Aram

Love potion 4 TW // harshword

“Yuu, maaf.”

Nishinoya mengerjapkan matanya beberapa kali. Kenapa kekasihnya itu tiba-tiba meminta maaf?

“Kamu gak cinta sama aku, Yuu.”

Air mata mulai turun di pipi Atsumu. Nishinoya bingung. Ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan lelaki di depan nya ini. Ia hanya diam dan menunggu kekasihnya itu melanjutkan ucapannya.

“Kamu inget love potion yang waktu itu Tanaka ceritain? Aku beli itu. Aku sengaja beli itu biar kamu suka sama aku. Tapi aku batalin niat itu karena aku tau itu salah,” Atsumu menundukkan kepalanya ketika mengatakan semua itu.

“Hari itu, kalian berempat mau main ke rumahku. Tapi kamu datang lebih awal dan Osamu gak sengaja ngasih minuman itu ke kamu,” lanjutnya.

Atsumu menghela napas, “Osamu udah nyuruh aku buat nyari cara ngilangin efek minuman itu. Tapi aku merasa ini kesempatan buat aku, jadi aku malah manfaatin keadaan kamu.”

Nishinoya berusaha tenang. Sebenarnya ucapan Atsumu membuatnya terkejut. Tetapi, ia sama sekali tidak pernah merasa dipelet atau apapun itu.

“Sekali lagi aku minta maaf.”

“Tunggu, Tsum. Tapi aku gak pernah ngerasa dipelet atau apa lah itu. Aku suka beneran sama kamu,” Ucap Nishinoya.

Atsumu menggeleng pelan. Siapa yang akan mempercayai ucapan Nishinoya? Nyatanya orang yang terkena guna-guna tidak akan merasa dirinya sedang diguna-guna. Kecuali kalau itu santet.

“Enggak, perasaan yang kamu rasain sekarang itu palsu.”

Emosi Nishinoya tersulut. Ia mencengkram seragam Atsumu. Eskpresi marah terlihat jelas di wajahnya.

“Maksud lo apa, anjing?” Tangan Nishinoya gemetar. “Maksud lo, rasa suka gue ke lo selama setahun ini palsu?”

Nishinoya melepaskan cengkraman tangannya pada seragam Atsumu. Semua badan nya terasa lemas. Ini yang sering terjadi jika dirinya sedang marah.

“Di mata lo perasaan gue ini gak lebih dari efek pelet?”

Atsumu terdiam. Ia tidak tahu apa yang dikatakan Nishinoya ini nyata atau hanya efek dari love potion itu.

“Lo kalau mau putus bilang aja. Gak usah nyari-nyari alasan, sialan!”

Nishinoya pergi meninggalkan Atsumu yang sedari tadi tidak menjawab pertanyaannya.

Love potion 3

Atsumu kini sedang berbaring di sofa sembari menonton salah satu tayangan sinetron di televisi. Di atasnya ada Nishinoya yang menjadikan dadanya untuk menyandarkan kepalanya.

Datang ke rumah kekasihnya adalah pilihan yang tepat. Ia jadi tidak perlu bertengkar dengan Osamu. Dan ia jadi bisa melihat kekasihnya itu bersikap manja dan menggemaskan seperti saat ini.

“Pemeran cowoknya gak jelas banget,” gerutu Nishinoya.

“Hahaha emang dia salah apa?” Atsumu tertawa ringan.

Nishinoya menjauhkan dirinya dari Atsumu dan merubah posisinya menjadi duduk.

“Dia itu tukang bohong, Tsum. Kasihan banget istrinya dikibulin gitu. Gila, gue gak suka banget sama tukang bohong,” Ucap Nishinoya tidak suka.

Atsumu mematung begitu mendengar ucapan kekasihnya itu. Dirinya merasa ditampar oleh kata-kata Nishinoya. Dirinya dan suami yang ada di dalam sinetron itu sama. Keduanya tidak jujur pada pasangan mereka.

“Tsum, kenapa bengong?”

“Enggak, kok.”

Mereka kembali melanjutkan menonton acara tadi walaupun Nishinoya terus menerus mengomentari acara tersebut. Atsumu sama sekali tidak fokus. Kata-kata kekasihnya tadi tidak bisa dihilangkan dari kepalanya.

