aclinomaniaxx

#Melepas penat

.

.

.

.

.

.

Setelah menerima pesan bahwa Rindou sedang menuju kost Sanzu, ia segera berganti pakaian yang lebih layak. ‘Cukup’ begitu pikirnya setelah memandang cermin yang memantulkan sosok dengan hoodie hitam membalut tubuh atasnya, joger pants hitam membungkus tungkainya serta sepasang sepatu putih ia pilih sebagai alas kakinya kali ini.

Sanzu bergegas mengantongi handphone dan dompet miliknya sesaat setelah telinganya mendengar deru suara knalpot Kawasaki w175 milik Rindou. Buru-buru ia turun kebawah setelah mengambil helm di atas almari miliknya.

Begitu pintu utama ia buka, ia bisa melihat sosok Rindou dengan balutan kaos putih dan jaket bomber navy duduk diatas motornya.

“Gue naik ya kak.” Ujar Sanzu berniat menaiki jok belakang motor Rindou setelah mengunci pintu utama dan juga pagar tentunya.

Rindou mengangguk sebagai balasan. Rindou menyalakan starter motornya setelah Sanzu duduk dibelakangnya, dan setelahnya Kawasaki w175 miliknya melesat membelah jalanan kota di malam hari.

.

.

.

.

.

.

Rindou dan Sanzu memutari jalanan kota secara acak yang juga diiringibdengan percakapan random dari keduanya, entah sudah sejauh mana Kawasaki w175 itu membelah jalanan.

“Pusing banget ya, kak?”mendengar Sanzu berbicara yang kedengarannya cukup serius, Rindou pun memelankan laju motornya.

“Hah? Apa? Ulang coba hehe gak kedengeran jelas barusan” balas Rindou disertai kekehan kecil.

“Pusing banget ya ngerjain tugasnya, kak?” Sanzu sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan bermaksud agar suaranya terdengar jelas.

“Hhh, iyaa. Gue kesel banget sama dosennya. Proposal rencana usaha kelompok gue gak diacc sama dia. Kewirausahaan ngapa ribet banget si elahh, lagian gue anak sejarah dikasi kewirausahaan tu biar apa, dagang fosil gitu gue nanti?” Rindou menggerutu sebal.

Sanzu terkekeh mendengar ocehan Rindou yang menurutnya lucu. “Berguna banget sih kak sebenernya matkul itu, basic dasar aja gitu biar semua paham lah dasar-dasar usaha itu gimana. Toh masa depan gaada yang tau kan. Misalkan gue deh, lulus kuliah kan belum pasti juga gue kerja di BMKG, siapa tau gue buka petshop gitu.”

“Aduh kak, sorry banget gue gak bermaksud menggurui” Sanzu refleks menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Rindou terkekeh geli setelah melirik ke spion motor melihat ekspresi lucu yang Sanzu ciptakan.

“Santai aja kali, gue berterimakasih malah. Makasih ya udah balikin kewarasan gue, tadi gue saking keselnya jadi ngomong gitu. Mana yang dipermasalahin itu produknya lagi, yakali ganti hhhh.”

“Emang rencana usaha lo tentang apa Kak?” Tanya Sanzu.

“Karena di kelas gue untuk matku kewirausahaan ini ada anak prodi kimia yang nyasar dan kebetulan masuk ke kelompok gue, jadinya kita bikin sabun organik dari susu kambing. Ide dari dia juga sih itu soalnya gue sama temen yang lain gaada ide sama sekali.”

“Cuma susu kambing aja,kak?” Tanya Sanzu lagi memastikan.

“Iya cuma gitu doang”

“Kak gue boleh ngasi saran gak sih? Saran doang loh ini mau lo pake atau engga ya terserah. Gimana kalau sabunnya itu dicampur essential oil gitu biar ada aroma-aromanya jadi orang lebih tertarik juga. Terus kemasannya juga yang organik gitu, misalnya kayak dikasi wadah kotak kecil dari anyaman bambu gitu. Siapa tau bisa menarik banyak konsumen jadi dosen lo bisa mikir ini produk menjanjikan.” Ujar Sanzu menawarkan idenya.

“Sumpah ya, gue gak pernah nyesel deketin lo atau ngajak lo jalan sekarang ini. CHIYOO GUE PENGEN CIUM LOO IH SUMPAH ENCER BANGET OTAKNYA. INI BAKALAN GUE PAKAI SI, YAKIN GUE TEMEN-TEMEN GUE BAKALAN SETUJU. MAKASIH BANYAK YAAA.” Balas Rindou bersemangat karena mendapat bantuan ide dari Sanzu.

“Hehehehehe sama-sama kak, syukur kalau bisa membantu. Gue doain abis ini diacc dosennya.” Sanzu tersenyum menyemangati Rindou.

“Chiyo, maaf banget ya kesannya gue seenaknya banget, tapi kalau balik sekarang gapapa kah? Gue mau nemuin kelompok gue kali ke kampus ngomongin ide ini, ntar keburu ilang lagi.” Rindou bertanda dengan tak enak hati.

“Loh ya gapapa dong kak, lebih cepet dikerjain itu lebih baik. Udah ada sejam juga gak si kita muterin kota tanpa arah hahaha.”

“Maaf ya, nanti kalau free gue bakal ajak lo ngedate atau night drive yang beneran.” Ucap Rindou merasa tak enak.

Sanzu menepuk punggung Rindou dengan kedua tangannya sebanyak dua kali, memberi semangat katanya. “Gapapa tau kak, ini juga udah termasuk lama.” Ujar Sanzu meyakinkan Rindou kembali.

Rindou tersenyum mendengarnya. “Chiyo, maaf ya gue lancang.” Setelah berucap demikian tangannya melepas stang kiri motornya dan terulur kebelakang mengambil satu tangan Sanzu dan ia lingkarkan diperutnya.

Sanzu? Tentu saja kaget, mukanya sudah semerah tomat sekarang.

Tangan kirinya kembali memegang stang motor. “ Kalau gak mau, lepas aja gapapa. Tapi kalau mau tangan satunya ikut meluk juga dong.” Rindou tersenyum jahil.

Posisinya sekarang tangan kiri Sanzu melingkari perut Rindou dan Rindou menjalankan motornya dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa.

Hening sejenak. Namun, tanpa disangka tangan kanan Sanzu terulur kedepan bergabung dengan tangan kirinya melingkari perut Rindou. Sanzu pejamkan matanya dan ia senderkan kepalanya pada punggung lebar milik Rindou, memeluknya lebih erat.

‘Nyaman’ batin keduanya.

