binyeoniverse

“Because of Me”

“Bad things around me, all of it happened, because of me.”
Tag(s): mention of; kill, death, housefire, grave, gun.


“Ibu ....”

Yeonjun menatap batu nisan yang ada di pemakaman cukup besar daerah Ansan. Tak terlalu jauh dari rumah lama keluarga Soobin, hanya menempuh waktu 15 menit.

Omega itu berjongkok di depan gundukan tanah yang sudah tertutupi rumput. Di batu nisan di atasnya terdapat tulisan 'Kim Yena', nama ibu kandung Yeonjun.

Read more...

“The Truth”

“Truth is like the sun. You can shut it out for a time, but it ain't goin' away.” – Elvis Presley


“Ibu, ke sini sama siapa?”

Soobin terlihat terkejut saat membuka pintu rumah lamanya yang sedang ia dan Yeonjun tempati saat ini. Ibunya sudah berada di depan pintu dengan tas cukup besar.

“Tadi ibu di antar kemari oleh teman ayah kamu. Katanya dia juga mau ke daerah sini. Kebetulan tempatnya tak terlalu jauh.”

Mengangguk paham, sang alpha membukakan pintunya membiarkan sang ibu masuk. Baru beberapa langkah, wanita paruh baya itu langsung mengernyit.

Read more...

“The Beginning of All”

“All that happened in your life, it always has a beginning.”
Tag(s): Mention of; heat, pregnancy, rape, violence.
Ini merupakan part khusus kilas balik hubungan antara para orang tua dari Yeonjun dan Soobin.


Read more...

“I'm Sorry”

“I'm sorry, you have to suffer because of me.”


“Kak.”

Sang alpha mengangkat wajahnya dari ceruk leher sang omega yang memanggil dengan halus. Soobin masih di sisa-sisa masa rut-nya, namun sudah jauh lebih baik. Ini sudah hari ke-4.

“Beneran mau pulang sekarang? Kakak masih kaya gini,” tanya Yeonjun, sang omega, dengan wajah sedikit khawatir, terlihat jelas dari pantulan cermin seluruh tubuh yang ada di depan keduanya.

Mereka sudah bersiap-siap untuk kembali ke rumah orang tua Soobin. Sekarang masih cukup pagi, namun Soobin bersikukuh kalau ia sudah baik-baik saja.

Padahal sudah jelas, ia masih dalam masa rut-nya.

Soobin mengusap perut Yeonjun lembut, mengecup lehernya tak henti sambil menghirup feromonnya rakus. “Iya, kasian kamu kalo nurutin rut aku,” ujarnya.

“Tapi kakak masih butuh aku, kan? Kalo udah pulang, nanti susah lagi.”

“Nggak, Sayang. Udah nggak apa-apa, ini aku terakhir aja sebelum kita pergi,” kukuhnya. Setelah beberapa saat menghirup feromon Yeonjun dengan kuat, akhirnya Soobin mengangkat kepalanya, menatap sang omega melalui cermin dan tersenyum lembut.

“Udah siap?”

Yeonjun pun mengangguk. “Kalo masih butuh aku, jangan sungkan,” ujarnya pada sang alpha.

“Iya, Yeonjun.” Soobin mengecup pucuk kepala omeganya sebelum berjalan keluar kamar sambil membawa perlengkapan mereka selama di sana.

Mengecek kembali keadaan rumah lamanya sebelum mengunci pintu depan, Soobin mengangguk pada dirinya sendiri setelah dirasa semua sudah selesai dan mereka siap untuk kembali pulang.

Yeonjun sudah berada di dalam mobil di kursi penumpang. Mobil Soobin sudah berada di luar pekarangan sebelum ia mengecek kembali rumahnya. Setelah selesai mengunci gerbang besi itu, sang alpha masuk ke mobil duduk di kursi kemudi.

“Udah semua? Nggak ada yang ketinggalan?” tanya Yeonjun dengan senyum manis. Sepertinya moodnya membaik setelah heat-nya selesai. Walau terkadang masih tercium feromon kecut tiba-tiba.

“Nggak, udah beres.” Soobin menggenggam satu tangan Yeonjun dan membawanya ke bibirnya, mengecup punggung tangannya dengan lembut membuat sang omega tersipu. “Kita berangkat. Kalo ngantuk, tidur aja. Aku bakal bawa santai jadi nyampenya agak lama.”

Mengangguk, Yeonjun pun bersandar di kursinya. Soobin mulai menginjak gas, membawa mereka menjauh dari area rumah lamanya hingga tak terlihat lagi.

Keduanya terdiam, Soobin yang fokus mengemudi dan Yeonjun yang menikmati pemandangan selama perjalanan mereka.

“Ternyata pemandangannya sebagus ini. Waktu pergi nggak keliatan karena udah malem,” ucap Yeonjun. Matanya masih setia melihat ke luar jendela di sebelahnya.

“Kalaupun masih siang kamu pasti nggak sadar sama pemandangannya, Yeonjun. Kamu lagi heat, merem terus selama perjalanan.”

Kekehan meluncur dari belah bibir sang alpha, membuat omeganya tersipu malu karena yang ia katakan benar adanya.

“Kalo aku nikahin kamu, kayanya aku pengen ngajak kamu tinggal di daerah sini.”

Ucapan tiba-tiba dari Soobin membuat omega itu menolehkan kepalanya, menatap sang alpha dengan heran.

“Tiba-tiba banget, Kak,” ujar Yeonjun sambil mengernyit dan terkekeh pelan. Senang, tentu saja. Ingatkan dirinya bahwa kemungkinan ia hamil itu besar karena sang alpha. Jadi, tidak mungkin ia tidak senang jika Soobin sudah memikirkan hal tersebut. Itu berarti ia benar bertanggung jawab.

Soobin melirik sedikit pada Yeonjun sebelum fokus kembali ke jalanan di depannya. “Aku 'kan udah bilang, mau kamu hamil atau nggak, aku bakal nikahin kamu.”

Tersenyum teduh, feromon citrus menguar di penciuman Soobin. Yeonjun senang. “Aku kira kamu nggak sadar bilang gitu.”

“Aku pria bertanggunng jawab, Yeonjun. Dan juga, nikahin kamu udah jadi salah satu keinginan aku yang harus tercapai, apa pun situasinya.”

Jika dibandingkan dengan merahnya bumbu sambal dengan wajah Yeonjun, sudah pasti tidak bisa dibedakan. Sungguh, Yeonjun merasa malu sekaligus bahagia saat ini.

Soobin pun terkekeh. “Kamu seneng, ya? Feromon atas kamu kecium banget,” ucap sang alpha sambil menyetir.

“Diem ih, Kak!”

Tawa pun pecah di dalam mobil tersebut, membuat suasana semakin nyaman di antara keduanya.