Setelah beberapa puluh menit kemudian, suara Nishinoya menghilang. Atsumu menolehkan kepalanya ke samping. Ah, ternyata kekasihnya itu sudah pergi ke alam mimpi.

Damai. Itu yang ia lihat dari wajah Nishinoya yang sedang tertidur. Ia mengusap wajah kekasihnya itu pelan.

Kata-kata Nishinoya tadi muncul lagi di kepalanya. Bagaimana jika suatu hari nanti efek dari Love potion itu menghilang? Bagaimana jika nanti kekasihnya itu membencinya?

“Maafkan aku, Yuu.”

Love potion 2

Sepulang sekolah, Nishinoya dan Atsumu bertemu di tempat mereka dan teman-temannya berkumpul. Pada saat itu yang lain belum datang, jadi mereka bisa leluasa untuk berbicara.

“Atsumu,” ucap Nishinoya. Terlihat sekali dari wajahnya bahwa ia sedang gugup sekali.

“I-iya?” Atsumu pun jadi ikut gugup.

“A-anu, GUE SUKA LO! LOMAUGAKJADIPACARGUE?”

Wajah Nishinoya sudah sangat merah. Ia menutup matanya dengan sangat erat. Ia terlalu malu untuk melihat wajah Atsumu.

'Ah, Love potion nya emang manjur' pikir Atsumu.

Pernyataan cinta yang seperti rap itu masih dapat Atsumu dengar. Tetapi ia tidak tahu harus bahagia atau sedih. Mengetahui bahwa teman mungilnya itu mengajaknya untuk bekencan karena sedang dipengaruhi oleh sebuah ramuan.

Atsumu merasa ia adalah orang paling jahat di dunia. Bisa-bisanya ia melakukan hal licik ini pada sahabatnya sendiri. Tidak terasa air mata sudah jatuh di pipinya.

“Atsumu kenapa lo nangis?” Nishinoya panik ketika melihat temannya itu tiba-tiba menitikkan air mata.

“G-gue juga—” Atsumu mengusap air matanya.

”—gue juga suka sama lo.”

Boleh kah ia egois untuk kali ini saja? Ia sangat mencintai sahabat mungilnya itu.

Ombak 2

Warning! Dialog Non-baku

Nishinoya menatap horor ke arah Tsukishima yang sekarang sedang berdiri di depan rumahnya. Apa bocah ini tidak ada rasa takut? Begitulah pikirnya.

“Lo udah gila ya? Kenapa lo beneran datang ke sini?” Tanya Nishinoya tidak percaya.

“Orang tua kakak ada kan?” Tsukishima tidak menjawab pertanyaan Nishinoya.

Nishinoya merentangkan kedua tangannya seolah-olah sedang menghalangi pintu masuk. Tsukishima tidak habis pikir, kenapa kakak kelas semasa SMA nya ini sangat kekanakan sekali hari ini?

“Eh? Ternyata ada tamu? Kenapa tidak diajak masuk?” Seseorang membuka pintu dari dalam.

Seorang wanita dewasa berdiri di belakang Nishinoya. Dia tersenyum pada Tsukishima. Dilihat dari pernampilannya, lelaki berkacamata itu bisa menebak kalau wanita itu adalah ibu dari Sang kakak kelas.

“Di luar dingin. Ayo, masuk!”

***

“Hohoho ternyata seperti itu cerita nya! Keren kamu, Tsukishima! Tokcer banget, ya! Sekali langsung jadi,” Kakek Nishinoya antusias.

Tsukishima sudah menjelaskan segala nya. Kini, ia sedang duduk di depan Kakek, Ayah dan ibu Nishinoya. Ia tidak menyangka akan mendapatkan respon yang positif dari keluarga kakak kelasnya itu. Malah ia sudah berpikiran akan pulang dengan kondisi babak belur.

Tapi yang membuat Tsukishima heran adalah perilaku kedua orang tua Nishinoya yang berbeda jauh dengan Nishinoya sendiri. Kedua orang tuanya terlihat tenang dan tidak banyak bicara.

