Aram

AWAT 10

Setelah mendapatkan kembali kesadarannya, Terushima menyusul Nishinoya. Ternyata lelaki itu masih menunggunya. Buktinya sekarang ia sedang berdiri di dekat sepeda motornya.

“Gue kira lo udah pulang duluan,” Ucap Terushima sambil tersenyum tengil.

“Gue gak bawa motor kalau lo lupa.”

Gawat, Nishinoya mode jutek sudah kembali. Bahkan dari tadi ia tidak menatap matanya ketika berbicara. Kalau begini terus, hubungan mereka tidak akan berubah. Masa ia tertolak hanya karena bau ketiak?

“Sini gue pakein helm.”

Nishinoya merebut helm di tangan Terushima, “Enggak usah!”

Walaupun hanya sekilas, Terushima dapat melihat dengan jelas semburat merah di wajah Nishinoya. Belum lagi alisnya yang saling bertautan. Jangan-jangan, sebenarnya Nishinoya itu sedang malu.

“Nishinoya, lo malu ya?”

“Enggak!”

Nishinoya berteriak dengan aneh. Helmnya yang belum terpakai dengan sempurna, ditambah wajahnya yang sangat merah. Entah kenapa pemandangan ini sangat menggemaskan bagi Terushima.

“Yuk, kita pulang aja. Gue takut mimisan kalau lama-lama liat lo,” Ucap Terushima yang mulai menaiki sepeda motornya.

Terushima melirik kaca spion. Terlihat Nishinoya yang menggerutu dengan wajah merahnya.

“Pegangan yang kenceng! Nanti ketiup angin susah nyari nya!”

Nishinoya melingkarkan tangannya di pinggang Terushima. Sebentar, ini agak menyiksa bagi lelaki bertindik ini. Terakhir ia membonceng Nishinoya, ia hanya memegang saku jaketnya. Dipeluk seperti ini malah membuatnya agak gemetaran.

“Kalau bau ketek, tahan aja ya.”

“Ya.”

AWAT 9

Terushima menyeruput kopi dengan nikmatnya. Sedangkan, Hideko yang ada di hadapannya sibuk berkutat dengan ponselnya.

“Temen lo gak jadi ke sini? Katanya mau dikenalin ke Nishinoya?” Tanya Terushima dengan nada yang kurang mengenakkan.

“Ah, sebentar..” Hideko kembali mengetik.

Nishinoya bosan. Ia lebih suka berkumpul dengan teman-teman anehnya di rumah Tanaka daripada harus duduk di cafe yang nyaman namun tidak melakukan apa-apa. Tapi ia tidak enak jika langsung pergi. Maka dengan berat hati ia hanya bisa meminum minumannya sambil mengira-ngira kapan ia bisa pulang.

“Aneh, padahal beberapa hari yang lalu gue ngaku kalau suka Nishinoya. Kok lo tiba-tiba mau ngenalin dia ke temen lo,” Nada sinis kembali keluar dari mulut Terushima.

Sebenarnya ia tidak ingin memulai hawa tidak mengenakan di antara mereka. Tetapi, perilaku mantan pacarnya ini agak keterlaluan. Mau tidak mau ia harus melakukan hal ini.

“Maaf,” cicit Hideko.

“Kayaknya temen lo gak bisa dateng. Kita pergi duluan ya? Kasian perut Nishinoya kembung minum air mulu daritadi,” Ucap Terushima sembari bangkit dari duduknya.

Nishinoya pun ikut berdiri dan mulai mengekori Terushima. Namun, Hideko yang tiba-tiba bangkit dari duduknya menghentikan langkah mereka.

“Yuuji—” Hideko menggantungkan kalimatnya. “—aku masih suka kamu.”

Terushima menarik Nishinoya hingga wajahnya membentur dadanya. Ia melingkarkan tangannya di bahu Nishinoya.

Entah kesialan apa yang menimpa Nishinoya sampai harus menyaksikan drama sepasang mantan kekasih ini. Dan saat ini wajahnya berada di dekat daerah ketiak Terushima.

