zuho.
'drive safe, bi.'
gue selalu tau kertas notes yang nempel di pintu mobil gue itu berasal dari siapa.
hampir berbulan-bulan. sebelum gue pulang kuliah dan lanjut ngantor. gue selalu tau tulisan jelek dan acak-acakan itu punya siapa.
gue ingat kenapa dia melakukan itu. katanya,“gue gak akan ngehubungin lo lagi, bi. but let me doing this, please. kalau gak ada yang ngingetin, nanti lo kecelakaan. “
gue hampir mencelos dengar alasannya. gue sadar dengan segala perlakuan gue yang gak seharusnya gue lakuin ke dia. gue teriakin mukanya, gue hampir nampar wajahnya saat itu. gue marah sejadi-jadinya.
karena dia emang salah. pecahnya kita, ya karena dia yang salah. tapi gue juga salah karena setelah gue tau kesalahan dia yang fatal, gue yang biasanya mengalir kayak air. akhirnya bisa meledak seperti bom.
iya. dia hampir gue tampar, gue lempar pakai gelas.
jadi kita impas, bukan?
tapi, ternyata gak segampang itu.
setiap kali dia nempel notes di pintu mobil gue, semuanya serasa berputar. gue selalu akan mengingat dia.
maksudnya, kita udah hampir setahun gak ada hubungan apapun. kita selesai. tapi dia, masih peduli.
ini bukan bentuk bujukan buat balik, kan? karena selama ini dia yang sering kali ngirim 'kode' kalau dia, masih mau hubungan ini di kembaliin.
karena hampir satu tahun ini, gue mencoba untuk lupa. gue mencoba untuk menyudahi semuanya, segala memori juga.
tapi ternyata sebuah notes kecil sepele bisa berpengaruh sangat besar buat gue.
karena dari dulu, gue selalu nyetir asal-asalan kalau gak zuho ingatkan buat gak berhati-hati.
efek sticky notes ini ngaruh banget juga setelah kita putus. tapi ternyata jadi beban dihati gue juga karena gue akan selalu ingat. ingat dia, ingat kita.
“can you stop. “
akhirnya, gue memberanikan diri buat nyamperin dia di ruangannya. kita satu kantor, beda gedung. keadaan lagi sepi karena jam makan siang.
“apa?”
“ini.”
dia menghela napas saat gue kasih liat kertas berwarna kuning bertuliskan, 'drive safe, bi. jangan ngebut. '
“kan udah pernah gue jelasin.”
“lo tau kan. kita, gak akan bisa di perbaiki?” mata gue mulai merah, tanda gue bisa meledak kapan aja.
“tau. tau banget. tapi, lo udah ngeiyain buat gue ngelakuin itu terus. “
“sekarang gue nolak.”
gue selalu gak tega ngeliat sedikit ekspresinya yang sedikit kecewa. karena sesusah itu dia buat ngeluarin ekspresi. sekalinya nunjukin ekspresi, kecewa yang keluar.
“kenapa?”
gue susah payah mengatur napas gue, “karena gue bakal selalu ngerasa.......kalau kehadiran lo masih ada di sekitar gue. “
mata gue pedih, basah.
”.... yang padahal seharusnya gak boleh gitu, ju.”
“separah itu, ya bi...” ucapnya samar-samar, dengan nada super kecil yang tapi masih bisa gue dengar dengan jelas.
“kalau lo gak mau lagi... gue bakal stop. “
“emang seharusnya gitu, ju. “
kita sama-sama hening. sampai gue sadar gak seharusnya gue disini. lalu akhirnya gue pergi. tanpa tau ada senyuman pahit di balik pintu ruangan yang barusan gue tutup.
gue pikir, berterus-terang bakal menyelesaikan semuanya.
satu hari, dua hari, gue mencoba untuk berkendara dengan sangat berhati-hati.
tiga hari, empat hari gue mulai merasa kosong. hampa, entah kenapa.
lima hari. gue menabrak trotoar dan hampir melindas kucing.
enam hari, mobil gue hancur.
dan gue bener-bener merasa kosong, hampa tanpa ada notes kecil itu. gue merasa gak ada yang peduli akan keselamatan gue lagi.
sekonyol itu.
pada akhirnya, dengan segala keanehan dan kekonyolan yang gue punya, gue nyamperin zuho lagi.
“tentang yang seminggu lalu, gue tarik ucapan gue. coba lagi. “
“kenapa? mobil lo rusak ya?”
dia ketawa. kenapa gue bisa setolol ini sih? kenapa?
“tapi kita udah gak-”
“tapi bi, jujur aja kalau lo masih butuh perhatian dari orang lagi, atau khususnya dari gue. karena, lo belum bisa sendiri. “
kenapa juga kita tiba-tiba ada di parkiran kantor, sih?
“nanti gue juga bakal terbiasa.”
“iya, kalau bisa. kalau enggak?”
gue hanya bisa diam. gue jadi punya pertanyaan yang sama.
“let it flow aja. lo selalu ngalir apa adanya, jangan lawan arus. bukan lo banget. “
gue selalu jadi cupu didepan zuho.
“mau ikut gak, jemput huru?”
entah kenapa gue jadi semakin tolol dengan segampang itu ngejawab dengan semangat,“mau!”
entah gue, memang selalu mengalir. atau emang gue gak pernah bisa melawan arus.