luciouva

Calvin, Shaka dan lain-lain berencana untuk hang out di rumah Juno, entah yang dimaksud hang out itu benar-benar bermain bersama atau mengumpul di suatu tempat dan asik bermain dengan gadgetnya sendiri-sendiri.

Mara sekarang sedang menyetir mobil Oceanna dengan santai, ia mendengarkan radio agar suasana di mobil tidak terlalu hening, “Ce itu gak mau dibuka kotak yang dari Jake?”

Oceanna meraih ke kotak yang berada di kursi belakang, dan sebelum membuka kotaknya ia menarik nafas yang dalam, “ok here we go, no tears.”

Ada sebuah flashdisk, amplop, dan sebuah sweater dengan inisial Jake di bagian ujung lengannya, “Mar, liat deh, kita sama-sama ngasih inisial di sweater, aneh banget...”

“Ayo buka amplopnyaaa,” kata Mara dengan semangat.

Oceanna membuka amplopnya sambil bergumam, “gak boleh nangis, gak boleh nangis, gak boleh nangis.”

Oceanna membuka suratnya, membacanya dan mulai membuka hpnya, dan membuka suatu akun yang Jake buat untuk Oceanna, “Mar... liat nih.”

Oceannna memberikan hpnya pada Mara, “ih kok lucu banget...”

“Aaa, gue kira dia foto-foto buat di upload aja, taunya...”

“Ce... you are one lucky person huh? Sumpah Jake kenapa one of a kind...” Mara menyetir sambil menggelengkan kepalanya heran.

“Ini lu mau ikut gua main apa gua pulangin?” Oceanna biasanya tidak suka berkumpul dengan orang yang cukup banyak.

“Hm, boleh deh ikut, orangnya gue kenal semua soalnya,” Oceanna membuka jaketnya dan memakai sweater yang Jake berikan, “it smells like him.”

“Alamat move on nya lama ini mah,” kata Mara bercanda, “itu apa Ce satu lagi?”

Oceanna mengangkat flashdisk yang diberikan Jake, “this you mean?”

“Kira-kira isinya apa ya? Nanti mau pinjem laptop Juno, nobar ini disana,” canda Mara.

Oceanna memukul Mara bercanda, “Mar jangan aneh-aneh deh.”

Calvin, Shaka dan lain-lain berencana untuk hang out di rumah Juno, entah yang dimaksud hang out itu benar-benar bermain bersama atau mengumpul di suatu tempat dan asik bermain dengan gadgetnya sendiri-sendiri.

Mara sekarang sedang menyetir mobil Oceanna dengan santai, ia mendengarkan radio agar suasana di mobil tidak terlalu hening, “Ce itu gak mau dibuka kotak yang dari Jake?”

Oceanna meraih ke kotak yang berada di kursi belakang, dan sebelum membuka kotaknya ia menarik nafas yang dalam, “ok here we go, no tears.”

Ada sebuah flashdisk, amplop, dan sebuah sweater dengan inisial Jake di bagian ujung lengannya, “Mar, liat deh, kita sama-sama ngasih inisial di sweater...”

“Ayo buka amplopnyaaa,” kata Mara dengan semangat.

Oceanna membuka amplopnya sambil bergumam, “gak boleh nangis, gak boleh nangis, gak boleh nangis.”

Oceanna membuka suratnya, membacanya dan menutup matanya. “Mar, baca nih.”

Calvin, Shaka dan lain-lain berencana untuk hang out di rumah Juno, entah yang dimaksud hang out itu benar-benar bermain bersama atau mengumpul di suatu tempat dan asik bermain dengan gadgetnya sendiri-sendiri.

Mara sekarang sedang menyetir mobil Oceanna dengan santai, ia mendengarkan radio agar suasana di mobil tidak terlalu hening, “Ce itu gak mau dibuka kotak yang dari Jake?”

Oceanna meraih ke kotak yang berada di kursi belakang, dan sebelum membuka kotaknya ia menarik nafas yang dalam, “ok here we go, no tears.”

Ada sebuah flashdisk, amplop, dan sebuah sweater dengan inisial Jake di bagian ujung lengannya, “Mar, liat deh, kita sama-sama ngasih inisial di sweater...”