Perjalanan sudah cukup jauh dan Yeonjun akhirnya tertidur di sebelahnya. Mereka baru saja akan memasuki area perkotaan Ansan saat telepon masuk berbunyi dari ponsel sang alpha. Di layar yang ada di mobilnya, tertera nama penelepon di sana, yaitu sang Ibu.

Memencet tombol di area kemudi, telepon pun tersambung. “Ada apa, Ibu? Kami udah di jalan-”

“Jangan dulu kemari! Kembali lagi ke rumah lama kita, Nak!”

“Ayah? Kenapa? Mana Ibu?” Soobin mengernyit bingung. Nada sang ayah terdengar begitu panik.

“Ada orang-orang dari Seoul datang kemari, mencari kalian.”

Soobin langsung menepi, menghentikan mobilnya. “Cari kami? Apa ... keluarga Yeonjun?”

“Sepertinya begitu, suruhan keluarganya. Mereka sedang menanyakan ibumu di restoran. Cepat putar balik, nanti ibumu akan menyusul ke sana.”

Mendesah cukup keras, Soobin pun mengangguk walau tak terlihat oleh sang ayah. “Oke. Nanti ibu sama siapa ke sini?” tanyanya khawatir, takut jika akan ada hal tak baik terjadi pada ibunya.

“Nanti ayah akan kabarkan lagi. Cepat putar balik, Nak. Sebelum mereka menemukan kalian.”

Telepon pun langsung diputus oleh sang ayah. Tanpa menunggu, Soobin dengan segera memutar arah dan kembali ke kediaman lamanya dengan perasaan campur aduk.

Laju mobil yang dikendarai mereka lebih cepat dari sebelumnya, membuat Yeonjun sedikit terguncang dan terbangun. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tatapan aneh ia perlihatkan, meneliti jalanan kanan dan kiri.

“Kak? Kita balik lagi?”

Soobin berjengit sedikit kaget karena sibuk dengan pikirannya. “Ah, Yeonjun, kebangun ya? Maaf.”

Yeonjun merasakan ketegangan di feromon sang alpha. “Kak, kenapa kita balik lagi? Ada apa?” tanyanya dengan khawatir.

“Tadi ayah telepon,” ucap Soobin memberi jeda sekejap. “Katanya ada orang yang cari kita dateng ke rumah.”

Yeonjun melebarkan matanya terkejut. Panik mulai muncul dalam diri sang omega.

“Kak, aku- maafin aku-”

“Hey, itu bukan salah kamu,” ujar Soobin masih mengemudikan mobilnya. Sedikit lagi mereka sampai kembali ke rumah lama keluarga Soobin. “Jangan minta maaf, ya? Ini bener bukan salah kamu, Sayang.”

“Nggak, itu salah aku. Kalo aku nggak ke sini, kalo nggak sama kakak, mereka-”

“Yeonjun, stop.” Soobin berkata sedikit keras, membuat sang omega berhenti berbicara. “Aku yang bawa kamu ke sini, aku yang bawa kamu ke Ansan buat ketemu orang tuaku. Jangan salahin diri kamu sendiri, oke? Tenangin diri kamu. Orang tuaku nggak apa-apa.”

Terdiam dan mengangguk, Yeonjun patuh dan hanya menatap jalanan di depan mereka. Sudah begitu dekat dengan rumah lama Soobin, mereka tak berbicara lagi hingga mobil itu kembali terparkir di pekarangan rumah tujuan.

Yeonjun tak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya mengikuti langkah sang alpha di depannya, masuk kembali ke dalam rumah yang ia tinggali selama seminggu ini.

Omega itu duduk termenung di sofa ruang tengah. Tatapannya kosong, pikirannya berkecamuk. Merasa bersalah, ia takut jika orang-orang suruhan keluarganya itu akan menyakiti kedua orang tua Soobin, melukai orang tua sang alpha yang ia sayangi.

Tiba-tiba air mata mengalir begitu saja ke pipinya. Tanpa suara, cairan bening itu begitu derasnya turun dari kedua kelopak mata indah sang omega.

Merasakan feromon yang tak begitu sedap dari Yeonjun, Soobin segera menghampirinya sesaat setelah ia selesai menaruh kembali barang mereka ke dalam kamar.

Duduk di sebelah sang omega, Soobin langsung merengkuh tubuhnya yang lebih kecil itu dari samping, membiarkan omeganya menangis di pelukannya.

“Nggak apa-apa, Yeonjun. Semua bakal baik-baik aja. Tenang, jangan ngerasa bersalah, ya? Maafin aku tadi ngebentak kamu,” ucapnya dengan lembut sambil mengusap punggungnya sayang.

Yeonjun semakin sesenggukkan, tangannya meremat ujung baju yang dikenakannya. Suaranya begitu pilu.

“M-Maaf- Maaf-in aku, K-Kak. M-Maaf udah nyusahin k-kamu.” Nafas sang omega tersengal, kesulitan mengatakan maaf karena tangisnya yang tak henti.

“Ssstt, udah. Nggak usah minta maaf. Nanti ibu ke sini. Jangan nangis lagi, ya? Baring di nest aja, mau?”

Mengangguk, hanya itu yang bisa Yeonjun berikan sebagai jawaban karena ia tak bisa merangkai kata. Nafasnya masih tak teratur.

“Sambil peluk,” ucap Yeonjun akhirnya begitu pelan dan serak, hampir tak terdengar oleh Soobin.

Tersenyum gemas, Soobin pun langsung menggendong sang omega menuju kamar.

Yang terpenting saat ini untuk Soobin hanyalah omeganya, yang penting omeganya baik-baik saja, dan aman bersamanya.



Next part bakal flashback nih, ngejelasin hubungan ortu-ortu mereka hehehe. Semoga aku bisa up dengan cepat :')

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976

“Take Me”

“Please take me, whole me, the way I am.”


“Aku udah izin cuti. Ayo.”

Yeonjun mendongak menatap sang guru yang sudah rapi di pagi buta ini. Ia terduduk di tepi ranjang, memainkan kedua ibu jarinya dengan tatapan gugup.

“Kak.”

Panggilan tersebut membuat Soobin menolehkan kepalanya pada sang omega. Ia sedang membereskan tas yang cukup besar untuk perlengkapannya dengan Yeonjun nanti di Ansan.

Wajah sang murid terlihat sendu, takut dan ragu. Feromon tak sedap menguar di kamar itu, membuat senyum Soobin luntur perlahan.

“Kenapa, Yeonjun? Kamu nggak mau ikut-”

“Bukan, Kak,” jawab Yeonjun dengan cepat memotong pertanyaan sang alpha. “Aku ... kayanya ngerepotin banget, ya?”