“Gue suka dia.”

Nishinoya mendorong tubuh Terushima, “Ck, ketek lo bau.”

Nishinoya meninggalkan Terushima yang kehilangan suaranya. Kenapa di momen yang sangat serius ini lelaki kecil itu berkata seperti itu? Sungguh merusak momen.

Di sisi lain, Nishinoya masih menetralkan detak jantungnya. Sejujurnya, tubuh Terushima wangi dan tidak bau sama sekali. Ia terlalu malu untuk melihat wajah lelaki itu. Apalagi setelah ia secara gamblang berkata menyukai dirinya.

AWAT 8

“Jadi kita harus cari dulu angka yang kalau dikali 2x dan dikurang sama 4x² isinya nol.”

Nishinoya menggaruk kepalanya, “ng, gimana?”

Terushima merebut pensil yang ada di tangan Nishinoya. Ia mencoret-coret di buku Nishinoya sambil menjelaskan cara untuk mengerjakan PR lelaki kecil itu.

“Oh gitu,” Nishinoya mengangguk-anggukan kepalanya.

Nishinoya mengerjakan soalnya dengan mudah setelah diajarkan oleh Terushima. Sungguh penampakan yang aneh. Bukan kah ini seperti studate? Belajar sambil kencan. Ditambah malam ini Terushima akan menginap di rumah Nishinoya.

“Semuanya betul kan?” Tanya Nishinoya sembari memberikan buku tulisnya.

Terushima melihat pekerjaan Nishinoya dengan seksama. Matanya sibuk melihat angka-angka yang tercetak di buku itu.

Nishinoya melihat sisi lain dari Terushima. Lelaki yang biasanya sering bercanda dan juga menyebalkan itu terlihat keren ketika mengajarkan nya Matematika dan juga saat ia memeriksa hasil pekerjaannya. Jujur saja, ia kelihatan sangat tampan saat ini.

“Yuuji, lo ganteng juga ya.”

'Uhuk!'

Terushima tersedak oleh ludahnya sendiri. Bisa-bisanya Nishinoya mengatakan hal itu dengan santai. Wah, anak ini sangat berbahaya.

“Idih, gitu doang salting!” Ucap Nishinoya enteng.

“Dih, siapa yang salting. Nih, jawaban lo udah bener.”

Senyum lebar tercetak di wajah Nishinoya. Ia melihat buku tulisnya dengan bangga. Malam ini ia mengerjakan pekerjaan rumah tanpa teriakan ennoshita. Ada kebanggaan tersendiri di lubuk hatinya.

“Lo gak ada ucapan terima kasih gitu?”

“Oke, terima kasih Terushima Yuuji yang terhormat karena sudah mengajarkan Nishinoya Yuu ini yang tidak bisa mengerjakan soal Matematika,” Ucap Nishinoya sambil menunduk dramatis.

Terushima kecewa. Padahal ia ingin ciuman di pipinya atau apa lah. Bukan ucapan aneh seperti itu.

“Tch, harusnya lo bolehin gue malam ini tidur sambil meluk lo,” Ucap Terushima dengan wajah cemberutnya.

Nishinoya merinding melihat lelaki di hadapannya. Lelaki 17 tahun yang terlihat seperti preman, memakai baju tidur warna biru cerah yang ditengahnya ada gambar Teddy bear besar, sekarang sedang cemberut padanya.

“Ya udah terserah. Asal jangan aneh-aneh,” Nishinoya acuh.

“Bener ya? Awas kalau lo tiba-tiba nendang gue!”

“Ya.”

AWAT 7

“Maaf ya, Yuuji. Kamu jadi harus nganterin aku belanja,” Ucap Hideko di sela perjalanan mereka.

“Enggak apa-apa. Lagian gue juga ikut makan di tempat lo kan?” Terushima tertawa ringan.

Hideko pun ikut tertawa. Mereka pun mulai membicarakan hal lain. Untuk sepasang mantan kekasih, mereka terlihat terlalu manis. Siapa pun yang melihat mereka pasti akan mengira mereka adalah sepasang kekasih.