“Ayo buka amplopnyaaa,” kata Mara dengan semangat.

Oceanna membuka amplopnya sambil bergumam, “gak boleh nangis, gak boleh nangis, gak boleh nangis.”

Oceanna membuka suratnya, membacanya dan menutup matanya. “Mar, baca nih.”

Mara sedang menunggu Oceanna yang sedang berjalan mondar-mandir di ruang tamunya. Oceanna sedang memikirkan ingin datang ke bandara atau tidak. She really wanted to see him again but also don't want to see him because it's only going to make it worse.

“Cepetan Ce mikirnya, Jake keburu berangkat,” kata Mara yang lelah melihat Oceanna terus berjalan berputar di ruang tamunya.

“Ah,” Oceanna berhenti, “fine I'll go, gue ganti baju dulu.”

“Cepetan, dia berangkat sejam lagi,” Mara berteriak.

Ketika Oceanna dan Mara sampai, terlihat beberapa orang yang sedang mengerubungi Jake di dekat papan penerbangan. She saw his parents and his friends talking. Oceanna mendadak berhenti, she's just wasn't ready to say good bye. Mara menarik Oceanna yang berhenti jauh di belakangnya.

“Hi semua, sorry lama, tadi jalanannya macet,” kata Mara sambil melihat ke arah Oceanna yang sedang membeku di sampingnya.

“Eh Oce, hi cantik apa kabar,” kata Serafina yang melihat Oceanna.

Mara menyenggol Oceanna, “hah, eh halo ma, maaf aku lagi gak jelas hari ini.”

Oceanna menyalimi tangan orang tua Jake, dan bergabung dengan teman-teman Jake yang lain. Padahal Jake ingin sekali menarik Oceanna dan hanya mengobrol dengan dirinya sampai namanya dipanggil maskapai penerbangan.

“Itu Ce daritadi diliatin sama Jake,” Shaka mendorong Oceanna ke arah Jake, “sama-sama Ce.”

“Uh Hi Jake,” kata Oceanna tidak berani menatap Jake.

“Ce, mama sama yang lain ke situ ya,” Serafina menunjuk sebuah tempat makan, “i'll give you guys some privacy.”

Jake mengajak Oceanna duduk di kursi tunggu, dua-duanya seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi sama-sama memilih untuk diam. “Happy birthday Jake.”

Oceanna memeluk Jake, she tries so hard not to shed a tear. She doesn't even know if she has any tears left, since she's been crying nonstop.

“I could totally bilang ke mama buat reschedule this flight if you told me to stay for another day,” kata Jake dalam pelukannya.

Oceanna melepas pelukannya dan berkata, “gak usah aneh-aneh deh.”

Oceanna memberikan sebuah tas berisi barang-barang, entah isinya apa, ditutupi kertas kado. “Ini isinya apa Ce?”

“Ada dua surat and two other things, yang kamu harus janji ke aku bacanya di pesawat aja. Okay?”

Jake mengangguk, “can i get another hug? Please?”

“Sure,” Oceanna memeluk Jake, “I mean it's also the last time that you will ever get my hugs.”

“Jangan ngomongin hal ini please, oh iya aku sampe lupa,” Jake melepas pelukannya, “aku juga ada sesuatu buat kamu.”

Jake memberi Oceanna sebuah kotak yang diikat dengan sebuah pita biru, “bukanya pas aku gak ada.”

Oceanna mengangguk. Teman-teman dan orang tua Jake sudah berjalan ke arah sini, Jake segera berdiri. Pesawatnya sebentar lagi akan berangkat, Jake segera mengucapkan selamat tinggal. Serafina, Mara bahkan Shaka menangis. Perjuangan Oceanna untuk menahan air matanya menjadi sia-sia karena ia tidak tahan melihat orang-orang yang lain menangis.

Semua orang bergantian memeluk Jake untuk terakhir kalinya sampai tiba giliran Oceanna, the last person to say goodbye to him. Oceanna memeluk Jake sambil memejamkan mata, dan berbisik, “sampe ketemu lagi ya Jake?”