“Jadi, kalian punya rencana apa?” Tanya Ayah Nishinoya.

“R-rencana?”

Ah, ia baru sadar kalau kakak kelasnya itu sedari tadi diam saja. Entah ia gugup atau takut.

“Saya berniat melamar anak anda.”

“HEI!” Teriakan Nishinoya membuat telinganya berdengung.

“Hahaha Ayah senang kalau nak Tsukishima berniat seperti itu. Tapi apa kamu siap hidup kamu berubah 180°? Pernikahan itu bukan hanya tentang mempersatukan dua orang asing ke sebuah hubungan resmi,” Ucap ayah Nishinoya.

“Benar kata ayah, Tsukishima. Kalau alasan lo mau nikah itu karena anak ini, lebih baik gak usah. Kita masih bisa kok ngurus anak ini bareng-bareng walaupun gak nikah,” Nishinoya tiba-tiba bersuara.

Bukan. Alasan Tsukishima bukan hanya itu. Tetapi ia juga tidak tau alasan lainnya itu apa. Dirinya saja masih bingung mengenai hatinya sendiri.

“Kalau boleh tahu, apa keluarga nak Tsukishima sudah tahu mengenai hal ini?” Tanya ibu Nishinoya.

Gawat. Ia sama sekali tidak terpikirkan keluarganya. Bahkan pikiran untuk melamar Nishinoya saja baru ada ketika ia sedanh diperjalanan menuju ke sini.

“Belum. Saya minta maaf,” Tsukishima menundukan kepala nya.

Bodoh sekali, pikirnya. Bisa-bisanya ia dengan tidak tahu malunya melamar anak orang, sedangkan keluarganya sendiri saja belum ia beritahu apa-apam

“Hahaha tidak perlu minta maaf seperti itu. Ini juga salah Yuu yang tidak langsung memberi tahumu,” Ibu Nishinoya tertawa seperti malaikat.

“Kalau begitu kalian berdua besok berbicara kepada keluarga Tsukishima.”

“HAH? KENAPA AKU JUGA?” Nishinoya tidak terima.

Ibu Nishinoya memelototi anak bungsunya itu. Nishinoya langsung menutup mulutnya ketika melihat tatapan tajam Sang ibunda.

“Mengenai pernikahan, jika keluarga Tsukishima setuju kami pun pasti setuju. Tapi semuanya kembali lagi ke kalian berdua. Kalian yang harus memutuskan karena kalian yang akan menjalani segalanya,” lanjut ayah Nishinoya.

Ombak

Sinar matahari menyelinap dari sela-sela gorden membuat Nishinoya terbangun dari tidurnya. Ia menguap dan meregangkan badan nya. Kenapa badan nya terasa sakit sekali? Kepala nya pun terasa pening.

Sebentar, Ini seperti bukan kamar miliknya. Ia mengedarkan pandangan nya ke seluruh penjuru ruangan. Ya, ini bukan kamar nya. Dan kenapa ia tidak memakai pakaian sehelai apa pun? Sebenarnya hal gila apa yang ia lakukan semalam?

Ia merasakan ada pergerakan di sampingnya. Alangkah terkejutnya Nishinoya ketika melihat adik kelas semasa SMA nya ada di sampingnya.

“Hm, sudah bangun?” Tanya Tsukishima dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul.

“T-tsukishima, kenapa kita ada di ranjang yang sama?” Tanya Nishinoya canggung.

Tsukishima mengernyitkan dahinya, “kakak gak inget?”

Satu persatu ingatan tentang kejadian semalam mulai masuk ke dalam kepala Nishinoya. Dari dia yang datang ke apartemen Tsukishima dalam keadaan mabuk, sampai— ah sudah lah, ia tidak ingin menyebutkan nya.

Nishinoya menjambak rambutnya sendiri dengan frustasi. Untuk pertama kalinya ia menyetujui bahwa dirinya ini sudah gila.

“Jangan ditarik, nanti rambutnya rontok,” Tsukishima melepaskan tangan Nishinoya dari rambut nya.

