aquarieblack

Suara bising deru mesin motor, sorak sorai orang-orang yang berada di sana menjadi penanda jika sedang berlangsungnya sebuah pertandingan yang sepertinya cukup sengit.

Retro malam ini, menjadi lebih ramai dari biasanya. Retro merupakan sebuah arena balap terbesar ke 2 setelah Arena Neos yang berada di kawasan Neo City. Malam ini, di retro sedang berlangsung pertandingan balap motor yang memang selalu rutin di lakukan setiap 1-2 bulan sekali.

Untuk kali ini, peserta atau yang mengikuti balapan di retro hanya 5 orang dan salah satunya adalah Pangeran, atau lebih di kenal sebagai Jeo.

Ke 5 pembalap itu sudah memasuki lap terakhir dengan Pangeran yang mempimpin pada urutan pertama di susul racer dari Vins dan 3 racer lainnya tertinggal cukup jauh di belakang.

Semua yang berada di retro meneriaki nama jagoannya masing-masing, dan lebih di dominasi dengan teriakan nama Jeo yang sebentar lagi mencapai garis finish.

Sorak sorai lebih keras dari sebelumnya pecah ketika Pangeran berhasil melewati garis finish sebagai yang pertama.

Lelaki manis itu menghentikan motornya di pinggir arena tempat Han atau Hansel sudah menunggunya.

“Wets menang lagi bos.” Ujar Han sambil mengambil alih helm Pangeran.

“Iya lah, gue. Siapa yang bisa ngalahin gue?” Ujarnya dengan sombong sambil melepaskan sarung tangan dan membuka jaketnya.

“Jeo,” sebua suara dari arah belakang Pangeran tiba-tiba saja terdengar membuat lelaki manis itu menoleh dan tersenyum singkat.

“Nih, hadiah lo malem ini. Keren lo mainnya. Mulus banget.” Ujar Max salah satu orang yang ikut terlibat dalama balapan malam ini sambil menyodorkan sebuah amplop yang cukup tebal pada Pangeran.

Pangeran segera mengintip isi amplopnya dan menari 3 lembar dari dalamnya lalu memberikan kepada Max. “Bisa aja lo. Nih buat lo karna udah muji gue.”

Max haya tertawa lalu segera menerima sodoran dari Pangeran dan pamit untuk pergi meninggalkan Pangeran dan Han di pinggir arena.

“Mati lu Ran abis ini.” Ujar Han secara tiba-tiba yang jelas saja tidak di mengerti oleh Pangeran.

“Nih.” Tanpa basa-basi, Han segera memberikan hp Pangeran kepada sang pemilik. Begitu menyalakan hp-nya muka pangeran berubah menjadi pucat dan segera bergegas menuju parkiran, meninggalkan Han yang masih sibuk dengan motornya.

Mampus. Tamat sudah riwayat Pangeran setelah ini.

-RRL-

Setelah membalas pesan Harell, Pangeran akhirnya memutuskan untuk pergi Student Lounge gedung C yang berada sedikit dipojok gedung.

Hari itu ternyata student lounge gedung C sedang sedikit lebih ramai daripada biasanya. Pangeran mengedarkan pandangannya kesekitar tempatnya berdiri untuk mencari tempat yang sekiranya bisa ia tempati.

Pangeran terus melihat ke sekeliling hingga kemudian matanya menemukan satu tempat di pojok ruangan dekat kaca yang sepertinya sangat cocok untuk ia mengerjakan tugas kuliahnya.

Lelaki manis itu kemudian melangkahkan kakinya menuju tempat kosong itu dan segera mendudukkan diri di sofa panjang yang menjadi tempat duduknya dan segera menyimpan tasnya di samping kirinya.

Pangeran segera mengeluarkan laptopnya dan juga buku yang akan ia gunakan sebagai referensi tugasnya, tidak lupa lelaki manis itu juga memasang airpods ke kedua telinganya demi untuk meredam suara bising karena lounge yang sedang sedikit ramai itu.

Dan tidak lama dari itu, Pangeran sudah benar-benar fokus mengerjakan tugasnya tanpa merasa terganggu sedikit pun.

Mari kita perkenalan sekilas.

Pangeran Jeo Kafaeel. Seorang mahasiswa semester 6 jurusan Psikologi di Universitas NeoV. Lelaki manis ini hampir tidak memiliki teman di kampus karna sifatnya yang pendiam, jutek dan cukup cuek pada sekitar.

Pangeran hanya memiliki satu teman di kampus, Namanya Harell. Anak pindahan yang masuk pada saat Pangeran masih berada di semester 3. Satu-satunya orang yang berani untuk memulai komunikasi dengan Pangeran dan berakhir mendeklarasikan diri sebagai teman dekat Pangeran. Walaupun keduanya hanya sekedar kenal di kampus dan tidak tahu kehidupan masing-masing di luar kampus. Tapi hal itu cukup sangat membantu kehidupan perkuliahan Pangeran.

Pangeran merupakan salah satu mahasiswa terpintar di NeoV yang mendapatkan beasiswa full sampai nanti ketika dirinya lulus.

Tak jarang orang yang mencap jika dirinya adalah si kutu buku yang membosankan dan tidak memiliki kehidupan selain belajar dan membaca buku sebagai kegiatan sehari-harinya. Pangeran juga tidak suka terlibat dengan organisasi kampus sehingga bisa di cap sebagai mahasiswa kupu-kupu a.k.a kuliah-pulang, kuliah-pulang.

Karna tampilan luarnya yang cukup jutek dan terlihat sombong, membuat beberapa orang merasa segan dengan Pangeran. Padahal jika ada salah satu temannya yang bertanya tentang materi kuliah pasti akan di jawab dan di bantu oleh Pangeran. Wajahnya memang terlihat cuek dan sombong, tapi sebetulnya Pangeran baik dan suka membantu. Hanya saja lelaki manis itu memang tidak suka bersosialisasi dan memutuskan untuk menarik diri dan menikmati zona nyaman yang selama ini sudah ia bangun. Makanya jadi terkesan sombong dan juga cuek.

Banyak yang mengira jika Pangeran adalah si kutu buku yang sulit untuk bersosialisasi, padahal mereka tidak tahu atau bahkan memang tidak ada yang mengetahui bagaimana kehidupan Pangeran jika berada di luar kampus. Lelaki manis itu sangat berbeda 180 derajat dengan ketika dirinya berada di kampus.

Siapapun yang melihat atau mengetahui pasti tidak ada yang menyangka jika, orang yang terlihat kutu buku seperti Pangeran ternyata memiliki identitas atau kehidupan lain ketika sudah berada di luar lingkungan kampus.

Tapi lagi-lagi, saking tertutupnya Pangeran. Tidak ada satupun yang tahu lebih jauh tentang Pangeran. Tentang rumah, keluarga, hobi, atau apapun itu yang bersangkutan dengan diri Pangeran. Bahkan Harell pun tidak tahu seperti apa Pangeran ketika tidak berada di kampus, karna lelaki manis itu sangat jago untuk menutupi identitasnya.

Oh! Pangeran juga memiliki banyak rahasia yang hanya satu orang saja yang tahu. Dan itu bisa di bilang sebagai rahasia terbesar milik Pangeran.

Apa itu? Rahasia!


Getar hp nya membuat Pangeran mengalihkan tatapnya ke benda pipin yang berada di sampingnya. Sedikit mengintip display name penelfon nya sebelum kemudian menggeser ikon hijau kesamping dan melanjutkan kegiatan mengetiknya dengan fokus.

“Masih di kampus, lagi nugas kenapa?” Jawabnya begitu mendengar suara dari ujung telfon lainnya.

“Sebentar lagi gue beres kok.”

Pangeran menghentikan kegiatan mengetiknya dan fokus mendengarkan sang lawan bicara sambil menatap keluar jendela. Langit sudah berubah menjadi mendung, tanda jika sebentar lagi akan turun hujan.

“Iya boleh. Yaudah yaudah gue balik sekarang.” Ujarnya sambil mematikan laptopnya dan membereskan kertas-kertas catatannya yang berserakan di atas meja.

“Iya, ini gue beres-beres dulu. 15 menit lagi gue sampe. Bye!” Sambungan telfon di matikan, Pangeran bergegas memasukkan semua barang-barang miliknya dan pergi meninggalkan lounge untuk segera menuju ke parkiran mobil.

Di tengah keterburu-buruannya menuju parkiran, Pangeran tidak sengaja menabrak seseorang dan membuat seluruh kertas yang sedang di bawa oleh orang itu berantakan. Pangeran sebetulnya ingin membantu, namun karna di kejar waktu akhirnya lelaki manis itu hanya mengucapkan kata maaf dan segera berlalu begitu saja.

“Woi! Tanggung jawab dong lu! Berantakan semua nih!” Teriak orang itu tapi tidak membuat Pangeran berhenti dan justru semakin mempercepat langkahnya.

“Kurang ajar!” Dumal orang itu.

“Lu ngapain?” Seru sosok lainnya yang datang dari arah belakang.

“Keliatannya ngapain? Bantuin dong!” Ujarnya sewot. Akhirnya sosok yang baru datang itu segera berjongkok untuk membantu temannya itu mengumpulkan semua kertas-kertasnya.

“Udah nih, ayo buruan. Nanti kebagian belakangan jadi lama.” Kedua sosok itu bangkit dan segera berjalan menuju ruang dosen dengan salah satu diantara mereka masih mendumal kesal karna perkara tabrakan tadi. Yang satunya haya diam mendengarkan dumalan temannya itu.

-RRL-

“Jadi gimana? Udah ada perkembangan?” Tanya Jo pada sang bos yang sedang sibuk dengan hp nya.

“Masih belum terlalu signifikan. Hesa tadi laporan katanya dia liat di neopark.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari hpnya.

“Terus?” Tanya Jo penasaran, lelaki blasteran itu sedikit menoleh ke arah sang bos sebentar sebelum kembali fokus pada jalan yang sedang mereka lalui.

“Ya gitu doang.” Jawabnya singkat seperti enggan untuk memperpanjang topik pembicaraannya ini.

“Udah lah Ja, nyerah aja. Udah hampir 3 tahun juga.”

“Tapi Hesa bilang dia liat di neopark. Jadi masih ada kemungkinan.” Jawabnya sedikit ngegas sambil membuang hpnya sembarangan keatas dashboard mobil nya.

“Bisa aja salah, lu kaya gak tau Hesa aja sih. Kadang suka ngaco anaknya. Lagian ya, gue tuh bingung deh, ngapain juga lu nyari hal yang gak pasti kaya gini.” Ucap Jo lebih kepada dirinya sendiri sambil menggelengkan kepalanya pusing dengan tingkah keras kepala bos-nya itu.

Sedangkan Raja hanya diam menikmati jalanan yang terlihat sepi karna sudah hampir tengah malam.


Mari sedikit berkenalan.

Namanya Raja Levano Harvey. Biasa di panggil Raja oleh banyak orang atau Bos oleh anak buahnya. Pemilik Arena terbesar se Neo city yang berhasil ia beli dengan uangnya sendiri ketika masih duduk di tahun awal perkuliaha. Raja juga seorang Leader geng motor kebanggan Neo City, Neos. Salah satu Racer andalan Neo City yang sering membawa nama Neo City semakin di kenal karena memenangkan semua pertandingan yang ada. Tidak hanya pertandingan bergengsi tapi juga pertandingan kecil yang di selenggarakan hanya untuk sekedar mengisi waktu luang. Intinya Raja dan balapan adalah dua hal yang tidak bisa dan tidak mungkin untuk di pisahkan. Mereka sudah menjadi sebuah satu kesatuan yang konkrit dan tidak bisa di ganggu ataupun di ubah.

Selain jago balapan, Raja juga jago dalam bela diri. Dirinya mengikuti kelas boxing dan juga muay thai untuk mengisi waktu luangnya di tengah kesibukannya sehari-hari. Sudah jago balapan, boxing bahkan muay thai, tampan, mapan dan banyak keunggulan lainnya yang di miliki lelaki Raja, tapi Raja juga tetap seorang manusia biasa yang juga tentunya memiliki kekurangan untuk mengimbangi kesempurnaanya.