He hugged her as if it's the last day on earth, he didn't want to let go. If a pocket-sized Oceanna exists, Jake wouldn't act like this. He kissed her cheek gently, as if it's the most delicate thing on earth. “Till we meet again, Oceanna Cleo.”

“Do you want to hear it now?”

Jake menggeleng. Mereka duduk di bus bagian belakang, saling mencoba untuk membuang muka tetapi masih bergenggaman tangan. Aneh. “I already knew one day you were going to said it, tapi I didn't think it was going to actually happen. It feels weird, aku udah siapin diri aku kalo ternyata akan kejadian, tetep sakit Ce.”

Oceanna menatap Jake yang sedang melihat ke jendela yang lainnya, “lanjutin.”

“I think i know why, kamu ngerasa semakin kita deket malah semakin jauh kan? Atau karena kamu kira kita berdua gak bisa LDR atau kamu ngerasa kamu gak bisa grow to the fullest while i'm around? I think it's all of the above,” kata Jake dengan senyuman yang pahit.

Bus hari itu sepi penumpang, hanya ada empat penumpang termasuk Jake dan Oceanna. Padahal jam ini jam pulang kerja, aneh. Atau mungkin semesta memberikan mereka berdua kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal.

“Dua minggu lagi kita anniversary padahal. Kamu inget pas kita pertama kali ketemu di perpustakaan gak?”

Oceanna mengangguk, “kamu berisik banget.”

Jake tertawa kecil, “you should know that you caught my attention from the moment I saw you.”

Oceanna menatap Jake sebentar sebelum akhirnya memeluk lengannya dan menangis, “i don't know that this day could happen and i'm the one who decided too call it off.”

“Mungkin ini yang kita butuhin, aku hargain keputusan kamu Ce,” Jake sekuat tenaga menahan air matanya, “aku gak tau nanti aku mesti bilang gimana sama mama kalo ditanyain.”

“Nanti aku yang bilang,” air mata Oceanna terus berjatuhan, “Jake kalo kamu tau ini gak akan berakhir lama, ada yang kamu sesalin gak?”

Jake menggeleng, “I love every second that I've spent with you, even the bad ones, still grateful.”

Oceanna mengambil ipod dari dalam tasnya dan memasangkan sebelah earphonenya ke telinga Jake. If today is the last day that they will meet again, then let them act like they were there to spent time as couples not ex's.

Karena jalur busnya melewati halte yang dekat dengan apartement Oceanna, Jake menyuruh Oceanna untuk turun disini saja dan tidak kembali dengan Jake.

Sebelum Oceanna turun, Jake berkata, “aku tanggal 15 berangkat, i would love it if you come.”

Oceanna mengangguk menyanggupi permintaan Jake, “sure, so i'll see you later then?”

“Yeah, you'll see me later. Bye Ce, take care.”

Jake masuk ke kelas Oceanna dan mendapati Oceanna sedang membereskan tasnya, “pulangnya kan masih lama, kamu ngapain?”

Oceanna menatap Jake dengan tatapan yang susah diartikan, ia berhenti membereskan tas dan duduk. Matanya berkaca-kaca dan hidungnya merah, “kamu balik lagi aja ke kantin sana.”

Jake duduk di samping Oceanna, “kenapa nangis?”

“Gapapa, tadi kena debu aja,” Oceanna mengelap matanya dengan tangannya.

“Kena debu bikin kamu mau pulang?” Jake menaikan alisnya, “at least kalo mau bohong, buat yang make sense.”

Oceanna menatap sekeliling kelasnya, dan melihat banyak murid yang sedang mendinginkan tubuhnya di bawah AC, “not here, banyak orang.”

Oceanna mengajak Jake keluar kelas, lorong sekolah sepi karena siswa-siswa berada di lapangan, kelas atau kantin. Oceanna berdiri di depan pintu UKS yang terkunci dan membukanya.

“Kok kamu punya kunci UKS?” tanya Jake heran, “kalo disini bukannya bisa ada orang masuk Ce?”

Oceanna menggeleng, “no one really comes here, biasanya kelas sendiri udah punya P3K.”

“Ce kamu punya kuncinya darimana?” tanya Jake, “emang kamu anak PMR? Emang kita ada eskul PMR?”

