“Hide to The Safe Haven”
“You can hide behind me, and I'll always be your safe haven.”
Satu minggu, apa ia tidak salah? Sudah satu minggu Yeonjun tinggal di apartemen milik sang guru yang katanya adalah mate-nya, dan tak ada (atau mungkin belum ada) tanda-tanda keluarganya mencarinya. Ia mematikan ponselnya semenjak di perjalanan pulang dari acara makan malam itu, jadi ia tak tahu siapa saja yang menghubunginya. Mungkin itu juga yang sedikit mempersulit keluarganya menemukan keberadaannya saat ini.
Selama berada di apartemen Soobin, ia hanya berdiam diri. Untungnya sang alpha memiliki ponsel yang tak terpakai, jadi ia menggunakannya hanya untuk berkomunikasi dengan sang pemilik, atau menonton video tutorial memasak.
Tutorial memasak? Ya, benar. Yeonjun memang suka memasak, dan kebiasaan itu ia gunakan untuk membuat sarapan dan makan malam dirinya dan sang pemilik tempat tinggal yang ia tumpangi selama seminggu ini.
Dan hanya dalam waktu singkat itu, Yeonjun merasa yakin bahwa ia dan sang alpha memanglah mate.
Selain bukti bahwa keduanya bisa mencium feromon lapisan atas masing-masing, perlakuan Soobin dan bagaimana sang alpha dapat mengetahui apa yang ia rasakan tanpa ia mengatakannya, sudah menjadi suatu hal yang meyakinkan bagi Yeonjun.
Seumur hidupnya, ia tak pernah bertemu dengan alpha yang mau menolongnya, memperhatikannya, tertarik sebegitunya padanya, rela berkorban demi dirinya.
Dan kata-kata manis sang alpha saat menenangkannya, begitu membuatnya merasa berharga.
Semenjak malam ia datang ke apartemen tersebut, Soobin benar-benar memanjakannya. Dalam artian, seperti pasangan pada umumnya. Namun Yeonjun tak menolak, entah kenapa, sentuhan sang alpha membuatnya nyaman, mungkin candu, seperti apa yang dikatakan sang alpha padanya.
Tak butuh waktu lama untuk keduanya menyukai presensi yang lain. Soobin, yang memang pada dasarnya sudah mengakui bahwa ia menyukai sang omega. Dan Yeonjun, yang jatuh terbuai karena perlakuan dan perhatian yang diberikan sang alpha padanya. Seperti terikat, keduanya menyukai kehadiran dan sentuhan satu sama lain.
Jangan lupakan pelukan setiap malam. Oh, Yeonjun rasa ia paling suka itu.
Apartemen Soobin hanya memiliki satu ranjang yang cukup untuk dua orang. Tentu saja, Soobin tidak akan membiarkan sang omega tidur di sofa, begitu juga Yeonjun yang merasa tak enak karena sudah menumpang. Alhasil, Yeonjun membiarkan sang alpha tidur bersamanya di ranjang yang sama. Dan mimpi buruk di malam pertama ia menumpang membuat Soobin memeluknya setiap mereka tidur, berturut-turut hingga hari ke-7 ini.
Begitulah, keduanya sudah seperti sepasang suami yang baru saja menikah.
Catat juga, bahwa sang alpha benar-benar menghargai setiap perkataan dan keputusannya. Ia belum menceritakan apa yang terjadi padanya dan Seunggi di acara makan malam itu dengan detail pada Soobin. Ia takut, sungguh, ia tidak mau kehilangan satu-satunya orang yang menerimanya dan memperlakukannya selayaknya manusia, selayaknya seorang omega.
Selain itu, ia pun merasa takut menceritakan kehidupannya bersama keluarganya, bagaimana selama ini ia tersiksa di dalam rumah besar keluarga Choi yang terpandang. Hanya mengingat bagaimana sang ayah yang suka mencekiknya, dan sang ibu yang suka menamparnya, atau menyiksanya dengan feromon alpha yang memuakkan dari keduanya, membayangkannya saja sudah membuat Yeonjun ingin menangis.
Namun Soobin tak pernah menanyakannya, tak pernah memaksanya untuk bercerita. Ia hanya di sana, menunggunya siap untuk bercerita dan menyampaikannya tanpa diminta.
Ia begitu bersyukur bertemu sang alpha, bertemu sang mate disaat hidupnya memang sedang membutuhkan seseorang untuk membuatnya kuat.
“Yeonjun?”
