aphrodita

SIDANG

“Demikianlah diputus dalam musyawarah majelis hakim, pada hari Senin, tanggal 17 Agustus, tahun 2020, oleh kami, Kim Minseok LL.B. sebagai Hakim Ketua Majelis, Lee Minhyung LL.B. sebagai Hakim Anggota I, dan Kim Yerim sebagai Hakim Anggota II. Maka, persidangan tertutup bagi umum hari ini, oleh Hakim Ketua dengan didampingi oleh para Hakim Anggota tersebut, dihadiri oleh kuasa penggugat dan kuasa tergugat, ditutup.”

Tuk! Tuk! Tuk!

Dengan diketuknya palu sebanyak tiga kali oleh Hakim Ketua, Taehyung dan Jungkook pun resmi berpisah di mata hukum. Selama persidangan, Taehyung tidak memberikan keterangan apa pun. Bahkan, ia tidak memiliki siapa-siapa sebagai saksi. Sementara itu, Jungkook yang menghadiri persidangan dari rumah sakit banyak dibantu oleh teman-temannya juga sahabat-sahabat Taehyung. Karena merasa perih luar biasa ketika berbicara akibat luka tusukan di perutnya, Jungkook juga lebih banyak diam, sehingga para saksi dan pengacaranya yang memberikan keterangan.

Begitu portable computer di hadapannya dimatikan, kedua polisi yang mengawasi Taehyung langsung mencengkram masing-masing lengannya dan memaksanya berdiri. Namun, tidak disangka-sangka oleh kedua polisi tersebut maupun sang pengacara, Taehyung yang sedari tadi diam, secara tiba-tiba memberontak dan menendang-nendang kaki meja serta kursi yang ada di ruangan itu.

“Gua gak mau cerai! Gua yakin Jungkook pasti lagi hamil! Perceraian ini gak sah, bangsat!”

Dua polisi yang masih memegangi tangan Taehyung yang terborgol semakin mencengkramnya dengan kuat.

“Diam, Keparat!” bentak salah satunya, “Jangan banyak tingkah. Ingat, masih ada satu persidangan lagi minggu depan atas tindakan kriminal Anda kemarin.”

Taehyung mengalihkan pandangan pada pengacaranya yang sedari tadi bungkam, “Gak becus lo, anjing! Udah gua bayar mahal kenapa lo gak belain gua, hah!?”

Pengacara yang diketahui bernama Jeong Yoonoh itu membungkuk sembilan puluh derajat, “Maaf, Saudara Kim. Tapi Anda sendiri yang menggugat Saudara Jeon. Jadi, apa yang harus saya bela?”

“BRENGSEK! ARGGHH!” teriak Taehyung sembari menendang-nendang udara dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman kedua polisi tersebut, “Pengacara macem apa sih lo? Klien sendiri lo biarin gitu aja!? Gua gak terima! Gua gak mau tahu! Pokoknya, lo siapin uang yang banyak. Lo tau harus ke mana buat ngambil uang gua, kan? Keluarin gua dari sini secepatnya! Bebasin gua! Gua gak mau dipenjara! Gua mau ketemu Jungkook!”

Kedua polisi yang menganggap Taehyung sedang berhalusinasi itu pun dengan terpaksa harus menyeretnya keluar karena ia terus-terusan berteriak, memberontak, bergerak seperti cacing kepanasan, serta menendang-nendang, entah apa yang ditendangnya.

Pengacara Jeong pun tersenyum licik dan sedikit membungkuk kembali walaupun Taehyung sudah tidak berada di ruangan itu lagi, “Baik, Saudara Kim. Saya tahu harus ke mana. Akan segera saya persiapkan uang Anda.”

(LL.B : Legum Baccalaureus. Bahasa Latinnya Sarjana Hukum. Biasa dipakai di negara-negara dengan yurisdiksi hukum paling umum. Korea Selatan contohnya.)

ASA

Begitu mengetahui di mana kediaman Jeongguk, Taehyung serta merta meninggalkan pekerjaannya dan bergegas menuju alamat yang tertera. Dirinya juga tidak mengerti, mengapa ia harus repot-repot menyambangi rumah mahasiswa yang sudah membuatnya sedikit emosi dengan tingkah lakunya yang tidak sopan itu. Padahal, jarak apartemen Taehyung yang berada di Uluwatu dengan tempat tinggal Jeongguk yang berada di Ibukota Provinsi Bali tersebut terbilang cukup jauh, memakan waktu sekitar satu setengah jam. Namun entah mengapa, perasaan tidak tenang menggerogoti hatinya, sehingga membuat Taehyung tidak bisa berkonsentrasi dalam menyelesaikan aktivitasnya. Maka di sinilah ia sekarang, berdiri di depan gerbang berwarna hitam yang menjulang tinggi, dan dapat dikatakan bahwa rumah di hadapannya ini merupakan bangunan paling megah yang terletak di kawasan perumahan elit wilayah Puputan.

Taehyung pun menghubungi dan mengirimi Jeongguk beberapa pesan. Akan tetapi, sudah setengah jam berlalu, tidak ada balasan atau pun tanda-tanda bahwa Jeongguk sedang bersama ponselnya. Nomornya tidak aktif. Begitu pula dengan pesan-pesan yang ia kirimkan, tidak menunjukkan tanda ‘delivered’. Ia juga sudah beberapa kali membunyikan bel yang terletak di dekat gerbang tersebut.

Sampai akhirnya, beberapa menit kemudian, gerbang otomatis itu terbuka dan bergeser ke kanan, memperlihatkan sosok yang Taehyung tunggu sedari tadi. Walaupun kepalanya tertunduk dan belum pernah bertemu sama sekali, Taehyung tahu betul itu pasti mahasiswanya. Tapi, tidak ada pergerakan apa pun dari Jeongguk. Ia terus terpaku di sana dan tidak kunjung menengadah. Memberanikan diri, Taehyung pun melangkah masuk dan hendak mendekati Jeongguk, namun terhenti kala ia mendengar pemuda di hadapannya itu mengucapkan sesuatu yang terdengar sangat lirih.

“T-tolongin Ggukie…”

Setelahnya, yang Taehyung lihat adalah wajah lebam dan sudut bibir yang meneteskan darah begitu Jeongguk mengangkat kepalanya .

“Jeongguk!?”

Hanya dalam satu kejapan mata, mahasiswa Jeon itu tiba-tiba terhuyung ke depan. Taehyung dengan sigap menangkap dan melingkarkan satu tangannya pada pinggang Jeongguk. Sementara satu tangannya ia gunakan untuk menyingkirkan rambut yang menutupi mata sembab pemuda 20 tahun tersebut. Ditatapnya kedua manik Jeongguk yang menyiratkan rasa sakit sekaligus sarat akan asa.

“Help- Help me, please…” ucap Jeongguk terbata sembari berusaha untuk menyentuh pipi pria yang sedang setengah memeluknya ini. Tatapannya terlihat sangat sayu yang sukses membuat nurani Taehyung tergerak.

“Iya, Gguk. Tahan, ya? Kita pergi dari sini.”