Lelaki kelahiran Januari itu sangat terkenal dengan sifatnya yang cuek, dingin dan cenderung mengintimidasi semua orang yang berada di dekatnya. Tetapi hal itu tidak membawa banyak pengaruh buruk karna buktinya Raja memiliki banyak sekali fans, banyak sekali yang menyukai lelaki Januari itu walaupun sifatnya yang terkesan cuek dan dingin dengan orang yang baru pertama kali ia temui atau bahkan orang-orang yang tidak terlalu dekat dengannya.

Fans Raja berasal dari berbagai macam kalangan, mulai dari wanita-wanita cantik bahkan sampai laki-laki yang memiliki status sebagai submissive juga menyukainya. Namun sayang tidak ada yang pernah berhasil menarik minat dan perhatian Raja. Membuat lelaki tampan itu hingga kini masih menyendiri dan terlihat sangat menikmati kehidupannya.

Raja juga sangat disegani oleh hampir seluruh geng motor di Neo City. Sangat berwibawa dengan kesan dingin yang sangat kental. Siapapun yang tidak mengenal dekat dirinya pasti sangat takut karna tatapan datar dan mengintimidasi milik sang Leader Neos itu.

Walaupun sangat di segani, tetapi tidak sedikit pula orang yang membenci Raja dan berusaha untuk menyingkirkan lelaki itu dengan berbagai macam cara. Tetapi tentu saja seorang Raja Levano Harvey tidak akan mudah tersentuh dengan tangan-tangan musuhnya yang jahil. Karna Raja memiliki koneksi dan anak buah yang bisa di bilang sangat banyak sehingga membuat siapapun yang ingin mencari masalah dengannya sudah pasti akan menyerah bahkan sebelum mencapai barisan tengah pertahanan milik Raja.

Namun walaupun tidak dapat di kalahkan. Banyak sekali yang selalu mencari-cari titik lemah Raja namun tidak ada yang berhasil, karna selama ini Raja terlihat sangat kuat dan tidak ada yang tahu celah titik kelemahan Raja.

Back to topic about Raja. Raja Levano Harvey kini masih berstatus sebagai seorang mahasiswa Bisnis dan Teknik tingkat akhir di univesitas ternama di Neo City. Apalagi kalau bukan NeoV. Lelako tinggi itu memutuskan untuk mengambil double degrees untuk mengimbangi minat dan juga tuntuan dari orangtuanya terlebih sang papa.

Karena sudah tidak memiliki kelas apapun selain bimbingan skripsi, lelaki tinggi dengan hidung mancung dan rahang yang tajam itu sangat jarang datang ke kampus dan memilih kegiatan lain untuk mengisi waktu luangnya. Raja memiliki pekerjaan lain yaitu mengurusi showroom mobil dan motor balap milik keluarganya. Sesekali juga dirinya di minta sang papa untuk membantu perusahaan keluarga dari pihak papa nya di Sydney, karena dirinya lah yang akan menjadi penerus tahta yang kini sedang di duduki oleh sang papa.


Sebuah tepukan pelan membuat Raja tersadar dari lamunanya dan segera menoleh ke arah Jo dengan tatapan penuh tanya.

“Udah sampe, ayo turun.” Mendengar ucapan Jo, Raja segera mengedarkan pandangannya keluar mobil dan ternyata benar mereka sudah sampai di sebuah tempat untuk sebuah pertemuan khusus bersama beberapa orang yang menurut Raja cukup penting.

Kedua lelaki tampan itu keluar dari dalam mobil dan melangkah menuju pintu masuk sebuah gedung yang jika di lihat dari luar seperti bangunan tua yang sudah tidak terpakai, tetapi ketika masuk kedalam suasana dan kondisi gedung tersebut sangat kontras terlihat perbedaannya. Karna bagian dalam gedung itu terlihat sangat terawat walaupun lampu penerangannya remang-remang.

“Ja,” tahan Jo ketika Raja ingin melangkah lebih jauh untuk masuk ke dalam gedung itu. Raja segera menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya untuk melihat Jo yang berada di belakangnya.

“Kalo abis ini gak ketemu juga,” ucapan Jo menggantung di udara sambil dirinya mengamati perubahan ekspresi Raja yang menjadi sedikit menyeramkan menurut Jo.

“Kalo abis ini gak ketemu juga, stop yaa?” Ulang Jo setelah meyakinkan diri dan melihat ekspresi Raja yang terlihat sedikit lebih santai.

“Gue tau apa yang gue mau. Lo cukup diem dan dengerin perintah gue.” Ujarnya dingin dan melepaskan cengkraman Jo dengan sedikit kasar kemudian berjalan memasuki gedung tua itu lebih jauh.

Perkiraan Jo benar. Jawaban Raja barusan sama persis dengan yang ia pikirkan tadi. Jo juga sangat paham akan karakter bos-nya yang kuat itu. Yang Jo tangkap selama bekerja bersama lelaki tinggi itu adalah apapun yang Raja inginkan, bagaimana pun caranya dan apapun yang harus Raja korbankan akan di lakukan agar Raja mendapat apa yang dia mau. Tidak peduli jika taruhannya adalah nyawanya sendiri. Jika menurut Raja sesuatu yang ia inginkan sangat worth untuk kehidupannya, Raja akan melakukan berbagai cara agar mendapatkan apa yang dia inginkan.

Sama seperti saat ini, bosnya itu sedang menginginkan sesuatu. Yang kali ini cukup sulit untuk Raja dapatkan karna sudah hampir 3 tahun berlalu yang di cari oleh Raja masih belum bisa di dicapai.

Seluruh cara sudah di lakukan oleh Raja tapi hasilnya masih nihil. Jo juga tahu jika Raja mengerahkan seluruh anak buahnya untuk hal ini. Tapi tetap tidak ada progres yang signifikan untuk keinginan Raja yang ini. Maka dari itu tadi Jo mengingatkan bos nya untuk menyerah jika saja cara yang sekarang tidak berhasil.

Tapi lagi-lagi Raja tetap pada prinsipnya. Sebagai bukti saran Jo di tolak mentah-mentah oleh Raja. Jika sudah begini Jo hanya akan diam dan tetap membantu sang bos untuk mendapatkan apapun keinginannya itu.

-RRL-

Sebuah pekarangan besar yang biasanya sepi, kini terlihat sedikit berubah dan menjadi cukup ramai karena sedang ada event charity yang diadakan oleh salah satu founder yayasan terkenal se-neo city.

Mulai dari anak-anak, anak remaja, laki-laki dan perempuan dewasa serta tak luput beberapa orang tua hadir memeriahkan acara charity yang memang selalu diadakan setiap 3 bulan sekali itu.

Semuanya sedang sibuk dengan dunianya masing-masing. Tidak terkecuali satu pria tinggi yang berada sedikit jauh dari area utama acara charity itu.

Lelaki tinggi itu sedang sibuk dengan hp nya yang tersambung dengan entah siapa yang berada di ujung sana.

“sebentar lagi gue balik.” Ujarnya pada sang lawan bicara sambil memainkan batu kecil di kakinya.

“Gak enak kalo balik sekarang, nyokap gue gak ada yang nemenin. Atau undur aja dulu sebentar. Tapi kalo gak bisa lo aja.”

Sambil mendengarkan lawan bicaranya, lelaki itu mempehatikan sekitarnya yang cukup ramai atau malah bisa dibilang sangat ramai. Sampai kemudian matanya menangkap satu sosok yang entah mengapa terlihat sangat menarik untuk di perhatikan.

Sosok itu sedang berusaha menenangkan salah satu anak laki-laki yang sedang menangis karna permen kapas miliknya jatuh. Bagaimana cara sosok itu menenangkan sang anak kecil membuat lelaki ini terpana, seakan terhipnotis oleh sosok itu.

Tatapan lembutnya, gestur tangan yang terlihat sangat lembut ketika menggusap air mata anak lelaki di hadapannya, gerakan mengusap kepala anak lelaki kecil dan pada akhirnya sosok itu membawa sang anak kedalam gendongannya, yang membuat anak kecil itu secara langsung meletakkan kepalanya nyaman di bahu sosok lembut tersebut.

Matanya terus mengikuti kemana sosok misterius itu pergi membawa si anak kecil, sampai dirinya lupa jika ia sedang berada dalam sambungan telfon. Yang membuat lelaki itu sadar adalah karena seseorang menabrak kakinya. Begitu ia melihat kebawah, ternyata ada seorang anak perempuan berusia sekitar 4 tahun yang tidak sengaja menabrak dirinya.

“Nanti gue telfon lagi. Kalo emang gak bisa diundur lo aja yang gantiin. Bye.” Lelaki itu dengan cepat mematikan sambungan dan segera meletakkan hp nya di saku celana. Lalu merendahkan dirinya agar dapat berbicara dengan sosok mungil yang tadi tidak sengaja menabrak dirinya.

“Kamu ngapain disini?” Tanyanya dengan lembut sambil mengusap pipi anak perempuan itu dengan perlahan.

“Tadi Claire gak sengaja liat om sendirian disini terus diem aja sambil ngeliatin kearah depan tanpa kedip, kirain om kenapa-kenapa makanya Claire samperin.” Ucap anak kecil bernama Claire itu dengan suara yang lucu.

“Hahah, om gpp kok. Makasih udah di samperin ya Claire. Sekarang mending kita balik sama temen-temen yaa. Claire mau?” Tanyanya lagi, membuat anak perempuan itu mengangguk semangat. Dengan cepat lelaki itu membawa Claire di gendongannya dan berjalan menuju tempat acara yang sedikit jauh dari posisinya sekarang. Sambil memikirkan sosok misterius yang berhasil membuatnya terpana dan terdiam sepersekian detik tadi.

Tapi sayang, setelah mengantarkan Claire untuk bergabung bersama teman-temannya. Lelaki itu sama sekali tidak menemukan sosok misterius tadi di mana pun. Bahkan dirinya sempat berkeliling namun tidak menemukan adanya tanda-tanda sosok misterius itu di tempat charity tersebut.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia dibuat terpana dengan sosok asing yang tidak sengaja terlihat olehnya matanya dan membuatnya penasaran setengah mati pada sosok itu, namun sayang tidak berhasil ditemukan.


Welcome to Race, Rush and Love 🤍

Prolog 1

“Udah gak ada.” Itulah kalimat pertamanya begitu sambungan telfon tersambung.

Ada jeda yang sengaja di ciptakan oleh lelaki itu untuk menunggu lawan bicaranya merespon.

“Aku belum kasih tau. Gimana cara bilangnya? Pasti shock banget kalo tau.” Ujar sosok tinggi itu lagi pada seseorang melalui sambungan telfon dengan suara yang sangat terdengar putus asa sambil memijat pelipisnya pelan sebagai bukti jika lelaki itu benar-benar frustasi akan kedaannya sekarang.

“Apa perlu aku jemput?” Tanya nya lagi sambil menolehkan kepalanya ke arah kiri, melihat lorong panjang yang sangat sepi dan terasa dingin. Di lorong panjang itu hanya ada beberapa temannya yang menemaninya.

“Kalian udah sampe mana?”

“Yaudah kesini dulu deh. Biar gimana nya nanti di pikirin disini.” Ujarnya lagi sambil menyandarkan kepalanya ke tembok lalu menatap langit-langit.

“Iya iya, aku urus juga itu nanti. Iyaa hati-hati ya? Jangan ngebut dan jangan panik.” Ingatnya lagi pada sang lawan bicara.

“Oke, bye.” Dengan cepat lelaki itu memutuskan sambungan dan kembali menyimpan hp nya di saku celana.

Lelaki itu menghela nafasnya dengan kasar dan memejamkan matanya berusaha untuk menghilangkan rasa pusing yang tiba-tiba saja mendera.

“Gimana?” Tanya salah temannya yang kebetulan memang berada disana untuk menemani. Kini sosok temannya itu duduk tepat di sampingnya.

“Gak tau, stress banget gue. Bajingan sialan! Tunggu aja pasti bakal gue cari dan gue bales perlakuannya dia!” Ucapnya dengan tangan yang mengepal sangat kuat, seakan menyalurkan emosinya yang sejak tadi tertahan.

