Tension.
Hari ini senyum cerah menghiasi wajah tampan Tian, tak hentinya ia tersenyum sepanjang hari membaca artikel berita hingga puluhan pesan singkat yang masuk kedalam ponselnya.
“Selamat ya!” ujar salah satu rekan kerja Tian.
Tian mengangguk, membalas salaman dari rekan kerjanya satu persatu.
Hari ini kabar penjualan album pertamanya keluar, respon positif dari penggemar hingga non-penggemar membanjiri sosial media. Debutnya tak sia-sia, enam bulan persiapan album membuahkan hasil yang memuaskan. Ponselnya berdering pesan tanda singkat masuk, dari grup.
Tian tersenyum dengan celotehan yang Echan lontarkan dan pesan panjang yang Aurora kirim penuh pujian dan kata selamat. Hatinya penuh dengan bunga kali ini.
Urusannya di studio telah usai, manajer mempersilahkan ia pulang lebih awal dari biasanya. Bebas latihan, katanya. Tian menyambut antusias hal ini. Segera ia menuju tempat parkir tempat mobilnya berada. Tak lupa pesan singkat ia kirim kan kepada Aurora. Seperti rutinitas biasanya.
Tian sudah memarkirkan kendaraannya di basement gendung kantor Aurora. Tak lupa ia mengirimkan pesan singkat bahwa ia sudah sampai. Tak lama Aurora membuka pintu penumpang dengan senyum sumringah. Dengan semangat Tian yang siap merentangkan tangannya meminta pelukan.
“Hadiahku mana?” rengek Tian. Aurora terkekeh kecil sebelum ia mengarahkan pelukannya dan menghujani pipi Tian dengan kecupan.
“Udah nih,” ujar Aurora.
“Ada yang belum,” kata Tian menggantung.
“Apa?”
“Let's get high together, honey.”
Bibir Tian terangkat sedikit, penuh tatapan nakal.
“As you wish!”
“Tapi bisa dimulai dari sekarang?” lanjut Aurora.
Tian mengangkat sebelah alisnya bingung berusaha menebak apa yang akan Aurora lakukan. Tanpa sadar Aurora sudah membelai penisnya yang masih tertutup jeans.
“Emang lo gaada duanya, Ra,” kekeh Tian sembari melanjutkan menyetir.
Aurora membalasnya dengan senyum miring, tangannya segera membuka kancing jeans Tian dan menurunkan perlahan resletingnya. Lihai tangannya sudah berhasil mengeluarkan penis Tian yang masih terkulai dari sangkarnya. Diusapnya perlahan ujung hingga pangkal penis Tian.
“Long time no see, cutie!”
Aurora menyapa penis Tian disertai kecupan kecil yang ia layangkan keseluruh penjuru penis. Sedang Tian curi-curi melirik tingkah Aurora, berusaha fokus mengemudi. Sengaja ia memilih jalanan yang lengang dan jauh dari keramaian takut tertangkap kamera cctv jalanan atau mengganggu pengendara yang lain. Tindakan yang ceroboh memang, namun sudah kepalang nafsu.
Perlahan Aurora membasahi bibirnya sebelum ia ganti menjilati pangkal hingga ujung penis Tian. Menyapunya perlahan sebelum memasukkan kedalam mulut hangatnya. Setengah bagian penis berhasil masuk dan sisanya diremas perlahan oleh jemari lentik Aurora. Aurora membuat gerakan keluar masuk hingga memutar ditambah hisapan diujung penis membuat Tian mendesis perlahan. Penisnya perlahan menegang dan membesar memenuhi mulut Aurora.
Semakin cepat Aurora mengeluar masukkan penis tersebut diserertai pijatan kecil di dua bola kembar milik Tian. Semakin keras Tian meremas kemudi, kala semakin keras Aurora menghisap penisnya. Lidah Aurora bermain-main di ujung penis Tian, menimbulkan sensasi menggelitik diseluruh tubuh Tian. Tanpa sadar penis Tian membesar semakin mengacung dan menegang. Segera ia menepikan kendaraannya di jalanan sepi tepi taman dekat rumah Aurora. Refleks Tian memegang kepala Aurora memperdalam tusukan penisnya hingga ke pangkal tenggorokan Aurora membuat gerakan memompa dengan cepat. Tak berselang lama cairan Tian membanjiri mulut hangat Aurora. Segera ia telan perlahan dan disapunya lidah dengan sensual dihadapan Tian.