“Dikasih sama Kak Hesa, dulu dia suka bolos juga. Sekarang tobat kayaknya, aku dikasih kunci UKS gara-gara suka bolos bareng sama dia di perpus,” Oceanna mengingat kejadian dulu bersama Hesa, rencana untuk tidur malah membicarakan Hesa yang susah tidur karena bergadang menonton bola.

“Hesa as in Mahesa?” tanya Jake, “ah udahlah gak penting, ceritain kamu kenapa nangis.”

“I don't know there were some girls talking shit about me, I tried so hard to not give a fuck, tapi gak bisa. Mereka kayak bilang kalo aku ngapa-ngapain kamu makanya kamu mau ngobrol sama aku?”

“Huh...”

“I know right, non sense. I mean aku gak kaget sih kalo diomongin, cuman males aja kalo bawa-bawa kamu gini. I already has a bad reputation,” Oceanna menunduk, bukannya bercerita pada Jake, ia malah bercerita pada lantai, “i mean it's not the first time i felt like this.”

“What kind of bad reputation?” Jake mendekat ke Oceanna, “look forget it, I don't care, I already told you I won't leave you, this kind of thing gak akan ngusir aku Ce, I can assure you that.”

“Liar,” Oceanna tersenyum, “such a sweet liar.”

Tidak lama bel pulang berbunyi, “Ce, let's just get the hell out of here.”

“Hi,” Jake berdiri di depan pintu apartement Oceanna dengan tangan yang memegang sebungkus cream soup dan seragam yang basah.

Oceanna mempersilahkan Jake masuk, “lo jalan dari sekolah ke sini atau gimana?”

Jake tertawa, ia menaruh soupnya di atas meja, “enggak, abis latihan basket.”

“Since when you play basketball?” Oceanna membuka plastik supnya dan menuangnya ke mangkuk, “here have some water.”

“Since forever, and I look disgusting I know. Sorry, but I really wanted to see you. By the way, I want to change my clothes, where do I go?”

“Kenapa gak dari tadi aja di sekolah?” Oceanna menunjuk sebuah pintu di dekat pintu masuk.

“Tadi kan buru-buru mau ketemu,” tidak butuh waktu lama untuk Jake mengganti bajunya dengan baju polosan yang sepertinya ia selalu bawa untuk jaga-jaga.

“Gue kayak orang penting aja sih, pake buru-buru gini,” Oceanna mulai memakan supnya, “sini duduk, nonton TV.”

Jake duduk di sampingnya, dan bukannya melihat TV yang ada di depannya, ia sibuk memperhatikan Oceanna yang sibuk menonton TV sambil makan, “jadi hari ini sakit apa kamu?”

“Kamu?” Oceanna masih merasa aneh dengan kata “kamu” yang Jake gunakan.

“Yes, kamu. I don't want to use “gue-lo” lagi, you knew my intentions from the start, and I already said I'm very interested in you. So please answer my question.”

“I'm sick of my pathetic self, so that's why today I didn't show up,” Oceanna menaruh mangkuknya yang berisi cream soup yang setengah habis, “do you really want to talk about this?”

“Yes, selama jalan-jalan, kamu yang selalu dengerin aku, sekarang gantian. Kenapa ngerasa kamu pathetic?”

“Everyone has a reason to live, people that aren't just people to them, it's their reason to stay. I didn't, I don't have someone to hold on to, kakak gue udah punya keluarganya sendiri, my friends have their parents to hold on to. Gue?” Oceanna mencoba menahan air matanya yang ingin jatuh.

“Oce...”

“I've never felt so alone, and the mental breakdown phase is kept on coming. Dan gue gak mau buat kakak gue makin pusing dengan keadaan gue disini, she has done enough for me. And this kind of emotions is very draining, so I keep it to myself, and this is the first time i'm telling this to someone,” air mata yang ia tahan susah payah akhirnya jatuh, “maaf, kok jadi sedih gini.”

Jake menggeleng, ia mengusap air mata Oceanna dengan jarinya, “thank you for telling me this, kamu gak sendirian Ce.”

