wxyzndaa

awal jarak mereka

tw // divorce

Perceraian kedua orang tua Aksa dan Kava, menjadi awal dari perpisahan mereka. Mama menerima gugatan cerai suaminya, dengan syarat, salah satu dari anaknya harus ikut dengan Mama.

Mama sempat bertanya pada keduanya, “Siapa yang bakal ikut Mama?”

Aksa dan Kava hanya saling menatap satu sama lain, tampaknya, Aksa hendak mengangkat tangannya, bukan untuk mengajukan diri, melainkan untuk meminta agar keduanya tidak dipisahkan. Namun sebelum itu Kava lebih dulu mengangkat tangannya, dan langsung mengajukan diri. “Kava aja, Ma. Boleh kan?” tanya Kava dengan senyum di wajahnya.

Mama menghela napasnya dalam, “Boleh sayang,” singkatnya.

“Ta—”

Kava, jangann,” batin Aksa.

“Sekarang, kamu beresin barang-barang kamu. Besok kita keluar dari rumah ini,” jelas Mama pada Kava.

Kai hanya bisa terdiam melihat keinginan terakhir mantan istrinya, ia tidak bisa melakukan apapun selain mengikuti apa yang mantan istrinya itu mau. “Kava, maaf. Harusnya kamu tetep sama Aksa di sini, sama Papa,” batin Papa menatap dalam Kava.

“Kava, ikut gue!” ajak Aksa, menarik lengan kembarannya.


“Lo beneran mau ikut Mama?” tanya Aksa.

“Beneran dong, masa boongan,” jawab Kava antusias.

“Lo yakin? Mama nggak—”

Belum sempat Aksa menyelesaikan pembicaraannya, Kava membungkam mulut Aksa. “Hussss, nggak akan, udah janji kann, udahh jangan diingetin lagii,” tutur Kava pada kembarannya.

“Janji ya? Lo jaga diri baik-baik di rumah Mama. Gue bakal sering-sering main ke sana,” ucap Aksa sembari menepuk pundak Kava.

“Janjiiiiiii Aksaaa, aku janjiiiiiii!!!”

“Ohh ya, kita bakal tetep masuk SMA yang sama kan?” tanya Aksa penasaran.

“Akuu enggak tauuu, coba kita balik lagiii tanya Papa sama Mama,” usul Kava menarik lengan Aksa kembali ke ruang tengah.


“SMA kita gimana, Ma?” tanya Aksa spontan.

“Kamu maunya di mana? Kava bakal Mama masukin ke SMA dua,” ucap Mama menjawab pertanyaan Aksa.

“Ma? Yang bener aja? Itu kejauhan buat Aksa, Aksa jadi nggak bisa bareng Kava,” tanya Aksa heran.

“Kava, gapapa kan sayang kalo kamu masuk ke sana?”

“Gapapa, Ma,” jawab Kava menoleh ke arah Mama.

“Kamu ke SMA satu aja, Aksa. SMA dua terlalu jauh buat kamu,” usul Papa.

“Paaa, tapi Kava?” Aksa khawatir.

“Aksaaaa, aku nggak apa-apa. Aku udah gedeee, aku bisa jaga diri sendirii, aku mau masuk SMA, kamu gak perlu khawatirin akuuuu hehe,” jelas Kava ditambah senyuman manisnya.

“Yahh, gue nggak bisa berangkat sekolah bareng sama lo dongg,” kesal Aksa.

“Kann kita masih bisa ketemuuu huhhh, kita masih di kota yang sama ya Aksaa. Aku nggak pindahh jauh sampe ke marsssss!!!”

“Ya tapi gue nggak bisa, Va. Gue nggak bisa jauh dari lo,” ujar Aksa, segera memeluk kembarannya.

wxyzndaa

salah paham

Deva memasukkan kode sandi pintu apart kakak kembarnya. Masuk dengan raut wajah yang cukup membuat orang pun paham jika ia sedang larut dalam amarah.

“Alanaa!!!!” teriak Deva dari awal masuk apart Radeya.

Radeva semakin bergegas mencari keberadaan Alana. Tepat di ruangan tengah, Deva dengan sangat jelas melihat sang kakak tengah tertidur pulas di kursi dengan kepala yang berada pada kedua paha Alana.

“Anjing!!” celetuknya kasar.

Alana sontak menoleh, dan melihat keberadaan suaminya. Cukup membuatnya kaget karena raut wajah radeva yang terlihat marah. “Pulang!!!” sentak Deva keras.

Mata Alana semakin membulat ketika Deva semakin mendekat ke arahnya, “Deva, sebentarr, ini nggak seperti yang kamu pikirinn. Aku cuma mau bantu Kak Radey, tadi Juna ngehubungin aku, minta tolong, lebih tepatnya minta tolong ke kamu, tapi aku nggak tega buat bangunin kamu karena kamu baru banget tidur, makanya aku yang pergi,” jelas Alana mencoba meluruskan kesalahpahamannnya. Tanpa diminta, Alana menjelaskannya secara detail karena ia sudah mengetahui dari raut wajah suaminya, bahwa Deva terlihat salah paham padanya.

Deva menarik lengan alana kasar, membuat Radey yang tengah tertidur lelap pun perlahan membuka mata karena merasa ada yang berubah pada posisi kepalanya.

Radeya yang setengah sadar ini cukup bingung kenapa sepasang suami istri ini berada di apartemennya. “Deva? Lana? Ngapain ke sini?”