Panggilan seseorang dari pintu masuk membuatnya menoleh, hanya untuk mendapati sang pemilik tempat tinggal yang baru saja pulang dari berbelanja.
“Di dapur, aku lagi masak.”
Soobin melepas sepatunya, menggantinya dengan sendal rumah lalu berjalan menuju tempat sang omega berada.
“Kok lama belanjanya? Beli apa aja?” tanya Yeonjun sedikit melirik ke arah sang alpha yang menyimpan kantong plastik besar belanjaannya.
“Aku sekalian belanja bulanan, nambah orang jadi aku harus nambah stok makanan.”
Soobin mengusak rambut Yeonjun yang sedang fokus memotong sayuran. Tangannya berhenti bergerak saat sang alpha berbicara demikian. Ia mengangkat wajahnya menatap sang alpha dengan wajah sendu dan merasa bersalah.
“Maaf, aku ngerepotin banget, ya?”
“Nggak sama sekali, aku justru senang, ada yang memasak buatku setiap hari. Jadi seperti simulasi setelah menikah.”
Wajah sendu sang omega dengan cepat berubah menjadi cemberut, memukul pundak alphanya dengan cukup kuat.
“Aduh! Kok aku dipukul, sih?”
“Abis ngomongnya suka aneh.”
“Tapi 'kan emang bener begitu?”
Pukulan itu kembali mendarat di pundak dan dada sang alpha berkali-kali.
“Aduh- iya maaf, kok muka kamu merah? Aduduh- Yeonjun!”
Yeonjun sebenarnya malu, disebut sedang 'simulasi setelah menikah'. Yang benar saja, dia baru mau lulus SMA.
Dengan rengekan sang omega dan tawa membahana dari sang alpha, apartemen itu terasa ramai. Beberapa saat kemudian, mereka melanjutkan kegiatan memasak yang sempat tertunda berdua.
Makanan yang hangat, asap mengepul di atasnya. Soobin dan Yeonjun sudah duduk berhadapan di meja makan dengan makanan yang baru selesai mereka masak. Mengobrol sambil makan perlahan, mereka menikmati waktu kebersamaan seperti layaknya pasangan.
“Kak,” panggil Yeonjun pelan. Wajahnya menatap ke mangkok makan yang ia gunakan, mengaduk sisa makanan di dalamnya dengan malas.
“Hm? Kenapa, Yeonjun?”
Mendesah berat, sang omega masih menunduk. “Maaf, aku ngerepotin.”
“Yeonjun-”
“Aku takut pulang ke rumah, aku nggak mau ....”
“Yeonjun,” panggil Soobin dengan lembut, ia rentangkan satu tangannya menangkup wajah sang omega. “Aku nggak nyuruh kamu pulang, nggak. Tapi, kenapa? Apa kamu cape di sana?”
Terdiam, Yeonjun merasa sesak hanya memikirkan kedua orang tuanya. Namun sang alpha berhak untuk tahu. Ia sudah menumpang, sudah cukup merepotkan, terlebih Soobin pasti butuh alasan untuk membiarkannya tinggal. Bagaimanapun juga, Yeonjun masih murid SMA yang masih dalam tanggung jawab orang tuanya.
“Ibu sama ayah jahat ....”
Soobin memperlakukannya selembut mungkin, membuat sang omega berani berbicara. “Jahat kenapa?”
Setelah satu desahan berat dan bergetar karena gugup, Yeonjun mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara. “Aku ... mereka sering nyiksa aku ....”
Sang alpha mencoba untuk tetap tenang walaupun untaian kata yang diucapkan sang omega begitu membuatnya geram.
Yeonjun menyimpan alat makannya yang barusan ia pakai. “A-Ayah sering nyekik leherku kalo aku nggak nurut, I-Ibu juga sama, sering nampar aku k-kalo aku salah sedikit aja. Mereka- selalu maksa aku buat nurut kata mereka, a-aku nggak bisa ngelawan. D-Dari kecil selalu gitu, ayah sama ibu selalu ngeluarin f-feromonnya, bikin aku sesak, dan nggak segan bikin aku h-hampir kehabisan nafas cuma biar aku ngalah d-dan nurut. Bahkan ... bahkan dulu aku sering dikurung di g-gudang kalo aku nggak nurut a-atau bikin mereka marah ....”
Tanpa berniat menjawab, sang alpha segera berdiri dari tempatnya, berjalan ke kursi yang ditempati Yeonjun, memeluk sang omega yang terlihat mulai menitikkan air mata.
“Kamu kuat bisa bertahan sampai saat ini, Yeonjun. Aku bangga sekali sama kamu. Makasih sudah bertahan sampe sekarang, makasih kamu masih bertahan saat kita bertemu.”