“Eh itu Nishinoya!” Terushima menunjuk pada Nishinoya yang sedang berjalan sembari menenteng kantong plastik di tangan kanan nya.

Terushima langsung berjalan cepat ke arahnya tanpa memperdulikan kedua tangannya yang sedang memegang belanjaan milik Hideko.

“Mileaku~”

“Oh, Teru?” Nishinoya membalikkan badan nya ketika mendengar suara Terushima.

“Hai, Nishinoya.. ya?” Sapa Hideko yang ternyata mengikuti Terushima.

Nishinoya hanya menganggukkan kepalanya. Di sisi lain Terushima menekukan wajahnya. Ia tidak suka melihat 'Mileanya' berinteraksi dengan Hideko.

“Lo abis beli apa? Kok gak bawa motor?” Tanya terushima ketika melihat kantong plastik di tangan Nishinoya.

“Rujak. Lo juga gak bawa motor tuh,” Jawab Nishinoya.

Terushima mengelus rambut Nishinoya, “Ih lo ngidam ya? Kita kan belum ngelakuin apa-apa.”

“Ah anjir lo! Ini susah nyisir nya,” Nishinoya langsung membenarkan rambutnya yang dirusak oleh lelaki dengan rambut bercat kuning itu.

Hideko yang merasa diabaikan pun berdeham. Ia langsung memamerkan senyumnya yang manis itu.

“Yuuji, yuk kita berangkat! Mamah pasti nungguin,” Ucap Hideko.

Tangan perempuan itu menarik tangan kanan Terushima. Mereka pun berpamitan pada Nishinoya. Senyum Hideko langsung menghilang ketika berpamitan.

Ah, tapi Nishinoya tidak terlalu peduli. Atensinya jatuh pada tangan Hideko yang menarik tangan Terushima. Entah kenapa ada rasa tidak terima di hatinya.

“Kenapa rasanya kayak waktu Gari-Gari gue diambil Ryuu ya?”

Bayangan 7

Sudah seminggu sejak kabar Nishinoya sudah sadar. Jujur saja Kageyama ingin pergi ke rumah sakit di mana ia dirawat. Tetapi ia tidak tahu di mana tepatnya rumah sakit yang nishinoya tempati. Ia juga tidak bisa bertanya pada Yamaguchi karena takut ditanya yang macam-macam.

“Hinata, kau tahu kabar tentang kakak kelas kita yang waktu itu koma?” Tanya Kageyama.

“Huh? Tidak.”

Bertanya pada Hinata tidak akan menghasilkan apa-apa. Ia ingin berbuat sesuatu namun tidak bisa. Faktanya, ia dan Nishinoya tidak mempunyai hubungan apa-apa. Bahkan mereka saja baru kenal ketika Nishinoya tidak dalam tubuhnya.

Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu. Seminggu, dua minggu, tiga minggu sampai sebulan lebih Kageyama menunggu. Keberadaan Nishinoya belum terlihat di lingkungan sekolah.

Akhirnya ia memberanikan diri untuk pergi ke daerah kelas Tsukishima. Ia berjalan dengan santai agar tidak terlihat mencurigakan. Setelah berada di depan kelas yang ia tuju, ia mengintip lewat jendela.

Terlihat lelaki berambut blonde tersebut tersenyum tipis ketika melihat layar ponselnya. Kageyama yakin lelaki itu sedang melihat foto nishinoya atau bertukar pesan dengan Nishinoya. Menyebalkan! Ia sangat iri.

“Tsukishima kei!” Teriakan nyaring terdengar dari arah pintu.

Kageyama menoleh dengan cepat ketika mendengar suara yang familiar itu. Ia melihat Nishinoya ada di depan matanya. Kakinya lemas. Ia benar-benar melihat Nishinoya tersenyum ke arah Tsukishima sembari melambaikan tangannya yang juga menggenggam sebuah ponsel.