“Eh maksud gue, sejak kapan kalian di sini?” Tanya Radey kembali dengan pandangan yang masih sedikit samar.

“Keluar, Alana,” ucap Deva singkat.

“Devv, ayo pulanggg,” Alana menarik lengan suaminya.

“Diem.”

“Ini ada apaan sih?” tanya Radey bingung.

“Seneng lo?” Radeva tiba-tiba.

“Maksud lo?” Radeya benar-benar bingung dengan apa yang baru saja dilontarkan adiknya.

“Seneng lo bisa buat Alana dateng ke sini?”

“Gue nggak minta Alana buat dateng ke sini, Deva,” Radeya menyangkal.

“Devaaa, Kak Radey enggak minta aku dateng ke siniii. Aku yang bawa ka Radey ke sinii, tadi Juna minta tolong, kamu denger nggak sih tadi aku baru aja jelasin sama kamu!!!” ungkap Alana.

“YA TERUS KENAPA LO NGGAK BANGUNIN GUE ALANA???!!!!” sentak Deva dengan nada tinggi.

Alana sangat terkejut karena setelah sekian lama, Radeva kembali membentaknya.

Radeya yang masih setengah sadar pun, melangkah mendekat ke arah Deva. “Loo, loo gak boleh bentak bentak perempuan Radeva!!!!” sentak radey pada deva.

“ALANA ISTRI GUE. GUE BERHAK LAKUIN APAPUN KE DIA!!”

“LOO, LO DULU UDAH JANJI SAMA GUE NGGAK BAKAL NYAKITIN ALANA!!!”

“DEVAA!!!” ucap Alana.

“KELUAR ALANA!!” sentak Deva kembali.

“RADEVA ANJING!!”

“LO YANG ANJING KAK!! MAKSUD LO APA DENGAN POLOSNYA BILANG KALO ALANA ADA DI APART LO? LO SENGAJA KAN MINTA DIA DATENG KE SINI? PURA-PURA BUTUH BANTUAN??” ungkap Deva semakin meninggikan suaranya.

“GUE BAHKAN GAK TAU ALANA ADA DI SINI! GUE JUGA NGGAK TAU KENAPA ALANA ADA DI SINI!! DAN BUKAN GUE YANG NGIRIM PESEN ITU!!!” balas Radeya kesal.

“Bukan Kak Radeyaaa, dev. Itu Junaaa, Junaaaa, udah aku bilang itu Junaaaaa!!!!” jelas Alana untuk kesekian kalinya.

“GAK USAH BELAIN KAK RADEY, ALANA!”

Alana menghela napasnya panjang, “Terserah!! aku pergi!!” Alana keluar dari apart Radeya dengan wajah masamnya.


“Dev, ok, udahh cukup, kayanya lo salah paham. Dengerin gue, gue enggak minta Alana dateng ke sini, gue bahkan gatau kenapa Alana ada di sini, dannnn gueee nggak chat apapun ke lo. Okeee kalo lo masih nyangka gue yang minta Alana, terserah lo mau salah paham kaya gimanapun ke gue. Tapi gue mohon, lo jangan kasar ke Alana, kesian, dia nggak tau apa-apa. Mungkin ia, dia dateng karena Juna minta tolong, dan itu salah gue,” jelas Radeya panjang lebar.

Radeva menghela napasnya panjang, “Kak, gue nggak tau maksudnya lo apa. Tapi lo nggak ada hak buat nyuruh gue nggak kasar ke Alana, Alana punya gue, dan lo bukan siapa-siapanya!!!”

“Gue nyesel, lepasin Alana buat lo, Dev.”

Radeva tertawa dengan apa yang baru saja diucapkan kakaknya, ”Kak? Yang bener? Gue nggak salah denger?”

“Iya, gue nyesel, gue nyesel biarin Alana hidup sama orang kasar kaya lo. Gue lebih suka liat Alana sama orang lain daripada sama lo!”

“HAHAHA SAMA ORANG LAIN? BILANG AJA KALO LO MASIH BERHARAP SAMA ALANA KAN?”

“Nggak, enggak sama sekali. Gue gak pernah berharap sama siapapun, termasuk Alana.”

“Basi lo kak.”

salah paham

Tepat pukul 22.00 Deva membuka matanya, menoleh sembari meraba sekeliling area tempat tidurnya. Tampaknya ada yang hilang dari sana, Alana, istrinya tidak ada di sampingnya.

Radeva beranjak dari tempat tidur, berjalan keluar menuju kamar ketiga anak-anaknya, namun Alana juga tidak ada di sana.

Sudah hampir tengah malam, entah kemana sang istri pergi. Namun Radeva benar-benar mencemaskan.

“Lana kemana??” gumamnya khawatir.

Radeva terdiam sejenak, memikirkan kemana perginya Alana. Lantas Deva segera berlari mencari tempat terakhir kali ia menyimpan ponselnya, layar utama sudah dipenuhi dengan sepuluh panggilan tak terjawab dari Radeya, juga 5 panggilan tak terjawab dari Radiva, yang baru saja masuk sekitar 10 menit yang lalu .

Namun, bukannya jajaran panggilan tak terjawab yang mengejutkannya, malah satu pesan yang justru membuat dirinya mematung seketika.

