sama kerjaannya. Dan lo tau? Hal apa yang buat gue ngerasa jadi orang yang paling beruntung di dunia? Ya punya dua kembaran yang baik banget sama gue. Radiva, adik kembar pertama gue. Gue sayang bangett sama dia, banyak hal yang kita lewatin selama ini, berbagi suka maupun duka. Titik terapuh Radiva adalah pada saat dia kehilangan gue, gue yang dulu sempet dinyatain meninggal karena kecelakaan dan penyakit yang gue derita. Radiva banyak menderita kala itu, dan gue bener bener merasa bersalah sampe sekarang. Oh ya, Radiva anak kedokteran hewan asal lo tau, cita-citanya beneran harus dia wujudin, doain ya. Si anak tengah yang selalu jadi penengah kalo gue sama Radeva ribut, yang gak pernah marah dan selalu ngalah. Mungkin di antara kita bertiga, cuma dia anak yang paling baik hati, ramah dan tidak sombong. Ok lanjut, adek kembar keduanya gue, Radeva. Gue baru ketemu lagi sama dia setelah sekian lama dia ilang. Wah ternyata satu frekuensi ya sama gue, gue yang emosian dan dia yang cukup keras kepala. Gue sayang sama dia, sama sayangnya kaya ke Radiv. Gue harap dia bisa sukses di bidang seninya, entah apapun itu. Kenalin, dia anak motor. Kalo malem hobinya motoran sampe balik balik masuk angin. Oh ya, di antara kita bertiga, cuma Radeva yang punya 3 Bunda dan 3 papa hahaa. Cakep kan? Warisan dia gak akan ada habisnya.”



Ceritanya, Radiva Jovin Jayachandra

“Halooo, dengan Radiv di sini. Gimana? Jadi ya kita pisah? Beneran kalian mau pisah sama Radiv? Oh ya, mau denger cerita Radiv gak? Nih yaa, kalian pasti udah tau kalo Radiv punya 2 kembaran yang sangat sangat Radiv sayangiiiiiiii. Yapp betull, Ka Radey sma Deva. Ka Radey, kaka kembar Radiv yang paling palinggg Radiv sayang. Gatau Radiv harus ngedeskripsiin dia kaya gimana, karena Kaka udah terlalu sempurna jadi kaka Radiv hehe. Ya Radiv tau, kaka emosian, tapi Radiv tetep sayang ko. Kaka dingin, tapi kaka paling perhatian. Radiv yakin, nanti jodoh kaka bakal beruntung banget dapetin Ka Radey hehe. Yaa intinyaaa Radiv adalah salah satu orang yang paling beruntung bisa jadi KEMBARANnya seorang Radeya Jovan. Ok lanjut, sekaranggg Radevaaa, adik kembar kesayangannya Radivvv. Waktu pertama kali ketemu lagi, dia kalemmmm bangettt, agak recehh adik Radiv ini. Tapi sekarang, wahhh 11 12 kelakuannya sama Kaka, hobinya gak beda jauh main motorr, pulang malemm, huhhh. Eitss tapi tetep ya, Deva anak baikk, anak ganteng, adek kembar dengan keramahannya yang tiada dua. Radiv bersyukur bisa dikasih kesempatan buat ketemu lagi sama Deva, sampe akhirnya kita bisa berkumpul lagi bertigaaaaaaa hehee.”