Tsukishima berlari kecil mendekatinya, “Kau sudah mulai sekolah?”

“Iya!” Jawab Nishinoya dengan riang.

Dengan kaki yang gemetaran, Kageyama menghampiri mereka tanpa tahu malu. Selain kakinya, kedua matanya juga bergetar.

“Kau siapa?” Tanya Nishinoya yang sadar dengan kehadiran Kageyama.

“Kau tidak mengingatku?”

“Hah?” Sebelah alis mata Nishinoya naik.

“Aku Kageyama, selama sebulan ini kita tinggal bersama,” Kageyama memegang kedua tangan Nishinoya.

Nishinoya melepas tangan kageyama dengan pelan, “Tapi selama sebulan ini aku koma.”

Kageyama meraih kembali tangan Nishinoya. Matanya memancarkan kefrustasian dan juga kesungguhan.

“Bukan tubuhmu, tapi arwah—”

“Jangan sembarangan bicara,” Potong Tsukishima.

Tsukishima melepas tangan Kageyama dari tangan Nishinoya dengan kasar. Ia menatap tajam Kageyama.

“Oi, Kei! Jangan kasar!”

“Hentikan omong kosongmu dan pergi dari sini!” Ucap Tsukishima datar.

Lelaki berambut blonde itu merangkul bahu Nishinoya. Perilakunya itu memperlihatkan bahwa Nishinoya itu miliknya.

“Kei! Kita dengarkan dulu penjelasan dia,” Nishinoya mendongakan kepalanya.

“Tidak usah. Ayo aku antar ke kelasmu.”

Tsukishima semakin mengeratkan rangkulannya di bahu Nishinoya. Dan mereka pun pergi meninggalkan Kageyama.

Dari awal Kageyama memang tidak mempunyai kesempatan untuk bersama Nishinoya. Tapi apakah ia juga harus menerima fakta bahwa Nishinoya melupakannya? Bagaimana dengan janji mereka? Dan juga momen yang sudah mereka lalui?

Apakah Kageyama tidak berhak untuk bahagia?

AWAT 6

“Kayaknya lo lebih seneng liat jajanan daripada gue,” Ucap Terushima ketika melihat Nishinoya memeluk snack darinya.

“Ya emang.”

Terushima membuka mantel yang membalut tubuhnya. Ia memberi sinyal agar Nishiniya merentangkan tangannya. Yang diberi sinyal malah menaikan sebelah alis matanya bingung.

“Snacknya simpen dulu,” Terushima merentangkan tangan Nishinoya secara paksa lalu memakaikan mantelnya padanya.

Pipi Nishinoya memerah karena perlakuan Terushima yang tiba-tiba manis. Dahinya mengernyit dan ia merapatkan bibirnya agar tidak tersenyum.

“Ini masih pagi, kalau pake jaket doang gak ngaruh.”

Nishinoya mengambil snack yang tadi ia letakkan di sembarang tempat, “Ya, makasih.”

“Ternyata lo makin imut ya kalau rambutnya turun gini,” Terushima baru menyadari bahwa Nishinoya tidak menaikan poninya.

“Apa sih? Gak jelas!” Semburat merah masih menghiasi pipi chubby Nishinoya.

“Cie ada yang blushing!”

“Enggak!”

“Sini poto dulu!”

Melihat reaksi Nishinoya yang lucu membuat Terushima semakin ingin mengganggunya.

Happy ending Tw // discrimination, homophobic

Di satu malam yang dingin. Di bawah terangnya lampu jalanan. Kedua lelaki itu saling menautkan tangan mereka. Hangat, itu yang mereka rasakan.

“Lihat! Ada pasangan gay,” Ucap orang-orang ketika melihat mereka.

Kageyama mengeratkan genggaman tangannya pada tangan kekasihnya. Di sisi lain, senyum Nishinoya sudah menghilang. Ia berusaha melepaskan genggaman tangan Kageyama.

“Jangan dilepas!”