Dev, Alana di apart gue

Kesalahan fatal yang akan menimbulkan kesalahpahaman, untuk malam ini dibuat oleh sahabat kembar sendiri, Juna. Juna hendak memberikan kabar jika Alana akan pergi membantu Radeya pada Deva. Namun karena terburu-buru, Juna asal mengetik pesan dan mengirimkan pada Deva melalui ponsel Radeya tanpa memberitahu siapa pengirim aslinya.

Wajah lelah Deva berubah seketika itu juga, ia bergegas mencari kunci mobilnya, dan pergi tanpa khawatir meninggalkan ketiga anaknya yang sedang tertidur lelap.

Bunda mohon, ya?

Bunda membuka matanya perlahan, tampak Rafa berada di samping kanan ranjang rumah sakit dan Nava di samping kirinya. Bunda menatap keduanya, tidak ada pembicaraan antara Rafa dan Nava. Dan keduanya, tidak menyadari jika Bunda sudah sadar kembali.

“Rafa, Nava....” panggil Bunda pada kedua anaknya.

Nava cukup terkejut karena Bunda tiba-tiba memanggil namanya, “Bundaaa? Udah bangunn??”

“Bundaa? Gapapa?” Rafa khawatir.

Bunda tersenyum pada kedua anaknya, “Bunda gapapa, Bunda baik-baik aja. Maaf ya, Bunda ngerepotin kalian berdua,” tutur Bunda mengelus punggung tangan Rafa dan Nava secara bergantian.

“Cukup ke Rafa aja Bunda. Nava gak bantu apapun. Malah Nava yang buat Bunda kaya gini, maafin Nava ya Bunda,” jelas Nava merasa bersalah.

Bunda menghela nafas panjang, “Bantu Bunda bangun, boleh?” pintanya pada Rafa dan Nava.


Bunda menatap lembut keduanya, “Boleh Bunda minta satu hal hal sama kalian?” tanya Bunda lembut.

“Boleh Bunda,” jawab Rafa dan Nava bersamaan.

“Boleh cukup sampai di sini renggangnya? Boleh Bunda liat kalian akur lagi kaya dulu?” permintaan Bunda cukup membuat keduanya terkejut. Baik Rafa maupun Nava hanya bisa terdiam selama beberapa saat.

“Boleh?” singkat Bunda kembali.

Nava mengalihkan pandangannya pada Rafa, begitupun sebaliknya. Keduanya saling menatap, sampai dimana kebiasaan lama mereka berdua kembali terlihat. Rafa dan Nava yang tidak jarang membuat keputusan mendadak hanya dengan sebuah tatapan dan anggukan.

Nava menatap dalam Rafa, sampai dimana Rafa paham dan mengiyakan tatapan Nava yang memiliki arti, “Gimana Raf, boleh?” dengan anggukannya.

Nava tersenyum, dan kembali mengalihkan pandangannya pada Bunda. Ia menarik nafas dalam-dalam, “Boleh, Bunda.” Singkat Nava, memberikan senyuman terbaiknya pada Bunda. Begitu pun Rafa, ikut memberikan senyuman, meski terpaksa.

“Bunda mohon ya? Bunda mau keadaan rumah kaya dulu lagi. Bunda mau kalian bareng bareng lagi kaya biasanya. Sekali lagi, Bunda mohon. Bunda sayang kalian berdua.”

wxyzndaa

Iya, maaf

Nava terlihat sangat mengkhawatirkan Rafa. Ia sampai tepat di area parkir Rumah sakit Permata Bunda, tempat yang diminta Rafa untuk Nava datangi.

Nava mengeluarkan ponselnya, mengabari Rafa bahwa ia sudah sampai di rumah sakit yang rafa maksud. Nava berjalan ke arah ruangan yang sudah Rafa beritahukan di chat.

Sampai dimana Nava melihat Rafa yang tengah berdiri sembari bersandar di tembok rumah sakit. Nava kebingungan, tampaknya tidak ada yang terjadi pada saudaranya itu, Rafa terlihat baik baik saja. Setelah cukup lama memerhatikan Rafa dari kejauhan, Nava melihat ada Mbak Nesa, asisten rumah tangga keluarga Rathana yang terlihat tengah duduk di kursi tunggu rumah sakit.

“Rafa gak kenapa-kenapa. Dan itu? Ada Mbak? Ini sebenernya kenapa? Siapa yang masuk rumah sakit?” gumam Nava kebingungan.

Nava yang penasaran itu pun, memutuskan untuk menghampiri Rafa dan Mbak Nesa. Terdengar suara langkah yang tampak tidak asing bagi Rafa, ia menyadarinya dan langsung berdiri tegak menatap si pemilik langkah, Janava.

Hanya 3 langkah lagi Nava dapat berdiri tepat di hadapan Rafa, tampak Rafa lebih dulu maju menghampiri Nava, dann BUGGGGG Satu hantaman tangan kanan Rafa sampai pada pipi kanan Nava.

“Ehhhhh, masss???” ucap Mbak Nesa tampak panik.

Nava tampak terkejut karena Rafa tiba-tiba memberikan satu pukulan keras pada dirinya. “Rafff??? Maksud lo apaa?” tanya Nava sembari mengelus pipi kanannya yang sedikit memerah.

“anjing!”

“Rafanzaa?” ucap Nava kebingungan.

“Gara-gara lo Bun—” perkataan Rafa tiba-tiba terhenti karena ia menyadari masih ada Mbak Nesa di antara dirinya dan Nava.