“Hey,” panggil Soobin lembut, berjongkok di hadapan sang omega menyamakan tatapan keduanya. “Aku udah bilang, kamu sama sekali nggak ngerepotin, beneran. Aku lakuin semua ini tulus, aku sayang sama kamu. Lagian aku nggak mau liat kamu nggak bahagia di sini, mending aku bawa kamu sama aku. Yang penting kamu bahagia. Aku tanya, kamu lebih bahagia di sini, tunangan sama Seunggi dan terikat sama kedua orang tua kamu, atau sama aku dan rela kemanapun bareng aku?'

Yeonjun menunduk, dengan suara yang begitu pelan ia menjawab. “Sama kakak.”

“Berarti kamu percaya aku, kan?”

Sang omega mengangguk.

“Kalo gitu kamu percaya kalo aku sayang sama kamu, dan tulus lakuin ini semua, kan?”

Sekali lagi, Yeonjun mengangguk.

Dengan senyum yang kembali menghiasi wajah sang alpha, ia mengangkat dagu sang mate dengan mata berbinar.

“Yeonjun, liat aku.”

Mata yang sudah berkaca-kaca itu kemudian menatap kedua mata sang alpha, melihat senyum cerah dengan lesung pipi yang terpatri di kedua pipi itu.

“Aku rela tukar apa aja yang aku punya demi kebahagiaan kamu, karena aku tau, kamu pantas dapat kebahagiaan di hidup ini. Jadi, jangan merasa kamu ngerepotin aku, ya?”

Air mata pun mengalir ke kedua pipi Yeonjun tanpa permisi, lalu mengangguk dengan senyum kecil di bibir manis itu.

Melihat hal tersebut, Soobin terkekeh. Ia langsung mengecup kedua mata Yeonjun yang menutup karena menangis dengan lembut, memberikan afeksi lewat kecupan kecil itu.

“Makasih, Kak. Punya mate kaya kakak udah jadi sebuah anugerah besar buat aku. Aku rasa kayanya aku mimpi punya mate seberharga kakak.”

Sang alpha kembali terkekeh namun sedikit lebih kencang. “Kamu bisa ngomong manis juga, ya.”

Pipi Yeonjun pun memerah karenanya. “A-Aku bicara fakta, kok,” jawabnya dengan terbata.

“Iya, makasih banyak sayang.”

Lalu Soobin mengecup pipi kiri sang omega, membuatnya semakin memerah.

Tergelak akan pemandangan wajah di hadapannya, Soobin mengusap pipi Yeonjun yang tadi ia kecup dengan sayang.

“Ya udah, ayo berangkat. Sebelum matahari tinggi banget dan macet.”


Soobin yang mengemudikan mobilnya terlihat fokus melihat jalanan di depan. Sedangkan Yeonjun yang ada di kursi peumpang di sebelahnya hanya terdiam sambil memikirkan bagaimana jika seseorang mengetahui keberadaannya, atau mungkin saat ini ada yang membuntutinya. Tak tenang, ia terus memperhatikan kaca spion, melihat apakah ada kendaraan mencurigakan yang mengekori mereka.

Sang alpha menyadari hal tersebut. Melirik sedikit ke arah sang omega, ia meraih tangannya dan mengusapnya, mengecup punggung tangannya mencoba menenangkan. Perlakuan Soobin membuat Yeonjun terkejut.

“Kita bakal baik-baik aja. Jangan takut, ada aku.”

Soobin lagi mengeluarkan feromonnya untuk menenangkan sang omega. Menghirup sedikit demi sedikit, akhirnya Yeonjun merasa lebih tenang.

“Makasih, Kak.”

“Udah, jangan makasih terus.” Soobin tersenyum, melirik pada Yeonjun sekilas sebelum kembali fokus memperhatikan jalanan di depannya.

Perjalanan dari Seoul menuju Ansan tak terlalu lama, ditambah dengan jalanan yang masih cukup sepi karena belum jam orang-orang berkeliaran, mereka tiba di sebuah kediaman yang cukup asri dengan restoran yang cukup besar tepat di sebelahnya.

Udara pagi masih menyapa indra penciuman keduanya saat keluar dari mobil. Yeonjun tak pernah pergi ke Ansan sebelumnya, ini pertama kali untuknya. Tapi ia suka, ia menyukai suasana yang tenang di tempat itu.

Soobin sudah berjalan di depan menuju ke rumah yang bersebelahan dengan restoran tadi.

“Yeonjun, ayo.”

Memfokuskan kembali matanya pada sang alpha, ia tersenyum kecil lalu mengangguk, mengekori langkah si pria tinggi.

Pintu gerbang yang terbuat dari besi berbunyi saat Soobin membukanya. Yeonjun memperhatikan halaman rumah yang diisi dengan tanaman dan pohon cukup besar yang membuat teduh sebagian halaman.

Memencet bel sekali, suara derap langkah dari dalam rumah terdengar semakin lama semakin dekat, hingga akhirnya pintu rumah pun terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat mirip dengan Soobin.

“Ah, kamu kok nggak kabari ibu dulu kalo mau pulang?” Wanita itu memberi senyum sumringah, lalu matanya melirik ke sebelah sang anak. “Kamu bawa siapa, nak?” tanyanya dengan tatapan menyebalkan, jelas menggoda anaknya.

Hal itu membuat Yeonjun memerah. Ia langsung menunduk hormat memperkenalkan diri. “Ah, nyonya. Perkenalkan, nama saya Choi Yeonjun. Saya-”

Mate aku, bu.”

Mata sang ibu membelalak dengan senyum lebar terpatri di bibirnya. Menatap Yeonjun dari bawah sampai atas dengan cepat, wanita itu kemudian memeluknya dan mengusap rambutnya seperti anak sendiri.

Namun ibu Soobin mencium feromon takut dan tegang pada Yeonjun. Hanya sedikit, tapi feromonnya tercium dan wanita itu sangat tau feromon apa itu, karena dirinya pun omega, sama seperti Yeonjun.

“Manis sekali kamu, nak Yeonjun,” ucapnya lembut, melepas pelukannya lalu menatapnya sayang. “Kamu pasti lelah. Istirahatlah di kamar Soobin, ya? Soobin, antarkan dulu nak Yeonjun ke kamarmu.”

Seakan paham mengapa sang ibu demikian, Soobin segera mengangguk. “Ayo, Yeonjun.” Setelahnya mereka berdua masuk ke rumah, langsung menuju ke kamar milik Soobin dengan membawa barang-barang.

Sampai di depan pintu kayu berwarna coklat tua, Soobin membukanya dan terlihatlah kamar yang tertata rapi, dengan ranjang cukup besar dan meja belajar di sampingnya. Di sana ada lemari pakaian sedang dengan kaca full body di sebelahnya. Kamarnya begitu bersih, tanpa ada sesuatu di dinding. Nuansa hitam-putih, hal yang terlihat mencolok hanyalah tanaman kecil dalam pot di atas lemari pakaiannya.