Ceritanya Radeva Jevan Jayachandra

“Ini gueee, Deva. Lo tau gak sesayang apa gue sama dua kaka kembar guee? Ya sayangg bangettt lah anjirr, yakali gak sayang padahal udah kepisah hampir belasan tahun. Ka Radey, gue sayang banget sama dia. Ya gue tau, emang ini anak hobi banget marah marahh, moodyan kaya anak perawan. Gue ngalamin suka dukanya waktu mulai tinggal sama keluarga gue. Dari jaman ka Radeya gak bisa lihat, gue yang hampirrr donorin mata gue buat dia, sampe akhirnya kita bisa liburan sekeluarga. Dia salah satu makhluk bumi yang agaknya kurang peka, tapi sekalinya perhatian ya dia perhatian banget hehee. Oke lanjutttt Radiv. Wkwk gue inget banget pas pertama kali ketemu dia, kaget sekaligus panik, kenapa bisa ketemu orang yang mukanya persis bangettt. Diva itu tipe anak yang baik ke semua orang, ramah ke semua orang. Sampe akhirnya banyak orang yang sayang sama dia, termasuk gue adeknya. Gue sayanggggg banget sama Radiv, gak tau lagi harus jelasin kaya gimana lagi tentang dia. Pokonya gue beruntung ketemu dan akhirnya tinggal satu rumah sama Radiv. Ya emg harus satu rumah sih, toh gue kembarannya.”


wxyzndaa

Deva, dan ketakutannya

Raaa..raa..Radiva...Maafin gue...Semua ini salah gue...Gue mau ikut aja sama lo....” Gumam Radeva dengan mata yang masih terpejam.

Radiv dan Radey yang mendengarnya langsung beranjak dari sofa. Menghampiri adiknya yang tampak mengigau. “Heyyy, Devaa, lo bangun juga akhirnya. Heyy, kenapaa, bangun coba bangun. Buka mata lo, lo mimpi apaa? Deva??” Jelas Radey mencoba menenangkan Deva.

“Deva, buka dulu matanya coba. Pelan pelan, kamu kenapa? Kenapa panggil Radiv??” tanya Radiva heran.

Radeva yang merasa mendengar kedua suara kaka kembarnya itu, langsung mencoba membuka kedua kelopak matanya perlahan, setelah terbuka sepenuhnya, Radeva menoleh ke kanan dan ke kiri. Tampak ada Radeya juga Radiva di sampingnya. Tanpa aba-aba, Radeva tiba tiba bangun dari tempat tidurnya dan memeluk Radiva erat. “RADIVAAAAAAAA. INI LO KANN?? LO MASIH HIDUP??? RADIVA MAAFIN GUEE, JANGAN TINGGALIN GUE LAGI, MAAFIN GUE,” ungkap Deva dengan isakan tangisnya sembari terus memeluk erat Radiv.

“Lo kenapa sihh? Lo mimpi apaan?” Tanya Radey heran.

“Radeva melepaskan pelukannya dari Radiv, dan beralih memeluk Radeya. “Kaaaa, maafin guee. Gue janji gak bakal kaya gitu lagi. Gue janji bakal ikutin apapun kata lo berdua. Gue gaakan egois, gue gaakan keras kepala. Gue janji kaa, tapi lo jangan benci sama gue ya. Gue takut, gue gak mau sendirian di sini,” jelas Radeva panjang lebar pada kakanya.

“Devaa, tenang dulu. Tenang duluu ya, tarik nafas dulu. Abis itu coba jelasin kamu kenapa,” saran Radiva mencoba menenangkan Radeva.

Radeva menghela nafas panjang, tidak lama setelah itu, Radeva menyadari bahwa kejadian yang baru saja ia alami itu hanya terjadi di alam bawah sadarnya. Radeva bermimpi buruk sampai akhirnya ia dapat terbangun dari tidurnya.

“Jadi kenapa? Coba jelasin ke kita?” pinta Radey pada Deva.

“Gue takut kaa, gue bener-bener ketakutan. Mimpi gue aneh banget, di mimpi itu gue jadi egois, gue terlalu peduli sama Tante Xenan sampe akhirnya gue gak peduli sama lo berdua, gue gak mau pulang, dan lo marahin gue ka, gue sama lo berantem, sampe akhirnya lo kecelakaan kayanya gara-gara kepikiran sama gue. Dan gue gak peduli itu, gue malah tetep tinggal di Paris padahal Radiva udah bujuk gue buat pulang. Sampe akhirnya, Radiv nyusulin gue diem diem, dan dia kecelakaan pesawat. Radiv meninggal dalam kecelakaan pesawat itu. Semua orang benci sama gue, gue takut, gue sendirian ka, Div.” jelas Radeva menceritakan secara detail tentang mimpinya.