Nava yang paham akan hal itu, langsung menoleh dan menatap mbak. “Mbak, boleh tinggalin kita berdua sebentar? Dan tolong, soal kejadian barusan, jangan kasih tau Bunda, ya?” pinta Nava lembut pada asisten rumah tangganya.

“Iii iiyaa, Mas. Kalo begitu saya izin ke depan dulu ya.” Jelas Mbak Nesa, langsung meninggalkan kedua putra majikannya itu.


“Jadi kenapa Raf? Gara-gara apa? Apa yang gue lakuin sampe tiba-tiba lo semarah ini?” tanya Nava menatap tajam Rafa.

“Bunda pingsan.” Singkat Rafa pada Nava.

“Bundaa? Bunda pingsan? Kenapa?” tanya Nava panik.

“Udah gue bilang. Gara-gara lo!! Gara-gara tulisan lo!! Bunda pasti kaget karena lo punya rencana buat pergi dari rumah!!” ungkap Rafa kesal.

Nava menyadari kesalahannya, tidak seharusnya ia menuliskan catatan tidak penting di selembar kertas dan membiarkan tulisan tersebut dibaca oleh Bunda.

“Maaf, Raf....”

“Lo kalo mau pergi, pergi aja Nav! Gak usah pake nulis nulis di kertas kaya gitu! Apa lo sengaja? Sengaja biar Bunda tau dan ngebuat Bunda nyegah lo pergi?” tanya Rafa dengan nada tinggi.

“Ngga Raf. Ngga sama sekali, gue gak ada maksud apapun. Itu coretan gue tadi malem. Gue cuma ngeluarin apa yang ada dipikiran gue,” jelas Nava pada saudaranya.

“Kalo sampe Bunda kenapa-kenapa. Ini semua gara-gara lo, Janava!!” celetuk Rafa, langsung melangkah pergi dari hadapan Nava.

Nava, apa kemauan Nava buat pergi itu gara-gara gue?” batin Rafa penasaran.

Dan, Ibu? Sepenasaran itukah dia sampe mau cari tau tentang Ibunya?” batin Rafa kembali.

Tidak lama setelah itu, Dokter keluar dari ruangan tempat Bunda diperiksa. Nava beranjak dari kursi dan langsung menghampiri Dokter, begitu juga Rafa, ia yang yang sedari tadi berdiri dan bersandar di tembok rumah sakit pun berlari menghampiri Dokter yang menangani Bunda.

“Dok, gimana keadaan Bunda saya?” tanya kedua anak itu bersamaan.

“Kalian?”

“Kita berdua anaknya, Dok.” Jelas Nava pada Dokter.

“Ahhh iyaa. Bunda kalian mengalami kelelahan, dan stress. Sepertinya banyak hal serta pikiran yang membuat ia stress. Saran dari saya, tolong jauhkan Ibu Wilma dari hal-hal yang bisa membuatnya stress. Saya pamit dulu, Bu Wilma sedang istirahat, dan jika kalian ingin masuk, silahkan.” Jelas Dokter pada Rafa juga Nava.

Keduanya menghela nafas lega, bersyukur bukan kabar yang menakutkan yang keluar dari mulut Dokter Jordan.

“Kan, gara-gara lo, Nav,” ucap Rafa tiba-tiba.

“Iya, maaf Raf. Gue sadar ko, ini semua gara-gara gue. Maaf sekali lagi.”

wxyzndaa

terakhir, katanya

Radeya berjalan ke dalam, mencari meja yang sebelumnya sudah di reservasi oleh Papa. Sampai dimana, seorang perempuan dengan rambut terurai menggunakan mini dress di atas lutut, beranjak dari kursi dan melambaikan tangannya pada Radeya.

Radeya yang melihatnya, langsung paham dan berjalan menuju ke arah perempuan yang hendak ia temui.

“Dateng juga,” singkat Amara pada Radey.

“Dateng, disuruh Papa.”

“Ohh ya, duduk dulu.”

“Iya.”

“Kenalin gue Amara, Amara Meera, anak tunggal rekan bisnis Papa lo.” Jelas Amara mengulurkan tangannya pada Radeya.

“Gue Radey.” Singkat Radey, mengabaikan uluran tangan Amara.

Gue gak expect bakal seeee— wahhh gilaa ini. Papa pinter banget milih pasangan buat gue.” batin Amara, menatap penuh Radeya.

“Kenapa?”

“Apanya kenapa?”

“Kenapa liatin gue kaya gitu?” tanya Radeya sinis.

“Ahh engga. Gue seneng bisa ketemu sama lo.”

“Oh, oke.”

Tapi kayanya gak mudah buat dapetin dia. Sedingin ini?” batin Amara kembali.


Hidangan makan malam tiba, Radeya fokus dengan makanannya. Berbeda dengan Radeya, Amara lebih fokus memandangi wajah Radeya, ketimbang menyantap makan malam.

“Makan. Jangan liatin gue, gue gak suka,” ungkap Radeya, dengan pandangan yang tetap fokus memperhatikan segelas minuman miliknya.

“Ehh sorry haha.”

Beberapa menit kemudian

“Oh ya, kata Papa gue. Kalo kita cocok, kita bisa langsung tunangan,” tutur Amara, tersenyum manis pada Radeya.

“Kayanya kita gak cocok, sorry.”

“Dey? Kita baru kenal loh. Jangan asal nyimpulin aja.”

“Sedekat apapun kita. Kalo dari awal udah ada campur tangan orang tua, bagi gue, udah gak bisa, Amara.”