“Rapi banget, kaya di apartemen kakak,” ujar Yeonjun langsung saat ia masuk ke kamar Soobin. Nyaman, wangi sang alpha dapat tercium di sana. Yeonjun suka.

Tersenyum teduh, Soobin mengusap pucuk kepala sang omega.

“Ibu sama ayah galak soal tata letak barang dan nyimpennya, jadi aku terbiasa begitu,” jawab Soobin terkekeh mengingat bagaimana kedua orang tuanya begitu cerewet jika ia tidak menyimpan barang dengan benar dan berantakan. “Kamu istirahat aja, semalem kurang tidur, kan? Aku mau ngobrol dulu sama ibu.”

Yeonjun mengangguk, duduk di tepi ranjang mendongakkan kepalanya menatap penuh syukur pada sang alpha. “Makasih banyak, Kak,” ucapnya tulus.

“Udah, makasih terus kamu.” Soobin terkekeh. “Aku tinggal ya, tidur aja, istirahat, jangan banyak pikiran.”

Setelah mendapat anggukan, Soobin berjalan keluar meninggalkan sang omega di kamarnya, kembali ke dapur melihat sang ibu yang sedang menyiapkan bahan makanan untuk sarapan, duduk di kursi meja makan sambil mengupas kentang.

Soobin berjalan ke kursi di hadapan ibunya, duduk di sana sambil membantu sang ibu melakukan hal lain. “Maaf ya, bu. Soobin nggak bilang dulu mau ke sini.”

Sang ibu menatap anaknya sekilas sebelum kembali fokus pada kentang di tangannya. “Tiba-tiba sekali. Kenapa? Kamu mau memperkenalkan mate-mu pada ibu, ya?”

“Itu salah satunya,” ucap Soobin mengangguk, matanya masih fokus mengupas wortel. “Tapi ada alasan lain aku bawa Yeonjun ke sini, Bu.”

“Memangnya ada apa? Ibu mencium feromon ketakutan dari mate kamu. Jangan-jangan kamu jahatin dia?”

“Nggak, bu. Ibu kaya nggak tau Soobin aja.” Sang alpha menangkal dengan cepat ucapan sang ibu, mengerutkan alisnya tak terima. Lalu beberapa saat kemudian, ia berbicara kembali. “Ibu tau keluarga Choi yang memerintah di Seoul? Yeonjun itu anaknya.”

Pergerakan tangan sang ibu tiba-tiba berhenti, wajahnya menegang.

Soobin meneruskan ceritanya. “Dia ... satu-satunya omega yang ada di keluarganya. Singkat cerita, Yeonjun sering sekali disiksa oleh kedua orang tuanya, dan dia mau dijodohkan sama alpha yang nggak tau diri, Bu. Ibu pernah ngerasain, kan, kalo ayah kenapa-napa dan dalam keadaan bahaya, pasti perasaan ibu nggak tenang.

Soobin ngerasain itu semenjak ketemu sama Yeonjun, Bu. Soobin nggak pernah ngerasa tenang, selalu kepikiran Yeonjun bahkan sebelum Soobin tau keluarganya seperti itu.”

Sang ibu seperti tak terkejut mendengar tutur kata sang anak. “Dijodohkan? Lalu kenapa kamu bawa dia ke sini?”

Mengernyit sedikit, Soobin menjawab ucapan ibunya. “Soobin nggak mau liat Yeonjun nggak bahagia, Bu. Walaupun kedua orang tuanya nentang Soobin dan nggak kasih restu sama sekali, kalo Yeonjun nggak bahagia sama pilihan orang tuanya, Soobin nggak akan rela lepasin Yeonjun. Walaupun Soobin diancam bakal dipecat dan nggak bisa ke Seoul lagi kalo ketauan ketemu sama Yeonjun, Soobin nggak peduli. Makanya saat Yeonjun bilang mau pergi dari rumah, Soobin bawa ke sini, biar keluarganya nggak mudah temuin dia.”

Ibu Soobin menaruh kentang yang sedang dikupasnya, lalu menatap serius sang anak dengan tatapan tak suka dan khawatir. “Nak, ibu nggak setuju kalau begitu. Ibu nggak mau anak ibu dijadikan sasaran keluarga Choi yang terpandang karena membawa anaknya.”

Air muka sang alpha seketika menjadi sendu. “Ibu, tolong, Soobin sayang sama Yeonjun. Soobin nggak mau liat mate Soobin kesiksa kalo nggak sama Soobin. Sakit, Bu. Liat dia kesiksa cuma dalam waktu sebulan ini, Soobin nggak tega. Soobin pengen jagain dia apa pun risikonya. Kalaupun Soobin dipecat, Soobin masih bisa terusin bisnis restoran ayah sama ibu. Ayah sama Ibu mau Soobin lanjutin restoran, kan? Soobin turutin, Bu, asal ibu bolehin Soobin buat sama Yeonjun.”

Mendesah pasrah, sang ibu dapat memahami perasaan sang anak pada mate-nya. Ia tak mungkin begitu saja memaksa anaknya untuk berpisah dari Yeonjun, karena ia tahu bagaimana rasanya dipisahkan dari mate yang sudah terlanjur ia labuhkan hatinya.

“Baiklah, jaga Yeonjun baik-baik, nak. Ibu hargai keputusan kamu, kamu sudah besar, kamu bisa menangani masalahmu sendiri.”

Ujar sang ibu tanpa mengucapkan hal yang ia ketahui mengenai keluarga Choi dan ibu kandung dari Yeonjun.

Soobin tersenyum syukur pada wanita yang melahirkannya itu. Berdiri dari kursinya, ia berjalan ke arah sang ibu dan memeluknya dari belakang, menyimpan dagunya pada pucuk kepala wanita itu.

“Makasih banyak, Bu. Soobin janji bakal jagain Yeonjun semampu Soobin. Makasih udah terima Soobin sama Yeonjun.”

Ibunya hanya mengusap lengan kekar anaknya yang melingkar di leher. Tersenyum dengan sedikit khawatir, ia mendesah cukup berat.

“Semoga kalian bisa melalui semua rintangan bersama, ya, anak kesayangan ibu.”



Ibunya Soobin tau apaan ya kira-kira hmmmmm hehehehe. Aku semangat nulis part ini karena suka banget sama ide percakapan buat ini hihi. Semoga pada suka~

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976

“Bad Bye”

“It's not a good bye, because it feels bad and hurt to leave you.”


Yeonjun termenung di halte depan yang ia sebutkan pada Soobin di pesan singkat. Tangisnya sudah berhenti, menyisakan sedikit nafas yang masih tak teratur, sesekali sesenggukan. Ia menunggu sang alpha menjemputnya di sana.

Jarak dari apartemen Soobin menuju ke komplek perumahan Yeonjun cukup jauh, sehingga ia harus menunggu.

