luciouva

Callia sekarang sedang duduk di sebuah kafe yang sejujurnya sedikit menyakitkan untuk kembali lagi ke tempat ini. Ia sedang menunggu seseorang yang sudah mengisi pikirannya untuk beberapa minggu ini. Mengajaknya bertemu saja sudah buat Callia susah tidur, apalagi bertemu, pikirannya mungkin sudah tidak waras lagi.

“Hi Cal,” kata orang yang sudah ditunggu-tunggu Callia, it's Heeseung. He probably doesn't know how she missed seeing those smiles. “Kamu udah pesen?”

Callia menggeleng, Heeseung segera beranjak memesan minuman lalu ia segera kembali duduk. Callia being Callia, still couldn't open a conversation even though she's the one that asks him to meet up.

“So, what's up?” kata Heeseung.

“Kak I wanted to apologize for disappearing when you needed an explanation, and perhaps a closure that I couldn't give you last time,” kata Callia, she does sound like she means it.

Sebelum Callia melanjutkan omongannya, pesanan mereka datang. Heeseung menaruh segelas teh dengan sepiring croissant. “Aku tau kamu belum makan, nanti kalo aku pesenin kopi lambung kamu makin parah.” How the hell can i talk when he's being the most caring man alive.

“Callie, kalo kamu mau bahas soal putus itu, I already let it go. I already know we can't go that far, and if I were you I would listen to my mom too, mom knows the best right?” you should see his face when he said that, the bitterness of his coffee couldn't defeat his expression right now.

Yes, it's been almost 4 months since they've broken up. Callia left some words unsaid when Heeseung wanted to know some. And suddenly Callia wanted to see him out of sudden, I wouldn't come if I were Heeseung, but he came. With the sweetest smile, you've ever seen.

“Kak, aku keterima kuliah di luar,” a long-distance relationship is such a sensitive topic when it comes to their relationship, that's why Callia couldn't dare to look at him.

“Kapan flight nya Cal?” tanya Heeseung, he would be such a liar if he said he's fine when he hears this.

“Besok, siang. Kak, can I ask you something?” Callia menyentuh tangan Heeseung.

“Apa?” Heeseung hanya membiarkan Callia menyentuh tangannya, he doesn't move his hands or even touch her's back. He just let her do anything she wants, like old times.

“I want to be selfish for the last time, can we be lovers again? For this one whole day, please? Take me everywhere you want, show me your newest playlist, sing me songs when we're on the road,” she looked at him in the eyes cause lips lies but eyes don't.

“Just like old times?” kata Heeseung dengan sebuah senyuman, I don't know if it's a “really? my wishes have been answered” or “it's only for a day Hee, don't be so full on yourself.” you couldn't really tell.

“Yes, just like old times,” just after a few seconds Callia answered, he holds her arm and flee out of the cafe. Opened the door for her and just starts his car.

Callia menanyakan Heeseung ingin pergi kemana dan langsung dijawab, “well, where ever we want.”

Every so often he would brush her hair and hold her hands just like she wants, like what lovers do. There is no awkwardness at all, it's just like a typical car rides like they usually do. Playing their favorite songs, sing their lungs out, and just look around. Jakarta and its tall buildings, not what Heeseung likes to see, but Callia loves it. He would actually nag her because the traffic is always so crazy but then again he sees Callia next to her, his anger level would just drop.

“Tuh liat Cal, pada marah-marah gara-gara macet,” Heeseung menunjuk mobil sebelahnya.

Callia tertawa, “kok tumben kamu gak ngomel-ngomel?”

Heeseung menggeleng, “ada kamu di samping aku, coba kamu ada di samping dia, dia juga gak akan marah-marah Cal.”

“Aku di kloning aja kali ya? Biar orang-orang pada sabar pas macet bukannya nge-klakson terus-terusan.”

Heeseung langsung menggeleng keras, “gak boleh, udah jangan tanya kenapa.”

Mereka menghabiskan waktu mereka berbincang-bincang di mobil dan memutuskan untuk drive-thru dan makan di parkiran. Talking while enjoying their burgers and fries. Typical Heeseung and Callia date, they actually did it on their second date while watching Harry Potter cause both of them like Harry Potter.