Oh iya, mengenai kejadian semalam. Ia mengingat Tsukishima mengatakan sesuatu yang agak aneh. Kenapa pria berkacamata itu mengatakan hal tersebut?

Love Potion

Atsumu langsung berlari ke kamarnya begitu sampai rumah. Di sana terlihat Nishinoya sedang duduk sembari membaca salah satu komik miliknya.

“N-noya? Yang lain belum datang?” Tanya Atsumu gugup.

“Belum,” Ucap Nishinoya. “Eh atsumu, lo beli sirup ini di mana? Kok gak enak.”

“G-gak enak?”

“Iya, rasa permen karet. Gue gak suka,” Ucap Nishinoya sembari menutup buku komik yang sedang dibacanya.

Atsumu memperhatikan Nishinoya. Ia tidak melihat ada perubahan apapun darinya. Ia juga tidak ada perubahan sikap lelaki kecil itu ke pada dirinya. Apa mungkin dia malah jadi menyukai Osamu?

“Noy, ikut gue dulu sebentar,” Atsumu menarik tangan Nishinoya menuju dapur, di mana Osamu berada.

“Liat deh centong punya gue bagus, kan?” Atsumu memamerkan sebuah Centong yang tidak terlihat memiliki keistimewaan.

Osamu melirik ke arah mereka berdua. Takut-takut cairan love potion itu malah membuat Nishinoya jadi menyukai dirinya. Bisa-bisa kembaran kuning nya itu marah kepadanya.

Ah, Osamu menemukan satu hal yang menarik. Ia bisa melihat bahwa Nishinoya gugup ketika Atsumu menggandeng tangannya. Ia juga melihat telinga lelaki kecil itu agak memerah.

Jika ia tidak ingat tentang masalah love potion itu, ia pasti akan senang melihat gerak-gerik Nishinoya itu. Namun, jika gerak-geriknya itu disebabkan oleh suatu ramuan, ia malah merasa kasihan terhadap kembaran nya.

“Gue juga punya centong kayak gitu,” Ucap Nishinoya.

“Hm, tangan lo,” Ucap Nishinoya canggung.

Atsumu segera melepas genggaman tangannya. Pipi nya agak memanas begitu sadar bahwa ia menggenggam tangan Nishinoya sedari tadi.

Suka

Tsukishima meminta maaf atas perlakuan nya yang mungkin membuat Nishinoya sakit hati. Ia juga menjelaskan alasan mengapa ia tiba-tiba menjadi sangat menyebalkan.

Ya, iya mengakui bahwa dirinya cemburu. Ia bahkan menceritakan bahwa ia cemburu ketika Nishinoya memposting poto Hinata di akun twitternya.

Reaksi Nishinoya? Wajahnya sudah tidak karuan. Ia bertanya-tanya apakah yang ada di hadapan nya ini benar-benar Tsukishima atau bukan? Ia tidak mimpi kan?

“Jadi gimana?” Tanya Tsukishima setelah mengakhiri cerita nya.

“Hah? Apanya?”

“Kakak masih suka gu—Aku?” Ucap Tsukishima agak malu.

Nishinoya merasa malu sendiri ketika Tsukishima merubah cara bicaranya pada dirinya. Bahkan kini suaranya sulit untuk keluar.

“E-emang kenapa?”

“Kalau iya, kakak mau kan jadi pacarku?”

Nishinoya senang bukan main. Mati-matian ia menahan agar tidak tersenyum. Sudah dapat dipastikan bahwa wajahnya saat ini seperti sedang menahan buang air besar.

“Kalau enggak?”

“Artinya aku harus buat kakak suka lagi sama aku,” Ucap Tsukishima serius.

Tsukishima tidak menyangka dirinya akan mengucapkan kata-kata semenggelikan itu. Bahkan wajahnya kini sudah semerah kepiting rebus. Tapi ia sadar, jika dibandingkan dengan yang sudah Nishinoya lakukan agar meluluhkan hatinya, ini belum seberapa.

“Iya,” Ucap Nishinoya sambil tersenyum. “Gu—Aku masih suka kamu.”

Akhir

Nishinoya menunggu Tsukishima di depan kelas adik kelasnya itu dengan gugup. Salah satu tangan nya memegang tas kecil yang berisikan sepatu yang ia beli kemarin bersama Asahi.