“The last time someone said that... they left. So please don't say it if you don't mean it. Ini bisa aja rasa suka yang akan hilang dalam waktu 2 bulan atau this doesn't feel fun as the first time you knew me or-”

“No, I don't think this feeling will go fast. I'm not here for fun Ce, aku gak iseng. I really like you,” kata Jake dengan sungguh-sungguh, “and when I said something, I mean it.”

Oceanna tersenyum, “kita cuman deket 3 bulan, callan gak jelas, ngobrol gak jelas, and you seriously like me?”

“What's not to like?” Jake mengusap rambut Oceanna dengan pelan, “besok-besok cerita ya Ce? I really love hearing you, you could tell me anything, any secret, any problems, and I still won't leave you.”

“Kamu anak kesayangan guru karena pinter ngomong ya Jake?” Oceanna memecahkan suasana serius karena ia belum siap, not now.

“Pinter semua hal kayaknya.”

“Bohong.”

Jake menaikan alisnya, “deketin kamu lebih susah dari semua pelajaran yang ada.”

“Apa sih? Aneh dasar,” Oceanna couldn't hide her smile.

“Aku udah bisa deketin kamu, berarti aku pinter kan?” Jake tertawa.

Oceanna memukul bahu Jake pelan, “apa sih, udah ah nonton film aja.”

“Really Ce?”

“Apa Jake?”

Oceanna yang sedang di perpustakaan untuk memiliki waktu untuk dirinya sendiri di sekolah atau kata lainnya “bolos pelajaran” menoleh ke Jake yang datang dengan muka yang kesal.

“Kenapa?” kata Oceanna pelan.

“Are you embarrassed or are you playing with me?”

Oceanna bingung dengan obrolan Jake yang tidak ada konteks, “what the hell do you mean?”

“No, what do you mean?”

“Huh? Gue gak paham sama yang lo omongin, give me context please. Gue gak ngerti kalo lo cuman ngomong gak jelas sambil emosi,” Oceanna memutar kursinya ke arah Jake.

“Ah, maaf,” Jake menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “last night i told you, i wanted us buat makan bareng di kantin, and you didn't came.”

“Jake...”

“I waited for you, dan sekarang gue bolos. And you're here doing what? 3 bulan ini kita callan gak dianggep apa-apa?”

“Enggak, bukan gitu-”

“Yaudah terus kenapa?”

Oceanna menghela nafasnya dan berkata dengan halus, “ya aku mau ngomong daritadi dipotong kamu terus...”

“Sorry, yaudah sekarang ngomong.”

“I already told you I didn't like it when we do stuff like that in school, it's normal going out, makan bareng sama pacarnya di sekolah, showing off PDA. But it's just not my thing, it's not that I'm embarrassed by you or playing with you because I'm not.”

Jake mulai berasa bersalah cause he knows Oceanna has mentioned this before and he forgot. He feels guilty cause he only thinks about himself.

“Kalo di depan yang lain tuh males aja, mereka jadi ngerasa ikut campur hubungan. Bilang ini, bilang itu, making gossips. I've heard enough gossips about me, I didn't want to hear you being mentioned too.”

“Oce... I'm sorry.”

Oceanna tersenyum, “udah sana masuk ke kelas lagi.”

“Okay, but can I please make it up? Soto, after school?”

Oceanna mengangguk dan langsung kembali ke kegiatan sebelumnya, setelah Jake keluar. Oceanna bolos pelajaran bukan karena ia bosan atau malas belajar, she just really wanted to be alone, cause crying in class with her classmates watching is not a really good feeling right?

“Kok gitu Ce?” bisik Jake.

Jake menghampiri Oceanna yang sedang ada di perpustakaan, mereka tadi berpapasan di lorong. Oceanna dan Jake menatap satu sama lain, saat Jake ingin menyapa, Oceanna hanya menatap dirinya dan berjalan ke perpustaakan. She acted like she didn't know him even thought they spend 2 hours on a call last night.

“I did, i say hi with my eyes,” Oceanna tidak menoleh ke Jake yang sedang duduk di sampingnya, ia sibuk membaca buku harry potter yang ia selalu bawa.

“Your eyes said hi? I thought it said to go away,” Jake ikutan membaca buku Oceanna.

Oceanna menghela nafasnya, “look, i'm sorry, i didn't mean to be rude tapi gue gak suka aja jadi pusat perhatian.”