Sesenggukan, hanya suara tangis yang keluar dari bibir Yeonjun. Menceritakan hanya sedikit saja membuat otaknya me-reka ulang kejadian mengerikan itu, memutarnya di pikiran seperti kaset usang, membuatnya sesak.
“Iya, sudah, sshhh- sudah, sekarang 'kan Yeonjun sama aku. Kamu aman sama aku. Nggak ada yang nyakitin kamu lagi, nggak apa-apa kamu tinggal sama aku selamanya, ya? Udah, tenang.”
Sakit, tentu saja. Mendengar penuturan dari sang omega membuatnya sakit dan marah. Bagaimana bisa mereka sebagai orang tua Yeonjun menyiksa anaknya sendiri sebegitunya? Padahal Yeonjun darah daging mereka.
Oke, tunggu sebentar. Soobin baru saja menyadari sesuatu.
“Yeonjun, aku baru sadar,” ucap sang alpha dengan hati-hati setelah tangis Yeonjun mereda. “Kamu omega, kedua orang tua kamu alpha. Apa ... maaf, aku nggak seharusnya tanya ini.”
Kepala sang omega bergeleng di pelukannya. “Wajar, Kak. Nggak apa-apa,” jawabnya dengan serak. “Aku nggak tau aku anak dari ayah atau dari ibu, tapi aku jelas mirip ayah ... dan ibu selalu keliatan jijik tiap liat aku.”
Ah, mungkin Yeonjun anak ayahnya dengan orang lain?
“Kamu ... nggak pernah tanya soal itu?”
Dan sang omega hanya menggeleng sebagai jawaban.
Soobin terdiam, tak tahu harus bereaksi bagaimana. Pikirannya berkelana, memikirkan kemungkinan apa yang membuat Yeonjun berada di keluarga itu disaat sudah jelas dirinya bukanlah seorang alpha.
“Kak, jangan banyak mikir.”
Oh, sepertinya feromon Soobin tercium.
“Kok kamu tau aku lagi mikir?”
“Feromonnya. Bau masakan gosong.”
Soobin terkekeh. “Enak aja. Tapi 'kan feromon nggak seberagam itu? Maksudnya, bahkan kamu sampai tau aku lagi mikir. Kok bisa?”
Sang omega menengadah, menatap wajah Soobin di atasnya dengan hidung memerah dan mata sembab. “Nggak tau, aku cuma tiba-tiba tau gitu,” jawabnya dengan bibir mengerucut lucu.
“Berarti kita emang mate.”
Yeonjun kembali menyembunyikan wajahnya di perut sang alpha. “Iya, kayanya.”
“Eh, udah mengakui, nih? Nggak nolak kalo aku benar mate kamu?”
Lagi, sang alpha hanya mendapat jawaban sebuah gelengan kepala.
“Aduh, kamu mulai lagi menjawab ambigu. Maksudnya apa gelengan kepala itu? Nggak nolak atau menolak?”
Mendesah kesal, Yeonjun pun menjawab, “nggak nolaakk~”
Aduh, gemas sekali Soobin pada omeganya ini. Tanpa ia sadari senyumnya mengembang hingga lesung pipi terlihat di kedua pipinya.
Namun kegiatan manis mereka terhenti saat bel apartemen Soobin berbunyi, menandakan seseorang berada di depan pintu unitnya.
“Huh? Siapa yang bertamu?” gumam Soobin. Pasalnya itu sudah pukul 7 malam, dan ia tidak memiliki teman dekat yang akan bertamu semalam ini tanpa mengabari terlebih dahulu.
Dengan enggan, sang alpha melepas pelukannya dari Yeonjun.
Soobin menunduk, mengusap pipi sang omega yang memerah itu dengan lembut. “Sebentar, aku liat dulu ke depan.”
Mengangguk, Yeonjun menatap sang alpha berjalan menjauh menuju ke layar interkom, mengecek siapa yang memencet bel unit apartemennya.
Namun Yeonjun tak kunjung mendengar pintu dibuka, tidak juga suara dari sang pemilik apartemen.
Mulai khawatir, sang omega berjalan menuju ke layar interkom, menyusul sang alpha.
Dan tentu saja, mata Yeonjun membulat sempurna saat ia tahu siapa yang berada di depan pintu apartemen Soobin.
“Seunggi?”
Maaf baru bisa update lagiii hehe, dikasih cliffhanger hayooo mau gimana hayoooo~
• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976