Tidak lama kemudian, Tsukishima datang bersama Yamaguchi. Tatapan adik kelasnya itu lebih dingin dari biasanya. Jujur saja, hal itu agak membuat Nishinoya takut.

“Tsukishima, ayo bicara sebentar!” Ucap Nishinoya sembari menyembunyikan sebelah tangannya.

“Ya.”

Mereka pergi ke tempat yang sepi agar tidak ada orang yang mendengarkan percakapan mereka.

“Chat yang kema—”

“Oh yang kemarin? Udah jelas kan?” Potong Tsukishima.

Nishinoya menatap Tsukishima dengan tatapan tidak suka. Setidaknya ia harus menunggu dirinya selesai berbicara.

“Maaf kak, tapi kayaknya perjanjian kita dibatalin aja. Jujur aja, kakak bikin gak nyaman. Lagian nanti kakak jadi bisa bebas jalan sama—–”

Belum selesai Tsukishima berbicara, Nishinoya sudah melempar kotak sepatu yang sedari tadi ada di tangannya ke arah adik kelasnya itu. Jelas sekali kalau ia sedang murka.

Nishinoya mengeratkan kepalan tangannya. Sejujurnya ia sangat ingin sekali meluapkan amarahnya. Tapi tidak, kali ini ia memilih menahan amarahnya.

“Ya, kayaknya emang lebih bagus kalau gue nyerah,” Ucap Nishinoya dengan tatapan sinis di matanya. “Maaf kalau selama ini gue buat lo gak nyaman.”

Nishinoya hendak pergi dari tempat itu, namun ia membalikan badan nya kembali dan menatap sepatu yang tergeletak di tanah.

“Sepatu itu sengaja gue beli buat lo. Tapi sekarang udah gak berarti apa-apa. Jadi buang aja.”

Nishinoya pergi meninggalkan Tsukishima yang masih terdiam. Yah, mungkin ini akhir di antara mereka.

Sugawara Family

Suga memperhatikan kedua anak kembarnya yang sedang berlarian di halaman rumah. Ah, tidak ada yang lebih membuatnya bahagia selain melihat kedua anaknya itu tumbuh dengan sehat.

“Waktu berjalan sangat cepat ya,” Gumamnya.

Ia teringat ketika kedua anaknya, Yuu dan Shoyo baru saja dilahirkan. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana kecil dan lemahnya mereka, bahkan nyawa mereka hampir tidak tertolong.

Ia sangat takut. Istrinya meninggal ketika melahirkan si kembar. Ia tidak mau hal terakhir yang diberikan oleh istrinya itu pun direnggut darinya.

“Papa gemes!” Suara Si Bungsu menyadarkan Suga dari lamunan nya.

“Iya ada apa, Shoyo?”

“Shoyo mau tanya sesuatu. Tapi papa gemes jangan marah, ya?” Tanya Shoyo dengan suara manisnya.

Yuu yang sedari tadi sibuk mengejar-ngejar burung pun menghampiri mereka. Suga hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya.

“Kenapa ya Shoyo sama Yuu gak pernah ketemu sama mamah? Apa mamah gak sayang sama kita?”

Suga tertegun mendengar pertanyaan Shoyo. Ditambah lagi tercetak kesedihan di wajah anak bungsunya itu. Yuu yang biasanya ceria pun ikut murung.

“Teman-teman bilang, mamah gak mau datang soalnya shoyo nakal. Papah gemes tolong bilangin ke mamah kalau Shoyo gak bakal nakal lagi,” Tangisan Shoyo pecah ketika mengucapkan itu.

Suga segera membawa Shoyo ke dalam pelukan nya. Ia tidak tahu bahwa anak sekecil Shoyo memendam kesedihan seperti ini.

“Itu gak bener! Yang nakal itu Yuu! Shoyo itu anak baik!”

Kini anak pertamanya pun ikut menangis. Ini salahnya karena selalu menghindari pembicaraan mengenai ibu mereka. Jujur saja, dirinya pun masih belum menerima kenyataan bahwa perempuan yang ia cintai sudah pergi dari sisinya. Namun, ia tidak boleh terus seperti ini. Ia juga harus memikirkan anaknya.