“Sabar bos, kita disini bakal bantuin lo buat nyari cecunguk itu.” Ucap yang lain sambil menepuk pundak lelaki itu dengan pelan.

Dengan cepat lelaki itu mendial satu nomor di hp nya, begitu dering ketiga ada sosok lain yang menyahut dari ujung telfon.

“Cari bajingan itu sampe dapet. Bawa ke tempat gue sekarang juga.”

-RRL-

#Oneshoot

Tanpa berpikiran macam-macam, Julian segera meletakkan hp nya lalu dengan segera berjalan keluar kamar untuk menghampiri Mahen, asisten pribadi Levin yang sudah berada di depan rumahnya.

Lelaki manis itu menuruni tangga rumahnya dengan langkah ringan, ditambah sebuah kotak merah yang baru saja ia terima juga berada di tangannya sekarang. Entah mengapa Julian membawa kotak itu bersamanya, sepertinya lelaki manis itu tidak sadar.

Begitu Julian membuka pintu depan, dirinya di kaget kan dengan sosok tinggi yang berdiri membelakangi nya.

Jelas saja itu bukan Mahen. Julian sangat hafal dengan postur tubuh Mahen yang sedikit lebih pendek daripada sosok tinggi yang kini berada di hadapannya itu.

Julian jelas tahu, siapa sosok tinggi yang kini tengah membelakanginya itu. Dengan pakaian yang cukup formal, Julian bisa menebak jika sosok itu baru saja pulang dari sebuah pertemuan yang sepertinya sangat penting jika melihat dari outfit yang sosok itu kenakan.

“Hai sayang, Happy birthday.” Ucapnya singkat setelah membalikkan badan sambil memasang senyum hangat yang selalu Julian suka. Lengkap dengan sebuah kue kecil dengan lilin yang menyala di atasnya

“Loh? Kok-” Julian melihat kearah sekitarnya berusaha mencari Mahen yang katanya akan kembali untuk memberika hadiahnya yang lain.

“Kamu nyari siapa?” Tanya sosok di hadapan Julian dengan suara khasnya.

“Nyari Mahen, katanya dia mau balik lagi, kok malah ada kamu?” Tanya Julian dengan polosnya.

“Ya aku hadiahnya, Mahen kesini nganterin aku.”

“Kamu- Gimana- tunggu deh.” Julian menggelengkan kepalanya ketika dirinya bingung untuk bertanya pada sosok itu.

Tawa nyaring sosok tinggi itu terdengar jelas. “Kamu nih gemes banget sih?” Ujarnya sambil menggusak rambut Julian.

“Mending tiup lilin dulu, baru nanti nanya-nanya.” Sosok itu kembali mengangkat kue ditangannya yang tadi sempat terlupakan. Lilin-nya hanya tinggal setengah. Jika lebih lama lagi Julian menunda untuk meniupnya, pasti lilin itu akan mati dengan sendirinya.

“Make a wish dulu ya sayang.”

Mendengar perintah itu, Julian segera menangkupkan kedua tangannya, namu sedikit kesulitan karna kotak merah yang sejak tadi ia bawa. Melihat Julian kesulitan, sosok di hadapan lelaki manis itu segera mengambil alih kotak merah tersebut dan memegangnya.

Julian terlihat tenang ketika berdoa sambil menutup matanya sesaat sebelum meniup lilin.

Fuuuuhhhh

Sosok tinggi itu segera meletakkan kue nya di atas meja yang berada di teras rumah Julian dan segera meraih kedua tangan Julian dan menggenggamnya dengan hangat.

“Happy birthday, Julian.” Ucapnya singkat lalu dengan segera memajukan tubuhnya lalu mengecup kening Julian cukup lama.

“Terima kasih Mas Levin.” Balas Julian dengan lembut kemudian masuk kedalam pelukan lelaki tinggi itu. Menyamankan kepalanya di dada bidang sang lelaki sambil berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh keluar.

Sosok tinggi itu adalah Levin Hadinata, satu-satunya orang terdekat Julian selain keluarganya. Jika di tanya apakah mereka berpacaran? Jawabannya adalah tidak. Keduanya terlihat terlalu dekat untuk dapat dibilang sebagai sepasang teman. Tapi keduanya juga tidak memiliki status yang mengikat mereka. Jadi kita sebut saja jika mereka ini adalah sepasang TTM 🙂.

Levin yang selalu memperlakukan Julian layaknya pujaan hatinya, tetapi setiap di tanya mereka itu sebenarnya apa? Jawabannya selalu sama. Mereka adalah teman.

“Kok kamu nangis sih?” Tanya Levin begitu melepaskan pelukan mereka.

“Aku gak expect aja kalo ternyata kamu yang ada di sini sekarang.” Jawab Julian dengan air mata yang menetes dan membasahi pipinya. Levin dengan cepat menghapus air mata Julian.

“Sssttt. Aku gak mau ah kamu sedih-sedih kaya gini. Kamu happy?”

Julian mengangguk pelan.

“Katanya gak bisa pulang, taunya udah disini. Dasar tukang bohong.” Rajuk Julian sebal.

“Ya kan namanya surprise, kalo aku bilang gak jadi surprise dong sayang.” Levin menarik hidung Julian dengan gemas.

“Mas sakit dong ahhh.” Protes Julian sambil menatap Levin sebal.

“Kamu sejak kapan disini??”

“Tadi jam 9. Aku baru beres meeting langsung flight, dijemput sama Mahen dan langsung kesini. Makanya masih begini tampilannya.” Ujarnya sambil memperhatikan dirinya sendiri.

Sejujurnya, Julian sedikit terpesona. Ralat. Sangat terpesona saat melihat Levin memakai pakaian formal seperti ini, sebuah kemeja dengan lengan yang di gulung sampai siku, dasi yang sudah mulai berantakan. Levin yang seperti itu terlihat lebih menggoda di mata Julian. Levin dengan tampilan seperti ini lah yang menjadi kelemahan seorang Julian.

“Aku tadi liat kamu pas ambil hadiah ku dari Mahen. ” Julian menatap Levin dengan tatapan penuh tanya.

“Iya, aku dari tadi di mobil Mahen hehe.”

“Ih pantesan aja, pas aku tanya kenapa parkir diluar katanya buru-buru masih ada kerjaan. Taunya lagi ngumpetin bosnya toh.” Ucapan Julian barusan berhasil membuat Levin tertawa keras.

“Happy gak ada aku disini?” Tanya Levin memecah keheningan.

“Happy! Makasih ya mas, kamu udah nyempetin untuk dateng. Padahal aku gak expect kamu bakal dateng.”

“Sebetulnya ada yang mau aku omongin dan gak bisa aku tunda lagi. Makanya aku mutusin untuk pulang sebentar dan ketemu sama kamu.” Atmosfer teras rumah Julian tiba-tiba saja terasa semakin dingin. Julian sudah berubah menjadi sedikit defensif, begitu mendengar Levin ingin berbicara dengannya.

“Kamu- Kamu mau ngomong apa?” Tanya Julian dengan nada suara yang terdengar takut.

“Sini duduk,” Levin segera mendudukkan Julian di salah satu kursi, sedangkan dirinya berlutut tepat di hadapan Julian yang terduduk tegang.

“Kamu-”

“Dengerin, aku mau ngomong serius sama kamu. Aku minta kamu untuk dengerin aku sampe selesai baru nanti kamu boleh ngomong. Yaa?” Julian menganggukkan kepalanya pelan, jantungnya sudah berdetak tidak karuan. Dirinya juga tidak bisa menebak apa yang akan di bicarakan oleh Levin. Pasalnya lelaki tinggi itu kini terlihat serius dan raut wajahnya tidak bisa di baca sama sekali oleh Julian.

“First of all, Happy birthday yaa kesayangan aku. Aku berdoa dan berharap semoga kamu selalu di kelilingi sama hal-hal baik, di kelilingi orang-orang baik yang sayang sama kamu. Semoga kamu sehat terus supaya bisa sama aku terus. Sukses untuk segalanya yaa sayang. Terima kasih untuk selalu ada di samping aku selama ini. Aku beneran beruntung banget bisa kenal sama kamu dan jadi orang terdekat kamu.” Levin meraih tangan Julian dan mengecup punggung tangan Julian cukup lama. Setelahnya menatap dalam tepat ke manik mata Julian yang sudah terlihat sedikit berembun.

“Berhubung hari ini ulang tahun kamu, aku mau buat pengakuan sama kamu. Mungkin udah terlalu terlambat karna aku baru bilang ini sekarang. Tapi Julian, aku mau kamu tau kalo aku sayang banget sama kamu, gak ada satu haripun aku gak mikirin kamu. Apalagi kemarin posisinya kita lagi jauh, aku selalu kepikiran sama kamu, apa kamu baik-baik aja, ngapain aja kamu selama gak ada aku, siapa yang jagain kamu selama aku pergi. Pokoknya apapun yang aku pikirin selalu ada kamu di akhirnya.” Levin sengaja menjeda ucapannya untuk melihat reaksi Julian. Lelaki manis itu hanya diam dengan air mata yang sudah mulai turun membasahi pipinya.

“Jangan nangis, aku gak bisa liat kamu nangis kaya gini.” Levin dengan cepat menghapus air mata Julian.

“Julian aku tau, kalo selama ini aku gak jelas, kita gak jelas. Kita deket tapi yaa kita gak ada apa-apa. Makanya sekarang, aku mau memperjelas semuanya. Di hari ulang tahun kamu ini, aku Levin Hadinata mau minta kamu Julian untuk jadi pendamping seumur hidup aku. Aku mau habisin sisa waktu aku selamanya sama kamu.”

Air mata Julian semakin deras begitu mendengar ucapan serius Levin barusan. Levin dengan sigap menghapus air mata Julian yang turun dan sepertinya tidak berniat untuk berhenti.

Levin kemudian mengambil kotak merah yang sejak tadi tergeletak di meja, lalu membukanya dan menyodorkannya tepat di hadapan Julian.

“Julian, aku gak pernah mau main-main sama kamu. Mungkin ini terkesan terlambat tapi sekarang, aku yakin kalo aku mau kamu untuk menjadi pasangan hidupku selamanya. Orang yang akan berbagi segala hal sama aku. Dan aku cuma mau kamu. Jadi Julian, kamu mau kan nikah sama aku?” Tanya Levin dengan lugas tanpa ragu.

Bersamaan dengan tangis Julian yang pecah, lelaki manis itu segera menutup wajahnya dengan kedua tangan dan Levin bisa mendengar suara menangis Julian dengan jelas.

“Hei, kok kaya sedih banget sih? Gak mau ya kamu?” Tanya Levin karna merasa ada yang salah.

Julian dengan cepat menggeleng, namun masih tetap menutup wajahnya. Levin yang gemas segera menarik Julian kedalam pelukannya, berusaha menenangkan sang pujaan hati.

“Ini aku di tolak yaa? Yah sakit hati deh aku di tolak sama kesayangan aku.” Ucap Levin bercanda, sengaja untuk memancing Julian berhenti menangis.

Dengan cepat Julian memeluk Levin dengan erat, seolah Levin bisa saja menghilang kapan saja. Hal itu sukses membuat Levin terkekeh pelan. Lelaki tinggi itu mengecupi pelipis Julian dengan lembut. Berhasil membuat Julian semakin mengeratkan pelukannya.

“Kenceng banget meluknya? Aku gak akan kemana-mana kok. Selama kamu belum jawab, aku gak akan kemana-mana. Jadi mau di jawab dulu?” Tanya Levin dengan lembut.

“Aku mau.” Ucap Julian pelan dengan suara khas orang yang habis menangis.

“Mau apa?? Aku gak ngerti.” Goda Levin.

“Levin jangan kaya gitu,” rengek Julian dengan suaranya yang teredam di dada bidang Levin.

Sukses membuat Levin tertawa, lelaki tinggi itu menjauhkan tubuhnya dari Julian dan menatap mata sembab lelaki manis kesayangannya itu. Levin mensejajarkan wajahnya dengan wajah Julian. Menatap tepat ke manik mata sayu Julian.