“Yatuhannn Devaaa, kamu mimpiin Radiv meninggal???” tanya Radiv kesal.

“Maaf Div, gue gak tau kenapa gue mimpi kaya gitu. Neraka banget buat gue karena semua orang benci sama gue.”

“Mana ada acara gue kecelakaan pula lo Dev. Eh btw gue kecelakaan karena apa?” tanya Radey penasaran.

“Lo ngehindar orang nyebrang ka. Lo nyetir pas ujan, jadinya lo banting setir biar gak nabrak orang,” jelas Deva pada Radeya.

“Segitunya yaa. Udah lupain Dev, jangan diinget inget lagi. Kita ada ko di samping kamu, kita gak kenapa-kenapa,” jelas Diva mengusap rambut Deva.

“Tapi kebayang bayang anjir Div, gue nangis di makam lo, Ka Radey juga. Div, Ka Radey sampe maki maki gue. Gue takut.”

“Kaka di mimpi orang pun perannya tetep aja galak ya,” ucap Radiv polos.

“Ko gue sih?”

“Yaa lo kaa, gue hampir jantungan dalem mimpi itu. Lo galak banget. Mana Papa nyoret gue dari kartu keluarga.”

“Apaa nyoret apaaa??” tanya seorang laki-laki paruh baya yang datang memasuki kamar rawat Radeva.

“Papaaaaaaaa!!” Teriak Deva keras.

“Akhirnya kamu bangun Deva, udah 3 hari kamu gak bangun bangun lohh,” jelas papa mengusap lembut punggung Radeva.

Tidak lama setelah itu, datang Om Bara, Bunda Wenda juga Tante Xenanda, ketiganya masuk ke ruangan tempat Radeva di rawat.

“Lahh? Tante Xenan? Eh Bunda maksudnya.”

“Radevaa? Kamu gak kenapa kenapa kan sayang?? Mami khawatir banget sama kamu lohh,” tutue Xenan memeluk erat Radeva.

Radeva tampak kebingungan, kenapa semua orang berkumpul di sini? Dan kenapa dirinya dirawat di Rumah sakit.

“Sebentar sebentar, ini Deva bingung. Ko Bunda Xenan bisa di sini? Om Bara juga? Kapan kalian ke Jakarta?” tanya Radeva kebingungan.

“Devaaa, kita di Paris anjirr. Ko Jakarta sih,” jelas Radeya heran.

“Hahh? Gue kira gue dateng ke Paris cuma mimpi doang.”

“Ini kita yang di Paris, bukan Mami yang di Jakarta. Tadinya kan kamu sendirian mau nyamperin Mami yang di rawat di rumah sakit. Eh malah kamu yang masuk rumah sakit,” jelas Radiva pada Deva.

“Ohh yaa, terus, terus kenapa gue ada di rumah sakit?” tanya Deva penasaran.

“Kamu kecelakaan Deva, kamu korban tabrak lari beberapa hari yang lalu,” jelas Om Bara pada Radeva.

“Tabrak lari? Ko bisa?”

“Waktu kamu sampai di sini, kamu izin Om untuk beli bunga dulu buat Tante Nanda. Inget gak? Nah abis beli bunga, kamu mau nyebrang, karena Raihan berhentiin mobilnya di sebrang Jalan. Nah waktu kamu nyebrang, ada mobil kenceng banget, sampe akhirnya kamu ketabrak. Raihan buru-buru kabarin Om, dan Om langsung kabarin keluarga kamu. Mereka langsung pesen tiket ke sini, dan Om juga buru buru bawa kamu ke rumah sakit yang sama kaya Nanda. Untungnya kamu gak kenapa-kenapa, tapi butuh waktu 3 hari buat kamu sadar ya,” jelas Bara menjelaskan detail kejadian yang menimpa Deva.