Tanpa menunggu respon apa pun, Taehyung langsung menggendong Jeongguk bridal style dan membawanya masuk ke mobil, lebih tepatnya pada kursi penumpang di belakang, kemudian merebahkan tubuh lemas Jeongguk di sana. Dengan kecepatan di atas standar yang dianjurkan, Taehyung melaju menuju kediamannya.

TEMAN

Setelah bertahun-tahun menjalani hidup, akhirnya Jungkook dapat merasakan arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Tidak ada lagi penderitaan. Tidak ada lagi penyiksaan yang membelenggunya. Yang ada hanya kebahagiaan. Setidaknya untuk lima tahun belakangan ini.

Terlebih lagi, kehidupannya sekarang semakin lengkap dengan kehadiran hasil cintanya bersama Taehyung. Hidupnya juga sudah serba berkecukupan berkat usaha kulinernya yang ia rintis empat tahun lalu. Persahabatannya dengan Yugyeom pun kembali utuh. Somi sang adik kembali tinggal bersamanya sejak tiga tahun silam setelah dinyatakan bebas kanker.

Sementara itu, Eliza telah meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat saat ia dipulangkan ke Florida dua tahun yang lalu. Sedangkan Taehyung, ia benar-benar tidak pernah menjenguknya dan tidak mengetahui keberadaannya hingga sekarang.

Hari ini, Jungkook genap berusia 28 tahun. Walaupun usianya sudah terbilang cukup matang dan buah hatinya kerap kali menanyakan di mana ayahnya, Jungkook belum memiliki niat untuk menjalani asmara dengan siapa pun, apalagi sampai menikah. Sempat terlintas di pikiran Jungkook untuk menemui Taehyung di penjara dan memperkenalkan anak mereka, namun urung karena Jungkook merasa belum saatnya.

Maka di sinilah Jungkook, masih di apartemen yang sama, menunggu kehadiran kawan-kawan untuk merayakan ulang tahunnya dengan berpesta kecil-kecilan. Tentunya pesta kali ini ramah keluarga, karena Yoongi dan Hoseok yang sudah menikah satu tahun yang lalu itu telah mengadopsi anak berusia enam tahun, serta Jaehyun dan Rose yang pastinya akan mengajak anak mereka untuk ikut serta dan bermain bersama dengan Jungkook kecil.

Waktu menunjukkan tepat pukul tiga sore, yang berarti acara akan dimulai tiga jam lagi. Namun, Jungkook dapat mendengar suara bel unitnya berbunyi beberapa kali.

“Baru jam segini udah ada yang dateng aja? Oh, palingan si Somi mau bantuin masak kali, ya?” monolog Jungkook yang saat itu tengah memasak odeng kesukaan anaknya. Somi memang tinggal di unit terpisah dengan Jungkook atas permintaan Somi sendiri karena sudah terbiasa dan lebih nyaman tinggal sendiri.

Jungkook pun mencuci tangannya sebelum beranjak dari dapur dan menuju ke arah pintu utama. Ia tidak sempat melihat siapa tamu tersebut melalu interkom karena ia yakin itu adalah adiknya. Begitu pintu terbuka, alangkah terkejutnya Jungkook tatkala mendapati siapa tamunya. Tamu yang tak ia undang dalam pestanya. Bahkan, tidak pernah ia harapkan untuk datang kembali.

“T- Tae- Taehyung? Kak Hyungsik?”

Tidak hanya satu, namun dua orang. Akan tetapi, yang membuat Jungkook semakin kaget adalah kondisi Taehyung saat ini, di mana ia terduduk di kursi roda dengan Hyungsik di belakangnya. Keheningan tercipta beberapa saat karena Jungkook benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa karena rasa tidak percaya yang mendominasi tubuhnya.

Melihat Jungkook yang terpaku seperti itu, Hyungsik pun membuka mulut, “Jungkook, kita boleh masuk, gak?”

Jungkook tidak menjawab atau pun sekedar mengangguk. Ia hanya menyingkir dari ambang pintu dan membiarkan Hyungsik masuk dengan mendorong kursi roda Taehyung. Ia menutup pintu terlebih dahulu sebelum menghampiri dan berdiri di hadapan keduanya.

Jungkook dan Taehyung saling bertatapan. Masih belum ada satu pun dari mereka yang bersuara. Taehyung terlihat seperti sedang takjub dengan keadaan Jungkook yang terlihat sangat baik-baik saja, bahkan beribu-ribu kali lipat terlihat lebih cantik dan awet muda. Sementara Jungkook, ia masih bingung dengan apa yang ia lihat di depannya saat ini. Baginya, semua terlalu tiba-tiba tanpa aba-aba.

Taehyung nampak sedang berusaha untuk berdiri dari kursi rodanya. Hyungsik hendak membantu, namun ditepis oleh Taehyung. Setelah hampir berhasil bangkit dengan kedua tangan yang masih menopang pada arm rest, Taehyung hendak melangkahkan satu kakinya ke depan untuk mendekati Jungkook. Namun naas, bahkan belum sempat melangkah, Taehyung sudah jatuh terlebih dahulu di hadapan mantan suaminya itu.

“Astaga, Taehyung!” seru Hyungsik dan Jungkook bersamaan.

Taehyung mengangkat satu tangannya sebagai isyarat agar Hyungsik tidak mendekat. Sementara Jungkook yang masih belum bisa mencerna rentetan kejadian ini, perlahan berlutut dan menangkup kedua pipi Taehyung untuk mengarahkan pandangan mereka agar saling bertemu.

“Taehyung… Kenapa?”

Kedua tangan Jungkook bergetar di wajah Taehyung kala melihat kedua netra pria 30 tahun itu sedekat ini. Hilang sudah kesan tajam dan menusuk yang biasa Taehyung berikan kala menatap seseorang. Yang Jungkook bisa lihat hanyalah penderitaan dan penyesalan. Kedua mata Taehyung seolah-olah berbicara, memohon pengampunan atas dosa-dosa yang telah ia perbuat. Apalagi ketika keduanya mulai berkaca-kaca, semakin menambah kesan lemah pada diri Taehyung yang kondisinya saja sudah mengenaskan seperti sekarang.

“J- Jungkook… Aku mohon, minta sama Tuhan, cukupkan semuanya. Aku udah gak kuat lagi. Aku udah gak sanggup nerima semua karma kamu...” tutur Taehyung dengan suaranya yang serak, seraya memegang erat kedua pergelangan Jungkook.

“Tae-”

“Taehyung kehilangan semuanya. Dia kehilangan anak yang dia pikir anaknya. Dia juga kehilangan harta karena semua habis dibawa pengacaranya yang ternyata penipu. Dia kehilangan sahabat-sahabatnya. Dan bahkan yang paling menyakitkan, dia kehilangan kamu,” potong Hyungsik, yang membuat Jungkook menegadah dan menatap teman Taehyung tersebut.