“I love you Julian. Kamu mau kan nikah sama aku?” Ucap Levin dengan suara rendahnya, berhasil membuat Julian seperti tersihir dan mengangguk pelan dengan mata mereka yang masih terpaku satu sama lain.

“Be mine?” Levin memundurkan sedikit tubuhnya dan kembali menyodorkan cincin yang memang sengaja ia pilih sebagai hadiah ulang tahun Julian.

Lelaki manis itu, menundukkan kepalanya untuk melihat cincin yang tadi sudah ia buka dan kembali menatap Levin.

Julian terdiam cukup lama sambil menatap Levin dengan lekat. Berusaha mencari sesuatu yang sama sekali tidak ia temukan. Yang Julian liat hanya ada keseriusan di raut wajah Levin.

“Aku mau. Aku mau jadi milik kamu Mas Levin. I love you.” Jawab Julian dengan suara yang sedikit bergetar.

Tanpa membuang banyak waktu, Levin segera memasangkan cincin nya ke jari manis sebelah kiri tangan Julian lalu memberikan sebuah kecupan tepat di atas cincin itu.

“Di jaga baik-baik yaa. Ini tanda bukti keseriusan aku sama kamu. Tunggu semua urusan aku selesai dulu, baru nanti aku dateng ketemu oma opa kamu sama mama papa ku. Tunggu sebentar lagi ya sayang. Hari ini aku sengaja dateng untuk mengikat kamu secara resmi. Kalo selama ini kita cuma temen deket tapi kaya orang pacaran. Sekarang aku udah bisa pamer sama semua orang kalo kamu itu tunangan ku.”

“I love you Julian.”

-Fin-

Raja – Pangeran

“Ngantuk ya?” Tanya Raja begitu merasakan Pangeran bergerak tidak nyaman di atas dadanya.

Saat ini mereka berdua sedang mengobrol dengan Hesa, Jo, Adit dan juga Dion di basecamp sedangkan Jefrian sudah terlebih dahulu pulang karena Tera meminta untuk pulang sejam yang lalu dan Marka, lelaki kanada itu ada pertemuan besok pagi sehingga tidak bisa berada lebih lama di basecamp. Tepat setelah Hesa selesai balapan, Marka pamit pulang. Maka yang tersisa hanyalah mereka ber-6 sekarang.

Setelah berbicara dengan Raja dan berakhir dengan mereka yang kembali berdebat, kini Pangeran dengan cepat sedang berjalan ke arah parkiran untuk kembali pulang. Percuma jika dirinya ingin berbicara tetapi Raja masih memegang teguh gengsinya dan malah menyalahkan dirinya. Maka dari itu Pangeran memutuskan untuk pulang.

Lelaki manis itu sudah siap membuka pintu mobilnya ketika tangannya kembali di tahan dengan cepat. Pangeran menoleh dan mendapati ternyata Raja-lah yang menahan tangannya. Terlihat sedikit bulir keringat dipelipis wajah tampan Raja dan nafas yang masih sedikit tersenggal bukti jika lelaki tinggi itu mencarinya sambil berlari.

Pangeran berusaha melepaskan genggaman tangan Raja lagi namun seperti sebelumnya tenaga Pangeran tidak cukup kuat untuk melawan tenaga milik Raja.

“Mau apa lagi sih? Udah gue bilang, gue gak mau ngomong kalo lo-nya masih defensi kaya gini. Lepas! Gue mau pulang.” Ujar Pangeran sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Raja.

“Ayo ngomong. Gue gak bisa kaya gini terus.” Pinta Raja kali ini dengan nada suara yang sedikit melembut.

“Gue gak mau kalo lo cuma bakal nyalahin gue lagi. Udah deh lepas. Gue mau pulang.” Pangeran masih tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak mau berbicara dengan Raja hari ini.

“Bisa gak dengerin gue sekali ini aja?” Tanya Raja kemudian berhasil membuat Pangeran menaikkan sebelah alisnya dan menatap Raja dengan tajam.

“Selama ini gue gak dengerin lo emangnya?! Udah deh ah. Mending lo minggir gue mau balik.” Pangeran berusaha menyingkirkan Raja dari depan pintu mobilnya namun tidak ada pergerakan sama sekali.

“Minggir!”

“Gak. Sebelum lo mau ngomong sama gue.” Pangeran memejamkan matanya sebentar, kalau begini terus ia tidak akan pulang.

“Ok fine! Ngomong disini gue gak punya banyak waktu buat ngeladenin lo. Buruan.” Putusnya pada akhirnya.

Raja menggeleng pelan, “Gak disini.” Kemudian membawa Pangeran kearah belakang arena. Pangeran mau tidak mau mengikuti Raja. Ternyata Raja membawanya ke tribun arena yang lebih kecil yang memang jarang di pakai. Raja mendudukkan Pangeran disalah satu kursi sebelum kemudian dirinya ikut duduk disebelah Pangeran.

“Kenapa pergi?” Mulai Raja membuat Pangeran merotasikan matanya sebal. Seolah merasa dejavu karena pertanyaan Raja barusan.

“Kenapa nanya?”

“Gue gak suka pertanyaan gue di jawab pake pertanyaan lain.” See? Merasa dejavu? Pangeran lagi-lagi merotasikan matanya sebal.

“Lo yang minta gue buat pergi. Lo nyuruh gue buat gak ada di sekitaran lo. Giliran gue pergi lo malah nanya kenapa gue pergi? Aneh lo.” Jawab Pangeran benar-benar kesal karna Raja terlalu berputar-putar dan jalan di tempat.

“Udah deh kalo lo cuma mau bahas kenapa gue pergi mending nanti aja ngomongnya. Lagian juga lo tau alasan kenapa gue pergi, jadi gak usah nanya-nanya kaya gitu.” Lanjut Pangeran lagi sambil bersiap untuk pergi dari tempat itu namun lagi-lagi Raja kembali menahan tangannya.

“Lepas. Gue mau balik. Gue gak punya waktu ngeladenin lo dan gengsi lo yang gede itu.” Pangeran berusaha melepaskan cengkraman Raja.

“Bisa gak kita ngomong dulu sebentar?”

“Dari tadi juga kita udah ngomong, cuma lo-nya muter muter mulu gak to the point. Sekarang gue tanya mau lo tuh apa? Lo nyuruh gue pergi ya gue pergi. Sekarang gue udah ilang gak ada di pandangan mata lo, lo malah nanya kenapa gue pergi. Aneh lo.”

“Gue gak beneran nyuruh lo pergi. Lagian semua ini awalnya juga salah lo.”

“Iya emang salah gue. Gue yang mulai semuanya tapi at least gue mencoba buat dapet maaf dari lo. Gue ngechat lo berkali-kali minta maaf tapi gak ada satupun chat gue yang lo bales. Sampe akhirnya gue memberanikan diri buat nyamperin lo. Ternyata lo gak ada, ok gue tungguin sampe lo pulang. Begitu lo pulang lo malah menghindari gue. Gue udah nurunin gengsi dan harga diri gue buat nyamperin lo, masuk ke kamar mandi dan ganggu lo yang lagi mandi tapi yang gue dapet malah penolakan dan berakhir lo nyuruh gue pergi. Mikir gak sih lo? Sesakit hati apa gue berniat buat minta maaf dan ngejelasin tapi malah lo suruh pergi karna lo gak mau liat gue ada di sekitaran lo?”

“Tapi gue gak bener-bener nyuruh lo buat pergi. Harusnya lo paham gue.”

“Gue paham, sangat paham tapi mata lo gak bisa bohong. Lo emang beneran mau gue buat pergi. Kalo emang lo dari awal gak pengen beneran gue pergi harusnya lo bilang at least lo nyari gue. Ini nyari aja engga? Gimana gue bisa tau lo gak serius nyuruh gue pergi?”

“Gue nyari lo. Semua orang gue nyari lo. Anak-anak juga nyari lo. Masih kurang? Masih bilang gue pengen lo beneran pergi?” Ucap Raja sedikit ngotot, Pangeran yang mendengar itu merotasikan matanya sebal. Tidak kah lelaki tinggi itu mengerti point yang coba Pangeran sejak tadi ingin sampaikan? Lelaki manis itu menghela napas panjang pada akhirnya.

“Gue udah bilang, gue gak butuh orang-orang lo atau anak-anak nyari gue karna yang punya masalah tuh lo sama gue bukan mereka. Mana juga gue tau kalo orang-orang lo nyari gue? Kalo aja emang lo beneran gak pengen gue pergi harusnya lo sendiri yang nyari gue. Bukan nyuruh orang. Kalo emang lo gak mau ketemu sama gue seenggaknya lo chat gue jelasin semuanya. Minta maaf. Sesimpel itu kalo aja lo pake otak bukan emosi dan gengsi.” Kesal Pangeran. Ini pertama kalinya Pangeran berucap tidak sopan seperti itu pada Raja tapi toh lelaki tinggi itu sepertinya butuh sesekali untuk di perlakukan seperti ini.

“Sebulan gue ngilang, sebulan. Gak ada lo sekalipun ngechat gue minta maaf seakan lo gak salah sampe kemudian gue gak sengaja liat chwe di singapur pas gue lagi jalan. Sesusah itu ya minta maaf dan ngaku kalo salah? Lo lebih milih buang-buang duit buat bayar orang suruhan lo nyari gue dan bayar orang bandara buat tau kemana gue pergi. Iya?”

“Gue tau kalo gue chat lo gak akan bales. Lo gak akan mau juga ketemu gue. Ini salah satu cara gue biar gue tau lo baik-baik aja. Dan nunggu lo balik sendiri baru kita ngomong.”

“Lo bahkan belum coba buat chat gue? Kalo aja sehari setelah orang-orang lo laporan kalo gue ilang lo chat gue minta gue buat balik gue pasti balik, lo jadi gak perlu buang-buang banyak duit cuma buat nyari gue. Lo tau kan? Semua perintah lo, semua permintaan lo, semua mau lo bakal gue turutin. Lo minta gue pergi ya gue pergi, tapi kalo aja lo minta maaf dari awal dan ngejelasin semuanya ya gue bakal maafin lo. Dan kalo aja lo minta gue buat balik gue pasti bakal balik sama lo. Sesimpel itu. Tapi gengsi lo terlalu gede cuma buat sekedar minta maaf dan sekarang lo malah nyalahin gue.” Pangeran mendengus sebal. Benar-benar tidak habis pikir dengan cara kerja otak Raja yang menurutnya sangat aneh.

“Lo ngerti gue. Kenapa gak lo yang balik sendiri dan nyamperin gue?” Ujar Raja dengan santai namun berhasil membuat Pangeran lagi dan lagi merotasikan matanya sebal.

“Lah? Ngapain?! Lo yang salah gue yang nyamperin? Duh tolong deh. Lo tuh kebiasaan begini selalu merasa benar dan gak pernah ngerasa bersalah padahal gue yakin kalo lo tau lo salah. Udah deh bertele-tele banget. Sekarang gue tanya mau lo gimana sekarang?” Tanya Pangeran berusaha menemukan inti dari pembicaraan mereka malam ini. Tujuan Pangeran jelas satu, membuat Raja akhirnya mengakui jika dirinya salah dan membuat lelaki tinggi itu meminta maaf secara langsung.

“Jawab. Semua jawaban lo nanti bakal jadi akhir buat kita baik atau buruk semua keputusan ada di lo.” Lanjutnya ketika Raja hanya diam dan malah sibuk memperhatikan wajahnya.

“Gue gak mau lo pergi, gue gak bisa kalo gak ada lo.” Nada suara Raja mulai berubah menjadi sedikit melunak, raut wajahnya pun juga sama. Kini lelaki tinggi itu terlihat lebih santai dan tidak terlalu defensif.

“Kalo kaya gitu kenapa lo gak nyari gue? Gak ngejelasin dan gak minta maaf?” Pancing pangeran, guna mendapat apa yang ia ingin dengar dari Raja.

Hening. Raja tidak segera menjawab pertanyaan pangeran. Lelaki tinggi itu terlihat kembali bingung. Pangeran jelas tau, didalam sana Raja sedang berperang dengan batin-nya, mana yang harus lelaki itu pilih. Meminta maaf atau tetap teguh pada pendiriannya selama ini.