“Gimana? Enak?” tanya Aurora kembali duduk dengan sempurna.
Tian kembali melajukan kendaraannya setelah ia mengembalikan posisi celannya, “pake nanya segala, ya enak lah. Mau lanjut sini apa dirumah?”
“Dirumah ada Echan, mau bertiga lagi?” tanya Aurora balik.
“Boleh lah sekali, nanti nambah lagi.”
Tian mengerlingkan matanya genit. Tangannya sudah meraba paha dalam Aurora yang tersingkap dari celana pendeknya. Menyalurkan getaran halus menuju inti tubuh Aurora. Aurora menggigit bibir bawahnya, menahan desahan sedang pahanya semakin terbuka lebar. Mobil melaju perlahan, begitu pula tangan Tian yang menjalar perlahan menekan-nekan klitoris Aurora. Digeseknya beberapa kali hingga menimbulkan desahan tertahan dari Aurora.
Tangan Aurora semakin mencengkram sabuk pengaman, menyalurkan hasratnya yang tertahan. Jari Tian sudah menelusup masuk kedalam celana Aurora sebelum dering ponsel Aurora menginterupsi kegiatan mereka. Segera Aurora mengambil ponselnya dan mengangkat telfon tersebut. Dari Echan. Sedang Tian kembali fokus menyetir, jarak ke rumah sudah dekat.
“Apa chan?” tanya Aurora.
“Masih lama gak sih kalian ini? Lama banget pasti aneh-aneh hayo!” sahut Echan dari sebrang telfon.
“Sembarangan mulut lo! Udah deket tinggal belok!” sanggah Aurora.
“Yah mau nitip cola di indimarket,” ujar Echan kesal.
“Beli sendiri napa sih!” sahut Tian sembari mengemudi.
” Males nanti ditinggalin kalo ada apa-apa, mending nitip deh!” gerutu Echan.
“Udah-udah, kita udah sampe depan rumah nih, tutup dulu kita keluar.”
Aurora segera mematikan ponselnya dan meletakkan kembali kedalam tas. Tian sudah memasuki garasi rumah Aurora. Dipandangnya Echan sudah berdiri didepan pintu rumah dengan tangan terlipat di dada dengan muka tertekuk kusut.
“Tuh muka kenapa sih?” tanya Tian sembari mendorong tubuh Echan masuk kedalam rumah.
“Lama banget,” gerutu Echan.
Aurora hanya terkekeh, segera ia masuk rumah dan pergi menuju kamarnya. Ia ingin segera mandi dan mengganti pakaian kerjanya. Sedang Tian dan Echan memutuskan untuk bermain game baru hadiah dari Echan kepada Tian. Biar gak bosen kerja mulu, begitu alasan Echan saat ditanya mengapa hadiahnya kaset video game.
Tak berselang lama Aurora keluar kamar dengan tank top ketat dan celana pendek ketatnya. Tak lupa rambut yang ia gelung tinggi hingga menampakkan leher jenjangnya yang indah. Ia menerobos duduk dintara Tian dan Echan yang sedang fokus bermain game. Hingga ia bersandar di pundak Tian dan mengganggu jalannya permainan mereka.
“Katanya mau pesta? Pesta apaan pada begini,” sendu Aurora sembari melipat tangannya didepan dada sintalnya yang tanpa bra.
“Diem dulu napa, Ra.”
Echan tak kalah mengomel balik kepada Aurora yang tengah berisik. Aurora menatap jengkel Echan, segera ia lancarkan serangan dengan menggelitik tubuh Echan hingga tumbang. Posisinya sekarang Echan berada dibawah Aurora. Dengan segera Echan melepas konsol gamenya dan merengkuh tubuh Aurora. Diraupnya bibir ranum yang ada dihadapannya dengan ganas sebagai bentuk pembalasan. Kakinya juga menahan tubuh Aurora untuk bangkit. Tian hanya memandang keduanya yang saling memiting. Namun, ia tak melewatkan kesempatan untuk meremas bokong sintal Aurora. Beberapa kali ia meremas kuat disertai dengan tusukan di lubang Aurora. Menggelitik klitoris Aurora, sengaja membuat Aurora resah.