“Anak papah gemes gak ada yang nakal. Kata siapa mamah gak sayang sama kalian? Mamah itu sayang banget sama kalian.”

“Terus kenapa mamah gak pernah datang?” Tanya Yuu.

“Kalian tau kan surga? Mamah selalu mengawasi Papa gemes, Yuu dan Shoyo dari sana,” Ucap Suga sembari mengusap lembut rambut anak-anaknya.

“Jadi, Shoyo bisa bilang ke teman-teman kalau mamah sayang Shoyo, 'kan?” Suga menganggukan kepalanya sembari tersenyum lembut.

“Kalau mereka masih nyebut Shoyo nakal, nanti Yuu pukul mereka!” Ucap Yuu sembari memegang kedua tangan kembarannya.

Suga tertawa mendengar ucapan Yuu. Ah, ia sangat berterima kasih kepada istrinya yang tidak membawa kedua anak menggemaskan ini bersamanya.

Fin.

Mine An atsunoya au

Nishinoya melempar ponselnya frustasi. Kenapa? Apa salah dirinya sampai diperlakukan seperti ini? Takut. Rasanya sangat menakutkan.

Ia memeluk lututnya dengan erat. Belum pernah ia setakut ini sebelum nya. Semua keluarganya sedang tidak ada di rumah. Ia takut jika Atsumu datang ke rumahnya.

Tok.. tok.. tok..

Kenapa sih firasat buruk nya selalu terjadi? Ia bersembunyi di dalam selimut. Semoga saja Atsumu tidak nekat masuk ke rumahnya.

Bugh! Bugh! Bugh!

Terdengar suara pintu yang dibuka paksa. Sialan! Ia harus segera mencari tempat bersembunyi! Di bawah ranjang? Di lemari? Ah, lebih baik ia bersembunyi dalam lemari.

“Tenang, Nishinoya. Di sini aman,” Ucap Nishinoya menenangkan dirinya sendiri. Ia mendengar Atsumu berhasil masuk ke dalam rumahnya. Tolong, jangan sampai ia masuk ke dalam kamarnya.

“Nishinoya, kamu bersembunyi? Eh~ kira-kira di mana ya kamar mu?”

Suara Atsumu terdengar jelas sekali. Sepertinya ia ada di depan kamarnya. Nishinoya berdoa di dalam hati.

Ceklek

Terdengar suara pintu dibuka. Ah, dia lupa mengunci pintu kamarnya tadi!

“Hmm kira-kira kamu sembunyi di mana ya?” Atsumu berbicara sembari mengitari kamar Nishinoya.

“Di bawah kasur?” Atsumu mengecek ke bawah ranjang. Nihil.

“Oh~ mungkin di lemari?”

Suara langkah Atsumu semakin dekat. Nafas Nishinoya tidak beraturan. Ayah, ibu, kakek dan kakak-kakak, tolonglah dirinya ini.

Atsumu membuka lemari tersebut dengan keras. Terlihatlah Nishinoya sedang duduk sembari memeluk lututnya. Pupil matanya bergetar, begitu juga dengan tubuhnya.

“Sayang, kamu takut? Kenapa? Aku gak bakalan nyakitin kamu,” Ucap Atsumu sembari berjongkok di depan Nishinoya.

Tangan Atsumu mengusap wajah Nishinoya. Akhirnya yang ia nanti-nantikan datang juga. Mulai dari sekarang, ia akan hidup bahagia dengan pujaan hatinya.

Nishinoya sama sekali tidak bisa bergerak. Bahkan ia tidak punya tenaga untuk menepis tangan Atsumu yang ada di wajahnya. Hingga akhirnya kesadaran nya menghilang.

Atsumu menggendong Nishinoya dengan gaya bridal. Ia tersenyum puas. Lelaki kecil ini sekarang sudah menjadi miliknya. Ia tidak peduli jika lelaki kecil itu tidak menginginkan nya.

“Aku akan bawa kamu ke tempat di mana cuman ada aku dan kamu.”