Dua orang pengecut
Di tengah dingin nya angin malam, kedua insan itu terduduk tepat di salah satu bangku yang tersedia di tepi taman, menikmati hembusan angin yang menerpa wajah keduanya.
“Lo gak dingin?” tanya Rangga kepada Olin di sebelahnya.
“Dikit.”
Rangga berdecak pelan mendengar jawaban Olin barusan, “Kenapa gak pake jaket?”
“Dih, lo kan bilang gini aja juga gapapa.” jawab Olin tak mau kalah.
Tak mau berdebat, langsung saja Rangga melepas jaket yang menutupi tubuhnya lalu berganti tugas untuk menutupi tubuh Olin di sebelahnya.
“Ga lucu kalo lo meriang pas lagi tampil.”
Tak bohong jika degup jantung Olin kembali berdegup tak karuan untuk kesekian kalinya, untung saja hari sudah malam ditambah sedikit penerangan di sekitarnya, ia dapat menyembunyikan semburat merah di wajahnya itu.
“Lo pake perfum apa deh?” tanya Olin.
“Ituu,”
Olin menatap serius lelaki di sebelahnya, tetapi Rangga biasa saja.
“Rahasia, hehe.” final Rangga.
“Pelit.” tukas Olin yang membuat Rangga terkekeh geli.
Sesekali Olin menggosok kedua tangan nya guna menghangatkan diri, ia menyesal tak memakai baju hangat ketika keluar di malam hari.
Melihat itu, segera Rangga meraih tangan Olin untuk ia genggam dan menyimpan nya di saku celana miliknya, tentu saja perlakuan nya yang tiba-tiba membuat Olin mengerukan alis nya heran.
Tak lupa dengan degupan jantungnya.
“Lin.” panggil nya yang membuat Olin sedikit mengadahkan kepalanya menatap Rangga yang tentu saja jauh lebih tinggi darinya.
“Lo kalo suka sama orang, mending lo nyatain atau lo pendam?”
“Ha?”
Olin berpikir sejenak, tak berniat langsung menjawab pertanyaan lelaki di sebelahnya.
“Pendam.”
“Walaupun udah bertahun-tahun lo suka sama dia?” tanya Rangga lagi.
“Iya.”
“Kenapa?”
Olin menoleh dan langsung mendapati Rangga yang juga sedang menatapnya intens.
“Entah, gue lebih milih buat mendam perasaan aja, kedengaran pengecut, emang.”
“Tapi yang gue pikirin, kalau lo nyatain ke orang yang lo suka, belum tentu apa yang dia jawab sesuai ekspetasi lo kan?”
“Dari pada sakit gara-gara jawaban dia nantinya, lebih baik gue pendam, urusan dia bales perasaan gue atau enggak nya kan bukan urusan gue juga,”
“Kalau dia suka sama gue yaa bagus, kalau enggak ya...” “Mampus.”
jelas Olin lalu terkekeh di akhir kalimatnya, begitupun juga dengan Rangga.
“Ohh gitu..”
Kembali Olin mengalihkan pandangan nya ke arah depan, sedangkan Rangga masih setia menatap gadis di sebelahnya dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
Ada rasa kecewa di dalam diri Rangga ketika mendengar jawaban dari Olin barusan, namun tak bisa ia pungkiri bahwa itu semua ada benarnya juga.
Keduanya kalut dalam pikirannya masing-masing, Rangga dengan pikirannya sendiri, sedangkan Olin yang bertanya-tanya untuk apa Rangga menanyakan hal barusan.
“Ayo pulang, udah malam.” ajak Rangga.
Segera Rangga beranjak berdiri dengan tangannya yang masih bertaut dengan tangan mungil Olin di dalam sakunya.
Olin pun tak ada pilihan lain selain mengikuti Rangga di sebelahnya, berjalan dalam keheningan dengan beribu pertanyaan di dalam fikiran keduanya.
“Apa maksud pertanyaan lo, Ga?”
“Ekspetasi gue ke lo terlalu tinggi, Lin.”