“Anget hehehe, pelan-pelan aja ya gue bawa motornya biar agak lama sampe kostnya.” Tidak ada balasan, namun bisa Rindou rasakan kepala Sanzu mengangguk dua kali di punggungnya.

“Gue ambil jalan memutar ya, chiyo?” Tanya Rindou yang lagi-lagi dibalas anggukan oleh Sanzu. .

.

.

.

.

.

.

“Biarin gini dulu sampe kost ya, Chiyo.”

#Bertamu

.

.

.

.

.

.

.

Pukul 09.00 Sanzu telah selesai bersiap, Sanzu segera memesan ojol menuju alamat yang sudah diberikan oleh seniornya.

Setidaknya butuh 20 menit untuk sampai pada alamat yang ia tuju. Setelah membayar Sanzu membuka pagar putih yang tidak digembok dan melangkahkan tungkainya menuju pintu utama rumah bergaya eropa klasik itu. Tidak bertingkat namun besar dan memiliki halaman yang luas.

Lima kali ia hitung sudah mengetuk pintu namun tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka bahkan respon dari dalam pun tidak ada.

‘Apa lagi tidur ya makanya gak kedengeran?’

Teringat saran Ran, Sanzu menekan bel berharap kali ini ada respon dari pemilik rumah.

‘ting nong’ ‘ting nong’

Dua kali sudah Sanzu menekan bel namun nihil, sama sekali tidak ada respon. Putus asa, ia putuskan jika sekali lagi ia tekan tidak ada respon maka Sanzu akan pulang.

Baru saja jemari lentiknya akan menekan bel, pintu rumah berwarna putih itu terbuka memuncuklan sosok dengan potongan rambut bergaya ubur-ubur ungu nyentrik dengan balutan kaos hitam longgar dan celana panjang abu-abu.

“Gue halusinasi gak si? Panas doang masa halusinasi sih” monolog Rindou.

“Hallo kak.” Sapa Sanzu malu-malu.

“Lah kok ngomong sih? Emang bayangan bisa ngomong?” Rindou masih menganggap dirinya berhalusinasi.

Tangan Sanzu terulur untuk mencubit pelan pipi Rindou. “Kak, ini beneran gue loh? Lo gak lagi halusinasi kayak yang lo pikir.”

“Iya si sakit pipi gue, tapi lo ngapain disini? Tau rumah gue darimana? Jujur gue syok.” ujar Rindo sambil mengusap pelan pipinya.

“Jenguk lo. Dari Kak Ran. Boleh masuk gak gue kak? Pegel jujur berdiri dari tadi gak dibukain pintu.”

“Eh iya iya masuk aja.” Rindou mundur beberapa langkah mempersilahkan Sanzu masuk.

“Kunci gak nih kak pintunya?” Tanya Sanzu berinisiatif memutar kunci.

“Yaiya dong, chiyooo kalau ada maling masuk gimana.” Yang hanya dibalas kekehan ringan oleh Sanzu

“Kak, gue abis belanja nih, niat bikinin lo bubur sih. Boleh gak gue pake dapurnya?” Tanya Sanzu dengan memperlihatkan kantong belanja yang ia bawa.

“Yaelah repot-repot banget, tapi lo pake aja.” Jujur saja Rindou masih belum bisa memproses semuanya.

“Kak, lo tidur lagi aja. Nanti gue bawain ke kamar. Kamar lo yg mana, kak?” Sanzu bertanya kembali sembari menata barang-barang yang ia beli.

Sanzu masuk ke kamarnya? Jujur Rindou ingin pingsan sekarang. “Itu yang di ujung kanan.”

“Okeey, gih tidur lagi.” Ucapan Sanzu dibalas anggukan dan setelahnya Rindou berjalan kembali ke kamarnya.


Sanzu mengetuk pintu bercat putih dihadapannya. Setelah mendapat izin masuk dari pemiliknya barulah Sanzu berani masuk ke dalam.

Maskulin. Itu yang Sanzu pikiran tentang kamar milik Rindou. Cat hitam yang dipoles di dinding, furtinure minimalis, gitar electric dan akustik menghiasi sudut kamar, dan juga aroma musk khas Rindou yang bisa Sanzu hirup serakus mungkin disini.

Nampan berisi bubur dan teh panas ia letakkan pada nakas samping ranjang.

“Gue suapin ya kak?” Tawar Sanzu dan Rindou mengangguk mengiyakan.

Sanzu duduk di pinggiran ranjang. Tangannya terulur memberikan suapan pada Rindou yang bersender dikepala ranjang.

“Gue masih kayak mimpi tau, gue gak nyangka aja lo disini bahkan nyuapin gue.” Rindou memecah hening setelah menelan berapa suapan yang Sanzu berikan.

“Kalau lo bisa bilang bertanggung jawab ke gue karena udah bilang mau deketin gue, berarti gue juga boleh bilang kalau gue juga mau bertanggung jawab karena udah ngasi izin sama lo buat masuk ke kehidupan gue, kak?”

Rindou tersenyum. Bukankah ucapan Sanzu barusan berarti membuka kesepatan lebar-lebar pada dirinya??

“Chiyo, jangan lama-lama ya buka hati buat gue. Iya, gue pernah bilang gue nunggu tapi kalau lo kayak gini gue beneran pengen cepet-cepet milikin lo.” Sanzu mengangguk dan membawa suapan bubur terakhir pada Rindou.

“Tunggu bentar lagi ya, kak. Janji kok gak lama lagi.” Balas Sanzu tersenyum meyakinkan Rindou. Tangannya terulur memberikan segelas teh dan obat untuk Rindou minum.

“Kak, pakai kompres penurun panas mau ya? Gue beli di apotek tadi, biar cepet turun juga panasnya.” Sanzu membuka bungkus kompres penurun panas yang ia bawa.

Rindou merespon dengan mengangkat rambut ubur-ubur yang menutupi dahinya, berinisiatif memudahkan Sanzu memasang kompres didahinya.

“Lucu dah namanya sayonara fever wkwkw, kek bayi gak sih pake ginian.” Rindou terkekeh geli mendapati kompres penurun panas tertempel di dahinya.

“Biar cepet sembuh tau.” Balas Sanzu galak.

“Makasih ya, Chiyo. Buburnya juga enak banget emang udah cocok sih jadi istri gue” Ucap Rindou setengah jahil.

“Gue cowok loh kak?” Balas Sanzu tidak terima setelah mendengar perkataan Rindou.

“Yaudah deh, cocok jadi suami gue kalau gitu.” Rindou meralat ucapannya.