“Gak bisa bagi lo. Tapi bisa bagi gue, Radeya.”

“Terserah lo. Gue balik duluan.”

“Dey? Yang bener aja? Kita baru sebentar di sini.”

“Kalo lo mau lama, ya tinggal diem di sini. Tanpa gue.”

Radeya beranjak dari kursinya, dengan jas hitam yang sempat ia simpan di belakang kursi pada tangannya.

“Gue harap, ini pertemuan pertama dan terakhir gue sama lo.” Jelas Radeya sembari berjalan meninggalkan Amara.

“Harapan lo gak bakal terkabul Dey. Karena kenyataannya, ini adalah pertemuan pertama dengan banyak pertemuan pertemuan lain selanjutnya,” gumam Amara, menatap tajam Radeya dari kejauhan.

wxyzndaa

ilang

Radeya kembali dari toilet menuju tempat bermain dimana Elle, anak dari Radeva tengah bermain bersama anak-anak seumurannya.

“Elle?? Kamu dimana nak?” panggil Radey sembari mencari keberadaan keponakannya.

“Lah kemana tuh anak? Gue tinggalin 5 menit doang. Hmm di dalem rumah rumahan kali ya?” gumam Radey sembari mengecek ponselnya, karena notif e-mail masuk dari Mazen.

Beberapa menit setelah itu, Radeya kembali memperhatikan tempat dimana anak-anak seumuran Elle bermain. “Lah? Ko gak keluar keluarr? Ketiduran di dalem apa ya?” Radeya kebingungan.

“Mbakk, tolong bisa cek ponakan saya di dalem? Dia ada di rumah rumahan itu gak? Ko dari tadi gak keluar keluar. Saya takut dia ketiduran di dalam.” Pinta Radeya pada salah satu penjaga tempat bermain itu.

“Maaf, Pak. Disini tidak ada anak yang masuk,” jelasnya.

“Mbak jangan bercanda ya, itu ponakan saya. Saya tadi pergi ke toilet sebentar. Mbak apa gak merhatiin anak-anak disini? Tugas mbak bukan cuma duduk duduk aja loh, perhatiin juga anaknya!! Sampai keponakan saya kenapa-kenapa gara-gara kelalaian mbak, saya akan tuntut tempat ini!!” jelas Radeya dengan nada kesal, langsung pergi meninggalkan tempat bermain tersebut.

“Ahhh gilaa. Gak bener banget itu yang jaga. Masa ponakan gue bisa sampe keluar gitu???” gumam Radeya kesal.

“Gue gak mungkin kabarin Deva. Yang ada tar Alana panik. Kesian, mana Rayden sakit.” tambahnya sembari mencoba memperhatikan sekitarnya.


Di tempat lain, ada Elle yang tengah duduk dengan satu cup es krim strawberry kesukaannya. Ditemani seorang wanita muda yang terlihat berusia 27 tahunan yang terus memperhatikan Elle. Mencoba bertanya dengan siapa anak perempuan 4 tahun ini datang ke Mall.

“Sayanggg, anak cantikk. Tante kan udah kasih es krim strawberrynya. Sekarang Tante boleh tanya lagi kan??” tanya lembut wanita itu pada Elle.

Elle hanya menganggukkan kepalanya, memberi tanda bahwa wanita muda itu boleh bertanya padanya. “Anak cantik namanya siapa?”

“Razelle, Tante.”

“Panggilannya siapa?”

“Banyakkk,” singkat elle sembari menyuapkan satu sendok es krim ke mulutnya.

“Palingg sering deh, keluarga kamu panggil apa?”

“Elle.”

“Ahhh Elle. Nahh elle tadi ke sini sama siapa? Dateng sama siapa?” tanya wanita itu kembali.

“Sama Papa. Papa Deya.”

“Papanya dimana? Kemana?”

“Engga tau. Elle cari cari engga ada,”

“Yaudahhh, kalo gitu. Ikut Tante ke bagian informasi yuk, kita cari Papa Elle. okee??”

“Papa Elle yang mana?”

“Hahh? Ya yang tadi sayangg, Papa Dee? Lupaa Papa siapa?”

“Papa Deya?”

“Nah iya ituuu. Ehh tapi ko Elle bilang Papa yang mana? Emangnya Papa Elle ada berapa?” tanya wanita itu penasaran.

“Papa Elle ada satu, tapi ada tiga juga. Jadi ada tiga, tapi Papa Elle satu hehe.”

“Hahh? Bentarr Tante bingungg. Maksudnya Papa Elle ada tiga kali ya?”

“Iya ada tiga, tapi Papa Elle satu. Tante, kata Papa Deya, kalo bingung coba peluk pohon.”

Wanita tersebut hanya tersenyum sembari mengusap lembut rambut Elle. “Yaudah sayang, ayooo ikut Tante dulu yuk. Kita cari papanya.”


Bagian informasi

“Pak, tolong. Pengumuman anak hilang atas nama Razelle, panggilannya Elle. Papanya namanya Deya.” pinta wanita itu pada staff bagian informasi Mall.

Pengumuman

Radeya mendengar pengumuman tersebut, namanya dan nama Elle disebut. Ia bergegas menuju arah suara, berharap Elle masih berada di sana.

“Elle, Tante pamit duluan ya. Tante ada urusan mendadak, kamu tunggu di sini ya cantik, sampe Papa kamu dateng. Tante udah titipin kamu ke Om dua ini ya, kalo Papa kamu belum dateng juga, nanti om dua ini bakal telepon Tante. Oke sayang, anak cantik???” tuturnya lembut bertanya pada Elle.