“Selama di penjara, Taehyung hampir hilang akal. Dia dihantui rasa bersalah. Besar keinginannya untuk ketemu kamu dan minta maaf. Sampai akhirnya, dia nekat kabur. Tapi sayangnya, waktu kejar-kejaran dengan polisi, dia ditabrak ambulans yang lagi melaju kencang,” lanjut Hyungsik, “Jangan tanya kenapa Taehyung repot-repot kabur padahal dia bisa saja membayar lagi. Karena ya itu tadi, dia benar-benar kehilangan semuanya. Dan akibat kecelakaan itu, dia harus mendapatkan perawatan intensif dan pemulihannya sampai memakan waktu dua tahun. Setelah itu, dia kembali menjalani masa tahanan dua tahunnya. Begitu bebas, Taehyung gunakan waktunya untuk terapi satu tahun supaya dia bisa jalan lagi. Dia gak mau ketemu kamu dalam keadaan seperti ini. Tapi Tuhan berkehendak lain. Taehyung lumpuh permanen karena tulang ekornya rusak total. Seperti yang kamu lihat sekarang.”

Jungkook menggeleng-geleng tidak percaya dengan cerita Hyungsik dan menatap Taehyung kembali yang ternyata sudah menangis dalam diam sejak Hyungsik bercerita. Maka, Jungkook pun tak kuasa untuk menahan air matanya. Didekapnya kepala Taehyung yang kini menangis meraung-raung di dada Jungkook. Kedua insan yang pernah saling mengisi hati satu sama lain itu bertukar rasa rindu melalui tangisan. Terutama Taehyung dengan segala rasa berdosanya yang kini ia luapkan.

“A- aku… Aku… Aku nyerah, Kook… Hiks… Aku nyerah…”

Jungkook menggeleng beberapa kali, kemudian menghujani pucuk kepala Taehyung dengan beberapa kecupan. Ia tidak sanggup berkata dan berbuat apa-apa lagi selain menenangkan Taehyung dalam dekapannya, padahal dirinya sendiri pun sedang menangis pilu. Ia tidak menyangka jika Taehyung akan mendapat balasan seperti ini. Ia pikir, dengan menerima kenyataan bahwa Josiah bukan anaknya dan mendekam di penjara, sudah cukup sebagai karma untuk Taehyung. Ternyata, dia menerima siksaan yang lebih pedih daripada dua hal tersebut.

Setelah sekiranya lima menit keduanya menangis, Jungkook melepas dekapannya begitu tangisannya reda. Ia menyisir rambut Taehyung dengan jemari, kemudian menghapus jejak air mata di pipi Taehyung menggunakan ibu jarinya, lalu tersenyum.

“Kamu gak akan mau nyerah lagi kalau kamu lihat mereka,” ujar Jungkook.

“M- mereka? Mereka siapa, Kook?” tanya Taehyung yang masih sedikit terisak.

“Ayo, bangun dulu.”

Jungkook, dibantu Hyungsik, memapah Taehyung dan mendudukkannya kembali di kursi roda. Setelah itu, Jungkook beranjak dari ruang tengah tersebut menuju salah satu kamar yang seingat Taehyung tidak pernah ada di lantai satu itu. Beberapa saat kemudian, Jungkook keluar dari sana bersama dengan dua balita di kedua sisinya. Satu perempuan, satu laki-laki. Mereka pun berjalan mendekati Taehyung.

Taehyung menoleh ke belakang dan menatap Hyungsik dengan bingung. Hyungsik hanya membalasnya dengan senyuman dan menepuk-nepuk pelan pundak Taehyung. Ia kembali memusatkan atensinya pada Jungkook yang kini berlutut di hadapannya.

“Heejin, Minho,” ucap Jungkook sembari menoleh pada kedua balita itu secara bergantian, “Ini Ayah kalian, Sayang.”

“Ayah?” tanya balita perempuan bernama Heejin itu yang disambut dengan anggukan dan senyuman Jungkook.

“Ayah!”

Berbeda dengan reaksi Heejin yang masih kebingungan, Minho yang merupakan saudara kembarnya justru berseru senang sembari menjulurkan tangannya pada Taehyung dan melompat-lompat kecil, pertanda ia meminta untuk dipeluk.

Tanpa berpikir apa-apa lagi, Taehyung langsung menyambut uluran tangan Minho, yang tak lain tak bukan adalah putranya, kemudian menggendong dan memeluknya erat.

“A-anak Ayah…”

“Anak kamu, Taehyung. Namanya Kim Minho. Dan yang cantik ini, namanya Kim Heejin. Tapi kayaknya Heejin masih bingung. Soalnya dia baru aja bangun tidur. Ya kan, Sayang?” Jungkook mengusak pelan rambut putrinya tersebut.

“Kamu… sematkan margaku di nama mereka?” tanya Taehyung, menatap Jungkook dengan tatapannya yang mulai kembali memancarkan binarnya.

“Gak ada alasan buat gak pakai marga kamu, Taehyung. Gimana pun juga, kamu ayahnya anak-anak.”

“Paaa, tapi kok Om ini balu muncul cekalang? Ijin nda pelcaya ah kalau dia Ayahna Ijin,” gerutu Heejin. Bibirnya mencebik. Kedua tangan ia lipat di depan dadanya.

“Sayang, gak boleh gitu. Jangan panggil Om, ya? Panggil Ayah. Ayah baru muncul karena harus kerja buat beliin Heejin sama Minho mainan banyak-banyak, loh.”

“Gapapa, Kook. Jangan dipaksa. Minho udah langsung mau nerima aku aja udah syukur banget. Heejin pelan-pelan aja, okay?”

Yang disebut namanya hanya berkacak pinggang dan memalingkan wajah, yang justru membuat tiga pria dewasa di sana terkekeh gemas.

“Kak Hyungsik, boleh tolong ajak anak-anak ke kamar? Aku mau ngomong sama Taehyung.”

“Gak mawuuu! Ino macih mawu cama Ayah!” seru Minho seraya memeluk Taehyung semakin erat dan menelusupkan wajah mungilnya di ceruk leher sang Ayah.

“Minho Sayang, Ayah gak ke mana-mana, kok. Ayah di sini. Nanti kalau udah selesai, Ayah nyusul ke kamar. Nanti Minho tidur sama Ayah, gimana?” usul Taehyung yang dihadiahi anggukan antusias oleh Minho.

Minho melepas pelukannya dan turun dari tubuh Taehyung yang dibantu oleh Jungkook. Hyungsik pun menggenggam tangan Minho dan Heejin, kemudian beranjak dari sana menuju kamar Si Kembar. Begitu dipastikan pintu tertutup, Jungkook mendorong kursi roda Taehyung mendekat ke sofa. Dipapahnya Taehyung agar duduk di sana, kemudian disusul dirinya yang duduk di sisi ayah dari anak-anaknya tersebut.

“Taehyung, maaf. Aku gak kasih tau kamu soal kehamilanku. Aku juga gak biarin kamu kenal sama anak-anak kamu, dan semuanya justru terjadi di saat seperti ini. Aku cuma gak mau kamu kepikiran di penjara dan malah bikin kamu stress pas tau ternyata kamu punya anak dari aku, sementara kamu mendekam di balik jeruji besi dan gak bisa ngapa-ngapain. Tapi sebenernya, aku emang udah ada rencana untuk bawa mereka ke kamu.”