5 menit berselang, cukup lama menurut Pangeran. Tetapi lelaki manis itu tidak memaksa atau memburu-buru Raja dalam memilih keputusannya. Sampai kemudian satu tarikan nafas terdengar disusul dengan suara serak Raja.

“Ok fine. I'm sorry. Aku minta maaf, aku tau aku salah ngomong kaya gitu ke kamu. Aku udah buat kamu sakit hati. Tapi aku gak pernah beneran serius minta kamu buat pergi.” Raja menggeleng pelan sebelum kemudian melanjutkan ucapannya, “Gak bisa. Aku gak bisa jauh dari kamu, terlalu takut rasanya jauh dari kamu. Aku beneran minta maaf sebulan ini gak usaha ngehubungin kamu malah nyuruh orang-orang buat nyari aku. Aku tau dan sangat sadar kalo ego dan gengsi aku tinggi. Maaf. Aku bener-bener minta maaf.”

Akhirnya.

Akhirnya kalimat yang selama ini Pangeran tunggu terucap secara langsung dari si tuan gengsi dihadapannya ini. Lelaki manis itu tersenyum diam-diam sambil dalam hati merasa sedikit lega dan bangga karna Raja akhirnya berhasil mengalahkan ego dan gengsinya sendiri.

“Sesusah itu ya? Sesusah itu minta maaf atas kesalahan lo? Sampe lo harus ngeribetin diri sendiri dan banyak orang, buang-buang banyak uang cuma buat nyari gue padahal jalan keluarnya cuma sesimple lo temuin gue, jelasin dan minta maaf. Udah selesai. Gue juga gak akan pergi-pergi kalo dari awal lo ngasih penjelasan.” Tanya Pangeran lagi masib sedikit tidak puas dengan permintaan maaf Raja barusan.

“Tapi kamu juga salah.” Nada bicaranya kini kembali berubah 180°, nada bicara Raja-nya kembali seperti biasanya ketika lelaki tinggi itu berbicara pada Pangeran. Tidak ada emosi disana.

“Oh god!” Pangeran merotasikan matanya sebal mendengar ucapan Raja barusan. Tapi kali ini Pangeran merasa jika inilah waktunya untuk bergantian meminta maaf pada Raja karena kesalahan yang sudah ia perbuat yang menjadi akar permasalahan mereka sekarang.

“Ok. Semua emang salah aku awalnya. Aku minta maaf kalo udah bohong sama kamu dan bikin kamu khawatir karna kamu tau aku masuk rumah sakit. Tapi aku pengen sekali aja ngalahin Sandi karna manusia itu harus di kasih pelajaran biar kapok. Dia nantangin aku secara terang-terangan, ya aku gak terima. Tapi aku gak tau kalo dia bakal main curang dan bikin aku akhirnya masuk rumah sakit. Aku beneran minta maaf buat itu. Aku janji gak akan kaya gitu lagi. Kemaren itu terakhir aku bohong dan gak izin sama kamu. Maaf ya.” Pangeran menatap lelaki tinggi itu dengan tatapan sendu, berharap Raja dapat merasakan penyesalannya dan permintaan maafnya yang tulus itu.

“Terus kamu ngapain ketemu sama mantan kamu?” Pangeran membulatkan matanya, tidak menyangka dengan pertanyaan tersebut akan di tanyakan oleh Raja.

“Kamu tuh kalo marah beneran otaknya gak pernah di pake ya?” Pangeran menatap Raja dengan tatap takjub. Lagi-lagi tidak menyangka dengan cara kerja otak Raja. Lelaki tinggi itu hanya menatap tajam kearah Pangeran seperti tidak suka dengan ucapan lelaki manisnya barusan.

“Firts of all, kamu tau aku punya mantan?” Raja menggeleng pelan. Seingatnya, Pangeran tidak memiliki mantan sama sekali karena lelaki manis itu tidak suka terikat dengan suatu hubungan.

“Terus?” Pancing Pangeran lagi.

“Tapi kamu bilang itu mantan kamu. Segala kamu kasih love. Beneran mantan kamu ya? Tapi kamu gak pernah bilang?” Tanya Raja penuh selidik membuat Pangeran tertawa lepas. Lucu sekali pacarnya ini. Pangeran hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan sisa tawa yang masih tersisa.

“Kamu tau kan dulu aku gak suka terikat sama hubungan. Sampe kamu dengan gilanya tiba-tiba ngeklaim aku sebagai pacar kamu, ngakuin aku dimana-mana kalo aku tuh pacar kamu, gak boleh ada yang gangguin aku. Pokoknya dimanapun aku berada dulu selalu kamu ikutin dan gangguin karna aku-nya gak mau soalnya kamu dulu terlalu freak. Sampe yang paling gila kamu dateng kerumah dan ngaku jadi pacar aku ke mami. Sampe mami kaget karna ada yang ngaku-ngaku jadi pacar aku.” Pangeran menjelaskan dari bagian intronya.

“Terus? Apa maksudnya?” Raja kembali bertanya karena merasa tidak paham dengan penjelasan Pangeran barusan.

“Raja serius deh. Kamu nih- gimana bisa orang-orang mempercayakan Neos sama kamu kalo kamu gampang di begoin begini.” Pangeran menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan.

“Serius deh Prince. Aku gak bercanda.” Ujar Raja tidak suka. Lagi-lagi berhasil membuat Pangeran tertawa, namun Pangeran segera diam ketika Raja melihatnya dengan tatapan tajam.

“Ya Tuhan. Dia bukan mantan pacar aku. Kamu bahkan jelas tau aku punya mantan juga engga. Kamu juga kan tau, kamu orang pertama dan satu-satunya yang buat aku pada akhirnya mau terikat sama suatu hubungan. Dia tuh salah satu orang kepercayaan aku, yang paling deket sama aku setelah keluarga. Nanti aku kenalin ya. Orangnya juga ngomel pas aku pasang mukanya di twitter, takut di cari sama kamu katanya.” Pangeran kembali tertawa ketika mengingat Yudha yang panik karena takut pada Raja.

“Aku nyoba nyari, tapi gak ketemu data apapun tentang dia. Beneran bukan mantan kamu?” Tanya Raja lagi masih tidak sepenuhnya percaya pada Pangeran.

“Beneran bukan. Nanti aku kenalin. Kamu bisa tanya sendiri sama orangnya nanti.” Pangeran berusaha meyakinkan Raja jika Yudha bukalah mantan pacaranya. Lelaki itu tidak kembali mengajukan pertanyaan pada Pangeran dan memilih untuk diam.

Setelahnya hening. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing sampai kemudian Pangeran mengubah posisi duduknya menghadap kearah Raja.

“Jadi sekarang gimana?” Tanya Pangeran meminta kejelasan.

“Gimana apanya?” Tanya Raja bingung dengan pertanyaan Pangeran.

“Kita masih atau kamu mau aku pergi?”

“Masih kurang jelas yang tadi? Aku gak mau kamu pergi, aku mau kamu selalu ada di samping aku. Kalo kamu pergi, aku bukan cuma kehilangan kamu tapi juga kehilangan dunia ku. Jangan pernah pergi lagi.”

“Aku itu nurut sama semua mau kamu, kamu minta aku stay aku bakal stay selamanya. Kamu minta aku pergi ya aku beneran bakal pergi. Makanya lain kali kalo kamu lagi emosi dan kemungkinan bakal ngomong yang aneh-aneh lebih baik buat diem daripada nanti kamu jadi nyesel sendiri. Oke King?”

“I'm sorry.” Raja menundukkan kepalanya seperti benar-benar menyesal.

“It's ok. Tapi aku mau minta sesuatu sama kamu boleh?” Tanya Pangeran membuat Raja kembali mengangkat kepalanya.

“Apa?” Tanya Raja dengan raut sedikit cemas, mungkin ia takut jika Pangeran meminta hal yang aneh-aneh padanya.

“Bisa gak ego sama gengsi kamu di turunin sedikit? Kalo merasa salah ya minta maaf, bukannya malah nyalahin orang balik. Bukan cuma ke aku, tapi ke mama kamu dan anak-anak Neos yang lain. Aku gak peduli kamu ke musuh-musuh kamu kaya gimana. Tapi aku minta untuk sedikit turunin ego dan gengsi kamu untuk orang-orang terdekat kamu termasuk mama, aku dan anak-anak Neos inti. Mereka yang selalu nemenin kamu dan kalo aja kamu begini lagi kamu mungkin bener-bener bisa kehilangan mereka. Lagian ya, minta maaf kalo salah tuh bukan berarti kalah. Aku juga yakin kalo papa kamu pasti selalu ngajarin untuk gak egois dan selalu minta maaf duluan. Jadi King, bisa ya?”

“Aku coba.”

“Aku gak minta kamu buat berubah dengan instan, aku tau gak ada yang bisa berubah dengan cepat. Seenggaknya sedikit sedikit berubah. Dan lagi, aku maunya kamu berubah atas kemauan kamu sendiri bukan karna aku yang nyuruh kamu untuk berubah. Aku juga gak akan maksa kalo kamu gak bisa tapi seenggaknya aku udah ngingetin kamu sebelum nanti kamu nyesel karna kehilangan orang-orang yang sayang dan selalu kamu sayang.” Sebuah senyum terpasang diwajah manis Pangeran, lelaki manis itu meraih tangan Raja dan menggenggamnya dengan erat.

“Iya, aku bakal coba Prince.” Balas Raja sambil menyatukan tangan mereka.

“Oh! Sama satu lagi, sebelum aku lupa. Aku beneran bakal pergi dan gak akan balik kalo kamu impulsif lagi kaya kemarin. Aku gak mau kejadian kemarin keulang lagi. Kalo sampe keulang lagi kita beneran bubar ya King. Ini aku serius. Makanya tolong banget kalo lagi marah, sebelum ngomong tuh di pikir dulu, jangan asal ngomong ujungnya malah nyesel. Ini aku udah ngasih tau ya. Pokoknya kalo kamu begini lagi alu beneran pergi dam gak akan balik selamanya.” Raja menatap horor kearah Pangeran, tapi Pangeran serius dengan kata-katanya barusan. Ia tidak ingin hal seperti ini terulang kembali di masa mendatang.

“Iya. Aku janji, gak akan kaya gini lagi.” Ujar Raja sungguh-sungguh.

“Ok, balik ke topik yang tadi. Kalo gitu mulai dengan minta maaf sama Hesa dan Jo ya? Kamu ngelampiasin emosi kamu ke mereka pas tau aku masuk rumah sakit. Padahal bukan salah mereka sama sekali, itu aku yang minta bantuan mereka. Harusnya kamu marah sama aku bukan sama mereka. Minta maaf ya?”

“Abis ini aku minta maaf sama mereka. Tapi Prince, aku gak akan ngabulin permintaan kamu yang tadi.”

“Yang mana?” Tanya Pangeran bingung permintaan apa yang dirinya ajukan pada Raja.

“Narik Chwe sama Tiger dari sekitar kamu. Aku harus selalu memastikan kamu aman dan gak ada yang berani nyentuh kamu kalo aku gak ada disekitar kamu.”

“Gak masalah, aku juga udah biasa di jagain kaya gitu. Sebelum sama kamu daddy juga ngelakuin hal yang sama ngasih aku bodyguard dan orang-orangnya buat jagain aku, karna sekarang aku sama kamu dan daddy percaya sama kamu makanya orang-orangnya di tarik dan ngebiarin orang-orang kamu yang jaga aku.”

“Aku juga mau minta sesuatu, boleh?” Kali ini Raja menatap Pangeran dengan tatapan memohon.

“Apa?”

“Jangan pergi. Sebulan jauh dari kamu aja aku gak bisa apalagi aku harus di tinggal selamanya sama kamu. Aku gak sanggup kalo harus LDR.” Pangeran bingung pada awalnya, namun dia kemudian mengerti maksud ucapan Raja barusan. Sedikit memanfaatkan situasi, Pangeran meminta sesuatu yang selama ini tidak pernah ia lihat dari Raja.