“Lo bener-bener gak inget apapun Dev?” tanya Radey heran.

“Ngga, gue gak inget. Justru gue ngira dateng ke Paris, beli bunga, itu masuknya ke mimpi gue. Ternyata itu nyata,” jelas Deva sedikit tersenyum.

“Bunda seneng kamu gak kenapa-kenapa Deva,” tutur Bunda Wenda memeluk erat Deva.

Deva menatap tajam ke arah Xenan, deva menghela nafas panjang. Sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk berbicara. “Bunda Xenan, maaf ya. Deva bukannya jenguk Bunda, malah Deva yang kecelakaan.”

“Gapapa Deva, justru Bunda khawatir takut kamu kenapa-kenapa. Nanti Bunda dimarahin Radey lagi,” jelas Xenan dengan nada sedikit menyindir Radey.

“Ko Radeyy sih tann???” tanya Radey kesal.

“Tenang Deya. Mami gaakan rebut Deva kooo. Deva tetep ponakan Mami, tapi Deva harus panggil Mami beda dari kalian biar Mami berasa punya anak, tapi kalo kalian mau panggil Bunda juga gapapa ko,” jelas Xenan dengan senyuman manisnya.

Wenda menghampiri Xenan, langsung memeluknya erat. “Xenan, makasih ya. Makasih karena akhirnya kamu sadar, makasih karena kamu gak ada lagi niatan buat ambil Radeva dari aku. Kamu tenang aja ya, kalo ada waktu, Radeva bakal selalu jenguk kamu ke sini. Jangan khawatir. Kamu tetep Bundanya Deva, Deya juga Diva. Kamu punya 3 keponakan yang bisa kamu anggap anak sendiri. Cepet sembuh ya, Xenan.”



// RADIV MASIH HIDUP. RADIV MASIH HIDUP //



wxyzndaa

Maaf, Div

Sejak berita kecelakaan pesawat itu. Radeva langsung memesan tiket pesawat untuk pulang ke Jakarta. Ia benar-benar tidak berani untuk pergi ke rumahnya, sehingga ia memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Papa daido. 2 hari proses pencarian korban, Radeva hanya terdiam di dalam kamar. Hingga pada akhirnya jasad Radiva ditemukan dan dibawa ke Jakarta. Di makamkan di salah satu pemakaman dengan tanah yang sudah sejak lama dipesan oleh keluarga Jayachandra.

“Paa, Deva mau kesana. Deva mau liat Radiv, pa,” jelas Deva pada Papa Daido dihadapannya.

“Deva, nanti ya. Jangan dulu, Papa gak mau kamu kenapa-kenapa. Papa gak mau kamu kena marah Pak Chandra, Bu Wenda, apalagi Radeya. Sabar ya.” Tutur Daido mencoba menenangkan Radeva.

“Paa, salah Deva ya pa. Radiv pergi gara-gara Deva ya pa?” tanya Radeva dengan mata yang berkaca-kaca.

“Kamu gak salah perihal kepergian Radiv, tapi kamu salah atas perbuatan kamu. Jujur, Papa kecewa, kenapa kamu bisa seperti itu ke kembaran kamu sendiri. Udah ya, jangan dulu dipikirin.”

“Deva bodoh banget ya pa? Deva secara gak langsung buat Radiv pergi?”

“Udah Deva. Jangan dibahas terus, kasian kaka kamu.”