Taehyung menggenggam erat kedua tangan Jungkook dan tersenyum. Wajah yang sebelumnya bermuram durja itu, kini mulai diliputi secuil kebahagiaan. Digenggamnya kedua tangan Jungkook dengan erat sembari tersenyum.

“Aku ngerti. Lagipula, sekarang aku bersyukur banget karena bisa ketemu mereka di saat mereka masih kecil kayak gini. Aku gak bisa bayangin kalau mereka udah besar baru ketemu sama aku. Pasti berat banget. Beruntung Minho mau nerima, walau Heejin masih belum.”

Jungkook tidak memberikan reaksi atau jawaban apa pun selain membalas genggaman Taehyung. Jungkook tahu, pasti Taehyung akan melanjutkan kalimatnya.

“Jungkook, aku gak tahu harus apa lagi untuk buktiin ke kamu kalau aku bener-bener nyesel. Aku juga udah gak tau harus ngomong apa lagi selain maaf. Takutnya, kalau aku terlalu banyak bicara, aksinya malah gak ada. Aku gak minta kamu untuk langsung nerima aku lagi. Tapi setidaknya, izinin aku untuk berjuang, kali ini sendirian tanpa bantuan siapa pun dan dengan cara yang bersih.”

“Coba kasih tau ke aku, apa keinginan terbesar kamu sekarang?”

“Aku mau jadi ayah yang bertanggung jawab untuk anak-anak. Aku mau bisa deket sama mereka. Bahkan, kalau aku boleh meminta lebih, aku mau kita saling mencintai lagi, Kook. Tapi setelah apa yang udah aku perbuat ke kamu, permintaan terakhir kayaknya gak mungkin. Walaupun begitu, aku akan tetap berusaha.”

“Selain itu.”

“Selain itu?”

“Iya, selain itu. Apa keinginan terbesar kamu sebelum kamu datang ke sini? Ayo, diingat-ingat lagi.”

Taehyung terdiam sebentar, berusaha untuk menerka-nerka apa maksud Jungkook, sebelum akhirnya ia teringat sesuatu, “Oh, iya. Aku mau bisa jalan lagi.”

“Nah, kalau begitu, tunjukin usaha kamu lewat itu. Aku yakin kamu pasti bisa pulih lagi, kok. Aku bakal bantu kamu, aku bakal selalu dampingin kamu sampai kamu sembuh. Semua aku lakuin demi anak-anak. Kamu juga gitu, harus berjuang demi Heejin dan Minho.”

“Pasti, Kook. Pasti,” kata Taehyung dengan yakin, “Kalau begitu, sekarang kita ini apa?”

“Kamu maunya apa?”

Taehyung nampak berpikir sejenak, “Teman?”

Jungkook yang mendengar hal tersebut pun tersenyum dan mengangguk.

“Teman.”

Taehyung dan Jungkook pun mengakhiri percakapan mereka dengan berpelukan, sebelum suara Minho yang meminta ayahnya untuk segera menyusulnya, terdengar lantang dari dalam kamar.

Di hari ia bertambah umur ini, ternyata Tuhan telah mempersiapkan hadiah terindah untuk Jungkook, dan tidak akan terganti maupun ternilai harganya.

— END

KARMA 2.0

“Dia tidak seperti kebanyakan pasien gangguan jiwa lainnya yang terkesan suka memberontak, teriak-teriak, dan tingkah berbahaya lainnya. Eliza justru lebih banyak diam dan sesekali menangis. Bahkan terkadang ketika diajak berbicara, jawabannya masih sedikit berkesinambungan walau hanya sepatah dua patah kata.”

Jungkook, Hoseok, dan Yoongi mendengarkan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh Jisoo, perawat Eliza yang kebetulan merupakan sepupu dr. Kang. Begitu selesai melakukan pemeriksaan, ketiganya langsung menuju rumah sakit jiwa di mana Eliza sedang dirawat.

Dan di sinilah mereka, menyaksikan Eliza yang sedang bertekuk lutut di sudut kamarnya dengan rambut coklat panjangnya yang tergerai kusut dan terjuntai ke depan, menutupi hampir seluruh kakinya. Dengan persetujuan sang perawat, Jungkook pun mendekati Eliza dan berlutut di hadapannya.

“Liz, ini aku, Jungkook.”

Hening untuk beberapa saat sampai wanita di depannya itu mulai mengangkat kepalanya perlahan. Dapat Jungkook lihat bagaimana paras cantik Eliza kini telah berubah menjadi layaknya seonggok mayat yang sudah mulai kehilangan kulitnya dan meninggalkan tengkoraknya saja.

Eliza tampak kurus sekali. Tulang-tulang wajahnya tercetak jelas seolah-olah tidak ada lagi segumpal daging di dalamnya.

“K- kamu?” lirih Eliza yang dibalas dengan anggukan dan senyuman Jungkook.

“Aku dateng mau jenguk kamu, Liz. Apa aku ganggu?”

Eliza menangkup kedua pipi pemuda di hadapannya itu, “Ka- kamu Jungkook…”

Yang ditangkup pipinya pun berusaha untuk tetap tenang dengan menggenggam kedua pergelangan tangan Eliza, “Iya, Liz. Aku Jungkook. Maaf aku baru dateng sekarang.”

Eliza meraba-raba wajah Jungkook seakan-akan ia tidak percaya bahwa Jungkook benar-benar mengunjunginya. Jungkook membiarkan hal tersebut dan tetap memberikan senyuman manisnya pada Eliza. Yoongi dan Hoseok yang melihat hal tersebut sempat ingin menghampiri, namun urung kala mereka melihat wanita muda tersebut tiba-tiba memeluk pemuda Jeon itu.

“HUUAAA… JUNGKOOK!”

Histeris, berteriak, lalu menangis. Jungkook hanya bisa membalas pelukan tersebut sembari mengelus perlahan rambut Eliza untuk menenangkannya. Ia menoleh sebentar kepada Yoongi dan Hoseok untuk mengisyaratkan bahwa semuanya baik-baik saja. Sementara itu, Eliza semakin mengeratkan pelukannya seraya merapalkan beribu kata maaf. Jujur, mendengar dan melihat semua ini membuat Jungkook iba.

“Maafin aku… Aku menyesal… Taehyung… Josiah… Semuanya mati!!!”

Jungkook tetap berusaha untuk menenangkan Eliza dengan mengusap pelan punggungnya walaupun perempuan itu berteriak tepat di telinganya. Di saat seperti ini, bukan saatnya Jungkook untuk menghakimi Eliza. Semua ia serahkan pada Tuhan. Meski sudah disakiti sedemikian rupa, namun Jungkook tetap memiliki hati nurani. Terlebih dengan kondisi Eliza seperti ini, semakin membuat dirinya tidak tega.

“Sebenarnya apa yang terjadi pada Eliza sampai dia menjadi seperti ini?” tanya Hoseok pada Jisoo yang berdiri di sisi kirinya.