Wajahnya ia buat terlihat sangat serius sampai kemudian berucap, “Beg for it.” Mata Raja semakin membesar begitu mendengar ucapan Pangeran barusan.

“Apa-apaan?!” Protesnya tidak terima.

“Yaudah kalo gak mau. Aku pergi.” Pangeran siap untuk berdiri tapi tangannya di tahan oleh Raja. Lelaki tinggi itu terlihat sedikit frustasi dengan permintaan Pangeran. Sebetulnya Pangeran hanya iseng, namun lelaki itu benar-benar ingin melihat bagaimana pada akhirnya Raja memohon padanya dengan gengsi lelaki itu yang setinggi langit.

“Kamu mau aku gak pergi kan? Beg for it.” Ulang Pangeran lagi sedikit tidak sabaran.

Raja memejamkan matanya lalu menghela nafas sebelum kemudian berucap, “Prince please jangan pergi. Jangan tinggalin Raja sendirian disini.” Mata Raja sedikit berbinar tidak lupa pula bibir tebalnya sedikit pout membuat Raja saat ini terlihat menggemaskan di mata Pangeran.

“Kenapa?” Tanya Pangeran dengan serius.

“Raja gak bisa kalo gak ada Pangeran-nya disamping dia. Nanti kalo Raja lagi lemah dan Pangeran-nya lagi jauh siapa yang bakal nguatin Raja? Raja butuh Pangeran disini. Kehadiran Pangeran di samping Raja jadi sumber kebahagiaan tersendiri buat Raja. Please stay ya Prince?” Mata lelaki tinggi itu terlihat sedikit berkaca-kaca. Bahkan Pangeran juga kaget melihatnya, ini kali keduanya Pangeran membuat Raja hampir menangis.

Lihat, power yang dimiliki oleh Pangeran dalam hidup Raja. Pangeran sudah menjadi segala kelemahan dan kekuatan Raja, Pangeran sudah menjadi pusat dunia Raja sekarang dan Pangeran juga bisa menjadi kandidat kuat untuk membuat Raja hancur sampai habis tak tersisa jika saja Pangeran memiliki niat jahat pada Raja. Who knows?

“Thank you for begging. Tapi sejujurnya aku gak akan pergi kemana-mana kok.” Jelas Pangeran membuat Raja kembali membulatkan matanya merasa di tipu oleh si kesayangan.

“Tapi tadi kamu bilang mau packing? Besok pagi flight?” Tanya Raja masih tidak mengerti.

“Ngarang aja itu, sengaja mancing kamu. Sebenernya aku gak akan pergi kemana-mana, selama kamu gak minta aku untuk pergi, aku bakal tetep stay disamping kamu. Semua permintaan kamu bakal selalu aku turutin termasuk untuk tinggal selamanya disamping kamu.” Pangeran mengusap pipi Raja dengan lembut, memperhatikan wajah tampan sang kekasih yang terlihat lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu sebulan yang lalu.

“Eh tapi aku emang besok mau pergi sih.” Lanjut Pangeran lagi membuat Raja menatap lelaki manis itu dengan tatapan tidak suka.

“Prince jangan bercanda. Kamu gak tau aku deg-degan sekarang?” Raja dengan cepat meraih tangan Pangeran dan menempatkannya tepat di dadanya sehingga Pangeran dapat merasakan degup jantung Raja yang sedikit berdetak lebih cepat.

“Aku mau pergi besok. Mau pulang kerumah. Soalnya daddy udah nanyain.” Pangeran memasang senyum yang menampilkan deretan gigi rapinya. Raja dengan cepat mencubit pipi Pangeran gemas dan berakhir lelaki tinggi itu mendapat sebuah pukulan pelan di pahanya.

Setelahnya hening, keduanya kembali sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

“Udah selesai kan? Kita udah baik sekarang?” Tanya Raja sambil menatap Pangeran lekat. Lelaki manis itu hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya.

“Aku mau peluk. Boleh Raja dapet pelukan dari Prince?” Tanya-nya dengan nada lembut dan mata yang berbinar. Pangeran sedikit shock melihat Raja yang seperti itu namun Pangeran juga gemas melihatnya. Pemandangan yang sangat jarang sekali terjadi. Seorang Raja Harvey terlihat sangat menggemaskan, dan itu semua hanya dapat di lihat oleh Pangeran seorang.

Lelaki manis itu segera menarik tubuh besar Raja untuk masuk kedalam pelukannya, melingkarkan lengannya ke leher Raja dan mengusap kepala dan punggung Raja secara bergantian. Sedangkan yang di peluk dengan nyaman memposisikan kepalanya di dada Pangeran, menghirup wangi tubuh kesayangannya itu yang sangat ia rindukan sambil kembali menggumamkan maaf.

“I love you king.” Ujar Pangeran sambil mengecup pelipis Raja lembut.

-Fin-

Pangeran sudah sampai di arena barat tempat dimana Basecamp Neos berada. Lelaki manis itu berjalan memasuki arena untuk menuju basecamp, selama perjalanannya menuju basecamp, tidak jarang beberapa orang yang Pangeran lewati menyapanya. Lelaki itu dengan sedikit senyum diwajahnya sambil balik menyapa orang-orang.

Sesampainya di dalam basecamp, Pangeran segera berjalan ke arah kulkas dan mengambil sekaleng soda lalu kembali berjalan menuju sofa.

“Udah dateng lu.” Itu Jo yang baru saja datang dari arah pintu. Pangeran hanya menganggukkan kepala dan segera mendudukkan dirinya.

“Mana yang lain? Sepi amat?” Tanya Pangeran sambil mengedarkan pandangannya kesekitar ruangan. Hanya ada beberapa anak-anak yang tidak begitu Pangeran kenal yang sudah pasti bukan anak inti Neos.

“Masih di arena, Tera sama Dion keluar gak tau kemana.” Jo ikut mendudukkan dirinya di sebelah Pangeran.

“Masih di jalan mereka, tadi bilang sama gue udah deket sih.”

“Udah makan belom lu?” Pangeran menggeleng, terakhir kali ia makan itu tadi siang, sekarang ia belum makan sama sekali dan tiba-tiba saja merasa lapar ketika Jo bertanya.

“Mau beli makan? Tapi tunggu anak-anak balik dulu biar sekalian delivery-nya.”

“Boleh deh, lagi pada ngapain emang di arena? Hesa bukannya turun nanti malem?” Tanya Pangeran sambil membetulkan letak duduknya jadi bersandar ke lengan sofa dengan sebelah kaki yang ia lipat dan tubuh menghadap ke arah Jo.

“Ada yang lagi pake arena dari luar, mereka lagi nonton. Lu mau liat juga? Tapi bentar lagi udahan sih harusnya.” Tawar Jo sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Gak deh, males gue. Disini aja sambil nunggu Tera sama Dion.”


Tidak lama kemudian, Tera dan Dion sudah kembali. Disusul dengan Hesa, Marka, dan juga Jefrian juga sudah ikut berkumpul di basecamp.

“Eh ini dia yang jadi buronan. Kemana aja bos?” Tanya Adit yang baru saja bergabung dengan mereka.

“Apaan lu, enak aja buronan.” Pangeran berdecak sebal namun malah mengundang tawa yang lain.

“Gimana scotland?” Tanya Jo membuka obrolan. Mereka semua sudah tahu jika Pangeran pergi ke scotland karena Jo dan Hesa memberitahu mereka beberapa hari lalu.

“Ya gitu-gitu aja, tapi emang nyaman sih bikin betah juga. Udah gitu di tempat gue stay tuh sepi banget. Kayaknya gue bakal pindah kesana deh. Enak banget soalnya.”

“Disana lu sendiri?” Kali ini Hesa yang bertanya dengan nada yang penasaran.

“Ada kenalan gue kebetulan tinggal disana, jadinya gue numpang sama dia.” Yang lain hanya mengangguk enggan untuk bertanya lebih lanjut siapa kenalan yang dimaksud Pangeran karena lelaki itu tidak akan menjawab.

“Lu nanti lawan siapa Sa?” Tanya Pangeran mengalihkan topik pembicaraan.

“Pegans.” Jawab Hesa singkat.

“Sandi?” Tanya Pangeran begitu mendengar nama geng salah satu musuh terbesar Neos.

Hesa menggeleng pelan, membuat Pangeran bingung. Tumben sekali dari Pegans bukan Sandi yang turun. Namun Pangeran tidak bertanya lebih jauh lagi. Lelaki manis itu memilih menyesap minumannya dengan tenang sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru basecamp. Berusaha mengingat bagaimana bentuk basecamp yang sudah setahun lebih itu menjadi rumah keduanya sebelum nantinya ia tidak dapat keluar masuk tempat ini dengan bebas.

Tak lama berselang, satu sosok muncul dari arah pintu membuat semua yang ada disana memberi sapaan hormat pada sosok tersebut. Awalnya baik Pangeran ataupun sosok itu tidak menyadari keberadaan satu sama lain, sampai kemudian Pangeran mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan Raja yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk.

Lelaki tinggi itu terlihat kaget dengan keberadaan Pangeran disana namun lelaki manis itu terlihat tidak peduli. Yang menjadi fokusnya adalah sosok lain yang berada tepat disebelah Raja dan terlihat sangat dekat. Seorang perempuan tinggi tapi sepertinya masih lebih tinggi Pangeran, dengan sebuah dress abu-abu plus heels tinggi dan tidak lupa pula make up yang terlihat sangat tebal di wajah perempuan itu. Pangeran menaikkan sebelah alisnya sambil mengamati sang perempuan dari atas hingga bawah melihatnya dengan tatapan penuh penilaian.

Siapa dia? Pacar baru Raja? Jika iya, Pangeran tidak menyangka selera Raja akan turun sedrastis ini. Pangeran mengalihkan tatapannya kearah Jo berusaha mengonfirmasi siapa sosok itu kemudian Jo menjawab dengan tanpa suara “anak baru”. Pangeran hanya ber-oh ria dan kembali mengamati sosok perempuan itu.

“Eh ada tamu, siapa? Kok baru liat. Anak baru ya?” Tanya sang perempuan sambil menatap Pangeran penuh penilaian. Lelaki manis itu mengerutkan keningnya hingga mempertemukan kedua alisnya, kalau saja dirinya sedang baik-baik saja ia akan membuat perempuan tersebut malu. Akhirnya Pangeran hanya diam tidak menanggapi.

“Ih sombong banget lo ditanya gak jawab. Jangan sombong-sombong jadi anak baru. Nanti kalo di tatar nangis.” Ucapan perempuan itu membuat semua yang ada disekitar mereka kaget. Apakah perempuan ini tidak tahu siapa yang sedang diajaknya berbicara? Jo dan Hesa terlihat sedang menahan tawanya dan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Baru saja Pangeran ingin menimpali ucapan perempuan itu, tiba-tiba saja hp-nya berbunyi dan menampilkan nama Yudha. Dengan cepat lelaki manis itu berdiri dari duduknya dan sedikit berjalan menjauh ke sudut basecamp yang lebih sepi.

Raja jelas mengamati pergerakan Pangeran hingga lelaki manis itu memilih spot di dekat pintu keluar sambil serius menelfon. Sikap Raja juga tak lepas dari pengamatan anak-anak Neos yang ada bersama dengan Raja.

“Udah disini tuh anaknya. Ajak ngomong sana gih. Nanti kalo ilang lagi rusuh.” Ujar Hesa membuat Raja teralih dan menatap Hesa.

“Kapan lagi coba kalo bukan sekarang? Dia bisa aja tiba-tiba pergi lagi.” Kali ini Jo ikut bersuara mengompori sang pemimpin. Raja yang masih diam kembali mengamati Pangeran yang masih sibuk dengan sang penelpon.

“Siapa sih? Anak baru ya? Kok gue baru liat?” Tanya sang perempuan yang masih berdiri disamping Raja.

“Lu bisa diem gak sih? Gak usah ikut campur.” Kali ini Tera yang seperinya sudah memendam kekesalannya mulai bersuara.