Pemakaman

“Diva, maaf. Maafin gue, maaf karena gue gak bisa jadi kaka yang baik buat lo. Diva, harusnya lo bilang sama gue, jangan pergi sendirian. Diva, kita bertiga udah janji loh gaada lagi yang boleh pergi. Gaada lagi yang boleh ninggalin. Tapi kenapa? Kenapa lo malah pergi gitu aja Div? Rasanya mimpi banget ngeliat lo ada di dalem sini. Ini bukan lo kan Div? Sebenernya lo selamat kan? Div, lo dimana sekarang? Gue mau cari lo. Pulang yuk. Gue yakin Div, bukan lo yang ada di dalem sini.” Jelas Radeya sembari mengacak-acak gundukan tanah makam milik adiknya, Radiv.

“Dey, udah Dey. Radiv udah tenang di sana. Ikhlas ya, gue yakin lo kuat. Radiv udah istirahat, Radiva udah tidur. Jangan dibangunin ya? Kesian.” Tutur Jendra mencoba menenangkan Radeya.

“Kenapa gak gue aja? Kenapa harus Radiva? Kenapa? Semesta jahat banget sama Radiva. Dari dulu Radiv paling banyak sakitnya. Kenapa gak gue ajaaaaaa anjingggggg!!!”

“Deyy, tenang. Gak boleh gitu, lo gak boleh nyalahin semesta. Cukup yaa, kesian Radiv. Ayo pulang.” Ajak Cavin membantu Radeya beranjak dari hadapan tanah makam milik adiknya, Radiva.

“Div, maafin gue ya. Maaf sekali lagi karena gue gak bisa jadi kaka yang baik buat lo. Tenang di sana ya anak baik, anak ganteng, adek kembar kesayangan gue. Gue sayang sama lo. Tunggu gue ya, Radiva Jovin.” Gumam Radeya sembari menatap langit yang tampak mulai mendung.



Radeva datang satu jam setelah para rombongan yang mengantar Jenazah Radiv pergi. Radeva berjalan sendirian, langkahnya benar-benar kaku. Kini, tanah makam basah yang ada di hadapannya adalah milik seorang Radiva, kaka kembarnya. Radeva histeris kala itu juga, memukul bagian kepala dengan kedua tangannya. “LIHAT APA YANG UDAH LO LAKUIN RADEVA!! KAKA LO PERGI GARA-GARA LO. SEMUA INI GARA-GARANYA LO. LO GAK PANTES HIDUP RADEVA!!!!” Teriak Deva menyalahkan dirinya sendiri.

Tidak lama setelah itu, Radev bersimpuh tepat di hadapan gundukan tanah makam Radiva, menatap ke arah papan kayu bertulisan nama kembarannya, Radiva Jovin Jayachandra. Seketika itu juga, tangis Deva pecah, menyadari bahwa orang yang berada di dalam tanah makam ini memang benar-benar Radiva.

“Radiva... Diva, Ka... Bahkan sampai lo pergi, gue belum sempet manggil lo Kaka. Radiva, gue minta maaf. Gue minta maaf, gara-gara gue, lo pergi. Gue jahat ya Div? Gue jahat banget malah buat lo pergi kaya gini. Gue gak pantes dapet maaf dari lo ya Div? Gue udah keterlaluan banget soalnya. Div, kayanya seumur hidup gue bakal terus terusan nyalahin diri gue sendiri, karena gara-gara gue lo pergi. Div, gue nyesel, gue nyesel sama sikap gue. Gak seharusnya gue kaya gitu. Andai gue nurut sama lo, dan gue balik kala itu juga. Lo pasti masih ada di sisi gue kan? Sekarang kita pasti lagi ngumpul berlima kan? Ngerencanain kemana lagi kita bakal liburan. Div, Bunda, Papa, Ka Radey, mereka semua benci sama gue. Karena gue orang yang udah buat lo pergi. Mereka kayanya gak bakal nerima gue lagi di rumah. Sekarang gue harus gimana? Apa gue beneran balik ke rumah Papa Daido? Gue gak punya tujuan lagi selain Papa Daido. Dan gue gak mungkin balik ke Paris. Div, gue ikut lo aja boleh gak? Gue gak mau sendirian di sini. Gue takut, gaada lo. Gaada lagi yang lindungin dan belain gue. Gue bener-bener sendirian sekarang, anak-anak juga benci sama gue.”



wxyzndaa

Pergi

Tanpa pikir panjang, setelah membaca chat dari adik kembarnya Radeva, Radiv memutuskan untuk menyusul Deva sendirian.