Echan sudah berpindah menjilati leher Aurora menciptakan kissmark yang beragam. Tian dengan cepat menurunkan celana Aurora, menampakkan bokong sintal Aurora. Beberapa kali Tian memukul ringan bokong Aurora membuat Aurora mendesah. Jari Tian sudah masuk satu kedalam lubang vagina Aurora, dibuatnya gerakan keluar masuk hingga memutar dengan beragam tempo. Membuat Aurora semakin resah menggeliat didalam dekapan Echan yang sekarang mulai mengeluarkan dada sintal Aurora.
“Chan benerin posisi dong,” kata Tian mengeluarkan jarinya hingga menimbulkan leguhan panjang dari bibir Aurora.
Echan segera bangkit, merubah posisi Aurora menjadi menungging dengan pantat menghadap Tian dan Ia yang berada dibawah Aurora menghisap dadanya yang menggantung seperti anak sapi kehausan.
Tian mengeluarkan penisnya yang sudah berdiri, menggesekkan perlahan dihadapan lubang vagina Aurora sebelum menyentakkannya masuk hingga membuat tubuh Aurora melengkung dan jemarinya mencengkram sofa kuat-kuat.
“ARH!” jerit Aurora saat dadanya sengaja diperas kuat oleh Echan ditambah lubangnya yang tiba-tiba dimasukki penis besar Tian.
Rasa nikmatnya menjalar keseluruh tubuh, terlebih saat Tian sudah mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur perlahan hingga ia menyentak lubang vagina Aurora sekali lagi sampai membentur dinding vagina Aurora. Echan masih khidmat menikmati dada Aurora, tak menggubris Tian maupun Aurora yang sudah resah mencengkram sofa.
“Aaahhhh ... fasteeerrr ... gue mau keluar, please.”
Rancau Aurora diselama permainan mereka, ia sudah tak kuat ingin segera melepas cairannya. Otot-otot vaginanya sudah semakin mengetat, meremas penis Tian yang masih mengaduk lubang vaginanya.
“Barengan yaa,” jawab Tian mempercepat sodokannya.
Ia segera mempercepat gerakannya, hingga membuat tubuh Aurora bergetar hebat. Dalam sekali hentak sperma Tian menyembur memenuhi rahim Aurora. Sensasi hangat menjalar ke sekujur tubuh Aurora. Perlahan Tian melepaskan penisnya dan pindah duduk ke sisi tubuh Aurora dan Echan yang sudah berubah posisi juga.
Kini echan berada di bawah Aurora, penisnya sudah siap ganti menusuk lubang Aurora. Dituntunnya pinggul Aurora mengarahkan penisnya tepat masuk kedalam lubangnya.
“JLEB.”
Didiamkan sejenak sebelum dengan cepat Echan menuntun pinggul Aurora naik turun. Gerakan perlahan berubah menjadi brutal dan tidak terkontrol. Berulang kali penis Echan menghatam tepat di g-spot Aurora. Membuatnya mabuk kepayang. Sedang Echan semakin cepat menggerakkan pinggul Aurora, tak sabar ingin segera sampai pecapaiannya.
“Ura, sekalian ya keluarin dalem,” ujar Echan yang dibalas anggukan cepat Aurora.
Dengan dada yang memantul kesegala arah, Aurora mempercepat gerakan tubuhnya naik turun. Dengan cepat sprema Echan menyembur memenuhi rahimnya hingga meluber keluar. Tubuh Aurora segera limbung sebelum Tian dengan sigap menangkap tubuhnya, hingga tautan kelaminnya dengan Echan terlepas menyisakan cairan yang meluber dari lubangnya.
Tian menggendong Aurora menuju kamarnya, meninggalkan Echan yang tergeletak dengan terengah-engah.
Tak berselang lama ponsel Echan berdering. Nama Eca tertera dilayar. Segera ia mengangkat ponselnya. Sungguh ia sudah menantikan kabar kekasihnya yang sedang berada di Amerika.