“Sembuh dulu kali, baru ngegombal” Sanzu berniat melayangkan tinju pada lengan Rindou. Namun entah karena refleks Rindou yang bagus sehingga bisa menghindar dengan cepat atau memang sudah nasib, Sanzu meninju ruang kosong dan jatuh terjembab menimpa Rindou.

Hening.

Keduanya masih sama-sama memproses kejadian yang baru saja terjadi di otak mereka. Mendapatkan kembali kesadarannya, dengan muka semerah kepiting rebus Sanzu berusaha bangkit. Namun sayang, Sanzu kurang cepat dari tangan Rindou yang kini sudah memeluk pinggangnya.

“Chiyo, lo bisa dorong atau pukul gue kalau lo gak mau.” Bisik Rindou di telinga Sanzu.

Apa yang terjadi sangat berbeda dengan apa yang Rindou bayangkan. Ia sudah membayangkan Sanzu mendorong atau memukulnya lari berlari pergi meninggalkannya. Namun, yang terjadi adalah Sanzu tetap diam tak bergeming di pelukannya.

Merasa mendapat izin ia pidahkan Sanzu pada celah kosong disampingnya, dengan kedua tangannya yang tetap berada di pinggang Sanzu seolah tidak ingin melepasnya. Kini tubuh keduanya saling berhadapan.

“Chiyo, lo boleh lepas masker lo kok. Gue tau pasti risih pake masker di posisi kayak gini. Tapi kalau gak nyaman gapapa pake aja.”

Sanzu tidak merespon apapun. Tapi bisa Rindou rasakan tubuh Sanzu sedikit gemetar dipelukannya.

“Gue emang gatau gimana kejadiannya sampai lo bisa dapet luka itu. Tapi satu yang harus lo tau dengan atau tanpa luka gimanapun lo tetep Haruchiyo Sanzu, lo tetep cantik. Kalau lo takut gue risih, harusnya balik dari sarapan bubur gue ninggalin lo dong bukannya malah minta izin mau deketin lo? Yang gue mau itu Haruchiyo Sanzu.

Sanzu merasakan panas di pelupuk matanya. Bagaimana Haitani Rindou yang nyaris sempurna ini menginginkan sosok seperti dirinya. Ia merasa tidak pantas dicintai sedemikian dalam oleh Haitani Rindou.

“You deserve love, Chiyo. And i’ll give you affection as much as you want.” ujar Rindou lembut.

Haitani Rindou brengsek. Jika demikian, lantas bagaimana bisa Sanzu menolak apa yang ia tawarkan. Karena sebetulnya Sanzu hanya ingin dicintai.

Sanzu lepas masker hitam yang biasa ia kenakan. Tunjukkan luka yang menghiasi kedua sudut bibirnya.

“Cantik.” Rindou berucap demikian sembari menatap penuh lembut sosok dalam pelukannya itu.

“Lo bisa cerita ke gue apapun kalau emang lo mau. Gue siap dengerin” tambah Rindou

Sanzu tersenyum hingga kedua matanya hilang membentuk garis sebagai respon dan menenggelamkan dirinya di dada bidang milik Rindou.

“Biarin gini dulu ya, Chiyo.” Ucap Rindou mengeratkan pelukannya lagi sebelum kemudian dirinya menuju alam mimpi dan bersama Sanzu.


#Jaket .

.

.

.

.

.

Kedua safir milik Sanzu berbelak kaget melihat pesan masuk dari Rindou. Untuk apa Rindou berada di depan kelasnya?

Tak ingin membuat kakak tingkatnya menunggu lama, Sanzu langkahkan kedua tungkainya menuju depan kelas.

‘cklekk’

Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Rindou. Rindou menoleh kebelakang dan mendapati Sanzu menutup pintu kelasnya.

“Kenapa kak?” Sanzu mentap bingung Rindou. Ia masih bingung mengapa Rindou ada didepan kelasnya.

“Lepas gih flannel-nya” Violet Rindou menatap Sanzu dari atas kebawah. Basah kuyup.

“Hah? Ngapain kak?” Balas Sanzu kaget.

“Lepas aja, Chiyo. Gue gak aneh-aneh kok.”

Sanzu bingung namun tangannya tetap bergerak untuk melepaskan kemeja flannel yang basah kuyup itu dari tubuhnya.

“Biarpun dalemnya gak basah, kalau outer-nya sebasah kuyup ini, lama-lama ta ikutan basah juga.” Setelah berkata demikian Rindou melepaskan balutan jaket kanvas berwarna army itu dari tubuhnya. Tanpa menunggu waktu lama, ia sampirkan jaket miliknya di bahu Sanzu.

Terkejut? Tentu saja Sanzu terkejut.

“Eh ngapain kak? Gausah” Jemari lentiknya berusaha melepaskan jaket berwarna army itu dari bahunya namun ditahan oleh Rindou.

“Pakai, Chiyo. Masih ada kelas kan? Mau rapat BEM juga kan? Gak mungkin kan pakai baju basah gitu.”

“Terus kakak gimana?” Sanzu menatap tak enak pada sosok didepannya.

“Santai kali, gue udah selesai kelas juga.” Balas Rindou meyakinkan Sanzu.

“Masa kakak pulangnya gak pakai jaket? Naik motor loh kak, nanti masuk angin.” Jemarinya terulur kembali untuk melepaskan jaket di bahunya, namun lagi-lagi ditahan oleh Rindou.

“Gue LAKIK kali, gak pakai jaket doang gak bikin masuk angin. Udah ya chiyoo dipakai jaketnya.” Lagi-lagi Rindou berusaha meyakinkan Sanzu.

“Bener gapapa kak?”

“Beneran, pakai aja. Masuk gih ntar dosennya dateng.”

“Nanti keringin rambutnya pakai tisu atau apa ya chiyo, biar gak pusing. Jangan hujan-hujanan lagi ya, gue sedih liat lo kayak anak kucing nyebur got gini.” Ucap Rindou sembari mengusap-usap lembut rambut Sanzu yang basah karena air hujan.

“Iya kak, maaf ya aku pinjem dulu jaketnya.”

“Nah gitu dong dari tadi. Maaf ya, nanti gue gabisa jemput lo hhh gue ada kerja kelompok nanti sore. Nanti gue usahain deh kalau udah selesai langsung jemput lo ke sekret BEM.”

“Gak usah kak. Kakak fokus aja kerja kelompoknya. Udah ada Cipuy juga kak, aku balik sama Cipuy kok.” Tolak Sanzu semakin merasa tidak enak pada Rindou

“Yaudah deh. Nanti kalau pulangnya hujan lagi neduh dulu ya, jangan asal nerobos kayak tadi. Kalau mau berobos beli jas hujan yang 8 ribuan di warung itu ya.” Saran Rindou pada Sanzu

“Iya kak. Janji gak hujan-hujanan lagi.”