“Ya gue cuma mau tau, gue kan bagian dari Neos juga sekarang. Sebentar lagi bakal jadi Ratu yang nemenin Raja disini. Ya kan King?” Ujarnya dengan nada manja yang dibuat-buat sambil merangkul lengan Raja dengan berani.

Raja menatap perempuan itu lalu bergantian melihat tangannya yang di rangkul oleh sang perempuan lalu dengan cepat melepaskannya karena sosok itu benar-benar menempelkan lengan Raja ke dadanya.

“Diem. Gak usah banyak tingkah lu disini.” Ujarnya dengan dingin berhasil membuat sosok itu berdecak sebal kemudian benar-benar terdiam.

Tidak lama kemudian Pangeran kembali dari kegiatan menelfonnya. Lelaki manis itu sedikit terlihat terburu-buru membereskan barang-barangnya untuk di masukkan kedalam tas. Belum selesai Pangeran membereskan barang-barangnya, Raja sudah terlebih dulu menghampirinya. Lelaki tinggi itu kini berada tepat disamping Pangeran tetap dengan perempuan yang terus menempel disamping Raja.

“Kita perlu ngomong.” Ujar Raja sambil meraih tangan Pangeran membuat lelaki manis itu sedikit kaget dan dengan cepat berdiri lalu berjalan mengikuti Raja.

“Lo mau kemana?” Tahan Tera begitu melihat perempuan yang sejak tadi menempel pada Raja ingin mengikuti kedua sahabatnya itu pergi.

“Mau ikut lah, masa gue ngebiarin calon pacar gue sama orang lain.”

“Diem lo disini! Gak usah berani-berani ganggu mereka.” Tita Tera galak membuat perempuan tersebut sedikit takut dan diam di tempatnya.

“Kenapa sih? Gue kan calon pacarnya Raja. Lagian itu cowok siapa sih? Bisa-bisanya Raja lebih milih dia daripada gue.”

“Lo bisa diem gak? Lagian ya, Raja tuh gak suka sama yang punya melon kaya lo. Kalopun Raja suka cewek ya udah pasti bukan lo. Gak mungkin juga Raja mau sama bentukan ondel-ondel kaya lo.” Ujar Tera jengah melihat perempuan itu.

“Jelas-jelas gue cantik. Gak mungkin Raja gak mau sama gue.” Ujar sang perempuan sambil mengibaskan rambutnya dengan wajah sombong membuat Tera memasang gesture seperti ingin muntah.

“Mending lo diem! Gak usah banyak ngebacot. Lo tuh cuma orang asing disini. Gak usah kebanyakan tingkah ntar di tatar malah nangis.” Kali ini Dion ikut menyuarakan pemikirannya. Dion juga sudah sangat kesal dengan omong kosong perempuan itu.


Raja membawa Pangeran masuk kedalam ruang pribadinya, lelaki tinggi itu segera menutup pintu dan bersandar pada pintu sambil menatap Pangeran tajam.

“Mau apa?” Tanya Pangeran tidak suka.

“Dari mana aja?” Mulai Raja dengan nada suara yang datar namun tenang, tidak ada emosi di nada suara Raja barusan.

Pangeran hanya diam, enggan untuk menjawab pertanyaan bodoh Raja.

“Kenapa pergi?” Tanyanya lagi ketika tidak mendapat jawaban dari Pangeran.

“Kenapa nanya?” Ucap Pangeran tidak kalah datar.

“Gue gak suka pertanyaan gue di jawab pake pertanyaan lain. Jawab gue. Kenapa pergi?” Tanya Raja dengan sedikit emosi.

“Ya kenapa lo mau tau? Gak ada urusannya juga kan sama lo?” Pangeran melipat kedua tangannya di dada, secara terang-terangan menantang Raja.

“Masih bisa nanya lo kenapa gue mau tau? Lo masih pacar gue kalo lo lupa.” Habis sudah kesabaran Raja. Lelaki tinggi itu sedang menahan emosinya dengan mengepalkan tanggannya dengan kuat.

“Sebenernya lo mau apa sih? Kalo cuma mau ngajak berantem mending gue balik. Gue gak ada waktu buat ngeladenin lo begini.” Pangeran cukup jengah dengan Raja yang terlalu bertele-tele dan tidak straight to point.

“Jawab gue. Kenapa lo pergi? Kenapa lo ngilang? Sebulan Pangeran. SEBULAN!” Habis sudah kesabaran Raja dalam menghadapi Pangeran.

Pangeran merotasikan matanya sebal, bukannya takut ia justru kesal dengan tingkah Raja. “Gue serius. Gue gak mau ngeladenin lo. Kalo lo masih ngandelin emosi sama ego lo kaya gini, mending gak udah temuin gue. Lagian apa sih peduli lo? Mau gue pergi bertahun-tahun gak balik juga bukan urusan lo. Lagian kayaknya lo udah nemu yang baru yaa? Selamat ya. Gue ikut bahagia.” Pangeran memasang senyum diwajahnya lalu menepuk bahu Raja pelan. Wajah lelaki tinggi itu terlihat mengeras dengan tangan yang terkepal sempurna seperti berusaha menahan emosinya.

“Sekarang mending lo minggir. Gue mau pulang.” Pangeran dengan mudah menyingkirkan tubuh besar Raja dari depan pintu dan lelaki manis itu melangkah keluar ruangan untuk pulang.

“Mau kemana lu?” Tanya Jo begitu melihat Pangeran keluar dari ruangan Raja dan dengan terburu-buru kembali memasukkan barangnya kedalam tas.

“Balik.” Jawab Pangeran singkat.

“Lah ini makanan baru dateng, makan dulu sih.” Kali ini Hesa yang bersuara. Mereka juga sepertinya sadar jika keduanya tidak berhasil berbicara dengan baik.

“Kasih aja ke yang lain. Gue balik ya. Bye guys.” Pamit Pangeran dengan cepat.

Namun belum ada beberapa langkah Pangeran berjalan, tangannya kembali di tahan oleh seseorang. Membuatnya harus membalikkan badannya dan melihat ada Raja yang sedang menahan tangannya.

“Mau apa lagi sih? Udah gue bilang gue gak mau ngomong kalo lo-nya masih kaya gini. Mending lepas. Gue mau balik.” Pangeran berusaha melepaskan cengkraman tangan Raja namun tenaganya tidak lebih besar dari milik Raja.

“Jawab gue. Kenapa lo pergi?” Raja masih mengulang pertanyaan yang sama. Membuat Pangeran merotasikan matanya sebal.

'Seriously? Raja ngajak gue berantem di depan anak-anaknya? Ok. Gue ladenin.' Batin Pangeran.

“Lo yang minta gue pergi! Lo amnesia apa gimana sih? Gak inget lo nyuruh gue pergi hah?” Habis sudah kesabaran Pangeran.

Kini keduanya menjadi pusat perhatian anak-anak lain yang kebetulan berada disana. Anak-anak Neos inti sudah bersiap diri jika ada sesuatu yang buruk terjadi. Jo dan Hesa bahkan sedikit berpindah ke dekat mereka berdua takut sesuatu terjadi karena mereka berdua sudah menggunakan “lo-gue” yang menjadi indikasi sudah cukup berbahaya.

“Gue gak serius minta lo buat pergi.” Raja berusaha mengecilkan suaranya, namun sepertinya terlambat karena mereka sudah terlanjur menjadi tontonan semua orang yang sedang berada disana.

“Tapi mata lo serius minta gue buat pergi, lo bahkan gak mau kan liat gue di sekitaran lo? Makanya gue pergi. Sekarang setelah gue pergi kenapa lo malah marah? Seakan gue yang salah disini?!” Pangeran akhirnya berhasil melepaskan cengkraman tangan Raja walaupun dengan sedikit kasar dan membuat tangannya sakit. Lelaki manis itu menatap tajam Raja, tidak suka saat dirinya terlihat seperti pihak yang salah.

“Lo juga salah kalo aja lo lupa.” Bukannya meminta maaf, Raja justru kembali mengungkit kesalahan Pangeran.

Lelaki manis itu menghela nafas pelan, berusaha menetralkan emosinya agar tidak meledak sesaat sebelum kemudian menjawab, “Iya gue salah. Semua ini juga awalnya karna salah gue. Tapi gue udah minta maaf sama lo. Gue chat tapi silent treatment yang gue dapet. Akhirnya gue beraniin diri buat nyamperin lo ke apart buat ngomong dan minta maaf langsung. Tapi yang gue dapet apa? Lo dengan mudahnya ngusir gue, nyuruh gue pergi, nyuruh gue buat gak ada di sekitaran lo lagi. Gue bahkan udah nurutin mau lo. Dan sekarang masih gue juga yang salah?! Disebelah mananya yang salah?!” Pangeran menunjuk-nunjuk dada Raja dengan sengaja dan sedikit keras. Matanya tak lepas dari mata Raja sambil menatap penuh kemarahan pada lelaki tinggi itu.

Atmosfir di dalam basecamp Neos itu benar-benar tegang. Ini kali pertama mereka semua melihat ketua mereka ribut besar dengan kekasihnya.

“Lo pergi.” Ujar Raja singkat dan masih tetap teguh pada pendiriannya. Membuat Pangeran sudah benar-benar diambang batas kesabarannya.

“Karna lo yang minta gue pergi bajingan! Ini lo lagi playing victim ya? Seakan-akan lo yang tersakiti disini? Gue tau, tau banget kalo semua ini awalnya dari gue. Tapi gue udah minta maaf, gue udah berusaha ngomong sama lo, gue bahkan nyamperin lo. Tapi lo minta gue pergi ya gue turutin. Sekarang seakan jadi gue yang salah yaa. Agak gak masuk di otak gue jujur aja.” Pangeran melipat kedua tangannya di depan dada, menunggu dengan tidak sabar jawaban yang akan Raja keluarkan.

“Gue gak serius waktu minta lo buat pergi.”

“Kalo emang lo gak serius minta gue pergi, harusnya lo usaha buat ngejelasin semuanya sama gue.”

“Gue usaha. Gue nyuruh semua orang gue buat nyari lo.” Raja masih dengan ego-nya yang tinggi terus membela dirinya sendiri.

“Gue gak butuh orang-orang lo yang nyari gue. Karna mereka gak ada urusannya sama gue. Lo tinggal jelasin sama gue kalo emang lo masih nganggep gue penting. Jadi tolong gak usah drama. Lo yang minta gue pergi ya gue turutin. Gue gak liat sikap gue ini salah. Kalo emang salah, kasih tau gue salahnya disebelah mana?” Pangeran menatap tepat ke mata Raja. Lelaki tinggi itu masih diselimuti emosi namun hanya bisa terdiam.

“See? Gak bisa jawab kan lo? Udah ya. Jujur aja gue capek. Gue gak mau ngomong sama lo kalo lo-nya masih defensif dan egois kaya gini. Maaf juga gue tiba-tiba dateng kesini. Gue cuma mau ketemu sama Tera dan Dion sebentar, gue gak tau kalo lo bakal dateng sebelum gue pulang.” Lanjut Pangeran lagi ketika Raja diam tidak berkutik. Sudah seperti ini pun ego dan gengsi Raja masih sangat tinggi. Membuat mereka yang paham akan masalah kedua bos-nya itu hanya bisa menggelengkan kepala. Kecualo Tera dan Dion yang masih berusaha mengamati keadaan tentang yang terjadi di antara kedua sahabatnya itu.

“Kalo lo udah siap buat ngomong sama gue, kabarin aja ya nanti kita ngobrol baik-baik.” Pangeran menurunkan nada suaranya menjadi sedikit lebih santai.

“Ayo selesain sekarang.” Raja baru kembali membuka suaranya, kali ini suaranya terdengar sedikit tercekat.

Pangeran menggeleng pelan, “Gue gak bisa. Lo-nya masih kaya gini. Daripada makin parah mending nanti aja. Gue juga gak ada liat lo serius mau ngomong sama gue.” Sebuah senyum Pangeran berikan pada Raja. Namun lelaki tinggi itu lagi-lagi hanya diam.

“Satu lagi. Tolong tarik tiger sama chwe dari sekitaran gue. Gue gak nyaman diikutin sama orang-orang lo. Gue juga udah gak butuh pengawasan dari lo. Gue bisa jaga diri gue sendiri.” Lanjut Pangeran lagi. Kali ini membuat tubuh Raja menegang. Raja tidak suka berada di posisi seperti ini.