“Cal, I don't want this to end.”

“It has to, Kak,” Callia mengatur nafasnya sebelum mengatakan, “this has been such an amazing day thanks to you, last day aku disini jadi lebih baik karena sama kamu.”

It took way longer to arrived at Callia's cause Heeseung keep taking a long way instead, keep going back in a circle, keep making the wrong turns, such a waste of gas but he rather loses his gas than Callia, that's for sure. Callia just let him be, she didn't want this to end either. She just kept holding his hand when they're close to her house.

It's almost midnight when they arrived, Heeseung usually parked his car far from her house, cause he didn't want Callia to get in any trouble with her mom. But tonight, he parked near the front gate. Heeseung knows her mom didn't like him, but he always tries his best to behave, bring some things when he visited, always asks about her mom because he cared but he knows whatever he does it's just wasn't enough.

He opens the door and just stands there, he wanted to say something but it just seems so selfish of him. He didn't want Callia to go, not like this. He just spends the most incredible day after almost 4 months of suffering and then he just has to go back to those awful days, days without Callia.

“Kak,” Callia berjalan kembali memeluk Heeseung, “thank you for granting my last wish.”

Heeseung menangis, “Cal, please don't go, please.”

“I can't,” Callia melepas pelukannya dan menangkup kedua pipi Heeseung dan mengelap air matanya, “i feel really happy to spend my last day here as lovers.”

“If I have to leave Jakarta, I'm happy doing it cause I don't have any more regrets here,” Callia couldn't hold her tears, “I wouldn't remember Jakarta as a bad memory but a good one, cause I spend my last days here with you, as lovers.”

Alea langsung bergegas keluar rumah setelah ia menerima telepon dari Juno, yang sudah menjadi kekasihnya selama hampir 5 tahun. Alea tidak bisa berhenti tersenyum sejak ia menutup teleponnya. Ia melihat Juno datang dengan sekantong belanjaan.

“Kamu pulang cepet?” kata Alea setelah ia memeluk Juno.

“Iya,” Alea melepas pelukannya dan melihat muka Juno yang lelah, Juno bahkan masih memakai kemeja. Pasti sesudah pulang kantor langsung ke supermarket dan menuju rumah Alea.

“Asik, kamu mau masak apa nih?” Alea mengeluarkan bahan-bahan dari kantong belanjaan.

“Rahasia,” kata Juno. Juno mendorong Alea keluar dari dapur dan menyuruhnya duduk di sofa, “I'll make us a special dinner.”

Ah Juno and his passion for cooking. Alea menuruti perkataan Juno dan hanya memandangi Juno yang sibuk berkutat di dapur. Alea still couldn't wipe the smile out of her face, this is the first proper date after Juno sign up for an internship. Juno jadi susah memberi waktu untuk Alea, semua waktunya dipakai untuk magang. But Juno being Juno, he still tries to make time for her in his busiest time. Walaupun Juno hanya bisa menelpon Alea mengucapkan selamat malam atau selamat pagi, Juno pasti akan tetap buat waktu untuk Alea.

Back then, Juno would take Alea on a romantic dinner, at least twice a month. Tapi sekarang Juno hanya bisa mengirimkan Alea makanan dari aplikasi ojek online. But Alea being the human that she is, masih merasa kurang dengan apa yang Juno berikan. Sampai ada di satu titik Alea merasa bosan. Bored because there is no time left for her anymore, a phone call couldn't help because she misses him and wants to spend time but he doesn't have the time.

Alea is lost in her own thought that she doesn't realize Juno has finished cooking. He cooked her favorite dish, baked salmon with baked mini potatoes. Juno mengambil dua gelas dan alat-alat makan dan memanggil Alea untuk duduk di meja makan bersamanya. Juno and his endless ways of treating her.

“Aaaaa, sumpah, seneng banget dibuatin ini,” as if her days couldn't get anymore better Juno made her favorite food.

“Maaf ya Le, kita udah jarang dinner di luar lagi,” he feels sorry for Alea, cause he knows how she feels, how she deeply misses him because he feels the same.

