BONCHAP — the door open
Di satu malam, Arjuna meminta sang anak untuk tidur cepat. Menemaninya bermain agar cepat lelah dan segera tertidur pulas. Shania yang melihat Arjuna kelelahan setelah menemani Kynan, tersenyum. Melihat ayah satu anak ini bermain mengingatkannya kepada sosok ayah yang Shania cintai, cinta pertamanya. Ayahnya juga sosok penyayang seperti Arjuna, akan menyiapkan waktu untuk menemani Shania kecil bermain atau mengerjakan tugas. Shania rindu ayahnya, mungkin besok pagi akan meminta izin kepada Arjuna agar bisa datang ke rumah orang tuanya.
“Capek banget mas? Lagian tumben banget kamu ngajak main Kynan lari-larian di weekdays gini.”
Arjuna yang masih menutup matanya dengan nafas terengah-engah menjawab hanya dengan seringai.
“Mandi dulu gih, keringetan kayak gitu. Udah berumur banget ya mas, kerasa capeknya main sama Kynan yang lagi aktif-aktifnya.”
Dibilang berumur, membuat Arjuna sedikit emosi. Arjuna dan Kynan memang hanya berjarak 19 tahun. Tak khayal membuat mereka tampak seperti adik-kakak.
“Aku masih 27 kali, gendong kamu aja masih kuat aku.” Arjuna sesegera mengangkat tubuh sang istri. Membawanya seringai bulu. Memamerkan bahwa dia masih sekuat itu.
Terkikik dengan sifat Arjuna yang sama sekali tak bisa direndahkan walaupun bernada bercanda.
“Iyaa iyaa udah ih ayo turunin aku.”
“Mandi yuk.” Arjuna mengedipkan matanya.
Genit sekali memang pria virgo satu ini.
Kegiatan pertama mereka adalah menggosok gigi di depan kaca. Kegiatan yang sering mereka lakukan untuk bersanda gurau, menceritakan kisah hari ini dengan tawa karena suara yang terdengar samar karena busa di mulut.
Topik pembicaraan hari ini adalah sang anak. Kynan Shaka. Ada rencana untuk memasukkan Kynan ke sekolah dasar tapi sepertinya angan itu akan tertolak karena banyak hal. Memutuskan bahwa Kynan akan tetap melanjutkan sekolah dasarnya dengan homeschooling.
“Tapi aku pingin tau mas, anter jemput anak sekolah gitu. Bikinin bekal. Bonusnya bisa ketemu geng ibu-ibu hehehe.”
“Buat mau?” mengucapnya dengan perkataan bercanda tapi mimik muka Arjuna sangatlah serius.
“Dikira adonan kue. Udah yuk mandi. Udah malem banget, besok aku ada janji buatin Kynan sarapan nasi goreng spesial soalnya.”
Membersihkan busa-busa di mulut, Shania beranjak untuk menuju bilik shower, tapi langkahnya diberhentikan.
Badannya secara tiba-tiba diangkat untuk duduk di atas meja wastafel berbahan marmer. Baju piyama satin membuat kulitnya merasakan dingin marmer.
“Ih apa sih mass! Ayuk ah mandi.”
“Loh katanya mau adek buat Kynan.” Mungkin dulunya Arjuna lulus dengan gelar BF. Bachelor of Flirty.
“Besok mau bangun pagi ih. Udah sana-sana” Tangan Shania mendorong dada bidang Arjuna, hendak turun.
Tapi badannya dihimpit, kaki Shania dibuat melingkar di pinggang Arjuna. Sedetik kemudian, bibir mereka bertaut. Ciuman tipis yang sering mereka lakukan di setiap harinya. Hingga ciuman itu berubah menjadi tuntutan gairah. Menggunakan lidah untuk membelit satu sama lain, mengecap semua tempat, merasakan rasa-rasa yang familiar di sana.
Diselanya, tangan Arjuna mulai melepas kancing piyama satin bewarna maroon yang sedari tadi membuat pikiran Juna tak waras. Bagaimana bisa sang istri selalu nampak memukau walaupun sudah bertahun-tahun bersama. Arjuna tak pernah bosan dengan kecantikan Shania. Ia akan selalu rindu dan bertambah cinta dengan wanita satu ini. Wanita yang menyelamatkannya dari gelapnya dunia. Yang memberikan seluruh cintanya tanpa meminta untuk dibalas. Juna sangat beruntung memiliki Shania.
Ciumannya berpindah menuju tulang selangka Shania. Mengecup di sana, memberi tanda merah yang membuat Shania akan menghabiskan concealer berbotol-botol.
“Ahh, udah dingin.” Desahan yang bercampur omelan kecil dari bibir Shania membuat Juna semakin gila. Tak waras dengan kecilnya afeksi yang ia terima. Melepas kaos tipisnya, Arjuna nampak lebih bidang dari sebelumnya. Efek berjam-jam di tempat gym.
“Kamu tuh kenapa sih cantik terus. Cantik banget” Ucap Juna dengan tangan yang sudah mulai melepas seluruh pakaiannya sekaligus milik Shania.
Berlutut, Arjuna menyempatkan menatap mata sayu Shania. Bibirnya yang sedikit terbuka, membuat Arjuna semakin tak sabar. Menciumi sejengkal demi sejengkal paha dalam milik istrinya. Rambut Arjuna menjadi lampiasan gairah Shania.