“Gue pamit ya. Selamat belajar, Chiyo.” Pamit Rindou setelah mengusap kepala Sanzu lagi.

Sanzu melihat punggung kokoh itu semakin menjauh dan perlahan hilang dari pandangannya setelah Rindou menuruni anak tangga. Jujur saja Sanzu merasa sangat tidak enak pada Rindou, karena dirinya Rindou jadi pulang hanya dengan kaos polos hitam yang membalut tubuhnya. Namun, tidak ia sangkal juga jika aroma maskulin dari jaket itu membuatnya tenang.


“ Permisi bang, izin masuk duluan ke sekret yaw” Sapa Cifuyu dengan Sanzu yang mengekor dibelakangnya pada sejumlah kakak tingkatnya yang duduk santai dan merokok di depan sekretariat BEM.

“Lah dek, lo pake jaket siapa dah tu? Kayak kenal gue itu jaket.” Ucapan Draken menghentikan langkah Cifuyu dan Sanzu.

“Lah iya ken, gue juga kayak pernah liat jaket yang dipake si Sanzu.” Timpal Kazutora yang atensinya ikutan karena ucapan Draken.

“Ini gue juga kayak gak asing sih bang ama itu jaket.” Hakkai ikut menimpali setelah hembusan asap rokoknya menyatu dengan udara sekitar.

“Nah loh, zu wkwkkw.” Cifuyu terkekeh geli setelah menoleh kebelakang mendapati masker yang biasa Sanzu kenakan tidak mampu menutupi merahnya wajah Sanzu.

“Jaketnya Rindou gak sih itu? wkwkwkw kok bisa dah ada di elu dek.” Batang rokok itu kembali Ran hisap setelah tersenyum miring menjahili Sanzu.

Demi Tuhan Sanzu lupa, jika Ran dan Rindou adalah saudara dan pastinya Ran akan mengenali jaket milik adiknya ini. Sanzu ingin menghilang saat itu juga.

“Hah? Pantes kayak kenal anying. Sering dipake di tongkrongan juga kan bang ini jaketnya.” Ujar Hakkai heboh

“Lah iya cuk, baru inget ini mah punya si Rin.” Ujar Draken menimpali Hakkai yang membuat wajah Sanzu semakin merah bak kepiting rebus.

“Ada hubungan apa zu sama Rin kok bisa pake jaketnya wkwkw?” Imbuh Kazutora semakin memperkeruh keadaan.

Kepala Sanzu tertunduk malu tidak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan itu.

“Jadi tadi tuh Sanzu kehujan sama gue, bang. Eh terus tiba-tiba bang Rindou dateng ke depan kelas ngasih jaket ke Sanzu wkwkwk.” Terang Cifuyu menjawab semua pertanyaan kakak tingkatnya.

“Lah Sanzu toh yang digebet si bocil.” Ujar Draken lega setelah semua pertanyaannya terjawab.

“Ooo pantes dah si Rindou agak gak waras akhir-akhir ini.” Akhirnya Hakkai menemukan alasan mengapa temannya bertingkah sedikit aneh akhir-akhir ini.

“Gercep juga ya Rindou” Kazutora terkekeh menanggapi.

“Udah-udah kasian tuh Sanzu mukanya udah merah gitu wkwkw, bentar lagi pingsan dah tuh. Ayo dah masuk, mulai rapatnya biar cepetan balik.” Setelahnya Ran memutar ujung rokok pada asbak mematikan nyala apinya, kemudian melangkah memasuki sekret diikuti yang lain.

Ingatkan Sanzu agar tidak lupa memukul Cifuyu setelah ini

#Selangkah lebih dekat

tw/ mentioning BajiFuyu.

sorry for typos^^

Enjoy 😗

.

.

.

.

.

Pukul 06.30 Sanzu mendapatkan notif iMessage dari Rindou bahwa ia sudah didepan kost Sanzu. Mengintip bak anak kucing, dari jendela kamarnya Sanzu mendapati motor Kawasaki w175 dengan pemuda berpotongan mullet duduk di atasnya. Rindou melambaikan tangannya keatas setelah memergoki Sanzu yang mengintip gemas dari jendela kamarnya.

“Turun gih cepetan, keburu siang” Satu pesan dari Rindou masuk dan Sanzu segera turun kebawah menghampirinya.


Terhitung 10 menit perjalanan mereka habiskan untuk sampai pada tukang bubur yang Rindou maksud. Diselingi obrolan random mereka kini Rindou turun setelah memarkirkan motornya di sebelah gerobak tukang bubur. Tangannya terulur untuk melepaskan helm yang Sanzu kenakan, memicu rona merah muncul dari pipi si adik tingkat.

“Bang, bubur ayam spesialnya 2 terus satunya bonusin cakwe yang banyak ya bang, Chiyo mau tambah cakwe juga? Minumnya apa?” Tanya Rindou pada Sanzu yang mengekor dibelakangnya.

“Engga usah deh kak, gue itu aja sama milo anget satu”

“Okee tambah teh anget satu sama milo angetnya satu ya bang”. Rindou menambahkan pesanan dan beranjak membawa Sanzu duduk di salah satu meja makan yang ada.

.

.

.

“Kak, gpp tuh emang cuma pake kaos sama jaket doang ke kampus?” Sanzu melemparkan pertanyaan pada pemuda yang duduk di sebrangnya.

“Gak kenapa-kenapa sih kalau di prodi gue, gak tau deh prodi lain gimana. Gue dari zaman maba udah kek gini doang si.”

Tampan. Itu yang terbesit dalam benak Sanzu untuk pemuda yang duduk dihadapannya. Hanya dengan kaos putih dan jaket denim yang melapisi tubuh atasnya, serta bagian bawah yang dibalut skinny jeans hitam dan alas kaki berupa converse all star 70’s Hi black. Dengan penampilan seperti itu beserta tingkah randomnya bagaimana bisa seorang Rindou Haitani tampak begitu menarik bagi Sanzu di pertemuan pertama mereka? Belum lagi rambut mullet-nya yang berwarna violet dengan highlight tosca gelap yang menjadi sedikit berantakan karena helm yang dikenakannya.

“Chiyo?? Hallo?? Kok bengong sih?” Rindou melambaikan tangannya, upaya untuk mengembalikan kesadaran Sanzu.