Alea menggelengkan kepala nya, “gak apa-apa, aku udah seneng banget kamu bisa kesini.”

You must be wondering, don't you feel bored with one another because five years is a long time. The answer is yes, of course, when Alea or Juno feels bored, they both know when to give each other space and they communicate well, if something feels wrong, they immediately tell each other and very open to one another.

There are times when Alea feels extremely bored and lonely when Juno started the internship, she even thought of breaking up. But she immediately pulls herself together and gets rid of the thought. Why you may ask, well, maybe there are lots of guys that will give Alea all of their spare time, spend time with her, take her on dates. But will they give all of their effort as Juno did? Will they appreciate her as Juno does? Or will they give their time when they have none like Juno did?

Alea menidurkan kepalanya di atas paha Juno, setelah makan mereka sempat berbicara sebentar sebelum akhirnya pindah kembali ke sofa. Alea sekarang sedang menceritakan hari-harinya setelah ia mendaftarkan dirinya ke sebuah kelas memasak. Kalo tanya Alea kenapa daftar kelas masak pasti akan dijawab, “pengen sekali-sekali masakin Juno terus bisa cooking date.”

“Kemaren aku coba belajar masak carbonara, kata Kak Ria masakan aku udah mulai enak tapi menurutku masih biasa aja dibanding masakan kamu,” cerita Alea sambil menggambar-gambar dengan jarinya di lutut Juno, “minggu lalu kayaknya coba masak ayam apa gitu aku lupa, punya aku gagal.”

“Pasti enak kok Le, besok-besok masak bareng aku deh.” Juno mendengarkan cerita Alea sambil memainkan rambutnya.

“Juno,” Alea bangun, duduk di samping Juno dan menatapnya, “makasih ya udah mau buat waktu buat aku.”

Sebelum Juno membuka mulutnya, Alea sudah keburu bercerita lagi. “Aku tau kamu sibuk dan susah bagi waktu, dan kamu bisa sempet ngechat aku sore-sore atau malem padahal kamu udah capek banget dan buat aku usaha kamu udah besar. Tapi aku kadang suka lupa bersyukur dan selalu minta lebih dari kamu, maaf Juno. Maaf kalo kadang aku malah buat kamu nambah pikiran atau maaf kalo aku banyak mau.”

Juno menunggu Alea menyelesaikan kalimatnya sampai akhirnya ia menjawab dengan, “gapapa Ale, aku tau kamu kangen, pengen ketemu tapi aku nya gak bisa, jadinya malah rewel atau ngambek.”

Alea memeluk Juno, it still feels the same as if it's the first time she hugged him, he even still smells the same. Juno and his ways of making people comfortable. His presence, the way he smiles when he saw her, the way he brushes her hair, or the kisses he gave when she needs reassurance. Again, why does Alea stay after all this time when there are many guys that do the same thing as Juno? The answer is simple, they're not Juno and will never be Juno.

This is just like any usual night, Riki and Mara just sitting on the balcony, eating snacks, talking about their past weeks, telling each other a fun fact for today, or even rarely Mara would tell Riki a secret. They have been best friends for 6 years yet Mara has so many words untold.

The secret for tonight is telling Riki that Mara has a crush on him since the first time she met him. It was raining when Mara saw him for the first time, Riki was standing under the rain, enjoying it, while Mara hating every second of it. Riki was her new neighbor who moved 4 houses away.

“So how was your week?” This question is a must because Mara and Riki go into a different school and Riki is not the type that would open up before you ask. And besides, Mara wanted to know how was his week going.

“Eh gua belom cerita ya? Gua deket sama cewek, Allie, she is so pretty.” Ouch that hurts like hell. “She reminds me of you, aneh anaknya gak ketebak, you look like you would kick me in the face if i dare talk to you, tapi ternyata orangnya sensitive and caring.”

Riki melihat wajah Mara yang masam, “lo kenapa Mar? Makanannya keras?”

Mara menggeleng, “Riki, let's tell each other 3 secrets.”

“Okay...” Riki mulai duluan, “I sleep with the lights on because if not I'll have nightmares.” What a cute secret from Riki, the boy looks like he would jump off a tree if someone dares him to do it.

