Wonderwall
Di bawah sinar matahari yang tidak begitu terik serta hembusan angin yang menerpa wajah, Rangga masih setia menatap sendu batu nisan yang bertulisan nama sang Ayah disana.
Sedikit fakta tentang lelaki ini, Rangga adalah seorang anak yatim sejak ia ber-umur 6 Tahun, di usianya yang terbilang masih belia dan lugu kala itu, ia harus menerima kenyataan bahwa sang Ayah terlibat insiden kecelakaan yang membuat ia harus rela ditinggalkan untuk selamanya.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun pun berganti, duka kini perlahan tinggal kenangan bagi Rangga dan sang ibunda— Rani.
Menjalani hari seperti biasanya sampai akhirnya Rani merasakan jatuh hati kembali dengan teman lamanya yang sekarang menjadi Ayah angkat Rangga.
Bagaimana dengan Rangga? ia tidak keberatan sama sekali, walaupun ada rasa sedikit tidak rela di dalam relung dadanya, namun selagi sang Ibunda bahagia, maka bukan masalah besar baginya.
“Ayah gimana kabarnya disana?” Rangga bergumam seraya mengusap pelan batu nisan dihadapannya.
“Aga mau ujian, Yah,” kalimatnya tertahan, ia mengubah posisinya. “Doain Aga ya, Yah.”
Terbesit di fikiran Lelaki itu tentang perempuan yang akhir-akhir ini mengisi kesehariannya, andai saja ia bisa menceritakan semuanya kepada sang Ayah.
“Rangga?”
Lamunan lelaki itu terbuyarkan ketika sebuah tangan mendarat tepat di sebelah bahunya, perlahan ia menoleh dan mendapati Perempuan yang baru saja terbesit di dalam kepalanya.
“Olin? kok disini?”
Olin menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal. “Gue abis dari makam Alana.” ujar Olin.
Perempuan itu melihat raut wajah Rangga yang terlihat tidak mengerti dengan kalimatnya barusan.
“Alana adik nya kak Tama.” jelasnya.
“Ohh,” “Terus, kakak lo mana?”
“Duluan ke mobil.” jawab Olin.
Hening, tak ada lagi pembicaraan diantara keduanya.
Olin pun mengalihkan pandangannya pada batu nisan di hadapannya, lalu bertanya.
“Lo abis ziarah ke siapa, Ga?” tanya Olin.
“Ke Ayah.” jawab Lelaki itu singkat namun dapat membuat Olin terkesiap setelahnya.
“Seriusan?”
“Hmm, serius.” jawab Rangga lagi.
Terkejut, adalah kata yang mendekskripsikan seorang Olin saat ini, bagaimana tidak? selama ini Rangga selalu menceritakan Ayahnya yang ia kira masih ada di dunia ini.
Rangga tak bodoh, ia dapat melihat perubahan raut wajah Olin di sebelahnya, Rangga menahan mati-matian tawa ketika melihatnya, Lelaki ini memang pandai dalam hal menjahili perempuan pujaan hatinya itu.
“Jadi, yang waktu itu lu ceritain??”
Kekehan Rangga keluarkan setelahnya.
“Kok lo ketawa sih??”
“Yang di depan lo ini Ayah kandung gue Dutt.” “Yang gue ceritain ke lo itu baru Ayah angkat gue.”
Lega? tentu saja tidak. Lagi-lagi jantung Gadis ini mendapatkan kejutan yang bertambah untuk kesekian kalinya, mengenal Lelaki ini memang penuh kejutan rupanya.
“Biasa aja dong mukanya, tegang amat.” ujar Rangga guna mempercair suasana.
“Diem.” ketus Olin yang di balas tawa renyah Rangga setelahnya.
“Mau nyapa gak?”
Kedua manik mata Olin pun kembali menaruh atensi kepada batu nisan di hadapannya, astaga, ia harus menyapa seperti apa.
“Hi? om... he he...”
Tawa Rangga pecah seketika, gemas sendiri dibuatnya.
“Ih kok lo ketawa sih?”
“Gapapa, lucu aja.” jelas Rangga yang membuat Olin mendelik ke arahnya.
“Kok gak bareng sama keluarga lo?”
“Nggak, ini kemauan gue sendiri, biasanya sekeluarga kalo mau menjelang puasa atau habis lebaran.” jelas Rangga.
“Oh.. gitu.” “Tapi, Ga.” panggil Olin yang membuat Rangga menoleh kearahnya.
“Ayah angkat lo, baik?” tanya Olin ragu.
Ia merutuki dirinya sendiri karna telah menanyakan hal yang menurutnya tak patut untuk ia tanyakan, Tuhannn.
“Gajadi, gausah di ja—”
“Baik kok.” “Dia sayang sama ibu gue, Gea, sama gue,” “Menurut gue dia ayah yang baik walaupun kadang gue masih canggung.”
“Apalagi kalau dia lagi mainin gitar buat ibu gue.” Rangga menahan kalimatnya dan menoleh kepada Olin disebelahnya.
“He reminded me of you.”