“Kekasihnya pergi meninggalkan dia. Semenjak itu, dia tidak lagi mengurus bayinya, bahkan dirinya sendiri. Anaknya ia telantarkan dan tidak diberi asupan gizi apa pun. Dan puncaknya terjadi ketika Eliza yang sudah mulai tertekan kemudian mendengar anaknya terus-terusan menangis, nekat membekap bayi tak berdosa itu dengan bantal hingga meregang nyawa. Kasihan sekali, padahal belum genap sebulan sejak lahir.”

Hoseok menoleh pada sang kekasih yang berdiri di sisi kanannya yang juga sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Antara tidak percaya, terkejut, marah, atau merasa kasihan.

“Karma,” ucap Yoongi tanpa mengeluarkan suara.

ASYLUM

Sehari setelah insiden berdarah tersebut terjadi, persidangan cerai antara Taehyung dan Jungkook tetap dilaksanakan. Jungkook dapat melihat bagaimana kacaunya Taehyung dari layar komputer portabel miliknya. Mengenakan baju tahanan berwarna biru, didampingi pengacara dan dua polisi di sebuah ruangan kosong dengan cat dinding berwarna abu-abu kelam. Tidak ada lagi wajah tampan dan tegas yang biasa Taehyung suguhkan. Hanya ada tatapan kosong, rambut acak-acakan, dan raut yang lesu.

Setelah resmi bercerai, teman-teman Jungkook dan juga sahabat-sahabat Taehyung silih berganti mendatanginya untuk sekedar menjenguk. Mereka pun telah mengetahui perihal kehamilan Jungkook dan sepakat untuk tidak memberitahukannya pada Taehyung, sesuai keinginannya. Ia hanya tidak ingin Taehyung semakin stress di balik jeruji besi karena semakin menyesal dan memikirkan anak mereka.

Empat bulan pun telah berlalu, dan selama itu pula teman-teman Jungkook maupun Taehyung-lah yang mendampingi dan membantunya kala ia kesulitan dalam mengurus kehamilan. Seperti saat ini, di mana Yoongi dan Hoseok sedang mengantar Jungkook untuk check up ke dokter kandungan yang sama dengan dokter Eliza kala itu, dr. Kang.

Saat sedang menunggu sang dokter mempersiapkan peralatan ultrasonografi, Jungkook tiba-tiba teringat dengan wanita yang sudah ia tidak ketahui kabarnya itu

“Kak Yoongi, Kak Hoseok, Eliza kira-kira gimana, ya, kabarnya sekarang?” celetuknya.

Yoongi dan Hoseok yang duduk berdampingan di samping crank bed tempat Jungkook berbaring pun berpandangan satu sama lain, sebelum menatap Jungkook kembali.

“Kenapa lo tiba-tiba nanyain dia?” tanya Yoongi.

“Setau gue, Eliza melahirkan di sini juga,” jawab Jungkook.

dr. Kang yang mendengar jawaban Jungkook tersebut pun menghentikan aktivitasnya dan berpaling pada Jungkook, “Maaf, apakah Eliza yang Saudara Jeon maksud adalah Grace Elizabeth, model dari Amerika Serikat itu?”

Jungkook menatap dr. Kang dengan kedua bola matanya yang membulat seraya mengangguk beberapa kali, “Iya, Dok. Iya! Dokter kenal, ya? Tahu gak dia sekarang kabarnya gimana?”

dr. Kang menghela napas, “Saya kenal dia, karena saya dokter kandungannya juga. Tapi maaf, saya tidak bisa menceritakan secara detil karena saya takut itu akan melanggar kode etik seorang dokter. Jika anda ingin tahu lebih lanjut, silahkan datang ke Yonsei Mental Health Department Clinics.”

Jungkook mengernyit, “Bukannya itu rumah sakit jiwa, ya, Dok?”

dr. Kang mengangguk lalu tersenyum, “Peralatannya sudah siap. Mari, kita mulai pemeriksaan USG-nya.”

DUA TAHUN

Setelah melihat peristiwa mengenaskan tersebut, Barom segera menghubungi ambulans dan juga polisi. Selagi menunggu kedatangan keduanya, Barom berusaha menghentikan pendarahan Jungkook seusai memakaikan kembali celananya. Sementara Taehyung, ia duduk bersandar pada dipan ranjang sembari menangis dan merutuki kebejatannya. Tidak lama kemudian, dua sirine pun terdengar saling bersahutan. Petugas medis membawa Jungkook yang masih sadarkan diri menuju rumah sakit, sementara Taehyung diringkus polisi bersama Barom yang akan menjadi saksi.

Kini, pengacara Jungkook tersebut sudah berada di rumah sakit selepas dari kantor polisi. Ia menunggu di luar ruangan di mana Jungkook sedang ditangani. Beberapa saat kemudian, seorang dokter paruh baya pun keluar dari ruangan tersebut dan menghampiri Barom yang sedang duduk dengan harap-harap cemas.

“Apakah anda kerabat dari Saudara Jeon?”

Barom segera menoleh ke asal suara, kemudian berdiri menghadap dokter tersebut.

“Bagaimana keadaan klien saya, Dok?”

“Beruntung, tusukan pada perut Saudara Jeon tidak teramat dalam. Kami sudah melakukan operasi kecil dengan beberapa jahitan. Dan yang membuat kami takjub adalah, dia seperti mendapat mukjizat. Janinnya selamat.”

“Janin?”

“Iya, janin. Saudara Jeon sudah mengandung dua minggu dan sekarang sedang memasuki minggu ketiga.”

“Kalau begitu, apa saya boleh masuk?”

“Kebetulan dia juga sudah sadar, jadi silahkan.”

Keduanya saling melempar senyum sebelum dokter tersebut beranjak pergi dan Barom memasuki ruangan itu. Ia mendapati Jungkook yang terbaring lemah sembari menatapnya sendu.

“Kak Barom…”

“Iya, Jungkook. Saya di sini.”

Barom mendekat pada Jungkook dan menduduki kursi di samping ranjangnya, “Apa yang kamu rasain sekarang, Kook?”

Jungkook menghela napasnya, “Sakit di perutku gak seberapa dibanding dengan Taehyung yang udah lecehin aku.”

“Kamu pasti trauma,” tutur Barom sembari menatap Jungkook lekat-lekat dan mengusap punggung tangannya, “Saya punya teman psikolog yang bisa bantu kalau kamu mau.”

“Makasih, Kak. Tapi gak perlu, kok. Aku masih selamat aja udah syukur.”

“Lebih tepatnya lagi, kamu dan bayi kamu yang selamat,” ucap Barom yang membuat Jungkook agaknya sedikit terkejut.

“Kakak tahu aku hamil?”

“Tadi dokter kasih tau saya. Jungkook, kamu tahu, kan, perceraian saat hamil itu tidak sah di hadapan Tuhan?”

“Kak, Tuhan maha mengetahui. Aku yakin, Dia pasti mengerti kondisiku. Tuhan gak mungkin mau aku tetap bersatu sama Taehyung setelah apa yang udah dia perbuat sama aku, bahkan hingga hari ini,” ujar Jungkook, “Oh iya, ngomong-ngomong soal Taehyung, dia gimana?”

