Maaf
Kayyara menghampiri Radiva yang tampak masih tertidur lelap. Kayyara merasa kejadian yang menimpa Radiva adalah salahnya, setelah mengingat kembali isi pesan yang dikatakan Radeya, bahwa kecelakaan itu terjadi pada saat Radiva hendak pergi ke rumahnya.
“Ka, maafin gue....” ucap Kayyara sembari mengelus punggung tangan Radiva.
“Alamat bakal ada drama perbucinan inimah,” celetuk Radeya dari arah sofa.
“Udah ayo keluar dulu, biarin Radiv dijagain Kayyara. Bentar lagi juga bangun itu anak,” saran Radeva sembari membawa Lio ke pangkuannya.
“Yaudah ayo keluar,” ajak Radey pada Bunda juga Papa.
“Ayo sini anak cantik Papa, kita keluar dulu yuk. Papa Radiv mau berduaan dulu.” Ajak Radeya pada Elle yang terlihat mendekat ke arah ranjang Radiva.
Radiva membuka kedua kelopak matanya, melihat Kayyara dengan mata yang sangat sayu tampak berada di sampingnya.
“Ayya....” ucap Radiv lembut.
“Ka? Lo gak kenapa-kenapa kan? Akhirnya lo bangun. Gaada yang sakit kan? Ini aja kan? Gaada yang parah kan? Kaa? Jawab gue!! Jangan diem ajaaa.” Jelas Kayyara dengan berbagai kekhwatirannya, mata Ayya mulai berkaca-kaca hingga tiba-tiba tangisannya pecah seketika karena Radiva memberi senyuman pada Kayyara.
“Kaaaa, kenapa malah senyumm?? Jawab gueeee!!!” tanya Kayyara dibarengi dengan tangisannya, menatap tajam Radiva.
Radiva kembali tersenyum, mencoba mencari posisi yang pas di tempat tidurnya. “Ayya, bisa bantu tambahin 1 bantal lagi gak?” tanya Radiva, meminta bantuan pada Kayyara.
Kayyara yang tidak enak hati untuk menolak permintaan Radiva, langsung membantu sampai Papa Caroline itu bisa terbaring dengan posisi kepala yang sedikit lebih tinggi karena diberikan tambahan satu buah bantal lagi.
“Makasih.” Singkat Radiva.
“Sama-sama.”
“Kenapa nangis?” tanya Radiva lembut.
“Gapapa.”
“Kamu nangisin saya?”
“Engga, kata siapa?”
“Kata saya barusan.”
“Gue nangisin jidat lo, kesian. Pasti sakit banget itu.”
“Bukan orang yang punya jidatnya?”
“Bukan.”
“Ini gak seberapa ko, daripada sakit hati kamu karena ketikan saya tadi malem,” celetuk Radiva tiba-tiba.
Kayyara tampak kebingungan dengan ucapan yang baru saja Radiva lontarkan padanya. “Maksudnya apaan? Ahh mungkin gara-gara dia nolak gue semalem.” batin Kayyara menerka nerka.
“Gue gapapa ko, gue gak sakit hati cuma gara-gara lo nolak gue. Lagian lupain aja, gak usah dipikirin lagi. Dan maaf, gara-gara gue, lo jadi kecelakaan.”
“Saya gak bermaksud nolak kamu, Ayya.”
“Lagian lo ngapain malem-malem mau nyamperin gue? Mau ngambil balik si Raya ya? Ya pagi pagi kan bisa?” tanya Kayyara kesal.
“Saya mau minta maaf, Ayya.”
“Kan semalem udah, ngapain minta maaf lagi? Di kamus lo permintaan maaf ada dua kali ya? Maaf secara gak langsung, sama maaf secara langsung?”
“Maaf, maaf karena saya gak bisa jujur sama perasaan saya, Ayya.”
“Maksudnya?” Kayyara kebingungan.
“Sejujurnya, sejak awal, setelah pertama kali kita ketemu, saya mulai perhatiin kamu.”
“Ngapain lo merhatiin gue? Emangnya gue aneh?”
“Karena kamu unik.”
“Barang kali ah unik.”
“Saya serius Kayyara. Saya belum pernah bertemu dengan perempuan seperti kamu. Sampai akhirnya, saya ngerasa ada perasaan yang beda dari diri saya setiap ketemu kamu, dan saya gak tau apa itu ”
“Kaa?”
“Maaf Ayya, saya gak seberani itu buat ngungkapin sesuatu, apalagi menyangkut perasaan. Saya terlalu takut buat memulai, sampai saya gak pernah sekali pun berani memulai hubungan sama perempuan mana pun. Sampai dimana saya bisa kenal kamu lebih jauh, saya berharap, saya bisa lakuin hal yang sebelumnya saya takutkan, ya, memulai hubungan. Tapi nyatanya saya salah, saya masih takut, Ayya. Pengecut ya saya? Dan sampai pada akhirnya, tiba-tiba saya tau kalau kamu adalah perempuan yang akan dijodohkan dengan Kaka kembar saya, makin takut lah saya Kayyara.”