“Hah? Engga kok kak gpp, lagi mikirin kuis jam ketiga nanti.” Bohong Sanzu tentunya, bagaimana bisa ia jujur mengatakan bahwa ia baru saja selesai mengagumi sosok didepannya.

‘Aduh, malu anjing’ batin Sanzu memaki kebodohannya.

“Syukur deh, gue kira lo kerasukan jin botol”

“Ye, kocak.” balas Sanzu atas respon aneh kakak tingkatnya, diikutu dengan gelak tawa dari kedua pihak setelahnya.

Aksi random mereka terpaksa diakhiri ketika abang tukang bubur datang membawa pesanannya.

“Ciah baru ada gebetan abangnya ditinggal ya Rin” ucap abang tukang bubur setelah meletakkan pesanan Rindou dan Sanzu.

“Yaelah bosen kali gue sama abang terus kesini, takut incest si gue bang terus-terusan ama dia. Mending sama calon dah itung-itung pdkt.” Balas Rindou diselingi senyum tipis yang ia berikan kepada Sanzu.

“Sip dah, kaget si gue baru pertama kali juga lo bawa orang lain kesini selain Abang lo sama circle kalian. Semoga jadi deh ya, langgeng juga.”

“Aamiin paling serius sih ini, thanks bang.”

“Lanjut deh, gue mau nyiapin pesanan yg lain dulu.” Setelah mendapat balasan berupa anggukan singkat dari Rindou, Si abang tukang bubur kembali ke depan.

Sanzu? Sanzu hanya bisa cengo setelah mendengarkan percakapan yang terang-terangan menjelaskan bahwa Rindou ingin mendekati dirinya. Dan apa katanya, Rindou baru pertama kali membawa orang lain kesini? Bolehkan Sanzu berbesar hati?

“Dimakan kali buburnya, keburu dingin tuh.” Yang hanya dibalas dengan senyuman tipis dari Sanzu.

.

.

.

.

“Temen lo ada ada gak sih yang kalau makan bubur tuh disedot?” Rindou memulai kembali percakapan setelah keduanya menghabiskan sarapan pagi merka.

“Hah? Gak ada kali kak, orang gila mana coba itu.” Sanzu terheran akan pemikiran sosok didepannya.

“Ada tau, lo kenal bang Baji gak? Dia tuh kalau makan bubur ya disedot. Dimasukin ke plastik kayak es teh terus disedot pake sedotan” Rindou tertawa mengingat kelakuan teman abangnya itu.

“Cuma kenal doang si, pacarnya Cipuy kan? Jujur syok si gue kak kenapa bisa Cipuy pacaran sama orang ajaib kayak gitu. Ngide darimana sih dia makan bubur disedot gitu.” Sanzu meringis membayangkan bagaimana nasib temannya menghadapi kelakuan ajaib pacarnya itu.

“Bang Baji mah emang gitu orangnya, kagak kaget lagi gue. Kok bisa kenal sama tau pacarnya juga?” Tanya Rindou penasaran.

“Cipuy mah bestie gue kak, sering cerita tentang pacarnya juga sih anaknya.Balik yuk kak udah jam 07.20 nih, biar gak mepet mepet banget.”


Setelah memarkirkan Kawasaki w175 milikknya di parkiran Fakultas, Rindou berinisiatif mengantarkan Sanzu ke kelasnya. Dengan alasan “Santai sih, kelas gue setingkat di atas kelas lo juga. Biar lo aman gak kenapa-kenapa.” Sedikit alay tapi Sanzu iyakan, biar cepet katanya.

“Makasih banyak ya kak, udah diajak sarapan terus dianter sampai depan kelas juga.”

“Terimakasih kembali, Chiyo. Semoga gak risih deh ama gue hahah.”

“Santai kali kak, gue gak risih kok.” Sanzu melemparkan senyuman manisnya dan memegang gagang pintu kelas bersiap untuk membukanya, namun ia dikejutkan oleh perkataan Rindou setelahnya.

“Kalau omongan gue kemaren yang bilang mau gangguin lo lebih intens itu gue ganti sama gimana kalau gue deketin lo lebih serius, boleh gak?”

Hening sesaat. Jujur saja Sanzu cukup kaget dengan tingkah laku Haitani Rindou yang cukup blak-blakan.

“Chiyo, gimana?? Dikasih izin gak?” Tanya Rindou kembali.

Setelah tersadar dari kekagetannya, Sanzu pun merespon.

“Iya kak gpp, kita coba dulu.”

Respon yang Sanzu berikan membuat Rindou sangat senang dibuatnya.

“Gih masuk, gue pamit ya. Belajar yang bener.” Pamit Rindou setelah mengusap lembut kepala Sanzu.

Sanzu? error 404 not found.

‘GIMANA GUE BISA BELAJAR YANG BENER KALAU PAGI-PAGI GINI LO UDAH NGACAK NGACAK HATI GUE HAITANI RINDOU LO GAK SOPAN BANGET AAAAAAAAAAAA’

#Nefarious

Ran Haitani x Oc short au Tw/ mentioning suicide

Sorry for typos

Happy reading ^^ .

.

.

.

Geisha bukanlah seorang pelacur, geisha adalah perempuan dengan topeng putih dan bibir semerah darah yang menawarkan keahlian seni mereka. Geisha bukan juga seorang istri, maka dari itu seorang geisha yang hanya menjadi pilihan kedua dilarang untuk jatuh cinta.

Mayumi, seorang gadis berumur 20 tahun dengan bedak putih dan bibir semerah darah yang malam ini tampak anggun dengan furisode bermotif seruni ungu dengan dasar hitam yang membalut tubuhnya. Jemari lentiknya bergerak untuk menuangkan sake kepada seorang eksekutif kelompok mafia ternama di Tokyo. Ia sangat senang ketika lagi-lagi namanya dipilih untuk menemani malam sang tuan.

“Bagaimana kabar anda hari ini?” Kedua sudut bibir semerah darah itu terangkat, mampu meneduhkan hati siapapun yang melihat senyuman itu.

“Tidak baik, sebelum aku bertemu denganmu” senyum tipis ia layangkan, menggoda gadis muda disampingnya.

“Semoga segala urusan anda berjalan lancar Haitani-sama. Saya juga merasa senang dapat melihat anda kembali dan diizinkan untuk melayani anda.”

Mizuage-nya Ran Haitani beli seharga 1 juta yen, kemudian Ran Haitani selalu memesan namanya. Bagaimana bisa ia tidak merasa senang. Lagipula siapa yang tidak ingin berada disisi seorang Ran Haitani. Sosok bergelimang harta dengan paras rupawannya.