“We are just talking like a human being, kenapa mesti jadi pusat perhatian?”

“Kata Callie sama Mara lo everyone's favorite, so does that answers your question?”

“Am I your favorite? Kalo iya, berarti I'm everyone's favorite, and if not then I'm not.”

“My opinion doesn't matter, you're popular and nice, that's one of a kind. And I'm... I don't know. Top 10 forgotten students,” kata Oceanna. “And you should really stop following me to the library, people talk.”

“And I'm here to talk to you, nothing negative.”

“Uh-huh, and if we do something negative, people always blame the girl. It's not that I don't want to talk to your or get to know you, you seem like a nice person and seem like the perfect person to talk to, but I just don't want to do it here.”

“Kenapa? You don't want the students to know that we're talking or what?”

“Yeah, for your own good. Environment sekolah kita itu toxic, no one is has a clean name, well, except you. Nama gue udah jelek di mata mereka, nanti kalo keliatan sama gue, they will talk about you too. So do you have any more questions, cause I'm trying to read my book here and get of class.”

“So we hang out after school?”

Oceanna tersenyum ke arah Jake, “no.”

Months have passed and not a single time Oceanna has ever seen Jake again. “They're in the same school, it's not possible to not meet,” you might say. Oceanna never leaves her class, and neither did Jake. She would lie if she said she never thinks of him again.

“Gua tebak-tebak lu lagi mikirin Jake,” kata Mara yang tiba-tiba duduk di sebelah Oceanna dengan sekantung makanan.

“Junk food terus Mar,” Oceanna tidak mau membahas Jake.

“Gapapa, yang penting gua orangnya gak gengsi,” goda Mara.

Oceanna menatap Mara dengan tatapan sebal dan berkata, “siapa yang gengsi?”

Mara tertawa, “udah berapa bulan gak ketemu Ce?”

“Duh apa sih Mar, males ah, udah ah mau ke perpus. Lo nyebelin banget,” Oceanna berdiri dari kursinya dengan sebal dan berjalan keluar.

And maybe it's just the universe giving a sign to Oceanna so she can meet with Jake again. Cause Jake is literally walking towards her. Oceanna panicked and go back to her class, until Jake said this pretty loudly, “hehe tuh kan ketemu.”

Oceanna freezes and said to herself, “now what do I do?”

“So tell me your name,” kata Jake yang tiba-tiba ada di belakang Oceanna.

Oceanna membalikan badannya dan berkata, “there is no way that you didn't know my name until now, kan bisa nanya sama Callia or I don't know, you're smart, you can figure out ways to know my name.”

“Callia pernah hampir kasih tau kok, gue aja gak mau. Kan mau kenalannya sama lo bukan Callia. Kalo tau dari lo kan gue bisa panjangin obrolannya,” kata Jake.

Oceanna menghela nafasnya, “and if i tell you my name, lo bisa langsung balik ke kelas lo gak? Gue gak suka jadi pusat perhatian kayak gini.”

Jake menengok ke kiri dan kanan dan memang ada banyak siswa yang sedang memperhatikan mereka berdua yang sedang berdiri di tengah lorong. Jake mengangguk setuju dengan permintaan Oceanna.

“It's Oceanna Cleo, nice to meet you Sim Jaeyun. Now go,” Oceanna langsung pergi meninggalkan Jake.

Sedangkan Jake sedang senyum-senyum tidak jelas, he stood there for solid 30 seconds before he went back to class with a smile on his face of course.

“Lah lu kenapa?” kata Calvin yang heran melihat Jake senyum-senyum sendiri masuk ke kelas.

“Hehe, udah tau namanya.”

“Nama doang, dari kemaren juga sebenernya bisa tau. Lu aja gak jelas mau tau dari orangnya langsung, jadi gak jelas kan.”

Jake masih senyum-senyum sendiri, “namanya bagus, Oceanna Cleo.”

“Terus abis tau namanya mau ngapain?”

Jake langsung berhenti senyum, “emang harusnya ngapain?”

“Ya chat lah,” kata Calvin, “atau kenalan ya terserah lu caranya gimana.”

“Gue mau tau nama aja buruh berbulan-bulan, gimana minta nomor telepon...”