“Kak, jangan takut... Dan soal perjodoh—”
Ucapan Kayyara tiba-tiba disela oleh Radiva, “Iya, saya tau kebenaran di balik perjodohan antara kamu dan Ka Radeya. Dan sebelumnya saya berpikir, mungkin lebih baik saya mundur. Ka Radeya lebih pantes dapetin kamu daripada saya. Saya gak munafik, Ayya. Sakit rasanya, ngeliat Kaka kembar saya jalan sama kamu, peluk kamu, tanya tanya soal kamu di grup, apalagi waktu Ka Radeya bilang bakal ngadain pertunangan secepatnya. Dan saya kembali berpikir, ahh mungkin saya cuma jadi perantara antara Ka Radeya sama Ayya, saya ketemu Ayya bukan karena Ayya takdir saya, tapi karena Ayya adalah calon Kaka ipar saya.”
Kayyara menatap dalam Radiva, memahami segala ucapan laki-laki yang sangat ia cintai itu. “Ka, maafin gue. Gue gak bermaksud buat lo sakit hati. Bahkan, sebelumnya gue gak tau maksud dari perjodohan itu. Ka, nyembunyiin perasaan itu berat ya? Maaf, maaf karena ternyata lo setakut itu buat memulai hubungan. Sampai akhirnya lo malah nyiptain sakit lo sendiri. Maaf karena gue sempet ngira kalo lo salah satu laki-laki yang gaada bedanya sama laki-laki di luaran sana.” Jelas Kayyara merasa bersalah.
“Kayyara, mau bantu saya?”
“Bantu apa?”
“Bantu saya buat bisa memulai sebuah hubungan. Boleh?”
“Emang ada cewenya?”
“Ada.”
“Siapa?”
“Kamu.”
Radiva tersenyum setelah melontarkan satu kata terakhirnya pada Kayyara. Tidak jauh berbeda, Kayyara menunduk malu, dengan pipi yang sedikit memerah, ia merasa kebahagiaan datang tiba-tiba kepadanya, karena laki-laki yang ia inginkan sejak lama itu, membalas perasaannya.
“Ka, boleh tanya?” tanya Kayyara malu.
“Boleh.”
“Berarti gue perempuan pertama dong?”
“Perempuan pertama apa?”
“Yang lo cinta?”
“Hah? Kapan saya bilang cinta kamu?”
“Ka Radiva lah gak seruuu,” gerutu Kayyara cemberut.
“Lucu banget,” singkat Radiv mengusap lembut rambut Kayyara.
“Ya tuhan....” batin Kayyara, jantungnya berdetak kencang setelah tangan Radiva mengusap rambutnya.
“Kamu perempuan kedua yang saya cintai, Ayya.”
“Yahh, katanya belum memulai hubungan. Tapi ko gue kedua? Bohong berarti lo kaaa,” ucap Kayyara agak sedikit kecewa.
“Saya gak bohong ko, kamu memang yang kedua. Perempuan pertama yang saya cintai itu, Bunda Wenda. Kedua, kamu, Kayyara.” Jelas Radiva sembari mencoba menarik lengan Ayya agar tubuh Kayyara mendekat ke arahnya.
“Kaaaa, ehh ko ditarikkkkk.”
Tenaga Radiva cukup kuat untuk menarik Kayyara hanya dengan menggunakan satu tangan kanannya, sampai dimana setengah tubuh Kayyara berada sedikit berjarak di atas Radiva. Keduanya saling menatap, hingga tiba-tiba Radiva memeluk Kayyara erat, Kayyara tidak bisa membalas pelukan Radiva, karena kedua tangannya tampak menahan beban dirinya agar tidak jatuh menimpa Radiva.
“Maaf, dan makasih, Ayya.”
“Sama-sama, Kak.” Singkatnya, tersenyum manis pada Radiva yang terlihat masih erat memeluk dirinya.
Tiba-tiba saja, Radeya masuk ke dalam ruangan Radiva, teringat kunci mobil miliknya tertinggal di dalam sana.
“Div, Sorry gue mau amb—”
Kayyara yang mendengar suara Kaka dari Radiva itu, langsung terkejut dan menoleh, tidak sadar mengangkat kedua tangan yang tengah menahan beban tubuhnya, sehingga secara langsung setengah tubuh Kayyara menimpa dan benar-benar menempel pada dada bidang Radiva.
Ucapan Radeya tiba-tiba terhenti setelah ia menoleh ke arah ranjang Radiva, dan melihat fenomena langka adik kembarnya itu dengan Kayyara. “Ahh sorry Div gue gak liat ko, nanti aja ambil kuncinyaaa sorry sorry.” Jelas Radeya langsung berlari meninggalkan kamar Radiva.
“Gilaa Radivvv. Perasaan baru kemaren dia meluk meluk anak kucing di belakang sekolah, sekarang udah berani peluk anak orang,” tutur Radeya, tersenyum bahagia.
wxyzndaa
//cie jomblo//