“I don't have any favorite color,” kata Mara yang langsung dibalas dengan Riki, “gimana caranya gak punya warna favorit?”

Mara menaikan bahunya tidak tahu, “your turn.”

“Okay this is kind of a bad habit you may say tapi kayaknya gak ada yang sadar, I lie sometimes to protect something I don't want to lose,” kata Riki sambil melihat langit yang dihiasi beberapa bintang dan bulan.

“Oh wow, contoh dong,” kata Mara ingin tahu, she literally doesn't blink waiting for Riki to answer.

“Gak boleh tau, gantian Ra,” Riki menopang kepalanya dan memandangi Mara sambil menunggu Mara memberi tahu rahasia keduanya. Ah i wish he could know how those eyes matters so much to me.

“I love strawberries,” Riki langsung menaikan alisnya heran.

“Sejak kapan lo suka stroberi?” Riki menggaruk kepalanya yang tidak gatal. He was probably thinking wow I literally don't know she likes strawberries?

“Selama 6 tahun ini lu juga gak sadar kalo gue suka sama lu ya?” kata Mara pelan. You should know how she has been waiting for this moment to arrive, she's not scared. Why should you be scared of your own feelings?

“Mara...” Riki melihat Mara yang susah payah menahan air matanya, “enggak kok, gua sadar.”

Mara menatap Riki, gosh what is it with those eyes, Mara menunggu Riki melanjutkan kalimatnya. “With the lie thing, I didn't like Allie, but I was thinking of moving on. Knowing we'll separate later, but to be fair, I like you too Ra. That's my last secret.”

Setelah saling tatap mereka berdua tertawa, mungkin saling merasa lega yang mereka tunggu-tunggu. Falling in love with your best friend is not the greatest feeling ever, knowing you have to act like your usual self while talking about someone they like is big self-control.

“So what now?” pertanyaan Mara menghilangkan suasana sepi.

Riki mendekatkan dirinya ke arah Mara, mengesampingkan makanan yang ada di tengah-tengah sofa, dan menggengam tangannya. Feeling his warm touch in this cold and dark night. Do you know that exact moment when you feel so happy that you wish to stop time so you could feel happy for a long time? Well, this is that exact moment.

“Bisa senderan kok kalo lo mau,” Riki menengok ke Mara yang terlihat kaku, she looked like she couldn't move any of her muscles. She rests her head on his broad shoulder and hugs his arm. “Is this comfortable enough?”

“Ini sekarang kalo ujan juga gue gak akan marah-marah,” jawab Mara, she hates being touch but right now it feels like that kind of Mara doesn't exist anymore, “Riki I'm starting to overthink now.”

“Mikirin apa?” Riki menengok ke arah Mara sekilas dan mengusap rambut Mara yang panjang. Sebelum Mara menjawab, Mara mengangkat kepalanya yang langsung dilarang Riki, “kamu cerita sambil kayak gini aja, jangan gerak-gerak.”

Mara tertawa, “oh sekarang pake aku-kamu?”

Muka Riki memerah sebentar sampai akhirnya ia alihkan lagi. Ia penasaran dengan apa yang Mara pikirkan, he always been. “Tadi katanya mau cerita.”

“Oh iya, ini kamu beneran suka kan? Atau jangan-jangan you were only saying that because you don't want me to get embarrassed,” Mara mengangkat kepalanya, “cause if you are, I'm fine Riki, aku gak berharap bakal disukain balik kok, kayak aku tuh udah siapin hati dari kapan tau, a rejection wont hurt me.”

Riki memegang pipi Mara, “enggak Mara, aku beneran suka, now can you please put your head on my shoulder?”

“Riki, aku gak tau mesti bilang apa, gara-gara aku udah hope for the worst terus tiba tiba kamu kayak haha aku kasih uno reverse card, terus aku kayak wow Riki. Kayak you never fail to surprise me, sampe sekarang aku masih deg-degan, Riki muka aku keliatan panik enggak?” Riki tersenyum mendengar Mara yang sangat lucu ketika ia panik, fast talking and couldn't stop talking actually. He didn't stopped her, he waits for her to finish.