“Iyaa Tante, Elle duduk di sini berarti yaa? Tunggu Papa ya? Iya kan?”

“Iyaa sayang. Tunggu yaa, Tante pamit dulu. Dadahhh.”

Tanpa disadari, Radeya berpapasan dengan wanita yang membawa Elle ke pusat informasi. Radeya berlari cepat, tampak Elle tengah duduk di kursi tunggu depan pusat informasi Mall. “Elle sayangg, yatuhannn. Mau kemana nakkk?? Papa khawatir sama kamu.” Tanya Radey menatap lembut keponakan perempuan satu-satunya itu.

“Elle tadi nyari Papa. Elle mau pipis, Papa ngga ada. Elle cari Papa, ngga ketemu teruss.”

“Sekarang kenapa Elle bisa ada disini?”

“Tadi ada Tante baikk banget anter Elle ke sini. Elle beli es krim strawberry dari Tante baik.”

“Keponakan saya dianter ke sini sama siapa ya mas?” tanya Radeya pada staff bagian informasi.

“Saya kurang tau, Pak. Tapi mbak tadi menitipkan nomor ponselnya pada saya, jaga jaga takut Bapak tidak ada datang menemui anak ini Pak.”

“Huhh, syukurlah. Untung Elle gak kenapa-kenapa. Yasudah kalo begitu, makasih ya mas. Nomornya izin saya bawa.”

“Baik, Pak. Silahkan, sama-sama.”

“Elle sayang ayo pulang yuk. Kita beli mainan aja gimana? Kapan kapan lagi mainnya ya? Kayanya Lio sama Rayden juga bentar lagi mau pulang tuh.”

“Engga mau. Ada Mama, Mama engga sayang Elle, Mama tadi marahin Elle.” jelas Elle tiba-tiba dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Mama engga marah nak, Mama Lana cuma kaget karena adek makan coklat. Maafin Mama Lana ya cantik? Nanti Papa Deya suruh Papa Deva marahin Mama ya? Okk??? Sekarang ayo kitaaa pulangg. Kita beli mainan duluu yang banyakkkk.”

Razelle tersenyum manis, dan langsung memeluk erat kaka kembar dari Papanya itu.

“mmmm anak baikkknya Papa,” jelas Deya mengusap rambut Elle.

wxyzndaa

Radeya Jovan J

Radeya Jovan Jayachandra, nama itu kini terpampang jelas pada papan nama tepat di atas meja ruang kerja milik seorang direktur utama Adhitama group. Setelah menyelesaikan studinya, dengan banyak kemampuan yang ia miliki, serta berbagai pengalaman yang ia lewati. Kini, posisi direktur utama Adhitama group yang sebelumnya dipegang oleh Jayachandra Putra, kini diberikan pada anak pertamanya, Radeya Jovan Jayachandra.

Satu dari tiga anak laki-laki keluarga Jayachandra dengan berbagai pengalaman kerjanya di perusahaan, membuat Chandra, memutuskan untuk memberikan posisi direktur utama pada Radeya. Selain itu status Radeya yang belum berumahtangga, menjadi salah satu keuntungan untuk sang Papa, karena bagi Chandra, Radeya akan memiliki banyak waktu untuk fokus mengurus perusahaan, dibandingkan kedua adik kembarnya yang telah menikah dan memiliki anak. Meskipun demikian, bukan berarti Chandra tidak menginginkan Radeya untuk menikah, justru dirinya adalah orang kedua setelah istrinya yang sangat mendukung Radeya untuk segera menikah.

wxyzndaa

Maaf

Kayyara menghampiri Radiva yang tampak masih tertidur lelap. Kayyara merasa kejadian yang menimpa Radiva adalah salahnya, setelah mengingat kembali isi pesan yang dikatakan Radeya, bahwa kecelakaan itu terjadi pada saat Radiva hendak pergi ke rumahnya.

“Ka, maafin gue....” ucap Kayyara sembari mengelus punggung tangan Radiva.

“Alamat bakal ada drama perbucinan inimah,” celetuk Radeya dari arah sofa.

“Udah ayo keluar dulu, biarin Radiv dijagain Kayyara. Bentar lagi juga bangun itu anak,” saran Radeva sembari membawa Lio ke pangkuannya.

“Yaudah ayo keluar,” ajak Radey pada Bunda juga Papa.

“Ayo sini anak cantik Papa, kita keluar dulu yuk. Papa Radiv mau berduaan dulu.” Ajak Radeya pada Elle yang terlihat mendekat ke arah ranjang Radiva.



Radiva membuka kedua kelopak matanya, melihat Kayyara dengan mata yang sangat sayu tampak berada di sampingnya.

“Ayya....” ucap Radiv lembut.

“Ka? Lo gak kenapa-kenapa kan? Akhirnya lo bangun. Gaada yang sakit kan? Ini aja kan? Gaada yang parah kan? Kaa? Jawab gue!! Jangan diem ajaaa.” Jelas Kayyara dengan berbagai kekhwatirannya, mata Ayya mulai berkaca-kaca hingga tiba-tiba tangisannya pecah seketika karena Radiva memberi senyuman pada Kayyara.

“Kaaaa, kenapa malah senyumm?? Jawab gueeee!!!” tanya Kayyara dibarengi dengan tangisannya, menatap tajam Radiva.