Gawat. Kageyama harus segera menaikan mood Nishinoya. Lelaki kecil itu sudah sering seperti ini dan selalu berakhir dengan kandasnya hubungan mereka.

Sudah beberapa kali hubungan mereka berakhir dan selalu kembali bersama. Alasannya karena mereka berdua bahagia dengan hubungan ini. Namun, orang di sekitar mereka tidak senang dengan hubungan yang mereka miliki.

Hujatan, ejekan hingga kekerasan sudah sering mereka dapatkan. Apakah orang-orang harus sejahat ini hanya karena mereka berbeda?

“Kageyama—”

“Jangan!”

Bentakan Kageyama membuat Nishinoya terkesiap. Ia pun memutuskan untuk tidak melanjutkan ucapannya. Ia membiarkan lelaki yang lebih muda darinya itu menggenggam tangannya lagi.

“Danau nya cantik, ya?” Tanya Kageyama begitu mereka sampai di tempat tujuan mereka.

Nishinoya hanya bergumam dan menganggukan kepalanya pelan. Ia memandang danau yang dipenuhi dengan lampu-lampu cantik itu dengan sendu.

“Kageyama, sebutkan alasan kenapa hubungan kita harus bertahan,” ucapnya tiba-tiba.

Kageyama menghela napas, “kita bahagia.”

Nishinoya membalikan badannya pada Kageyama. Ia melepas paksa genggaman tangannya.

“Tetapi orang-orang tidak suka melihat kita bahagia. Sampai kapan kita harus bertahan?”

“Sampai menemukan happy ending kita.”

Kageyama memegang kedua bahu Nishinoya. Ia menatap mata lelaki yang lebih pendek darinya. Dan berharap bahwa kekasihnya ini tidak meminta mereka untuk berpisah lagi.

Nishinoya mendengus dengan kasar, “Happy ending? Kisah kita tidak akan mendapatkan happy ending sampai kapan pun.”

Tangan Kageyama turun dan memegang kedua tangan Nishinoya dan meremasnya. Saat ini ia sangat takut kehilangan kekasihnya.

“Kalau kita bersabar-”

“Kageyama.”

Nishinoya menatap lekat mata Kageyama. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Kedua matanya menjelaskan isi hatinya.

“Jangan menipu diri kita sendiri. Sampai kapan pun hubungan kita ini tidak akan diterima orang-orang,” Ucapnya.

Kageyama meletakan kedua tangan kekasihnya di wajahnya. Dadanya sesak, air matanya memaksa untuk keluar. Kenapa ia tidak pernah mendapatkan happy ending seperti yang diinginkannya?

“Ayo kita putus.”

Tiga kata itu mengakhiri hubungannya dan juga kehidupan percintaan kageyama. Beribu cara yang ia lakukan tak akan bisa membuat ia mendapatkan happy ending yang ia inginkan.

[Like a script for a written movie This must be the last scene

Write it down again I want a happy ending]

SF9 – Tear drop

AWAT 5

Terushima tersenyum senang ketika mengenakan helm milik Nishinoya. Ia langsung duduk di belakang lelaki kecil itu. Tangannya menjulur ke depan dan memeluk pinggang Nishinoya.

“Teru— uhuk! Gue gak bisa napas!” Nishinoya menepuk tangan Terushima yang berada di pinggangnya.

“Sorry kekencengan.”

Lelaki bertindik itu melonggarkan pelukannya. Ia sama sekali tidak mempunyai niat untuk melepaskan pelukannya itu.

Di sisi lain, Nishinoya sedang berusaha agar tetap fokus berkendara. Sedari tadi wajahnya sudah terasa panas begitu pula dengan telinganya. Jantungnya juga berdetak tidak karuan.

Ia bingung. Padahal ketika ia membonceng Tanaka ataupun adik kelasnya, Hinata, ia tidak pernah meraskan hal-hal ini. Kenapa ketika membonceng lelaki creepy ini ia malah merasa seperti ini. Apakah ia mulai menyukai Terushima?

“Di pertigaan itu, belok ke kiri.”