Raut wajah Barom yang semula lembut, seketika berubah mengeras dan sarat akan emosi, “Dia terjerat pasal berlapis. Percobaan pemerkosaan dan melukai seseorang. Seharusnya, dia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Tapi dari yang saya dengar sewaktu di sana, di pengadilan nanti dia hanya akan divonis 2 tahun.”

“Gimana bisa kayak gitu, Kak?”

“Uang, Kook. Hukum pun bisa dibeli dengan uang. Tumpul ke atas, runcing ke bawah. Pernah dengar, kan?”

KARMA

Taehyung tidak menyambut uluran tangan pengacara Jungkook tersebut, yang membuat ia menarik kembali tangannya dan tersenyum dengan penuh wibawa.

“Panggil saya Barom saja agar lebih mudah. Oh, iya, Anda jangan salah paham, Saudara Kim. Saya baru saja datang dari Australia dan langsung datang ke sini karena saya tidak mau buang-buang waktu. Ini tidak seperti apa yang Anda pikirkan, kok.”

Entah, mendengarnya Taehyung sedikit lega. Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak mengenai mantan suaminya dengan pria yang mengaku bernama Barom itu. Apalagi ketika melihat penampilan Jungkook yang terlihat sangat cantik seperti sekarang ini.

Taehyung dapat merasakan getaran aneh di dadanya. Aura Jungkook berkali-kali lipat lebih menakjubkan dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya.

Setelah pikirannya kembali jernih, Taehyung pun membuka suara, “Jungkook, aku-”

“Lancang banget kamu masuk ke sini tanpa seizin aku. Mau ngapain?” potong Jungkook, menatap Taehyung dengan malas.

Taehyung yang tidak terbiasa ditatap seperti itu oleh Jungkook pun terhenyak. Biasanya, Jungkook akan menatapnya dengan kedua manik yang berbinar. Biasanya, Jungkook akan menatapnya dengan penuh pengharapan. Biasanya, Jungkook akan menatapnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Biasanya.

Perlahan, Taehyung berjalan mendekati Jungkook dengan langkahnya yang gontai. Begitu jarak antara keduanya sudah cukup dekat, ia serta merta berlutut di hadapan mantan suaminya itu. Jungkook pun cukup dibuat terkejut untuk kedua kalinya. Ia hendak memegang pundak Taehyung untuk menyuruhnya bangkit, namun urung kala Taehyung yang tiba-tiba bersujud di depannya. Barom yang mengerti akan situasi pun segera mengambil pakaiannya dan beranjak kembali ke kamar mandi.

“Jeon Jungkook, dengan segala harkat, martabat, dan harga diri, Kim Taehyung mantan suamimu ini meminta maaf dari hati yang paling dalam. Aku menyesal, Jungkook. Sungguh, aku menyesal. Kamu bebas lakuin apa aja, asal kamu mau maafin aku. Aku mohon.”

Jungkook memang pernah mengatakan di kantor polisi tempo lalu, bahwa apapun yang terjadi di masa depan, jangan pernah satupun dari Taehyung baik Eliza muncul di hadapannya untuk meminta bantuan atau memohon apapun, apalagi berlutut, bersujud, atau bahkan sampai mencium kedua kakinya. Namun tetap saja, ia tidak menyangka bahwa hari itu akan datang secepat ini. Jungkook tidak mengira bahwa Taehyung akan bersujud di kakinya sekarang dengan mengucapkan kalimat demi kalimat yang terdengar lirih dan sesekali tercekat karena hampir menangis. Bahkan ia tidak sanggup untuk menyaksikannya. Pandangannya ia edarkan pada sekeliling kamar.

“Kook-”

“Cukup, Taehyung. Kamu mau apalagi, sih? Skenario apa yang sedang kamu usut sekarang? Gak perlu drama kayak gini, aku udah maafin kamu, kok.”

Taehyung yang mendengar kalimat terakhir Jungkook tersebut pun segera bangkit dengan wajah sumringah dan senyuman lebar, membuat Jungkook mengernyit aneh melihatnya.

“Kamu maafin aku? Berarti kamu nerima aku lagi? Apa itu artinya kita bisa balikan?” tanya Taehyung antusias.

“Yang bener aja, Taehyung. Aku bukan Eliza yang bisa kamu ajak nikah cerai nikah cerai. Aku maafin kamu karena aku gak mau punya urusan apa pun lagi sama kamu, termasuk urusan perasaan. Baik perasaan benci maupun cinta. Jelas?”

“Tapi aku masih sayang sama kamu, Jungkook. Aku khilaf. Aku cuma kebawa nafsu. Cintaku cuma untuk kamu. Lagipula, ternyata Josiah bukan anak aku, Kook.”

“Selamat.”

“Selamat?”

“Selamat atas karmanya.”

“Jungkook…”

“Kamu tau, kan, iblis itu kejam? Kamu tau juga, kan, kalau sampah itu adalah hal yang gak berguna? Nah, pernah liat iblis buang sampah? Kalau belum, silahkan ngaca. Orang yang ada di dalam cermin itulah sampahnya iblis.”

Jungkook menarik pergelangan tangan Taehyung untuk mendekat pada cermin, lalu menjauh dari sana dan membiarkan Taehyung berkaca.

“Kamu liat diri kamu sendiri, Taehyung. Tanya sama diri kamu itu. Apa aja yang udah dia perbuat sampai bikin seorang Jeon Jungkook jatuh sejatuh-jatuhnya sampai hampir gila, bahkan nyuruh kamu, Yugyeom, Eliza, buat bunuh dia pakai kapak. Tapi itu dulu, Taehyung. Sekarang giliran kamu yang jatuh.”

Jungkook kembali menghampiri Taehyung yang masih berkaca dalam diam, berdiri di belakangnya sembari menyentuh kedua bisep Taehyung, dan menyembulkan kepalanya menatap pantulan dirinya dan Taehyung di cermin.

“Cuma orang bodoh yang mau jatuh untuk kamu. Dan aku gak akan jadi orang itu untuk kedua kalinya. Only fools fall for you, Kim Taehyung. Only fools.”

FOOLS

Taehyung tidak menyambut uluran tangan pengacara Jungkook tersebut, yang membuat ia menarik kembali tangannya dan tersenyum dengan penuh wibawa.

“Panggil saya Barom saja agar lebih mudah. Oh, iya, Anda jangan salah paham, Saudara Kim. Saya baru saja datang dari Australia dan langsung datang ke sini karena saya tidak mau buang-buang waktu. Ini tidak seperti apa yang Anda pikirkan, kok.”

Entah, mendengarnya Taehyung sedikit lega. Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak mengenai mantan suaminya dengan pria yang mengaku bernama Barom itu. Apalagi ketika melihat penampilan Jungkook yang terlihat sangat cantik seperti sekarang ini.

Taehyung dapat merasakan getaran aneh di dadanya. Aura Jungkook berkali-kali lipat lebih menakjubkan dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya.

Setelah pikirannya kembali jernih, Taehyung pun membuka suara, “Jungkook, aku-”

“Lancang banget kamu masuk ke sini tanpa seizin aku. Mau ngapain?” potong Jungkook, menatap Taehyung dengan malas.