“Kamu ngantuk ya?” Riki melihat Mara yang susah payah membuka matanya, ia malah mengelus-elus alis Mara which is one of her way to make her fall asleep. He already feel the sore in his arm but he would do it anyday, everyday.

“月が綺麗ですね,” bisik Riki dengan senyuman kecil. (tsuki ga kirei desu ne.)

Hari ini hari penutupan cup, setelah hampir 3 minggu Vale pulang malam dan tidur dengan krim pereda nyeri atau versi plesternya. Sejak pembukaan acara sampai penutupan acara Sarah tak ada hentinya menyuruh Vale berpacaran. Kira-kira dari awal pembukaan acara sampai penutupan, Sarah sudah memberi 37 alasan (Vale stops counting since 37) mengapa Vale butuh seorang pasangan.

“Pokoknya harus kenal sama Raka atau siapa gitu, Bian juga boleh, dia manis,” kata Sarah yang sedang duduk di bawah pohon. Siang ini sedang ada beberapa alumni yang setuju ingin membawakan beberapa lagu untuk penutupan cup sekolah, sudah 10 menit mereka check sound, makanya Sarah berbicara cukup keras.

“Dari awal juga niat lu mau kenalin sama Raka kan? Tapi gue gak pernah ketemu juga. Itu tuh tanda kalo emang belum waktunya buat ketemu. Kita ada waktu kurang lebih 3 minggu di acara yang sama sebagai panitia, masa dalam 3 minggu ini gue bisa-bisanya gak ketemu dia? Itu tuh apalagi kalo emang belum takdirnya buat ketemu?”

“Oh iya ya, hari ini aja dia gak dateng karena lagi lomba di sekolah lain. Tapi mesti cari cowok Val, lu sendiri yang bilang kalo lagi bosen.” Well to be fair, Vale used to date because she was bored and need attention.

“Iya, tapi sekarang gue gak mau kayak gitu lagi. Duh jangan ngomongin cowok dulu deh, lagian disini bener-bener gak ada yang worth dating,” kata Vale sebelum Diva tiba-tiba mengeluarkan suara.

“Daffa baik kok and he's pretty funny,” Daffa is Diva's ex.

“What do you mean by nice? He doesn't even have the guts to break up with you and instead dia malah deketin anak sekolah lain,” besides Daffa and his friends are intimidating, they acted like they were the coolest group ever but they're actually really toxic and didn't realize.

“Lu bisa ngomong kayak gitu ya Val, tapi kemaren lu deketin dia,” muka Diva mulai berubah merah.

“Lu mandang gue kayak gitu? Semua mantan temen gue, gue ambil, iya gitu? Dia duduk di samping gue, dan ngajak ngobrol. Itu yang lu anggep 'deketin'?” kata Vale kesal, “if i actually have a crush it wouldn't be your ex either, kayak gak ada cowok lain aja disini.”

Vale pergi ke Graha meninggalkan Sarah dengan muka kebingungan. Well, Vale shouldn't snap about Diva's ex, but she sounded like Vale was easy to get, down for any guy. While in reality, Vale would be really mean to any guys who hurt her friends, let alone looking at them.

Hari itu banyak muka-muka familiar yang datang ke sekolah, mungkin karena Vale ,;[ \ /. '. ,l;[\ melihatnya sebelumnya tetapi tidak mengenal namanya, ?

You read that right, 3 years. It's not a short period of time to like someone. The boy doesn't even acknowledge her presence, what a pity. The famous Arka Rafaputra for being the most appealing man in school. He's not famous but everyone knows his name, he's not that good-looking but he has something that other boys didn't have.

Maybe all of you are curious about how the hell Mahika Valerie has gone head over heels for this man. Well, frankly, it's his laugh. I don't know what's so special about someone's laugh. But somehow she fell for his. How he tilted his head back when he laughs and would look at the person who makes him laugh with a smile because he's pleased. That was the first time she saw him, through the window because his class is not far from the bathroom, her escape place.