“Radeva makin ke sini makin gak baik ucapannya. Radiv harus susulin dia dan ajak dia pulang,” gumamnya sembari memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas gendong miliknya.

“Oke, pesen tiketnya buat besok,” ucap Radiv, langsung memesan tiket pesawat melalui aplikasi pada ponselnya.

Penerbangannya pada pukul 09.55. Karena perbedaan waktu Indonesia dengan Prancis adalah 6 jam, Radiva akan sampai di sana sekitar pukul 20.00 sesuai waktu di Paris.



Tepat pukul 09.00 Radiv keluar dari kamarnya, dengan tas hitam yang ia gendong berisikan beberapa pakaian, dompet, juga pasport. Terlihat Radey berada di sofa ruang keluarga, tengah duduk sembari melahap potongan melon yang Bunda berikan untuknya.

“Mau kemana Div pagi-pagi?” tanya Radey menatap Radiv.

“Ketemu anak-anak kampus. Mau bahas rencana kegiatan buat semester depan,” jelasnya dengan nada gugup.

“Ohh gitu. Itu dalem tas bawa apaan? Tumben lo bawa bawa tas gendong kaya gitu, sekalian piknik?” tanya Radey penasaran.

“Ohh ini ada Hoodie temen Radiv, dulu ketinggalan di mobil Radiv. Yaudah sekalian Radiv cuci, sekarang mau Radiv balikin,” tuturnya mencoba meyakinkan Radey.

“Ohh gitu. Yaudah hati hati ya. Jangan pulang malem-malem, sekarang musim ujan soalnya bahaya,” saran Radey pada adiknya.

“Iya kak, tenang aja. Oh ya, Bunda mana?” tanya Radiv.

“Di belakang. Samperin aja sana.”

“Oke ka, makasih.”

Aneh banget tuh anak,” batin Radey.

Maaf ka, Radiv terpaksa bohongin kaka,” batin Radiv merasa bersalah.



“Bundaa, Radiv pergi dulu yaa. Mau ketemu anak-anak kelas,” pamit Radiv mencium telapak tangan Bunda.

“Iya sayang, hati-hati yaaa.”



15 menit berlalu, Radey tidak mendengar Radiv keluar dengan mobilnya. “Lah itu anak pergi naik apa? Ko gue gak denger dia ngeluarin mobil?” gumam Radeya heran.

“Dijemput apa ya? Atau naik Taxi online? Hmm iya kali, dia pasti males kalo malem ujan,” gumam Radey kembali, mencoba berfikir positif.


Radiv pergi dari rumah berjalan kaki hingga akhirnya sampai di gerbang utama komplek. Menunggu Taxi online yang beberapa menit lalu ia pesan.

“Kemana Mas Radiv? Tumben gak bawa mobil?” tanya satpam komplek pada Radiva.

“Ehh halo Pak. Radiv mau pergi, hehe iya lagi males bawa mobil. Jadi mau pesen Taxi online aja.”

“Ohh gitu yaa, kenapa atuh gak minta anter Mas Radey ke sini?”

“Ngga Pak. Kaka baru sembuh, kesian.”

“Ohh iya ya, Bapak lupa kalo Mas Radey abis kecelakaan.”



wxyzndaa

Dua kali?