Bahkan Nishinoya sudah lupa tujuan utama ia membonceng Terushima saat ini. Maafkan lelaki kecil ini, kerupuk kulit.

Bayangan 6

“Kageyama!”

Teriakan Nishinoya membuat Kageyama langsung membukakan matanya. Ia langsung berlari ke arah lelaki kecil itu berteriak.

Dengan kesadaran yang masih setengah, Kageyama menatap ke arah Nishinoya yang sedang panik. Wajahnya terlihat memucat, mulutnya terbuka sedikit.

“A-aku tidak bisa menyentuh barang.”

Kageyama langsung mendekatinya dan mencoba menyentuh pundaknya. Namun tangannya malah menembus badan lelaki itu. Keduanya saling menatap dengan risau.

“Sepertinya waktuku tidak lama lagi,” Nishinoya mulai pesimis.

“Jangan berkata seperti itu! Kau tetap harus berpikiran positif. Ingat janji kita kan?” Kageyama mencoba menyemangati Nishinoya.

Nishinoya hanya menganggukkan kepalanya dengan lemah. Bagaimana ia bisa positif di situasi seperti ini?

***

Kejadian pagi hari ini tidak bisa hilang dari pikiran Kageyama. Sebenarnya jauh di lubuk hatinya ia enggan untuk pergi ke sekolah. Namun Nishinoya memaksanya agar tetap pergi ke sekolah.

“Mukamu muram sekali,” Ucap Hinata sembari mengunyah makan siangnya.

“Sedang banyak pikiran.”

Kageyama memakan makanannya dengan malas. Ia sama sekali tidak punya nafsu makan. Pikirannya dipenuhi Nishinoya.

“Anu, aku boleh bergabung?” Tanya Yamaguchi dengan makanan di tangannya.

“Boleh! Tsukishima mana?” Tanya Hinata yang bingung karena Yamaguchi sendirian.

Ekspresi Yamaguchi langsung berubah, “Tadi ia dapat kabar kalau detak jantung kak Nishinoya berhenti.”

Kageyama langsung bangkit dari duduknya. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Tangannya gemetaran.

“H-hinata sepertinya aku kurang enak badan. Aku akan pulang lebih awal,” Ucap Kageyama sebelum melenggangkan kakinya.

Ia berlari tanpa memperdulikan sekitarnya. Bahkan banyak orang-orang yang protes karena tiba-tiba ditabrak oleh lelaki itu. Bahkan tasnya saja ia tinggalkan di kelas.

Pikirannya kacau begitu juga dengan hatinya. Sakit sekali. Yang ada dipikirannya adalah ia harus cepat-cepat sampai di rumahnya.

Ia segera membuka kunci rumahnya dengan tangan yang gemetaran. Ia melangkahkan kakinya ke setiap sudut rumah. Namun nihil, ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan Nishinoya sedikit pun.

Kakinya melemas. Ia terduduk menyedihkan di lantai. Dadanya seperti diremas-remas. Dan air matanya sudah meluncur dengan bebas sedari tadi.

“Aku bahkan tidak mendapat ucapan selamat tinggal.”

Bayangan 5

Keesokan harinya Nishinoya benar-benar ikut ke sekolah bersama Kageyama. Sejak kedatangannya ke sekolah, ia langsung mengekori kekasihnya.

Kini Kageyama sedang gelisah karena Nishinoya sama sekali tidak menemuinya padahal ini sudah jam istirahat. Matanya tidak sengaja menangkap Yamaguchi yang datang ke kantin sendirian.

“YAMAGUCHI! AYO GABUNG!” Teriakan Hinata membuat perhatian sekitar menuju padanya.

Lelaki berambut oranye itu langsung meminta maaf dengan gestur. Yamaguchi yang melihat Hinata langsung menghampiri mereka.

“Ke mana Tsukishima?” Tanya kageyama.

Yamaguchi menggaruk tengkuknya, “Ah, setiap malam dia kurang tidur. Jadi, sekarang dia sedang tidur di kelas.”