“Udah ya gue cabut. Masih harus packing buat flight besok. Dan tolong banget berhenti nyuruh orang-orang lo buat ngawasin gue dan laporan ke lo. Gue pergi.” Pangeran menepuk bahu Raja sekali sebelum kemudian meninggalkan basecamp untuk menuju mobilnya. Raja hanya terdiam kaku. Baru kali ini dirinya kalah dalam berdebat. Lelaki tinggi itu menatap kearah punggung Pangeran yang semakin menjauh.

“Mau lu lepas gitu aja? Bisa aja ini kesempatan terakhir yang lu punya buat ketemu dia. Lu tau kan Pangeran kaya apa, apalagi ini lu yang minta. Saran gue, kejar. Sebelum akhirnya lu nyesel. Minta maaf yang bener dan ngomong baik-baik gak usah pake emosi.” Hesa tiba-tiba sudah berada di sebelah Raja begitu melihat bos-nya itu hanya diam menatap kepergian Pangeran.

“Terserah ya Ja, tapi kalo nanti lu beneran nyesel gak usah ngeluh ke gue. Karna yang gue tau dalam waktu dekat Pangeran bakal pergi, dia bakal tinggal di Scotland.” Ujar Hesa lagi kali ini sambil menepuk bahu Raja kemudian meninggalkan bos-nya itu yang masih termenung.

Haruskah ia mengejar Pangeran sekarang? Atau membiarkan lelaki kesayangannya itu benar-benar pergi dari hidupnya?

Raja bimbang.

Keesokan harinya, Pangeran sudah siap dengan segala kebutuhannya untuk pergi. Setelah bertukar pesan dengan Yudha kemarin, Pangeran segera mengemas segala hal yang ia butuhkan untuk acara kaburnya itu. Menghasilkan 1 koper besar dan juga sebuah koper yang lebih kecil. Pangeran siap untuk pergi. Sesuai permintaan Raja kemarin.

Pangeran keluar dari unit apartnya dengan santai, atau lebih tepatnya berusaha santai agar tidak terlihat mencurigakan. Sebelumnya Pangeran sudah kembali mengingatkan Wen sang resepsionis soal temannya yang akan datang ke apartnya. Untung saja, gedung apart tempat tinggalnya itu merupakan milik sang Papa yang kini sudah beralih nama menjadi sepenuhnya milik Pangeran. Jadi apapun yang di katakan oleh Pangeran pasti akan di turuti oleh semua orang yang bekerja disana.

“Selama pagi mas, mau pergi?” Sapa seorang security di loby ketika melihat bos-nya berdiri sendirian di sana.

“Pagi pak, iya nih. Boleh tolong panggilin taksi gak pak?” Pinta Pangeran dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

Sang security pamit untuk memanggilkan taksi pesanan Pangeran. Lelaki manis itu sibuk memainkan hp-nya, bertukar pesan dengan Yudha jika dirinya sudah akan berangkat. Setelahnya Pangeran mengedarkan pandangannya ke sekitar loby, tidak ada yang terlihat mencurigakan. Hanya saja lebih banyak orang berpakaian hitam di sekitar apart lelaki manis itu. Pangeran jelas tahu siapa orang-orang itu. Orang suruhan Raja. Sudah pasti.

Pangeran juga mendapati sang bodyguard yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ketika mata mereka bertemu, sang bodyguard atau Chwe menganggukkan kepalanya sekali seolah menyapa Pangeran. Lelaki manis itu hanya mengangguk singkat tanpa senyum. Sudah pasti Chwe akan melapor pada Raja jika dirinya akan pergi hari ini.

Tak lama taksi pesanannya tiba, Pangeran segera masuk dan tidak lupa mengucapkan terima kasih sebelum pergi pada security yang sedang bertugas.

Dari dalam taksi, Pangeran bisa melihat Chwe sedang berbicara melalu in earnya entah pada siapa, tapi Pangeran tahu jika Chwe memberi tahu teman-temannya untuk mengikuti taksi Pangeran sementara dirinya bersiap dengan mobil. Pangeran sudah sangat hafal dengan semua pergerakan bodyguard dan orang-orang suruhan Raja itu.


Hampir sejam Pangeran berada di dalam mall. Mengitari setiap sudut, masuk satu toko ke toko yang lain, sekalian berbelanja beberapa kebutuhannya untuk kabur lalu diakhiri dengan dirinya makan sendirian di sebuah resto sushi favoritnya. Setelah ini, misi sesungguhnya akan dimulai. Entah mengapa tiba-tiba saja pangeran merasakan detak jantungnya meningkat dengan sangat cepat. Sudah lama dirinya tidak memacu adrenalin seperti ini, bermain kucing-kucingan dengan semua penjaganya. Semoga saja Pangeran tidak ketahuan dan berhasil kabur dengan tenang.

Chat

Setelah bertukar pesan dengan Yudha, Pangeran segera membayar makanannya lalu berjalan kearah toilet sambil mencari sosok berhoodie hitam yang di maksud oleh Yudha. Begitu menemukan sosok tersebut keduanya bertukar kode melalui mata lalu secara “tidak sengaja” masuk bersamaan kedalam toilet.

“Kak ya ampun. Lo ternyata yang di suruh sama Yudha” pekik Pangeran kaget begitu melihat satu sosok familiar di dalam sudah menunggunya dengan sebuah paperbag ditangannya.

“Buruan ganti baju, reuni-nya nanti aja” Satria, sosok yang dimaksud segera menyodorkan paperbag yang ia bawa kearah Pangeran. Lelaki manis itu segera masuk kedalam bilik toilet dan berganti pakaian.

“Gimana? Udah mirip belum?” Tanya Pangeran sambil memperhatikan sosok lain yang tadi masuk bersamanya. Untung saja proporsi tubuh Pangeran dengan sosok yang tadi masuk bersamanya sangat mirip sehingga dirinya yakin tidak akan di curigai oleh orang-orang.

“Udah mirip, tinggal pake aja nih maskernya. Udah sana. Goodluck ya. Yudha nunggu di basement biasa.” Satria memberikan sebuah pelukan pada Pangeran sambil mengusap punggung Pangeran lembut.

“Bodyguard lu nunggu di sebelah kanan, nanti lu ambil sebelah kiri aja terus turun naik eskalator baru ke basecamp.” Ucap sosok yang Pangeran tidak kenal itu.

Lelaki manis itu hanya mengangguk, Pangeran tiba-tiba saja merasa menjadi gugup. Debar jantungnya berdetak dengan sangat hebat. Setelah menenangkan dirinya dengan melakukan exhale inhale, Pangeran pamit pada kedua sosok itu dan berjalan keluar dari toilet tanpa mencurigakan sama sekali.

Jika kalian bertanya bagaimana Pangeran bisa keluar dengan tenang tanpa di curigai, itu karena lelaki manis itu benar-benar menduplikat orang yang masuk bersamanya kedalam toilet. Mulai dari baju, celana, sepatu, beannie bahkan masker dan juga paperbag yang di bawa oleh lelaki itu. Semuanya Pangeran duplikat sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.

Begitu keluar dari lorong toilet, Pangeran segera berbelok kearah kiri sesuai araha, dengan santai tidak terburu-buru sambil dalam hati lelaki manis itu berdoa agar tidak ketahuan dan tidak membuat curiga. Pangeran jelas was-was kalau saja dia ketahuan kabur, tapi sepertinya itu tidak perlu di khawatirnya ketika jelas-jelas Raja lah yang memintanya untuk pergi.

Pangeran sudah berada di lantai paling bawah, hanya tinggal menaiki lift untuk sampai ke basement. Tapi sebelum ia sampai di lift, Pangeran melihat orang-orang Raja berjaga di sekitaran lift tubuhnya tiba-tiba mendadak menjadi kaku. Orang-orang tersebut sedikit banyak mencuri pandang kearahnya membuatnya semakin gugup. Pangeran berusaha sekuat tenaga untuk bertindak normal seolah tidak kenal dengan orang-orang itu sambil berpikir, bagaimana caranya melewati orang-orang itu tanpa ketahuan?

Pangeran berpikir dengan cepat, lelaki manis itu dengan percaya diri melangkah mendekat ke arah lift. Untung saja lift-nya cepat terbuka tanpa Pangeran perlu menunggu. Lelaki manis itu segera masuk dan menekan tombol basement tujuannya. Untungnya kedua penjaga itu sepertinya tidak curiga pada Pangeran. Sambil sedikit menghela nafas lega, Pangeran kemudian ia kembali teringat, bagaimana jika di basement tujuannya ada orang-orang yang juga berjaga? Pangeran tidak yakin dirinya bisa setenang tadi.

Pangeran sudah sampai di basement, ternyata tidak ada yang berjaga disana, Pangeran bernafas dengan lega lalu segera naik ke mobil Yudha yang sudah menunggunya tepat di depan pintu keluar dekat lift. Tanpa menunggu lama Yudha segera menancap gasnya untuk pergi sebelum orang-orang Raja menyadari jika dirinya tidak ada. Selama perjalanan keluar dari mall, Pangeran masih tidak tenang karena kemungkinan bertemu dengan orang-orang Raja sangat besar, bahkan begitu keluar dari area mall Pangeran bisa melihat 4 mobil yang sedang berjaga-jaga membuatnya sedikit menurunkan tubuhnya agar tidak terlihat, padahal kaca mobil Yudha sangat gelap dan tidak tembus jika dilihat dari luar tapi karena terlalu parno Pangeran akhirnya melakukan apa yang harus ia lakukan dan itu jelas mengundang tawa Yudha.


Keduanya sudah tiba di bandara, Yudha sedang membantu mengeluarkan koper-koper Pangeran sedangkan sang lelaki manis masih was-was dan terlihat memperhatikan sekitar, takut-takut ada orang suruhan Raja disini. Dirinya bahkan masih memakai topi Hoodie, beanie dan juga maskernya demi untuk berjaga-jaga. Pandangannya menyapu seluruh penjuru bandara sampai matanya menangkap 2 orang tinggi yang sedang berjaga di sekitar pintu masuk bandara.

“Mampus, beneran ada orangnya Raja disini.” Bisik Pangeran pada Yudha yang segera mengedarkan pandangannya.

“Kita gak bakal lewat situ, kita lewat jalur khusus jadi gak bakal ketauan. Tenang. Lagian orang gue juga ada di mana-mana kok.” Ujar Yudha sambil menutup bagasi dan segera membawa Pangeran serta dua koper milik lelaki itu berjalan kearah yang berlawanan dari tempat orang-orang Raja berada.

Mengapa Pangeran setakut itu? Pasalnya Chwe dan beberapa orang lainnya yang berada di mall sudah menyadari jika Pangeran menghilang. Satria melaporkan pada Yudha jika kini mereka semua tengah bergerak mencari keberadaan Pangeran.

Aneh. Benar-benar aneh. Padahal Raja yang memintanya untuk pergi tapi ketika dirinya benar-benar pergi lelaki itu justru menyuruh orang-orangnya untuk mencari dirinya. Aneh.

Pangeran baru bisa bernafas lega ketika pesawat sudah take off, lelaki manis itu dengan leluasa membuka masker dan juga beani-nya. Menikmati pemandangan dari atas yang belum terlalu tinggi. Hari ini cuaca cukup cerah, sehingga tidak terlalu banyak awan yang menghalangi pemandangannya.

Pangeran diam sambil mengamati pemandangan dari dalam pesawat. Ingatannya kembali ke-kejadian beberapa hari yang lalu dimana dirinya dengan berani menantang Sandi secara diam-diam dan mengakibatkan dirinya mendapat silent treatment dari Raja.

Namun yang lebih tidak bisa di percaya lagi, Raja juga yang memintanya untuk pergi. Dengan senang hati Pangeran mengabulkan keinginan Raja. Dirinya akan benar-benar pergi, menghilang dari hadapan Raja seperti yang lelaki tinggi itu inginkan.

“Selamat tinggal Ja. Aku pergi.”

-Fin-