Radiv berjalan berdampingan dengan Juna, menuju IGD Rumah sakit tempat dimana Radeya dirawat pada saat kecelakaan 2 tahun lalu. Radiv benar-benar ketakutan, ingatannya tentang kejadian 2 tahun yang lalu kembali. Radeya pergi begitu saja, dan Bunda menyalahkan Radiva atas kepergian Radeya. Radiv tidak ingin kejadian itu terulang lagi, ia tidak ingin Radeya pergi, dan Bunda membencinya lagi. Radiva menghela nafas panjang, “Dua kali? Gara-gara Radiv lagi kah? Apa kaka kecelakaan karena mikirin ucapan Radiv di chat?” batin Radiva merasa bersalah.

Tampak Jendra, Cavin, Hilmar dan Naka sudah berada di depan IGD. Radiv berlari menghampiri Jendra dengan nafas yang berantakan.

“Gimana kaka?? Kaka gak kenapa kenapa kan?? Jennnn!! Jawab Radivv!! Najendra!!” sentak Radiv menatap tajam Jendra.

Jendra hanya menunduk, beberapa detik kemudian ia menegakkan kepalanya. “Tenang ya Div, gue juga gak tau kondisinya. Dokter belum keluar, waktu gue dateng ke sini dia udah di dalem. Oh ya polisi bilang dia kecelakaan karena ngehindar orang nyebrang, di luar hujan kan, mungkin Radey gak fokus, untungnya dia masih bisa liat orang nyebrang, kalo engga kan bahaya. Ya walaupun dia akhirnya harus ngehindar dan nabrakin mobilnya ke trotoar Div,” jelas Jendra sembari menepuk pundak Radiva.

Beberapa saat setelah itu, seorang Dokter keluar dari IGD tempat Radey ditangani. Radiv langsung melangkah menghampiri Dokter tersebut. “Dokter Taraka?” tanya Radiv menatap Dokter di hadapannya.

“Radiva, apa kabar nak?” tanya ramah Dokter taraka.

“Baik dok, Dokter ko ada di Rumah sakit ini?”

“Iya Div, saya sudah disini dari beberapa bulan yang lalu. Oh ya, saya cukup kaget karena ternyata pasien kecelakaan itu Radeya.”

“KAKA GAK KENAPA KENAPA KAN DOK? KAKA GAK AKAN—”

“Husss, engga ko Diva. Kaka kamu gak kenapa-kenapa. Jangan mikir yang aneh-aneh ya. Doain semoga cepet sadar. Radey mengalami sedikit perdarahan di bagian depan kepalanya. Oh ya sebelumnya Radeya pernah operasi?” tanya Dokter Taraka.

“Pernah Dok, kurang lebih dua tahun yang lalu.”

“Hmm pantas saja. Mungkin setelah dia sadar, Radey perlu dirawat beberapa saat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena cedera kepala juga bekas operasinya.”

“Jadi kaka bakal sadar kan Dok? Iya kan?” Tanya Radiv khawatir.

“Iya Div, tenang saja ya. Kaka kamu bakal bangun ko. Yasudah, saya izin pamit dulu ya. Permisi.”


Keenam anak laki-laki yang berada di depan ruangan IGD itu bernafas lega, setelah mengetahuinya kondisi Radeya yang sebenernya. Tidak lama kemudian, terlihat Wenda dan Chandra berjalan dari arah kanan tampak menghampiri Radiva. “Divaaaa, sayangggg. Radeya kenapaa? Radey gak apa-apa kan??” tanya Bunda khawatir.

“Gapapa Bunda. Kata Dokter, Ka Radey gak kenapa-kenapa.”

“Syukurlah kalo gitu. Papa panik, takut Deya kenapa-kenapa.”

“Jendra, makasih ya udah kasih kabar,” ucap Chandra pada anak dari sahabatnya itu.

“Sama-sama Om.”

“Boleh Om tau detailnya? Kenapa Radey bisa kecelakaan?”