Mayumi adalah gadis muda yang cantik, sosok yang indah sesuai dengan namanya yang berarti keindahan sejati. Mungkin saja karena keindahan itulah Ran Haitani ingin Mayumi menemaninya.

Kedua tangannya bergerak untuk melepaskan jas kelabu milik tuannya, dengan harapan tuannya merasa lebih leluasa untuk bersantai menikmati sake yang ia tuangkan setelah melewati hari yang panjang.


Entah bagaimana semua berjalan dengan baik selama dua tahun. Mayumi abdikan dirinya untuk Ran Haitani. Kini, Mayumi pun dikenal sebagai geisha kesayangan Ran Haitani. Namun, setelah sekian lama berada disisi Ran Haitani dengan segala perlakuan manisnya, Mayumi melupakan poin pentingnya sebagai seorang geisha. Mayumi jatuh cinta kepada pria Haitani itu.

Malam ini, dalam balutan furisode merah bermotif seruni putih Mayumi mantapkan dirinya untuk menyatakan perasaan kepada tuannya, Ran Haitani.

“Perasaanku saja atau memang kebanyakan furisodemu bermotif bunga seruni?” Ran Haitani menatap dengan seksama furisode yang Mayumi kenakan.

“Seruni adalah bunga kesukaan saya tuan, jika tuan tidak menyukainya saya akan kenakan furisode dengan motif lain”

“Tidak, kenakan sesukamu aku tidak mempermasalahkannya. Hanya iseng bertanya saja, Mayumi” balas Ran Haitani lembut, menenangkan Mayumi.

Sesaat Mayumi merasa ragu untuk mengungkapkan perasaan. Namun, entah dari mana keberanian itu datang, Mayumi dengan suara yang sedikit gemetar memulai pembicaraan.

“Haitani-sama, bolehkah saya meminta atensi anda sebentar saja?”Onyx milik Mayumi menatap penuh harap pada sosok disampungnya.

“Bicaralah” balas Ran Haitani setelah tegukan sake pertamanya.

“Saya mencintai anda, Haitani-sama”

Hening sesaat

But i don’t do love, Mayumi” manik violet yang biasa menatap Mayumi lembut, bagaimana bisa sepasang violet itu menatap tajam kearahnya sekarang?

Batin Mayumi berkata bahwa ia tidak boleh meneruskan pembicaraan ini sekarang, namun entah mengapa bibir dengan polesan semerah darah itu mengucapkan sesuatu yang akan ia sesali nantinya.

“Jika demikian mengapa anda memilih saya?”

Mayumi merasakan tubuhnya gemetar hebat ketika violet itu balik menatap merendahkannya. Kekehan kecil keluar dari bibir tipis Haitani.

“Aku tidak pernah memilihmu, Mayumi. Kau indah seperti namamu, tidak mungkin ku sia-siakan keindahan yang kau tawarkan. Dan aku berpikir kau menarik karena setelah beberapa bulan bersamaku kau masih profesional tidak melibatkan perasaan pribadi seperti wanita murahan lainnya. Tapi ternyata sama saja” Helaan napas panjang menyapa indra pendengaran Mayumi.

“Saya berbeda, saya tidak seperti orang-orang itu. Saya rela melakukan apapun demi anda tuan”

“Termasuk rela mati untukku? Aku tidak suka terikat suatu hubungan, Mayumi” Violet itu menusuknya dingin, menyadarkan Mayumi atas penolakan yang ia dapatkan.

“Kau menawarkan keidahan lalu aku membelinya. Aku tidak pernah memilihmu, hanya sebatas jual dan beli. Lantas mengapa kau merasa besar kepala, Mayumi?”

Salahkah selama ini Mayumi mengartikannya?

Bukan afeksi kah selama ini yang ia dapatkan?

Ia ingin menggapai tuannya yang mulai melangkah menjauhinya, namun entah mengapa tubuhnya seolah kaku tidak bisa bergerak.

“Aku kecewa padamu, Mayumi” Kemudian terdengar suara Shoji yang digeser menutup.

Ran Haitani brengsek. Seenaknya memberi afeksi lalu pergi.

Pandangan onyx Mayumi menjadi kabur dengan banyaknya air mata yang dia tahan di pelupuk matanya. Riasan yang ia poles di wajahnya luntur bersamaan dengan air mata yang menjatuhi pipinya.


Jika saja ia sadar diri dan tidak lancang untuk mengungkapkan perasaanya, pastinya Ran Haitani akan tetap disini dan ia masih akan menjadi geisha kesayangan Ran Haitani. Jika saja.

Tumbuh tanpa orang tua dan kasih sayang membuat Mayumi merasa congkak ketika Ran Haitani selalu memesan nama Mayumi untuk sekedar menghabiskan malam panjangnya dan menghujaminya afeksi. Tidak. Itu bukan afeksi. Itu hanyalah imbalan yang iya dapatkan karena menyenangkan tuannya. Sebatas imbalan dari perlakuan baiknya dalam hubungan jual-beli. Mengapa ia harus merasa congkak? Jika memang Ran Haitani benar menginginkan Mayumi bukankah Ran Haitani harusnya menjadi danna-nya?

Danna adalah seseorang yang akan membiayai kebutuhan geisha. Tidak semua geisha memiliki danna. Bahkan senior Mayumi di Okiya pun belum memiliki danna. Memiliki danna bisa dianggap ia spesial. Lantas mengapa Mayumi harus merasa congkak ? Ia tidak sespesial itu hingga Ran Haitani mau menjadi danna-nya, Ran Haitani hanya membeli apa yang Mayumi tawarkan. Mayumi terlalu congkak dalam mengartikan semuanya

Sebagai seorang geisha Mayumi harusnya tidak melupakan poin penting dimana seorang geisha hanyalah pilihan kedua. Dan juga, apakah seorang mafia mengenal hal yang khalayak sebut cinta?

. . . . . . . . . . . . .

Hidup bersama geisha lainnya di Okiya ini membuat Mayumi benar-benar berdiri di atas kakinya sendiri. Tanpa kasih sayang orang tua yang ia rasakan dan tentunya Mayumi tidak pernah merasakan bagaimana hangatnya persahabatan seperti apa yang dikatakan gadis-gadis muda diluaran sana. Salahkah jika Mayumi berharap untuk dicintai?

Dua puluh tahun hidup tanpa kasih sayang, tidak bolehkan Mayumi berharap pada Ran Haitani yang ia anggap menginginkan eksistensinya?Mayumi hanya ingin merasa dicintai.