Radiva kembali tersenyum, mencoba mencari posisi yang pas di tempat tidurnya. “Ayya, bisa bantu tambahin 1 bantal lagi gak?” tanya Radiva, meminta bantuan pada Kayyara.

Kayyara yang tidak enak hati untuk menolak permintaan Radiva, langsung membantu sampai Papa Caroline itu bisa terbaring dengan posisi kepala yang sedikit lebih tinggi karena diberikan tambahan satu buah bantal lagi.

“Makasih.” Singkat Radiva.

“Sama-sama.”

“Kenapa nangis?” tanya Radiva lembut.

“Gapapa.”

“Kamu nangisin saya?”

“Engga, kata siapa?”

“Kata saya barusan.”

“Gue nangisin jidat lo, kesian. Pasti sakit banget itu.”

“Bukan orang yang punya jidatnya?”

“Bukan.”

“Ini gak seberapa ko, daripada sakit hati kamu karena ketikan saya tadi malem,” celetuk Radiva tiba-tiba.

Kayyara tampak kebingungan dengan ucapan yang baru saja Radiva lontarkan padanya. “Maksudnya apaan? Ahh mungkin gara-gara dia nolak gue semalem.” batin Kayyara menerka nerka.

“Gue gapapa ko, gue gak sakit hati cuma gara-gara lo nolak gue. Lagian lupain aja, gak usah dipikirin lagi. Dan maaf, gara-gara gue, lo jadi kecelakaan.”

“Saya gak bermaksud nolak kamu, Ayya.”

“Lagian lo ngapain malem-malem mau nyamperin gue? Mau ngambil balik si Raya ya? Ya pagi pagi kan bisa?” tanya Kayyara kesal.

“Saya mau minta maaf, Ayya.”

“Kan semalem udah, ngapain minta maaf lagi? Di kamus lo permintaan maaf ada dua kali ya? Maaf secara gak langsung, sama maaf secara langsung?”

“Maaf, maaf karena saya gak bisa jujur sama perasaan saya, Ayya.”

“Maksudnya?” Kayyara kebingungan.

“Sejujurnya, sejak awal, setelah pertama kali kita ketemu, saya mulai perhatiin kamu.”

“Ngapain lo merhatiin gue? Emangnya gue aneh?”

“Karena kamu unik.”

“Barang kali ah unik.”

“Saya serius Kayyara. Saya belum pernah bertemu dengan perempuan seperti kamu. Sampai akhirnya, saya ngerasa ada perasaan yang beda dari diri saya setiap ketemu kamu, dan saya gak tau apa itu ”

“Kaa?”

“Maaf Ayya, saya gak seberani itu buat ngungkapin sesuatu, apalagi menyangkut perasaan. Saya terlalu takut buat memulai, sampai saya gak pernah sekali pun berani memulai hubungan sama perempuan mana pun. Sampai dimana saya bisa kenal kamu lebih jauh, saya berharap, saya bisa lakuin hal yang sebelumnya saya takutkan, ya, memulai hubungan. Tapi nyatanya saya salah, saya masih takut, Ayya. Pengecut ya saya? Dan sampai pada akhirnya, tiba-tiba saya tau kalau kamu adalah perempuan yang akan dijodohkan dengan Kaka kembar saya, makin takut lah saya Kayyara.”

“Kak, jangan takut... Dan soal perjodoh—”

Ucapan Kayyara tiba-tiba disela oleh Radiva, “Iya, saya tau kebenaran di balik perjodohan antara kamu dan Ka Radeya. Dan sebelumnya saya berpikir, mungkin lebih baik saya mundur. Ka Radeya lebih pantes dapetin kamu daripada saya. Saya gak munafik, Ayya. Sakit rasanya, ngeliat Kaka kembar saya jalan sama kamu, peluk kamu, tanya tanya soal kamu di grup, apalagi waktu Ka Radeya bilang bakal ngadain pertunangan secepatnya. Dan saya kembali berpikir, ahh mungkin saya cuma jadi perantara antara Ka Radeya sama Ayya, saya ketemu Ayya bukan karena Ayya takdir saya, tapi karena Ayya adalah calon Kaka ipar saya.”

Kayyara menatap dalam Radiva, memahami segala ucapan laki-laki yang sangat ia cintai itu. “Ka, maafin gue. Gue gak bermaksud buat lo sakit hati. Bahkan, sebelumnya gue gak tau maksud dari perjodohan itu. Ka, nyembunyiin perasaan itu berat ya? Maaf, maaf karena ternyata lo setakut itu buat memulai hubungan. Sampai akhirnya lo malah nyiptain sakit lo sendiri. Maaf karena gue sempet ngira kalo lo salah satu laki-laki yang gaada bedanya sama laki-laki di luaran sana.” Jelas Kayyara merasa bersalah.

“Kayyara, mau bantu saya?”

“Bantu apa?”

“Bantu saya buat bisa memulai sebuah hubungan. Boleh?”

“Emang ada cewenya?”

“Ada.”

“Siapa?”

“Kamu.”

Radiva tersenyum setelah melontarkan satu kata terakhirnya pada Kayyara. Tidak jauh berbeda, Kayyara menunduk malu, dengan pipi yang sedikit memerah, ia merasa kebahagiaan datang tiba-tiba kepadanya, karena laki-laki yang ia inginkan sejak lama itu, membalas perasaannya.

“Ka, boleh tanya?” tanya Kayyara malu.