“Karena menjenguk kekasihnya itu?” Yamaguchi mengangguk.

Hinata tiba-tiba menjadi heboh. Ia menuntut cerita tentang percintaan Tsukishima dan kakak kelas mereka itu pada Yamaguchi. Tentu saja lelaki berbintik itu dengan senang hati menceritakannya.

Kageyama pun jadi tahu bahwa Nishinoya dan Tsukishima sudah menjalin hubungan sejak SMP. Wah, mereka ini masih anak kecil tapi sudah berpacaran. Dan masih banyak lagi yang Yamaguchi ceritakan.

Kageyama bangkit dari duduknya. Ia sudah tidak tahan hanya duduk seperti ini. Dia ingin tahu apa yang dilakukan Nishinoya ketika berada di dekat Tsukishima.

“Oi, Kageyama! Kau mau ke mana?”

“Toilet.”

Matanya sibuk mencari di mana kelas Tsukishima berada. Kakinya berhenti ketika melihat papan bertuliskan '1-4'. Ia mendekati ke pintu karena jendelanya terlalu tinggi untuk menitip.

Di sana ia melihat Nishinoya duduk di meja yang berada tepat di depan bangku Tsukishima. Lelaki berkacamata itu menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangannya yang ada di meja. Lelaki kecil di depannya menatapnya dengan lembut. Senyum terpatri di bibirnya dan di matanya terdapat ketulusan.

Kira-kira kapan Nishinoya akan memandang Kageyama seperti itu? Apakah ia masih boleh berharap?

Selama Kageyama terlarut dalam pikirannya, Nishinoya sudah turun dari meja itu dan berjalan mendekati Tsukishima. Tangannya mengelus kepala lelaki berkacamata itu dengan lembut.

Cukup. Kageyama sudah tidak sanggup melihatnya. Hatinya serasa dicabik-cabik. Hal yang paling membuatnya sakit adalah fakta bahwa Nishinoya tidak akan memperlakukan hal yang sama pada dirinya.

***

“Wah, Tsukishima itu memang setia ya!” Ucap Hinata ketika melihat Tsukishima masuk ke dalam toko bunga.

Mata Kageyama menangkap sosok kecil yang berada di belakang Tsukishima. Wajahnya tersenyum gembira. Namun, langkah Nishinoya terhenti ketika melihat Kageyama berada di sebrangnya.

“Kageyama!” Kageyama tersenyum ketika melihat Nishinoya melambaikan tangannya padanya.

Matanya melebar ketika Nishinoya malah menghampirinya dan tidak mengikuti Tsukishima. Apa ini artinya suatu hari pun lelaki kecil itu akan lebih memilihnya daripada Tsukishima?

“Oi, boke. Kau pergi duluan sana!”

“Huh! Tega sekali!” Setelah mengatakan hal itu Hinata pergi sembari menghentak-hentakan kakinya.

“Kau tidak mengikutinya?” Tanya Kageyama pada Nishinoya yang baru datang.

“Ah, aku akan merasa sedih jika harus melihat tubuhku yang terbaring lemas di ranjang rumah sakit,” Ucap Nishinoya sendu.

Mereka berdua berjalan beriringan. Sepertinya topik mengenai 'Tubuh Nishinoya' dan 'rumah sakit' membuat suasana di antara mereka menjadi kelam.

“Saat kita pergi ke pantai sangat menyenangkan. Ketika kau sudah sadar, ayo kita pergi ke sana lagi,” Kageyama memecahkan keheningan.

“Ide bagus! Bagaimana kalau nanti kita pergi ke luar negeri bersama,” Ucap Nishinoya antusias.

“Ayo kita pergi ke Italia!”

Mereka membicarakan tentang rencana perjalanan mereka dengan riang. Suasana kelam yang sebelumnya ada langsung menghilang. Kageyama selalu bertanya-tanya, Apakah kebahagiaan seperti ini akan bertahan selamanya? Bahkan ketika Nishinoya sudah tersadar, apakah hubungan mereka akan tetap seperti ini?