“Mass, mass. Juna ah.”
Nama Juna akhirnya terlontar indah ketika jarinya bermain. Memainkan klirotis dengan sangat ahli, Arjuna tersenyum memdengar namanya dipanggil secara keras dan gamang.
“One” Satu jari yang sudah Juna jilat sendiri ia masukkan. Memberi jalan untuk nantinya bagian yang lain akan menggantikan jarinya.
“Two” Namanya diteriakkan sekali lagi. Kamar mandi dan kamar tidur milik mereka memang kedap suara tapi Arjuna bersyukur membuat Kynan tidur lebih cepat. Berharap tak ada gangguan yang biasanya akan ia dapatkan karena Kynan yang merengek ingin tidur bersama.
“Three” Juna memeperhatikan Shania yang mengadahkan kepalanya. Menampakkan leher jenjang yang sudah dibumbuhi Juna dengan kecupan merah di sekitarnya. Melihat betapa jauh Juna bisa membuat Shania kepayang.
Sudah cukup dengan foreplay yang sepertinya memakan waktu cukup lama karena Juna terlalu menikmati namanya di teriakkan berkali-kali oleh sang istri.
Arjuna menarik badan Shania lebih dekat. Membuatnya saling bersentuhan, kulit dengan kulit.
“Ih mas kamu gak malu apa ngadep kaca gini” Juna memang menghadap cermin, menunjukkan tubuh bagain belakang Shani yang tertutup rambut gelap panjangnya. Yang menurutnya Arjuna nampak lebih seksi.
“Udah lama kita gak main di play room. Seringnya di kamar. I missed watching how sexy you are reflected in the mirror.”
“Arjuna as dominant.”
Alibi semata bahwa kaca hanya menjadi tontonan Arjuna untuk melihat betapa indahnya Shania, karena tujuan Arjuna membuat satu ruangan full kaca hanya untuk melihat betapa gagahnya diri sendiri when he wrecked Shania. When he made Shania moan loudly.
Kebanggaan sendiri ketika melihat Shania meminta berkali-kali untuk digagahi. Meminta untuk di hancurkan sana sini. Haus akan sentuhan Arjuna.
“No. Nooo. Too faster. Sayang! Mass!”
Melihat surai Shania yang dibiarkan terurai membuat Juna lepas kendali. Membuat surai itu bergerak dengan kencang menjadi salah satu tujuannya, membuat pergerakan di bawah sana semakin cepat.
“So tight. Shan. Ouhh.”
Pelepasan pertama mereka. Tak cukup dengan itu, Arjuna membawa Shania untuk melanjutkannya di kasur. Tapi sayangnya, di tengah perjalanan yang tak jauh sama sekali mereka berhenti di depan pintu kamar mandi. Mungkin hanya sepuluh langkah dari tempat terakhir mereka.
Membuat Shania berpegangan dengan pintu, Arjuna akan siap memanjakannya dari belakang.
Sesekali, Arjuna berlaku jail dengan menampar pelan pantat Shania.
“Don't slap my butt!!”
Arjuna sendiri hanya terkekeh sembari mengerang karena setiap tamparan kecil membuat Shania mengapit miliknya semakin kencang. Membuat penis Juna semakin senang berteduh di sana. Nyaman dan hangat menyelimuti.
“Oh my princess, don't you move too rough?”
Iya, Shania tak tahan dengan tempo Juna yang dirasa semakin pelan. Shania tau, Juna hanya berniat membuatnya geram. Dan berhasil, Shania geram, amat geram, hingga membuat pergerakan lawanan untuk mencari titik nikmatnya.
“Mas Juna, ya there. Disitu sayang. Ah ah”
“Here? Di sini? Kamu suka di sini? Iya Shan?”
Gila, Arjuna bermain dengan amat gila. Hanya satu kata yang bisa mendefinisikan kegiatan mereka. Juna menemukan titik sensitifnya, membuat Shania menggelinjang hanya karena tiga kali gerakan. Kakinya melemas. Hingga membuat Juna, membawanya ke ujung kasur. Merebahkan Shania di sana.
“Capek ya kamu? Udah gaapa tidur aja. Aku selesaian sendiri.”
Arjuna memang sedikit kasar saat bermain, tapi tak mengurangi rasa hormatya. Di rasa Shania sudah tak sanggup, Juna siap untuk bermain sendiri. Tak masalah baginya.
“Gak apa. Last round. Kuat kok aku. Tapi besok kamu bantuin aku masak.”
Arjuna mengangguk. Mencium dahi Shania dengan penuh kasih sayang. Melanjutkan sisa permainan untuk melepas dahaga Juna.
“Ahh Shania Shaka. Shaniaa.”
Arjuna melepaskannya di dalam. Terlalu nikmat hingga putihnya menyentuh ujung seprai. Lebih erotis dengan pemandangan, Shania yang berada di bawahnya dengan keadaan tubuh bagian atas berisi cap bibir Juna dan bagian bawah sendiri, cairan miliknya masih tumpah ruah.
“Good night sweetie.” Arjuna membuat tidur istrinya lebih nyaman. Membalut selimut hingga dada dan memberi pelukam terhangatnya. Arjuna sangat bahagia dengan keluarga kecilnya.
Arjuna, Shania, Kynan, dan mungkin satu personil baru lagi.