Sedikit takut karena ia keluar diam-diam dari rumahnya sendiri, ia harap belum ada seorang pun yang sadar kalau dia pergi dari rumah.

Saat matanya tak fokus dan pikirannya melambung jauh, sebuah tepukan pada bahu kirinya membuat ia tersadar dan terkejut.

“Yeonjun, hey, ini Soobin.”

Matanya menatap pada sang alpha, hingga akhirnya ia menangis kembali dan memeluk pria yang ada di hadapan begitu erat.

“A-Ayo pergi.”

Tanpa menjawab, Soobin membawa Yeonjun ke kursi penumpang di mobilnya. Setelah memastikan bahwa sang omega sudah duduk dengan aman dan nyaman, Soobin duduk di kursi kemudi dan memakai sabuk pengaman, melajukan mobilnya kembali menjauhi area tersebut.

Yeonjun tak membuka suara, tak juga memberi sepatah kata. Soobin yakin sang omega hanya butuh ketenangan, karena sudah jelas feromon ketakutannya begitu kuat menguar di dalam mobil. Tanpa bertanya, akhirnya Soobin membawa mereka kembali ke apartemen miliknya.

Memegang tangan sang omega dengan erat, Soobin berjalan berdampingan dengannya menuju unit apartemen. Masih terdiam, tatapan Yeonjun begitu sendu. Entah apa, ia akan menanyakannya nanti setelah dirasa aman, atau menunggu Yeonjun bercerita dengan sendirinya.

Soobin berjalan lebih dulu saat sudah di lorong menuju unit, memasukkan pin pintu apartemennya, lalu membukanya dan mempersilahkan Yeonjun untuk masuk lebih dulu.

Masih tetap hening, mereka sudah duduk di sofa panjang yang ada di tengah apartemen tersebut. Tanpa menunggu persetujuan, Soobin merangkul pundak sang omega, membawanya mendekat, dan dengan otomatis sang omega menyembunyikan wajahnya di pundak sang alpha. Dengan itu, Yeonjun akhirnya kembali menangis tersedu, terdengar begitu pilu tanpa suara yang keras. Sang alpha membawa tangannya yang lain mengusap pucuk kepala omeganya.

“Yeonjun.”

Tak ada jawaban darinya.

Scenting?”

Dan Soobin mendapat sebuah anggukan pelan dari sang omega, membuatnya langsung membawa tubuh yang lebih kecil dan terlihat rapuh itu ke pangkuannya, membiarkannya menelusupkan wajahnya ke perpotongan lehernya, menghirup dalam feromon menenangkan yang ia berikan untuk omega kesayangannya.

“Ada apa? Mau cerita?”

Terdiam sejenak, hening setelah pertanyaan itu terucap dari bibir sang alpha.

Soobin tak ingin memaksa, ia hanya membiarkan sang omega tetap diam di pundaknya, mengusap ujung hidungnya pada leher sang alpha membuatnya sedikit mendesah pelan. Lalu tiba-tiba pundaknya terasa basah, Yeonjun menangis lagi.

“Maaf, Kak,” ucap sang omega dengan lirih.

“Maaf kenapa, Yeonjun? Kamu mau cerita?”

Sesunggukan, ia mencoba mengatur nafasnya sebelum menjawab. “I-Ibu, kakak ketemu ibu?”

Menghembuskan nafas berat, Soobin mengangguk. “Iya, beberapa hari lalu di sekolah.”

“Ibu b-bilang apa?”

“Ibu kamu bilang kalo aku harus urus hidupku sendiri, kalo nggak mau kehilangan pekerjaan bahkan hingga tak bisa kembali ke Seoul, aku nggak boleh dekat-dekat kamu lagi.” Soobin mengatakannya dengan santai. “Seperti waktu di acara makan malam, hanya lebih tajam saja,” lanjutnya dengan tangan yang masih mengusap pucuk kepala sang omega.

“Kamu nggak di apa-apain sama orang tua kamu, sama Seunggi?”

Menggeleng pelan, tangisan Yeonjun justru bertambah keras.

“Maksudnya, kamu diapa-apain?”

Lalu sebuah anggukan didapat Soobin setelahnya.

Seketika rahang Soobin mengeras. “Kamu diapain sama Seunggi?”

Yeonjun terdiam lagi, namun tak lama ia memberanikan diri bercerita.

“D-Dia bawa aku ke rumahnya w-waktu dari sini. Dia ... dia pegang-pegang aku, m-maksa aku buat nurut. D-Dan itu bukan pertama k-kali, dia s-sering kaya gitu kalo k-kami cuma berdua. Untungnya a-aku cuma semalem di rumah Seunggi, d-dan kakaknya cegah Seunggi ngelakuin itu, ngelecehin aku.”

Saat sang alpha hendak memeriksa ceruk leher omeganya, Yeonjun segera menahan tangan tersebut dan mengangkat kepalanya menatap sang alpha.

“Nggak, d-dia nggak tandain aku, kok.”

Mendesah lega, Soobin membawa tangannya menangkup pipi sang omega.

“Tapi kamu nggak kenapa-napa?”

Yeonjun pun mengangguk. “Cuma ngerasa kotor,” gumamnya lirih sambil menunduk malu, merasa hina.

Soobin mendengar itu, namun ia tak mencoba menjawabnya, ia berpura-pura tak mendengarnya.

“Orang tua kamu, gimana? Kamu diapain sampe kaya gini?”

“I-Ibu ...” Yeonjun berhenti di tengah ucapannya. “Ibu ngancam aku, sama kaya ke kakak. K-Kalo aku ketauan ketemu kakak lagi, mereka ... mereka bakal apa-apain kakak. Kakak bakal nggak bisa ke Seoul lagi.”

“Yeonjun, kamu tau-”

“Dan acara tunangan aku sama Seunggi bakal dilaksanain minggu depan.”

“Apa?” Soobin membelalakkan matanya. “Secepat itu? Kenapa? Apa ada kaitannya sama aku?”

“Aku nggak tau,” ucap sang omega kembali menangis, ketakutan menguasainya kembali, membuat feromon kecut tercium lagi. “Ibu ngaku kalo aku anak tiri, ibu kandung aku dibunuh sama ayah sendiri. C-Cuma karena feromonnya pas heat menarik ayah, d-dan aku terlahir sebagai omega ... aku nggak tau aku ngomong apa, aku pusing, aku takut.”

Sang alpha langsung mendekap erat tubuh kecil di pangkuannya, memeluknya sambil mengusap punggungnya dengan sayang.

“J-Jadi aku disuruh cepet-cepet tunangan dan aku nggak boleh ketemu kakak lagi. Katanya aku harus nurut kalo aku ... nggak mau bernasib sama kaya ibu kandung aku,” adunya pada sang alpha dengan wajah sendu. “Buat mempertahankan hubungan sama keluarga Seunggi, tunangan itu dipercepat. Aku nggak mau, Kak. Tapi aku nggak bisa ngelawan kata-kata mereka, aku lemah.”