She used to escape to the bathroom because the lesson was boring and she didn't want to stick around, but after she saw him, it wasn't an escape anymore, it's a stopping place. Walked slowly to look at him laughing with the most contented face. 6 seconds was the only longest time she ever looked at him before the teacher notices someone standing at the window, it was quite thrilling yet she would do it again every day.

And you must be thinking, after all these years she didn't tell him how she feels towards him? The answer is no, not that she can't or she's not brave enough. Vale would confess to the boys she liked just for fun or because of her impulsive self. And Arka didn't even want to look at her, Arka would flee if Vale would ever confess. He's cold and detached, watching him slowly disappearing would be one of the worst nightmares she could think of.

Besides she never wanted to date him, she just wants to be close to him. Talk to him, hear him throw his favorite joke, or play the online games he loves so much or talk about heroes with him because that's what he loves, or just to look at his big dazzling eyes without any fears of him shunning you away. It's a simple way of love we all crave and need, the idea of loving him is so simple yet the person is perplexing.

You read that right, 3 years. It's not a short period of time to like someone. The boy doesn't even acknowledge her presence, what a pity. The famous Arka Rafaputra for being the most appealing man in school. He's not famous but everyone knows his name, he's not that good-looking but he has something that other boys didn't have.

Maybe all of you could be wondering how the hell Mahika Valerie has gone head over heels for this man. Well, frankly, it's his laugh. I don't know what's so special about someone's laugh. But somehow she fell for his. He tilted his head back when he laughs and would look at the person who makes him laugh with a smile because he's pleased. That was the first time she saw her, through the window because his class is not far from the bathroom.

She used to escape to the bathroom because the lesson was boring and she didn't want to stick around, but after she saw him, it wasn't an escape anymore, it's a stopping place. Walked slowly and look at him laughing with the most contented face. 6 seconds was the only longest time she ever looked at him before a teacher notices someone standing at the window, it was pretty thrilling yet she would do it again every day.

“Ce dicariin Shaka tuh,” Mara masuk ke kamar Oceanna saat ia sedang menulis jurnal, “gue turun ya.”

“Iya sebentar lagi nyusul.”

Tidak lama Oceanna turun ke bawah dan berjalan menuju teras, “Shaka mau bilang apa em-”

Oceanna langsung menghentikan omongannya dan pandangannya menuju ke seseorang di samping Shaka, ia terlihat senang sekali bertemu Hesa. Oceannan memeluk Hesa singkat dan mengajak Hesa duduk di dalam.

“Ce, ini ada gue juga loh?” kata Shaka yang masih berada di teras.

“Kak Hesa emang kuliah disini?” tanya Oceanna.

“Enggak, iseng aja dateng kesini. Mau ketemu Shaka eh malah diajak kesini taunya ada lu.”

“Oh, loh aku baru tau Kak Hesa kenal sama Shaka.”

“Gue mah kenal sama siapa aja Ce, sebutin semua nama anak sekolahan kita. Pasti gue kenal,” kata Shaka tiba-tiba.

“Iya-iya anak gaul, gue mah anak gak jelas di sekolah,” Oceanna tidak berminat berdialog dengan Shaka, “Kak Hesa balik kapan? Jalan-jalan yuk sebelum pulang.”

Sebelum Hesa menjawab, ia keburu dipotong oleh Shaka, “udah yuk Hes pulang aja, main ps aja di kamar gue. Oce kayaknya ada urusan.”

“Shak lo nyebelin banget gak boong,” kata Oceanna kesal, ia masih ingin berbicara pada Hesa tapi keburu ditarik Shaka keluar.

“Sama-sama Oce, nanti gue kesini gak sama Hesa ya?” kata Shaka dengan senyum yang menyebalkan sebelum akhirnya keluar dari pagar.

Mara hanya tertawa melihat Shaka, “naksir dia sama lu.”

“Dih males banget disukain sama Shaka, dah ah mau tidur aja,” Oceanna meninggalkan Mara dibawah sendirian.

“CE, ITU MAS SENA BIKIN COOKIES.”

Oceanna dan Claire yang sedang asik menonton drama di kamar Oceanna langsung buru-buru turun ke bawah. Seminggu yang lalu memang Oceanna sempat bilang pengen makan cookies saat sedang bersama Mara, Mas Sena, Kak Dimas dan Laras.