Semenjak hari itu, Ran Haitani tidak pernah memesan namanya lagi, Mayumi pikir bahwa Ran Haitani tidak pernah datang ke Okiya lagi. Namun beberapa hari yang lalu Mayumi berpapasan dengan Ran Haitani dengan geisha lain yang tersipu malu dalam rengkuhan tangannya. Ran Haitani hanya memandang Mayumi malas sekilas kemudian melanjutkan langkahnya bersama geisha itu.

Ran Haitani menganggapnya angin lalu.

Dengan demikian Mayumi harusnya sadar bahwa ia bukanlah siapa-siapa. Tidaklah pantas ia berharap kepada Ran Haitani yang tidak mengenal cinta. Sedikit perlakuan manis, Mayumi lupa diri. Seniornya sudah pernah menasehatinya agar Mayumi jangan sampai jatuh hati pada lelaki Haitani itu,mengingatkannya bahwa sampai kapanpun geisha hanyalah pilihan kedua tidak akan pernah menempati posisi pertama. Namun, Mayumi terlalu dimabuk Ran Haitani, tidak ia indahkan nasehat seniornya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Disinilah Mayumi, Semilir angin membelai paras ayunya, netra sekelam malam menatap kosong lautan luas dihadapannya. Langkah kakinya menyapa dinginya air laut, yang mulai basahi furisodenya.

Lalu, bibir semerah darah itu berucap samar ketika air laut mulai tenggelamkan tubuhnya.

Saya rela mati demi tuan

Dia begitu mencinta hingga dibuat tenggelam oleh kuatnya pusaran yang ia buat.

Tentang ia yang mendambakan kebahagiaan, namun Sang tuan memilih abai.

Mayumi, seorang geisha penuh kemalangan yang menderita karena cinta buta kepada tuannya.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Sebuket seruni putih Ran Haitani letakkan dibibir pantai. Violetnya menatap sendu deburan ombak dihadapannya.

That’s why i don’t do love, Mayumi. Cinta hanya membuatmu menjadi lemah dan bodoh. Lagipula kriminal tidak punya hati sepertiku tidak pantas untuk menerima cinta yang tulus seperti itu”.

Hembusan asap rokok yang ia hisap menyatu dengan udara. Ran Haitani melangkahkan kakinya menjauhi bibir pantai dan kembali pada realitanya.

“Terimakasih, Mayumi. Mari untuk tidak bertemu lagi dikehidupan selanjutnya”

.

.

.

.

.

.

.

Fin ^^ Gak jelas bangetttf tapi, Terimakasih sudah membaca^^

#Nefarious

Ran Haitani x Oc short au Tw/ mentioning suicide

Sorry for typos

Happy reading ^^ .

.

.

.

Geisha bukanlah seorang pelacur, geisha adalah perempuan dengan topeng putih dan bibir semerah darah yang menawarkan keahlian seni mereka. Geisha bukan juga seorang istri, maka dari itu seorang geisha yang hanya menjadi pilihan kedua dilarang untuk jatuh cinta.

Mayumi, seorang gadis berumur 20 tahun dengan bedak putih dan bibir semerah darah yang malam ini tampak anggun dengan furisode bermotif seruni ungu dengan dasar hitam yang membalut tubuhnya. Jemari lentiknya bergerak untuk menuangkan sake kepada seorang eksekutif kelompok mafia ternama di Tokyo. Ia sangat senang ketika lagi-lagi namanya dipilih untuk menemani malam sang tuan.

“Bagaimana kabar anda hari ini?” Kedua sudut bibir semerah darah itu terangkat, mampu meneduhkan hati siapapun yang melihat senyuman itu.

“Tidak baik, sebelum aku bertemu denganmu” senyum tipis ia layangkan, menggoda gadis muda disampingnya.

“Semoga segala urusan anda berjalan lancar Haitani-sama. Saya juga merasa senang dapat melihat anda kembali dan diizinkan untuk melayani anda.”

Mizuage-nya Ran Haitani beli seharga 1 juta yen, kemudian Ran Haitani selalu memesan namanya. Bagaimana bisa ia tidak merasa senang. Lagipula siapa yang tidak ingin berada disisi seorang Ran Haitani. Sosok bergelimang harta dengan paras rupawannya.

Mayumi adalah gadis muda yang cantik, sosok yang indah sesuai dengan namanya yang berarti keindahan sejati. Mungkin saja karena keindahan itulah Ran Haitani ingin Mayumi menemaninya.

Kedua tangannya bergerak untuk melepaskan jas kelabu milik tuannya, dengan harapan tuannya merasa lebih leluasa untuk bersantai menikmati sake yang ia tuangkan setelah melewati hari yang panjang.


Entah bagaimana semua berjalan dengan baik selama dua tahun. Mayumi abdikan dirinya untuk Ran Haitani. Kini, Mayumi pun dikenal sebagai geisha kesayangan Ran Haitani. Namun, setelah sekian lama berada disisi Ran Haitani dengan segala perlakuan manisnya, Mayumi melupakan poin pentingnya sebagai seorang geisha. Mayumi jatuh cinta kepada pria Haitani itu.

Malam ini, dalam balutan furisode merah bermotif seruni putih Mayumi mantapkan dirinya untuk menyatakan perasaan kepada tuannya, Ran Haitani.

“Perasaanku saja atau memang kebanyakan furisodemu bermotif bunga seruni?” Ran Haitani menatap dengan seksama furisode yang Mayumi kenakan.

“Seruni adalah bunga kesukaan saya tuan, jika tuan tidak menyukainya saya akan kenakan furisode dengan motif lain”

“Tidak, kenakan sesukamu aku tidak mempermasalahkannya. Hanya iseng bertanya saja, Mayumi” balas Ran Haitani lembut, menenangkan Mayumi.

Sesaat Mayumi merasa ragu untuk mengungkapkan perasaan. Namun, entah dari mana keberanian itu datang, Mayumi dengan suara yang sedikit gemetar memulai pembicaraan.

“Haitani-sama, bolehkah saya meminta atensi anda sebentar saja?”Onyx milik Mayumi menatap penuh harap pada sosok disampungnya.

“Bicaralah” balas Ran Haitani setelah tegukan sake pertamanya.

“Saya mencintai anda, Haitani-sama”

Hening sesaat

But i don’t do love, Mayumi” manik violet yang biasa menatap Mayumi lembut, bagaimana bisa sepasang violet itu menatap tajam kearahnya sekarang?

Batin Mayumi berkata bahwa ia tidak boleh meneruskan pembicaraan ini sekarang, namun entah mengapa bibir dengan polesan semerah darah itu mengucapkan sesuatu yang akan ia sesali nantinya.