Taehyung yang tidak terbiasa ditatap seperti itu oleh Jungkook pun terhenyak. Biasanya, Jungkook akan menatapnya dengan kedua manik yang berbinar. Biasanya, Jungkook akan menatapnya dengan penuh pengharapan. Biasanya, Jungkook akan menatapnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Biasanya.

Perlahan, Taehyung berjalan mendekati Jungkook dengan langkahnya yang gontai. Begitu jarak antara keduanya sudah cukup dekat, ia serta merta berlutut di hadapan mantan suaminya itu. Jungkook pun cukup dibuat terkejut untuk kedua kalinya. Ia hendak memegang pundak Taehyung untuk menyuruhnya bangkit, namun urung kala Taehyung yang tiba-tiba bersujud di depannya. Barom yang mengerti akan situasi pun segera mengambil pakaiannya dan beranjak kembali ke kamar mandi.

“Jeon Jungkook, dengan segala harkat, martabat, dan harga diri, Kim Taehyung mantan suamimu ini meminta maaf dari hati yang paling dalam. Aku menyesal, Jungkook. Sungguh, aku menyesal. Kamu bebas lakuin apa aja, asal kamu mau maafin aku. Aku mohon.”

Jungkook memang pernah mengatakan di kantor polisi tempo lalu, bahwa apapun yang terjadi di masa depan, jangan pernah satupun dari Taehyung baik Eliza muncul di hadapannya untuk meminta bantuan atau memohon apapun, apalagi berlutut, bersujud, atau bahkan sampai mencium kedua kakinya. Namun tetap saja, ia tidak menyangka bahwa hari itu akan datang secepat ini. Jungkook tidak mengira bahwa Taehyung akan bersujud di kakinya sekarang dengan mengucapkan kalimat demi kalimat yang terdengar lirih dan sesekali tercekat karena hampir menangis. Bahkan ia tidak sanggup untuk menyaksikannya. Pandangannya ia edarkan pada sekeliling kamar.

“Kook-”

“Cukup, Taehyung. Kamu mau apalagi, sih? Skenario apa yang sedang kamu usut sekarang? Gak perlu drama kayak gini, aku udah maafin kamu, kok.”

Taehyung yang mendengar kalimat terakhir Jungkook tersebut pun segera bangkit dengan wajah sumringah dan senyuman lebar, membuat Jungkook mengernyit aneh melihatnya.

“Kamu maafin aku? Berarti kamu nerima aku lagi? Apa itu artinya kita bisa balikan?” tanya Taehyung antusias.

“Yang bener aja, Taehyung. Aku bukan Eliza yang bisa kamu ajak nikah cerai nikah cerai. Aku maafin kamu karena aku gak mau punya urusan apa pun lagi sama kamu, termasuk urusan perasaan. Baik perasaan benci maupun cinta. Jelas?”

“Tapi aku masih sayang sama kamu, Jungkook. Aku khilaf. Aku cuma kebawa nafsu. Cintaku cuma untuk kamu. Lagipula, ternyata Josiah bukan anak aku, Kook.”

“Selamat.”

“Selamat?”

“Selamat atas karmanya.”

“Jungkook…”

“Kamu tau, kan, iblis itu kejam? Kamu tau juga, kan, kalau sampah itu adalah hal yang gak berguna? Nah, pernah liat iblis buang sampah? Kalau belum, silahkan ngaca. Orang yang ada di dalam cermin itulah sampahnya iblis.”

Jungkook menarik pergelangan tangan Taehyung untuk mendekat pada cermin, lalu menjauh dari sana dan membiarkan Taehyung berkaca.

“Kamu liat diri kamu sendiri, Taehyung. Tanya sama diri kamu itu. Apa aja yang udah dia perbuat sampai bikin seorang Jeon Jungkook jatuh sejatuh-jatuhnya sampai hampir gila, bahkan nyuruh kamu, Yugyeom, Eliza, buat bunuh dia pakai kapak. Tapi itu dulu, Taehyung. Sekarang giliran kamu yang jatuh.”

Jungkook kembali menghampiri Taehyung yang masih bercermin dalam diam, berdiri di belakangnya sembari menyentuh kedua bisep sang mantan, menyembulkan kepalanya menatap pantulan dirinya dan Taehyung di cermin, lalu berbisik tepat di telinga pria Kim tersebut.

“Cuma orang bodoh yang mau jatuh untuk kamu. Dan aku gak akan jadi orang itu untuk kesekian kalinya. Only fools fall for you, Kim Taehyung. Only fools.”

LAWYER

“Taehyung? Kok kamu belum siap-siap? Katanya bentar lagi sidangnya dimulai? Online, kan? Gak siapin laptop kamu?”

Yang ditanya hanya berdiam diri sembari menatap layar ponselnya yang memperlihatkan sebuah file dengan tampilan yang bertaburan angka dan berlatar putih. Rahangnya mengeras, tatapannya kosong, dan satu tangannya mencengkram kuat ponsel tersebut.

“Kamu tadi manggil-manggil aku, kan? Terus kok sekarang diem aja? Maaf, Sayang, aku habis dari kamar Josiah, ngasih dia ASI-”

“Penipu.”

Belum sempat wanita yang tak lain tak bukan adalah Eliza tersebut menyelesaikan kalimatnya, Taehyung memotongnya dengan satu kata yang mampu membuat wanita tersebut bungkam. Ia mengalihkan pandangan dari ponselnya dan menatap Eliza begitu tajam, menusuk, hingga ibu satu anak itu merasa sesak di dada. Taehyung bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap Eliza yang sedang duduk di tepi ranjang.

“Maksud kamu apa, Tae?”

Tanpa basa-basi, Taehyung langsung menyerahkan benda persegi panjang dengan logo buah apel yang sudah tergigit itu pada Eliza dan memperlihatkan hasil tes DNA yang baru saja dikirimkan oleh dr. Park. Eliza pun tak dapat menyembunyikan raut terkejutnya. Mulutnya terbuka, kemudian segera ia tutup dengan satu telapak tangannya. Menggelengkan kepala tak percaya, lalu menengadah menatap Taehyung dengan tatapan memelas. Ia letakkan ponsel tersebut di sebelahnya dan memegang kedua pergelangan tangan pria di hadapannya.

“Aku mohon jangan percaya ini, Sayang. Kita tes di tempat lain, ya? Josiah itu anak kamu. Kamu sendiri yang merasa ada ikatan batin dengan dia semenjak dia masih di kandungan aku, kan? Bahkan kamu sampai mau menceraikan Jungkook.”

“dr. Kang bilang kamu udah hamil sejak November. Kamu melahirkan bulan ini, padahal seharusnya dua bulan lagi. Hasil tes juga nol persen. Apalagi, Liz? Apalagi yang harus gak aku percaya?” tanya Taehyung dengan ekspresi dan intonasi yang datar, namun sarat akan emosi di dalamnya. Nada suaranya yang rendah dan berat itu semakin memberikan kesan mengintimidasi bagi Eliza.

Eliza menunduk. Sayu-sayup Taehyung dapat mendengar kekasihnya itu mulai terisak. Dan ini merupakan pertama kalinya bagi Taehyung melihat Eliza seperti ini.