“Aaa mau,” Oceanna mengambil cookies dari loyang yang Sena keluarkan tadi, “mas ini enak banget jujur.”

Sena langsung tersenyum lega, “bagus deh, tadi kayaknya aku buat kebanyakan.”

“Asal ada aku sama Axel bakal abis ini, makasih ya mas,” kata Claire yang ikut makan.

“Aku panggilin Axel sama Arya ya, oh iya Mar, itu temen kamu ajak aja suruh kesini,” Sena segera naik keatas dan turun bersama Arya dan Axel.

“Dih dia udah makan duluan dah, mas kok ngasih tau Sabelle duluan sih?” kata Axel dengan muka sebal. Axel doang sepertinya yang memanggil Claire dengan nama tengahnya, katanya nama depannya terlalu susah untuk diberikan nickname.

“Gak suka aja, udah ah ayo Ce, lanjut nonton aja diatas. Ayo Tsam,” Claire juga memanggil Mara dengan nama yang beda sendiri, “sekali lagi makasih ya mas, nanti aku jajanin deh.”

Oceanna kembali menonton drama bersama Claire, Mara memilih untuk tidur siang karena ia begadang semaleman video call dengan Juno. Oceanna menoleh ke arah Claire yang sedang fokus menonton drama, ia sejujurnya tidak menyangka bisa berteman dengannya.

Claire is actually a fun girl to be with, mungkin karena saat pertama kali Oceanna bertemu Claire ia sedang dalam perasaan cemburu. She never thought that Claire is one of the people that she would tell stories or secrets. It's only been 2 months since they met, but she never felt this kind of trust. She could tell that Claire is a sincere person.

“Ce, sebentar lagi mau masuk kuliah, takut gak lu? Gue takut gak punya temen deh.”

“Nah, you look nice. Palingan lo bakal dideketin sama orang duluan, nanti tinggal panjangin aja convo nya, basa basi gapapa, di saat begitu emang basa basi dibutuhin.”

“Asik, berpengalaman banget ya?”

Oceanna tertawa pahit, “I used to asked Jake how to make more friends and he would tell me how.”

“Lu kangen dia gak Ce?”

“Of course, gue kangen banget sama dia. Lo sendiri?”

“Not really, gue gak sedeket itu sama Jake. But he was there when I'm at my lowest, nanti pas gue udah naik, Jake would leave cause i already found better friends. Ya dia baik banget lah pokoknya,” cerita Claire, “if Jake was here what would he say?”

“Oce, kamu lagi nonton apa? Aku mau ikut nonton dong,” Oceanna menirukan suara Jake.

“Kira-kira sekarang Jake lagi apa ya Ce?”

Oceanna mengangkat bahunya tidak tahu, “palingan lagi ada kelas atau dia lagi main sama temen-temennya. I bet he has so many friends, he's sooo charming that people would try to make friends with him.”

“Iya dia dulu di sekolah gue banyak banget yang suka sama dia, he's the perfect boy that everybody would try to be his friends. Dia tuh tipe-tipe anak yang kalo lu sebut namanya otomatis orang tua lu bolehin lu pergi karena ada Jake.”

Oceanna mengangguk setuju, “emang Jake tuh something.”

“Terus kenapa putus Ce? Ini gue gapapa kan ya nanya kayak gini?”

“Cause he is everything and I'm nowhere near that. Alesan gue emang cemen banget, tapi gue emang ngerasa gue bener-bener kurang buat jadi pasangan dia. Ini klise banget tapi dia emang deserve someone better than me.”

“Mungkin di saat ini lu belum bisa ngerasa jadi Oce di versi terbaik, you'll get there soon. Fokus improve diri aja Ce, kuliah yang bener.”

Oceanna mengangguk, “i'll try.”

Di bulan Desember ini sudah banyak peristiwa-peristiwa menarik sekaligus aneh yang Oceanna alami. Menarik karena ternyata Shaka satu kampus, rahasia Shaka yang sempat enggan ia beritahu akhirnya ketahuan juga.