Tangis Yeonjun terdengar begitu menyakitkan, mengiris hati sang alpha, membuatnya perih.

“M-Maaf, Kak. Aku- Aku nggak bisa lanjutin hubungan kita ini. Aku nggak mau bikin kakak susah, aku udah cukup ngerepotin kemarin-kemarin, juga sekarang,” ucap Yeonjun sambil menatap sendu sang alpha, membawa tangannya mengusap pipi yang lebih tua. “Lebih baik kita udahan, lebih baik kita nggak bareng-bareng. Aku bakal nyusahin kakak sekarang buat terakhir ka-”

“Nggak, Yeonjun! Aku nggak mau!” seru sang alpha sambil mengernyit tak suka. “Aku sayang sama kamu, Yeonjun!”

“Tapi kita nggak bisa sama-sama, Kak! Aku nggak mau kakak kehilangan kerjaan kakak, aku nggak mau kakak nggak bisa ke Seoul-”

“Aku nggak peduli! Kalaupun aku dipecat karena kamu, aku masih bisa terusin bisnis keluargaku.” Soobin mengatakannya dengan tegas. “Dan kalo aku nggak bisa balik lagi ke Seoul, aku lebih baik bawa kamu buat sama aku selamanya. Aku nggak peduli apa pun yang bakal ngehalangin kita nanti, kita pasti bisa laluin itu, Yeonjun! Kita mate, kita diberi kesempatan lebih buat jalin hubungan sama-sama.”

Tangis Yeonjun semakin pecah karenanya. Ia bersyukur memiliki mate yang seperti Soobin, yang rela berkorban untuknya, yang rela menjaganya sepenuh hati. Namun sedih menggerogoti, saat ia sadar bahwa semua kebahagiaannya itu membutuhkan pengorbanan yang berat dari sang alpha maupun dirinya.

“Yeonjun.” Sang omega pun menatap mata serius sang alpha. “Kamu percaya sama aku? Kamu mau sama aku?”

Mengangguk, Yeonjun menatap sang alpha penuh tanya.

“Kamu mau pergi sama aku ke Ansan?”

Terkejut bukan main, mata sang omega membelalak.

“K-Ke Ansan?”

Soobin mengangguk, lalu tersenyum. “Kalo aku nggak bisa sama kamu di Seoul, mending kita ke tempat lain. Dimana pun, asal sama kamu, aku nggak peduli seperti apa.”

“K-Kak...”

“Kamu mau? Atau ... kamu milih Seunggi-”

“Nggak, Kak. Aku sayang kakak!”

Ucapan tiba-tiba dari sang omega membuat Soobin mengakat alisnya, terkejut sekaligus senang mendengar kata 'sayang' dari lawan bicaranya. Wajah Yeonjun memerah karena malu akan ucapannya sendiri yang tak disengaja.

“Bilang apa tadi? Aku nggak denger.”

Sang omega menutup wajahnya, tak ingin menatap wajah sang alpha. Terkekeh, Soobin justru semakin menggodanya.

“Apa, sih? Tadi kamu ngomong apa? Aku nggak denger, Yeonjun. Coba ulangi.”

“Iiiihhh Kak Soobiiinn!!!”

Tawa membahana keluar dari belah bibir sang alpha. Ia merengkuh kembali tubuh Yeonjun dengan erat, mencium kepalanya dengan sayang.

“Besok pagi kita ke Ansan, sebelum orang tua kamu nemuin kamu di sini.”

Dengan anggukan, mereka akhirnya sepakat untuk pergi bersama ke kampung halaman sang alpha.

Ternyata lika-liku kisah mereka, baru akan dimulai. Dan keduanya berharap akan mendapat akhir yang baik.



Yeay ide aku mengalir seperti pipa rucika wkwkwk stay tune okieokie aku dah ada ide sampe bbrp part kedepan hahaaayyy

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976

“Need You”

“The thing I know that can help me, just you, I need you.”
Tag(s): mention of rape, kill someone, harsh words


Ruangannya begitu hening dan gelap, hanya ada suara detik jam dinding dan sinar bulan dari balik jendela yang menyinari. Merenung, terdiam menatap nanar ruang kosong di hadapan, Yeonjun hanya bersandar pada kepala ranjangnya dengan mata yang tak fokus. Otaknya kesana dan kemari, memikirkan banyak hal.

Sudah seminggu dari saat dirinya dibawa pergi dari apartemen sang guru. Soobin yang kala itu menampungnya dengan tanpa pamrih dan mendengarkan ceritanya tentang keluarganya dan Seunggi, membuatnya terus memikirkan sang alpha.

Yeonjun sadar, dirinya merasa nyaman dan aman bersama sang guru, bersama Soobin di sisinya.

Namun ia tak bisa, ia tak bisa membiarkan sang alpha dipecat dari pekerjaannya yang baru menginjak satu bulan lamanya saat ini. Bahkan bisa saja sang mate tak dapat kembali ke Seoul.

Itu tak boleh terjadi, maka Yeonjun bersikukuh untuk menjauhi sang guru.

Saat Yeonjun dibawa oleh Seunggi dari apartemen Soobin, ia tak langsung dibawa ke rumahnya, melainkan ke rumah Seunggi. Tak banyak yang terjadi di antara mereka, kebetulan sekali pemuda yang biasanya menyebalkan itu tak berulah. Ia hanya berkata pada Yeonjun saat di perjalanan menuju rumahnya,

'kalaupun bukan gue yang bilang ke orang tua lo, mereka pasti bakal tau, cepat atau lambat.'

Oh, yang disebut dengan 'tak berulah' maksud sang omega adalah, Seunggi tak mencoba untuk melakukan marking padanya, pemaksaan untuk mencumbunya sedikit mungkin iya.

Selalu begitu, Seunggi selalu memaksanya untuk membiarkan sang alpha brengsek itu menciumnya, menggerayangi tubuhnya, walau tak sampai menyetubuhinya. Tidak pernah, dan Yeonjun sedikitnya bersyukur akan hal itu.

Tapi Yeonjun tetap merasa kotor. Ia tak bisa mencegah, tak bisa melawan, hanya tangis pilu yang keluar dari bibirnya saat Seunggi melecehkannya. Beruntunglah kakak dari Seunggi segera mencegahnya saat ia sedang diperlakukan begitu.

'Bawa Yeonjun pulang, perjodohan kamu bisa gagal kalo keluarga Yeonjun tau kamu kaya gini.'