“Jika demikian mengapa anda memilih saya?”

Mayumi merasakan tubuhnya gemetar hebat ketika violet itu balik menatap merendahkannya. Kekehan kecil keluar dari bibir tipis Haitani.

“Aku tidak pernah memilihmu, Mayumi. Kau indah seperti namamu, tidak mungkin ku sia-siakan keindahan yang kau tawarkan. Dan aku berpikir kau menarik karena setelah beberapa bulan bersamaku kau masih profesional tidak melibatkan perasaan pribadi seperti wanita murahan lainnya. Tapi ternyata sama saja” Helaan napas panjang menyapa indra pendengaran Mayumi.

“Saya berbeda, saya tidak seperti orang-orang itu. Saya rela melakukan apapun demi anda tuan”

“Termasuk rela mati untukku? Aku tidak suka terikat suatu hubungan, Mayumi” Violet itu menusuknya dingin, menyadarkan Mayumi atas penolakan yang ia dapatkan.

“Kau menawarkan keidahan lalu aku membelinya. Aku tidak pernah memilihmu, hanya sebatas jual dan beli. Lantas mengapa kau merasa besar kepala, Mayumi?”

Salahkah selama ini Mayumi mengartikannya?

Bukan afeksi kah selama ini yang ia dapatkan?

Ia ingin menggapai tuannya yang mulai melangkah menjauhinya, namun entah mengapa tubuhnya seolah kaku tidak bisa bergerak.

“Aku kecewa padamu, Mayumi” Kemudian terdengar suara Shoji yang digeser menutup.

Ran Haitani brengsek. Seenaknya memberi afeksi lalu pergi.

Pandangan onyx Mayumi menjadi kabur dengan banyaknya air mata yang dia tahan di pelupuk matanya. Riasan yang ia poles di wajahnya luntur bersamaan dengan air mata yang menjatuhi pipinya.


Jika saja ia sadar diri dan tidak lancang untuk mengungkapkan perasaanya, pastinya Ran Haitani akan tetap disini dan ia masih akan menjadi geisha kesayangan Ran Haitani. Jika saja.

Tumbuh tanpa orang tua dan kasih sayang membuat Mayumi merasa congkak ketika Ran Haitani selalu memesan nama Mayumi untuk sekedar menghabiskan malam panjangnya dan menghujaminya afeksi. Tidak. Itu bukan afeksi. Itu hanyalah imbalan yang iya dapatkan karena menyenangkan tuannya. Sebatas imbalan dari perlakuan baiknya dalam hubungan jual-beli. Mengapa ia harus merasa congkak? Jika memang Ran Haitani benar menginginkan Mayumi bukankah Ran Haitani harusnya menjadi danna-nya?

Danna adalah seseorang yang akan membiayai kebutuhan geisha. Tidak semua geisha memiliki danna. Bahkan senior Mayumi di Okiya pun belum memiliki danna. Memiliki danna bisa dianggap ia spesial. Lantas mengapa Mayumi harus merasa congkak ? Ia tidak sespesial itu hingga Ran Haitani mau menjadi danna-nya, Ran Haitani hanya membeli apa yang Mayumi tawarkan. Mayumi terlalu congkak dalam mengartikan semuanya

Sebagai seorang geisha Mayumi harusnya tidak melupakan poin penting dimana seorang geisha hanyalah pilihan kedua. Dan juga, apakah seorang mafia mengenal hal yang khalayak sebut cinta?

. . . . . . . . . . . . .

Hidup bersama geisha lainnya di Okiya ini membuat Mayumi benar-benar berdiri di atas kakinya sendiri. Tanpa kasih sayang orang tua yang ia rasakan dan tentunya Mayumi tidak pernah merasakan bagaimana hangatnya persahabatan seperti apa yang dikatakan gadis-gadis muda diluaran sana. Salahkah jika Mayumi berharap untuk dicintai?

Dua puluh tahun hidup tanpa kasih sayang, tidak bolehkan Mayumi berharap pada Ran Haitani yang ia anggap menginginkan eksistensinya?Mayumi hanya ingin merasa dicintai.


Semenjak hari itu, Ran Haitani tidak pernah memesan namanya lagi, Mayumi pikir bahwa Ran Haitani tidak pernah datang ke Okiya lagi. Namun beberapa hari yang lalu Mayumi berpapasan dengan Ran Haitani dengan geisha lain yang tersipu malu dalam rengkuhan tangannya. Ran Haitani hanya memandang Mayumi malas sekilas kemudian melanjutkan langkahnya bersama geisha itu.

Ran Haitani menganggapnya angin lalu.

Dengan demikian Mayumi harusnya sadar bahwa ia bukanlah siapa-siapa. Tidaklah pantas ia berharap kepada Ran Haitani yang tidak mengenal cinta. Sedikit perlakuan manis, Mayumi lupa diri. Seniornya sudah pernah menasehatinya agar Mayumi jangan sampai jatuh hati pada lelaki Haitani itu,mengingatkannya bahwa sampai kapanpun geisha hanyalah pilihan kedua tidak akan pernah menempati posisi pertama. Namun, Mayumi terlalu dimabuk Ran Haitani, tidak ia indahkan nasehat seniornya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Disinilah Mayumi, Semilir angin membelai paras ayunya, netra sekelam malam menatap kosong lautan luas dihadapannya. Langkah kakinya menyapa dinginya air laut, yang mulai basahi furisodenya.

Lalu, bibir semerah darah itu berucap samar ketika air laut mulai tenggelamkan tubuhnya.

Saya rela mati demi tuan

Dia begitu mencinta hingga dibuat tenggelam oleh kuatnya pusaran yang ia buat.

Tentang ia yang mendambakan kebahagiaan, namun Sang tuan memilih abai.

Mayumi, seorang geisha penuh kemalangan yang menderita karena cinta buta kepada tuannya.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Sebuket seruni putih Ran Haitani letakkan dibibir pantai. Violetnya menatap sendu deburan ombak dihadapannya.

That’s why i don’t do love, Mayumi. Cinta hanya membuatmu menjadi lemah dan bodoh. Lagipula kriminal tidak punya hati sepertiku tidak pantas untuk menerima cinta yang tulus seperti itu”.

Hembusan asap rokok yang ia hisap menyatu dengan udara. Ran Haitani melangkahkan kakinya menjauhi bibir pantai dan kembali pada realitanya.

“Terimakasih, Mayumi. Mari untuk tidak bertemu lagi dikehidupan selanjutnya”

.

.

.

.

.

.

.

Fin ^^ Gak jelas bangetttf tapi, Terimakasih sudah membaca^^