“Boleh.”

“Berarti gue perempuan pertama dong?”

“Perempuan pertama apa?”

“Yang lo cinta?”

“Hah? Kapan saya bilang cinta kamu?”

“Ka Radiva lah gak seruuu,” gerutu Kayyara cemberut.

“Lucu banget,” singkat Radiv mengusap lembut rambut Kayyara.

Ya tuhan....” batin Kayyara, jantungnya berdetak kencang setelah tangan Radiva mengusap rambutnya.

“Kamu perempuan kedua yang saya cintai, Ayya.”

“Yahh, katanya belum memulai hubungan. Tapi ko gue kedua? Bohong berarti lo kaaa,” ucap Kayyara agak sedikit kecewa.

“Saya gak bohong ko, kamu memang yang kedua. Perempuan pertama yang saya cintai itu, Bunda Wenda. Kedua, kamu, Kayyara.” Jelas Radiva sembari mencoba menarik lengan Ayya agar tubuh Kayyara mendekat ke arahnya.

“Kaaaa, ehh ko ditarikkkkk.”

Tenaga Radiva cukup kuat untuk menarik Kayyara hanya dengan menggunakan satu tangan kanannya, sampai dimana setengah tubuh Kayyara berada sedikit berjarak di atas Radiva. Keduanya saling menatap, hingga tiba-tiba Radiva memeluk Kayyara erat, Kayyara tidak bisa membalas pelukan Radiva, karena kedua tangannya tampak menahan beban dirinya agar tidak jatuh menimpa Radiva.

“Maaf, dan makasih, Ayya.”

“Sama-sama, Kak.” Singkatnya, tersenyum manis pada Radiva yang terlihat masih erat memeluk dirinya.

Tiba-tiba saja, Radeya masuk ke dalam ruangan Radiva, teringat kunci mobil miliknya tertinggal di dalam sana.

“Div, Sorry gue mau amb—”

Kayyara yang mendengar suara Kaka dari Radiva itu, langsung terkejut dan menoleh, tidak sadar mengangkat kedua tangan yang tengah menahan beban tubuhnya, sehingga secara langsung setengah tubuh Kayyara menimpa dan benar-benar menempel pada dada bidang Radiva.

Ucapan Radeya tiba-tiba terhenti setelah ia menoleh ke arah ranjang Radiva, dan melihat fenomena langka adik kembarnya itu dengan Kayyara. “Ahh sorry Div gue gak liat ko, nanti aja ambil kuncinyaaa sorry sorry.” Jelas Radeya langsung berlari meninggalkan kamar Radiva.

Gilaa Radivvv. Perasaan baru kemaren dia meluk meluk anak kucing di belakang sekolah, sekarang udah berani peluk anak orang,” tutur Radeya, tersenyum bahagia.

wxyzndaa

//cie jomblo//

Kay

Kayyara yang mendengar kabar kecelakaan Radiva, bergegas pergi menuju salah satu rumah sakit yang sempat ia terima alamatnya dari Radeya. Setengah jam perjalanan, Kayyara turun dari mobilnya dan berlari ke arah pintu utama rumah sakit sembari mencoba menghubungi Radeya, karena sebelumnya ia belum sempat bertanya dimana ruangan Radiva. Hingga tiba-tiba ia bertemu dengan seorang laki-laki, dengan wajah yang sangat mirip dengan laki-laki yang tengah ia khawatirkan saat itu. “Ka Radeyyy, dimana Ka Radivaaa??? Kaaa jawab dong jangan diem aja.”

Laki-laki itu hanya terdiam kebingungan, hingga pada akhirnya. “Lo Kayyara?” tanya nya.

“Lahh pake nanyaa, iyaaalah siapa lagi,” jelas Kay dengan raut wajahnya yang terlihat semakin khawatir.

“Gue Radeva, bukan Radeya.” Singkat Radeva menatap Kayyara.

“Ahhh iyaa astaga Kay, sorry ka. Gue belum pernah ketemu lo, oke maaf. Aduhh yang jelasss, inii apaaa iniii aduhh ituu, Kaa, Kaa Rad—”

Obrolan Kayyara tampak sudah tidak karuan, dirinya terlalu khawatir dengan kabar kecelakaan Radiva. Hingga Radeva menghentikan pembicaraan Kayyara.

“Kay, tenang. Jangan panik. Tenang, atur nafas lo dulu.” Saran Radeva pada perempuan yang dikabarkan dekat dengan Kaka kembarnya itu.

“Kaaa, gimana gue bisa tenanggg? Ka Radivaa, Ka Radiva kecelakaan!! Gimana caranya gue tenang coba kaa?” tanya Kayyara kesa menatap tajam Radeva.

“Radiva gak kenapa-kenapa, Kay. Dia cuma dapet benturan aja di kepalanya. Sisanya luka-luka dikit, ya walaupun kemaren dia sempet pingsan. Udah jangan khawatir. Ayo ikut gue.” Ajak Radeva, langsung berjalan menuju ke arah ruangan tempat Radiva di rawat.



Kayyara tanpa ragu langsung masuk ke dalam ruangan Radiva, terlihat Radeya, Kedua orang tua Radiva, juga kedua keponakan Radiva ada di dalam sana. Kayyara menyapa semua orang yang berada disana, sampai dimana ia melihat Radiva, laki-laki yang sempat menolaknya tadi malam, terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan perban putih yang menutupi kening Radiva.

wxyzndaa