Dengan itu, sang omega akhirnya bisa pulang ke rumahnya sendiri setelah satu malam menginap di rumah Seunggi. Sang alpha mengantarnya hingga ke dalam rumah, bahkan bercengkrama sedikit dengan kedua orang tuanya dan sempat mengatakan,

'saya harap perjodohan kami dapat dipercepat.'

Tentu saja hal itu membuat kedua orang tua Yeonjun mengatakan macam-macam padanya, termasuk ancaman jika ia diketahui bertemu dengan sang mate. Jika ia ketahuan bertemu lagi dengan Soobin, mereka mengatakan akan membuat sang alpha tak bisa kembali ke Seoul.

Bayangkan jika mereka tahu bahwa Soobin sebenarnya guru di sekolahnya. Habislah karir Soobin sepenuhnya. Ia yakin akan hal itu, ia tahu apa yang dapat kedua orang tuanya lakukan pada sang alpha mate-nya itu.

Beruntunglah ia karena Seunggi mengatakan bahwa selama ini ia tinggal di rumahnya. Jika alpha brengsek yang akan dijodohkan dengannya itu mengatakan kalau ia tinggal di tempat Soobin, Yeonjun tak yakin tubuhnya masih baik-baik saja saat ini, mungkin sudah disakiti habis-habisan oleh kedua orang tuanya.

'Tok, tok, tok'

Suara ketukan di pintu kamar membuatnya tersadar dari lamunan. Menolehkan kepala ke arah sumber suara, belum juga ia sempat membalas ketukan tersebut, pintunya sudah terbuka dengan cukup kasar dan terburu-buru.

Itu ibunya, dengan wajah yang ditekuk seperti biasa.

“Sedang apa kamu, Yeonjun?”

Melirik tanpa memberi tatapan yang ramah pada sang ibu, Yeonjun kembali menatap tak fokus ke depan.

“Ada apa ibu ke kamar? Tumben.”

Suara dengusan nafas terdengar dari ibu Yeonjun. “Kamu pintar juga berbohong, ya. Atau bisa ibu bilang, mate kamu pintar menipu.”

Mata sang omega langsung melirik kembali pada sang ibu.

“Jangan-jangan ia juga sebenarnya bukan mate-

“Dia mate aku, itu bukan nipu,” jawab Yeonjun dengan cepat.

Wanita alpha itu menatapnya tajam. “Ibu tadi berpapasan dengan dia, di sekolah kamu,” ucapnya menggantung.

“Dan dia keluar dari ruang kelas sambil membawa buku pelajaran.”

Serasa jantungnya berhenti dalam sesaat, Yeonjun hampir membelalakkan matanya terkejut.

Soobin ketahuan?

Sang ibu mendengus, terkekeh menyebalkan. “Kenapa? Kamu kira ibu tak akan tau itu?”

Yeonjun menelan ludahnya, namun berusaha untuk terlihat tenang.

“Tadinya ibu hanya ingin memeriksa kehadiran kamu dan membicarakan beberapa hal dengan kepala sekolah. Siapa sangka ibu akan berpapasan dengan alpha rendahan seperti mate-mu-”

“Kak Soobin bukan alpha rendahan!”

Penekanan pada nada bicara sang omega jelas menunjukkan bahwa ia tidak suka dengan ucapan sang ibu.

Hal tersebut membuat ibunya menatap tak suka, menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Lantas apa? Dia jelas dari keluarga biasa, bahkan ia cuma seorang guru biasa di sekolahmu. Dibandingkan dengan keluarga kita, jelas ia hanya seorang alpha rendahan yang tak tahu diri. Beraninya dia menantang kami dengan mengatasnamakan kebahagiaanmu. Hah!”

“Dia tulus sama aku-”

“Kamu pikir ketulusan bisa bikin kamu dipandang khalayak ramai? Yeonjun, kalau bukan karena ibu bersedia menjadi ibu tiri kamu, kamu pasti udah jadi omega murahan di luar sana, seperti ibu kandung kamu, kamu tahu?!”

Yeonjun terdiam. Ini kali pertama ia mendengar bahwa salah satu dari kedua orang tuanya saat ini bukanlah orang tua kandungnya.

Juga, pertama kalinya ia mendengar kata 'ibu kandung'.

“Ibu kandung aku dimana?” tanya Yeonjun lirih, menunduk dengan wajah sendu tak ingin menatap sang ibu tiri.

“Jalang itu udah nggak ada, Ayah kamu sendiri yang nyuruh orang buat bunuh ibu kamu.”

Nafas Yeonjun mulai berat, ia menahan tangis. “K-Kenapa? Kenapa ayah- Salah ibu kandungku apa?” Air mata akhirnya menetes perlahan, membasahi pipinya. Suaranya mulai sedikit serak.

Tanpa ada rasa iba, wanita itu menjawab.

“Karena ibu kandung kamu dengan nggak tau dirinya menggodanya, dengan feromon heat-nya yang memuakkan. Malah ngelahirin omega kaya kamu pula.”

Jadi, ibu kandung Yeonjun ... dibunuh karena ia heat? Dan karena ia terlahir sebagai seorang omega? Sungguh? Alasan bodoh macam apa itu?

“Jika kamu tak ingin bernasib seperti ibu kamu, berhenti bertemu dengan Choi Soobin itu. Pertunangan kamu dengan Seunggi akan dilaksanakan minggu depan,” ucap sang ibu dengan tegas.

Yeonjun seketika membelalakan matanya terkejut, mengangkat wajahnya menatap sang ibu. “Apa?! Ibu, kenapa buru-buru? Aku sama Seunggi-”

“Apa? Kamu sama dia sudah cukup dekat, bahkan kamu sempat menginap di rumahnya. Apalagi yang kamu tunggu? Keluarga Yoon sudah menanyakan hal itu sejak lama. Jangan merusak hubungan keluarga kita dengan mereka, Yeonjun.”

Menghela nafas berat, Yeonjun hanya terdiam karena ia tahu, ia tak bisa melawan. Semakin ia melawan, semakin runyam keadaan yang akan ia hadapi nantinya.

Tapi, ia sungguh tak ingin perjodohan itu terjadi.

“Ingat baik-baik. Jangan pernah bertemu dengan mate-mu lagi. Kalau kami tau kamu bertemu dengan dia, kamu tau konsekuensinya.”

Membanting pintu cukup keras dengan langkah kaki yang menghentak, ibunya berjalan keluar dari kamarnya dengan wajah menyeramkan, meninggalkan dirinya dengan perasaan kacau.

Yeonjun tahu dengan sangat bahwa ucapan sang ibu tak main-main. Ia tahu konsekuensinya, ia tahu apa yang akan terjadi pada sang alpha jika ia melawan kata-katanya.

Namun ia enggan, Yeonjun enggan untuk melakukan perjodohan dengan Seunggi. Ia tahu bagaimana seorang Yoon Seunggi berperilaku. Ia benci bagaimana Seunggi meremehkan dan melecehkannya, lebih buruk dari yang kedua orang tuanya lakukan padanya.