Dan aneh karena dari banyaknya kampus di dunia ini dan banyaknya kost yang ada di Jogja, Claire ternyata masuk di kampus yang sama dengan Oceanna DAN teman kost Oceanna juga.

Maybe her first impression of Claire may have gotten a little bit wrong, or perhaps because the first time she met her, Oceanna was in jealousy. She's actually really sweet, Claire seems like the little sister Oceanna has to take care of because of how pure she is.

“Ce, ke Malioboro yuk?” “Ce, cari makan bareng yuk, pengen ayam geprek deh.” “Ce, suruh Shaka gitaran dong, bosen nihhh.” “Ce, kalo mau laundry bilangnya apa ya?”

Dan banyak hal-hal lain yang Claire selalu katakan setidaknya sebulan 3 kali. Mereka sekarang sedang tiduran di karpet Oceanna. Oceanna sedang bermain hp dan Claire sedang memandangi langit-langit kamar Oceanna yang ia tempelkan bintang-bintang yang bisa menyala saat gelap.

“Ce.”

“Hmm? Kenapa? Mau cari makan?”

“Enggak.”

“Terus apa?”

“Sebentar lagi kita masuk kuliah, takut deh. Gue harus bilang apa ya biar punya temen?”

Oceanna langsung menghentikan jarinya yang sedang mengscroll layar hpnya. Oceanna susah sekali membuat teman baru kalau ia gak diajak bicara duluan. Hmm, kayaknya itu bakal jadi misi pertama Oceanna. Harus bisa buat temen. Gak boleh ngandelin orang lain terus buat make the first move.

“Ce, lo kangen Jake gak?”

Oceanna sempat berhenti sebentar sebelum akhirnya menjawab, “i'd be a liar if i said i didn't miss him, i miss him terribly”

“Kalo Jake ada disini sekarang kira-kira dia bakal bilang apa?”

“Ayo Ce, ceritanya aku temen kelas kamu. Kamu coba latihan ajak ngobrol aku, biar nanti pas hari pertama gak bingung,” kata Oceanna menirukan suara Jake.

Claire tertawa, “emang itu anak baiknya kelewatan.”

“Yup, he's the best, that's why I backed up, I'm nowhere near best.”

Claire menoleh ke Oceanna, “Ce kalo ternyata lo udah putusin terus ternyata akhir-akhirnya bakal sama Jake lagi gimana?”

Oceanna berpikir sebentar, “mungkin kita berdua akan beruntung, gue beruntung karena gue bisa jadi bagian hidupnya lagi dan Jake akan beruntung karena akhirnya dia bisa sama Oceanna yang udah jadi full potential.”

“Kalo ternyata bukan sama Jake gimana?”

“Ya gapapa, mungkin semesta punya hal yang lain buat gue dan Jake. Kalo ternyata Jake sama lo gimana?”

Claire langsung menggeleng, “I've never liked him like you do, ternyata pas smp itu rasa kagum dan gue belum lama figure out hal itu.”

“Gue akan bodoh banget ya kalo nanya kenapa kagum sama Jake? Everything about him is impressing.”

“Gak kok, gue ceritain, gak tau ya mungkin ini hobi Jake buat selalu ada sama orang-orang yang lagi di titik terendah mereka. Dulu nyokap gue sakit, nilai gue jadi berantakan, gue juga sempet gak punya temen, tapi i have him. Dia nemenin gue ngerjain pr-pr yang gak sempet gue kerjain karena gue nemenin nyokap di rumah sakit. Jake mau jadi temen gue satu-satunya pada saat itu.”

Oceanna tersenyum mendengar cerita Claire, “makin kesini gue makin gak bisa nemuin hal yang bisa bikin gue gak suka sama dia.”

“He is indeed a good person inside out, tapi Ce, lo juga orang baik kok. Lo gak kebanting sama dia Ce, mungkin Jake udah full bloom sedangkan lo masih proses.”

“Yang berpikir kayak gitu cuman lo doang kayaknya, i can name what Jake can and what i can't in 10 seconds. Mungkin ini klise, tapi dia beneran too good for me. Well, he's too good to be true.”