“M-maafin aku, Taehyung. Pertama kali aku tahu aku hamil itu bulan Januari, dan aku pikir itu anak kamu karena terakhir aku bercinta ya sama kamu… Tapi ternyata pas aku check up di dr. Kang, aku baru tahu ternyata aku udah hamil sejak November. Dan aku baru inget, aku sempet sex sama Harry sebulan sebelumnya. Hiks…”

Taehyung terdiam sebentar, berusaha untuk mencerna informasi pahit yang dikemukakan Eliza. Beberapa saat kemudian, tanpa memberikan reaksi apapun selain menepis kasar kedua tangan sang calon istri yang memegang pergelangan tangannya, Taehyung segera beranjak dari rumah yang baru mereka tempati dua minggu itu dan melenggang pergi meninggalkan Eliza yang masih menangis, disusul oleh tangisan tiba-tiba Josiah yang memekakkan telinga Taehyung. Ia beranjak dari sana dan segera menuju ke satu tempat yang kini berputar-putar di otaknya. Melaju dengan kecepatan 100km/h dengan mobil sport-nya, memanfaatkan jalanan pagi yang masih sepi akibat aktivitas warga di luar rumah yang dibatasi oleh pemerintah setempat. Membunyikan klakson tidak sabaran ketika ada kendaraan yang menghalangi jalannya, bahkan lampu lalu lintas yang menyala merah pun dihiraukannya, tidak peduli jika kecelakaan bisa kapan saja terjadi.

Nasib baik kali ini berpihak pada Taehyung. Ia tiba di tempat tujuan dengan selamat. Tempat yang pernah ia tinggali bersama mantan suaminya. Yeouido Park Center. Apartemennya dulu.

Taehyung segera menuju ke lantai 10 di mana unit 1029 berada menggunakan elevator. Setibanya di depan pintu unit tersebut, ia langsung mencoba memasukkan password pada door lock yang terdapat di sana. Sial bagi Jungkook karena ia belum sempat mengganti password pintunya yang berupa tanggal pernikahan mereka saat itu, sehingga Taehyung dapat dengan mudah membukanya. Begitu pintu terbuka, Taehyung dengan lancangnya masuk dan menaiki tangga menuju lantai dua, lebih tepatnya lagi ke kamarnya dengan Jungkook kala itu.

Dan di sanalah ia, duduk manis di meja riasnya sembari bercermin dan menyisiri rambut hitam legamnya, dengan kemeja putih kebesaran dan celana pendek hitam, memamerkan paha sekalnya yang seputih susu.

“Jungkook…”

Yang disebut namanya pun menoleh ke asal suara. Betapa tidak menyangkanya ia saat melihat siapa yang kini tengah berdiri beberapa meter di hadapannya itu.

Jungkook pun bangkit dari duduknya dengan air muka yang luar biasa terkejut. Baru saja ia hendak membuka mulut, sebuah suara pria yang baru saja keluar dari kamar mandi menginterupsi.

“Jungkook, saya pinjam handuk kamu- eh?”

Pria yang diperkirakan berusia tujuh tahun lebih tua dari Jungkook itu berjalan mendekatinya, hanya dengan handuk putih yang melilit di sekitar pinggang dan menampilkan v line yang sangat menggoda.

“Saya gak tahu kalau kamu ngundang mantan suami kamu juga?” ujar pria tersebut sembari menatap Jungkook dan menyentuh pelan pundaknya.

Mengerti dengan kondisi Jungkook yang masih terkejut bukan main dan suasana yang kian menegang, pria yang nampak bersahaja itu pun menghampiri Taehyung dan menjulurkan tangannya yang dipenuhi dengan tato, “Perkenalkan, saya pengacara Jungkook. Christian Yu.”

DNA

Eliza dan Taehyung sudah tiba di rumah sakit. Bahkan, Eliza sudah berada di ruang persalinan dan sedang ditangani oleh para petugas medis. Sementara itu, Taehyung sedang menunggu di luar ruangan sembari berharap-harap cemas. Tidak bisa diam, ia kerap kali bangkit dari duduknya, lalu berjalan kian kemari, dan sesekali menempelkan telinganya di pintu untuk mendengarkan apa yang terjadi di dalam. Namun, ia tidak dapat mendengar apa pun karena ruangan tersebut kedap suara, juga tidak ada celah baginya juga untuk sekedar mengintip.

Beberapa saat kemudian, dokter spesialis obstetri ginekologi yang membantu persalinan Eliza, dr. Kang, keluar dari ruangan itu dan menghampiri Taehyung. Ia dapat melihat bagaimana wajah dokter yang diketahui bernama Seulgi tersebut mengguratkan kekhawatiran.

“Dok, ada apa? Apa persalinannya sudah selesai? Lancar?”

“Maaf, Saudara Kim. Saudari Eliza sedikit mengalami kesulitan dalam proses melahirkan normal. Sehingga kami harus segera melakukan tindakan operasi caesar.”

“Apa ini karena anak kami prematur, Dok? Kalau begitu tidak apa-apa, lakukan saja.”

“Prematur? Ah, tidak, Saudara Kim. Usianya sudah sembilan bulan. Jadi memang sudah seharusnya melahirkan sekarang. Hanya saja diperkirakan ukuran dan bobot janin sedikit lebih dari yang pada umumnya, sehingga operasi pun diperlukan.”

Kedua bola mata Taehyung membulat besar pertanda ia sangat terkejut. Napasnya pun tercekat.

“Jadi bagaimana, Saudara Kim? Jika anda yakin setuju, silahkan menuju administrasi untuk menandatangani surat persetujuan operasi. Sehingga operasinya bisa segera kami mulai.”

“Dok, bukannya usia kandungan Eliza baru tujuh bulan, ya? Setahu saya, dia hamil sejak Januari.”

“Saudari Eliza sudah mengandung sejak bulan November, Saudara Kim. Selama dia di sini, saya dokter yang menangani pemeriksaan kehamilannya setiap bulan dan juga konsultasi. Dia selalu datang ke sini sendiri karena Saudara Kim sedang sibuk, bukan begitu? Wajar jika Saudara Kim tidak tahu perkembangannya. Maaf jika saya lancang menanyakan hal yang terlalu personal, tapi memangnya Saudari Eliza tidak memberitahu pada Saudara perihal ini?”

Lagi-lagi, Taehyung terkejut mendengar pernyataan dokter kandungan tersebut sehingga dia hanya bisa terdiam.

“Ada apa, Saudara Kim? Apa Anda keberatan?”

“Ah, tidak, Dok. Silahkan lakukan operasinya. Saya akan segera menandatangani. Tapi sebelum itu, ada yang ingin saya tanyakan.”

“Apa itu?”

“Apakah bayi yang baru lahir boleh langsung dilakukan tes DNA?”

“Oh, tentu saja boleh. Justru dianjurkan. Bayi yang baru lahir perlu memerlukan tes DNA untuk mengetahui apakah ada mutasi genetik penyebab penyakit atau tidak. Jika Saudara Kim berminat, nanti akan saya rujuk pada teman saya, Seojoon, yang bekerja di laboratorium rumah sakit ini.”