The Kompleks
Hari ini aku pulang lebih awal, sekitar jam 3 sore aku sudah sampai rumah. Di perjalanan, aku hanya berpikir apa aku harus cerita ke Haikal tentang Gavin yang tiba-tiba mengirimi pesan tidak penting— menurutku.
Memamirkan mobil di garasi, ingin cepat turun dan istirahat di kasur. Hari ini pekerjaan cukup gila alias banyak banget untung saja bisa pulang cepat.
“Hai hehe,” yang mengucapkan kalimat sapa itu pasti sedang canggung, terlihat dari tertawa kecilnya di akhir.
Aku menoleh dan mendapati Gavin yang membawa sebuah kotak plastik besar yang transparan dan diisi buah strawberry merah segar.
“Hai Vin, ada apa ya? Haikalnya belum pulang kalau ada perlu sama Haikal. Nanti aku sampein ke dia kalo kamu kesini.”
“Engga kok, cuman mau ngasih ini. Masih suka strawberry kan?”
Aku mengernyitkan dahi. Tidak paham maksud Gavin menanyakan itu.
“Masih, tapi ga sesuka dulu. Makasih ya lain kali gausah repot-repot. Aku masuk dulu ya, capek banget soalnya. Maaf ya Vin.”
Memutuskan obrolan adalah jalan cepat untuk bisa kabur dari kecanggungan ini. Jujur ini pertama kalinya kita bertemu hanya berdua setelah 4 tahun lalu.
Aku masuk kamar, dan memutuskan untuk memberi tahu Haikal tentang Gavin yang memberi pesan tapi melihat respon Haikal yang sudah emosi membuatku mengurungkan niat untuk cerita lebih lanjut. Cerita yang dia membawakan buah kesukaanku.
Haikal memang sedikit posesif. Dia menganut paham punyaku ya punyaku.
Apalagi setelah tau Gavin yang notabene mantanku sifatnya langsung berubah. Yang awalnya setiap kerja dia cuman ngabarin waktu makan siang, sekarang bisa setiap 3 jam sekali. Takut banget istrinya dicolong orang.