Tian merapikan kembali pakaian Aurora sebelum ia turut berbaring disisi Aurora. Mereka memutuskan tidur sebelum Aurora membisikkan kalimat singkat tepat ditelinga Tian.
“Gue cinta banget sama lu, tolong sekali lihat gue sebagai orang yang lo cintai lebih dari sekedar sahabat.”
Aurora lekas menutup mata tertidur, terlihat jelas ia malu mengatakan hal tersebut. Tiba-tiba tangan Tian mengusap surai hitamnya lembut, menyalurkan rasa kasih sayangnya.
“Gue suka kita yang sekarang, kupikir sudah lebih dari cukup,” bisik Tian sebelum ia turut memejamkan mata.
Aurora tak tidur, dia merasakan hatinya yang diremas kuat-kuat oleh harapan yang dibangun Tian. Hubungan tanpa kejelasan antar keduanya.
-Empat hari setelah hari itu.-
Tian menggenggam erat tangan wanita dihadapannya. Tersenyum lembut dengan penuh sayang. Hari ini Tian tak bersama Aurora maupun Echan. Ia berpamitan akan melakukan syuting video klip, walaupun sebenarnya ada acara lain yang ia lakukan.
Tian akan menyatakan cintanya kepada wanita anggun dihadapannya. Tian tersenyum malu-malu, wajahnya memerah malu.
“Cassandra, kita resmi pacaran ya.”
Tian menutup kalimatnya dengan senyum dan dibalas anggukan singkat dari wanita dihadapannya. Ponsel Tian berdering, Aurora menelponnya. Pandangan Tian sumringah menyambut panggilan telpon tersebut, segera ia mengangkatnya.
“Dimana?” tanya Aurora dari seberang telpon.
“Kafe R, kenapa?” jawab Tian singkat.
“Gue kesana ya, gak ganggu kan?” tanya Aurora kembali.
“Enggak kok, aman sini aja, ajak Echan.”
“Echan pergi tiba-tiba keknya ketemu Winar, gue otw. Bye.”
“Bye.”
Tian menutup panggilannya dan segera ia meletakkan ponselnya. Ia memandang kekasih kembali.
“Nanti kukenalin sama sahabatku ya,” ujar Tian antusias. Cassandra mengangguk antusias ia penasaran dengan sosok Aurora yang beberapa kali disinggung Tian dalam percakapan mereka.
Tak berselang lama Aurora sampai. Dengan cepat ia mencari letak meja tempat Tian berada. Ditemukannya Tian berada di sudut kafe dengan sesosok wanita dihadapannya.
Langkahnya berat untuk mendekat. Namun, dengan segenap jiwa dan pikiran positif ia berjalan mendekat. Hatinya bergetar kala memandang Tian menggenggam erat tangan wanita dihadapannya.
“Ra, sini. Kenalin ini Cassandra, sekarang resmi pacarku.”
Tian mengenalkan keduanya dengan senyum sumringah dan ringan. Cassandra menyambutnya dengan senyum malu-malunya. Sedang Aurora sendang memaksakan senyumnya tetap pada tempatnya. Jujur hatinya sudah sakit, seperti diremas kuat.
Tian menarik Aurora untuk duduk disisinya dan memulai percakapan singkat yang ditanggapi antusias oleh Cassandra dan Aurora yang hanya menjawab singkat tanpa ada tenaga.
Jujur ia membenci cinta, ia benci cinta yang kini membelenggunya dengan Tian. Ia membencinya. Segera ia bangkit, sudah tak mampu menahan amarah dan luka hatinya.
“Gue balik duluan ya, ada janji lain.”
Tian belum sempat menyanggah perkataan Aurora. Namun, Aurora sudah kepalang pergi. Aurora berjalan cepat sembari menahan airmatanya untuk turun. Cepat ia menuju sedan hitamnya, membuka pintu kemudi dengan paksa. Ia masuk dan menangis sejadi-jadinya. Ia hancur bersama harapannya yang ia susun. Ditengah tangisnya ia memandang ponselnya, terdapat satu pesan dari Winar.
Segera ia menjemput Echan, satu-satunya manusia yang bisa meredakan luka batinnya.
-amara.