“Jadi gini Om —”

Jendra menceritakan semuanya, sama seperti apa yang ia ceritakan pada Radiva sesuai kejadian yang diceritakan oleh polisi padanya.


wxyzndaa

Kembar, Bunda & Mami

Bunda keluar dari kamar, menghampiri ketiga anaknya yang terlihat asik bermain play station di ruang keluarga. “Barusan Oma telepon Bunda, ngabarin kalo Tante kalian emang sakit,” ungkap Bunda pada ketiga anak kembarnya.

Radeva yang mendengarnya, langsung menghentikan permainan. “Jadi beneran? Berarti gue udah salah sangka sama Tante Xenan,” batin Radeva merasa bersalah.

“Bundaa? Beneran? Mami beneran sakit? Ko bisa?” tanya Radiv khawatir.

“Iya sayang, Tante Xenan beneran sakit. Bunda gak tau kenapa dia sembunyiin itu dari Oma sama Bunda. Leukemia bukan sakit biasa, harusnya Tante Xenan bilang ke Bunda, seenggaknya bilang ke Oma kalian.”

“Bunda, sama kaya yang Deva ceritain kemaren. Tante Xenan bilang mau cerita ke Bunda secara langsung, tapi gak tau kapan kan. Yang jelas, Tante Xenan larang Deva buat ngasih tau duluan ke kalian.” Jelas Deva pada Bunda juga kedua kembarnya.

“Iya Bunda, kayanya Tante Xenan emang mau cerita deh. Cuma nunggu waktu yang tepat aja,” sambung Radiva.

Pikirannya pada adem adem bener heran.” Batin Radeya, mengangkat kedua bola matanya ke atas.

“Yaudah, nanti Bunda mau tanya langsung ke Tante kalian.”

“Bundaa, tapi nanti Tante Xenan tau dong kalo Deva yang kasih tau?”

“Gapapa. Dia gak akan berani marahin kamu ko,” jelas Bunda, mengusap lembut rambut Radeva.

“Hmm, yaudah deh Bunda. Deva ikut aja.”

“Yaudah, Bunda ke dapur ya. Papa sebentar lagi pulang.”



“Lo berdua beneran gaada kepikiran alesan kenapa Tante Xenan cuma ngasih tau ke lo aja Dev?” tanya Radey menatap tajam kedua adik kembarnya.

“Gue pribadi mikir ya karena Tante Xenan cuma deket sama gue ka, sama ya karena gue kira Tante Xenan bohong makanya dia cuma bilang ke gue,” jawab Deva polos.

“Ngga, Radiv gak kepikiran apa-apa lagi.”

“Pikiran gue sekarang sama kaya pikiran lo tadi siang Dev. Tapi dalem konteks beneran sakit, bukan pura-pura.”

“Maksud lo ka?” tanya Deva penasaran.

“Ya, Tante Xenan emang manfaatin keadaannya buat dapet simpati dari lo Deva. Biar lo deket terus sama dia. Mungkin bagi dia, cuma dengan itu dia bisa deket sama lo.”

“Kakaaaaa, ko ngomongnya kaya gitu. Mami beneran sakit loh itu,” tutur Radiv pada Radeya.

“Tapi Div iya juga loh, persis sama ucapan lo tadi. Orang jahat bakal lakuin apapun selagi apa yang dilakuin bisa nguntungin dia,” jelas Radeva menatap sinis Radiv.

Jangan-jangan Mami sebenernya bukan sepenuhnya mau ngambil Deva dari Bunda. Tapi Mami mau deket aja sama Deva, Mami butuh support dari dia buat bisa ngelewatin sakitnya. Mami mau banyak interaksi sama Deva aja. Mami sampe bilang yang engga engga tentang Radiv sama Kaka ke Deva, bisa aja karena Mami gak mau waktunya sama Deva diganggu? Karena mungkin waktu Mami gak— wusssss Radiva astaga ko kepikirann sampe situ sihhh. Itu Mami lohh,” batin Radiv tampak berfikir yang tidak tidak.


wxyzndaa