Pikirannya kesana kemari, tangisnya mulai terdengar lebih kencang. Informasi tentang ibu kandungnya, beserta kabar pertunangannya yang begitu mendadak, membuatnya sesak.

Ia butuh alphanya, ia butuh Soobinnya, ia butuh mate-nya.

Tanpa berpikir panjang, ia meraih ponselnya yang ada di nakas sebelah ranjang. Mengetik sesuatu, dengan tangan gemetar karena rasa panik dan takut yang entah sejak kapan menghampirinya, ia mengirim pesan singkat pada seseorang.

Ia hanya butuh Choi soobin saat ini, itu yang ia tahu dengan pasti ....



Hawiii~ Ini sebenernya plot tengah2 cerita tuh masih agak gak jelas gt loh. Gatau mau dibawa kemana, jadi nikmatin aja karena pasti bakal panjang hehehe.

Yg baca ini, dengan sangat aku peringatkan, kemungkinan adanya nsfw (18-21+) itu besar, mungkin satu atau dua part lg? Ntahlah, se mood aku hahaha. Jadi, mungkin ntar bisa kalian skip aja kalo gasuka 🙏🏻

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976

“Distance Between Us”

“Maybe the distance can give us a reason to love harder.”


Sudah dua hari, lebih dari 24 jam Soobin tak mendapat kabar apa pun dari Yeonjun. Khawatir, tentu saja. Namun sang omega berkata bahwa ia akan menghubungi jika terjadi suatu hal buruk. Jadi, selama ia tak mendapat kabar buruk dari Yeonjun, setidaknya ia bisa tenang sejenak.

Hari ini sekolah sudah dimulai kembali. Soobin sudah berada di sekolah sepagi ini. Ia berharap ia bisa melihat Yeonjun di sekolah, hanya itu harapannya.

Menunggu, Soobin berdiam diri di pos satpam sekolah tersebut, membuat sang satpam keheranan.

“Pak, pagi sekali datangnya. Kenapa diam di sini, nggak nunggu di ruangan aja?”

Sang alpha menggeleng sambil tersenyum ramah. “Saya lagi pengen liat aja kalo murid datangnya suka jam berapa. 'Kan suka banyak yang terlambat, hitung-hitung kasih nilai tambah karena rajin datang buat murid yang saya ajar,” jawab Soobin pada sang satpam tadi.

Bohong, tentu saja. Ia hanya ingin melihat apakah Yeonjun masuk sekolah hari ini.

Satpam itu mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Membiarkan Soobin di posnya seorang diri, sang satpam izin untuk membeli kopi untuk memulai harinya.

“Saya ke kedai sebrang dulu ya, Pak. Titip pos sebentar.”

“Oke, Pak. Saya jagain biar posnya nggak ada yang maling.”

Tertawa bersama, sang satpam berjalan menuju ke kedai, sedangkan Soobin tetap fokus pada setiap murid yang datang melewati gerbang sekolah itu.

Satu persatu murid sudah mulai berdatangan, semakin lama semakin banyak. Namun Soobin belum melihat tanda-tanda Yeonjun. Ini sudah 15 menit sebelum bel berbunyi. Ia mulai khawatir, takut sang omega tak datang ke sekolah karena sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Menunggu, hingga 5 menit tersisa sebelum bel, Soobin pun menyerah. Ia berdiri dari kursi di dalam pos satpam.

Namun saat ia berdiri, murid yang ia tunggu sedari tadi turun dari mobil tepat di depan gerbang sekolah.

Itu Yeonjun, dengan supir yang waktu itu mengantarnya ke acara makan malam.

Sang omega yang ia tunggu sedari tadi berjalan memasuki gerbang sekolah. Mata Soobin tak dapat berpaling, memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan muridnya itu.

Dan Yeonjun seketika menghentikan langkahnya saat baru memasuki gerbang sekolah. Menoleh ke belakang, melihat apakah sang supir dan mobilnya sudah pergi. Setelah memastikan tak ada, matanya mengedar mencari, menarik nafasnya menghirup feromon yang begitu ia kenal.

Lalu mata mereka bertemu. Soobin yang memperhatikan dari pos, menatap Yeonjun yang sekarang menatapnya di depan sana, memberi tatapan sarat akan makna.

Tak ada yang mencoba mendekat, tak ada yang mencoba bergerak, mereka hanya saling diam di tempat menatap manik masing-masing yang cukup jauh di sana. Nafas mereka tercekat, jantung berdetak lebih cepat.

Namun entah mengapa, saat Soobin memutuskan untuk mendekatinya, ia justru memalingkan wajah dan berjalan kembali menjauh dari tempat itu.

Seakan bertemu dan berbicara dengan Soobin, merupakan suatu hal yang tidak boleh terjadi.

Soobin mematung, sakit merupakan hal pasti yang bisa ia rasakan saat ini. Mungkin semua terdengar mustahil, katakanlah semua seperti sebuah kisah cinta anak muda yang tak berarti.

Tapi bagi Soobin, perasaannya pada Yeonjun, sang omega, sang mate, muridnya sendiri, merupakan hal nyata dan ia tak bisa menampiknya. Ia begitu menyukainya, jatuh padanya hanya dalam waktu yang singkat.

Dua minggu terdengar seperti waktu yang sedikit, namun cukup untuknya jatuh ke dalam jerat pesona sang omega.

Mungkin Yeonjun terlihat seperti murid biasa. Tidak menonjol, tidak populer, bahkan banyak dibully oleh para alpha brengsek di sekolah itu.

Tapi selama ia bercengkrama, berbagi waktu bersama selama satu minggu di bawah atap yang sama, ia sadar bahwa bukan hanya karena Yeonjun adalah mate-nya ia bisa jatuh hati, tapi juga karena sifat dan kepribadiannya.

Yeonjun bukan anak manja, bukan anak yang tidak tahu terima kasih. Ia hanya ingin seperti yang lain, yang bisa meraih mimpinya, sebagai seorang juru masak.

Namun keadaan keluarga memaksanya untuk berhenti berjuang, berhenti bermimpi dan dirinya menjadi seorang yang tertutup. Ia baik, bahkan terlalu baik menurut Soobin. Karena hal tersebut, dan statusnya sebagai omega, dirinya lemah, dan selalu dimanfaatkan oleh orang sekitarnya karena itu.

Melihat kepergian sang murid yang mulai memasuki gedung sekolah, Soobin akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali masuk mengikuti arah Yeonjun tadi, hingga akhirnya bel pun berbunyi.


“Mungkin sekian untuk kelas hari ini. Tugasnya dikumpulkan hari Kamis, jadi mulailah mencari referensi dari sekarang. Terima kasih, selamat istirahat.”

Kelas akhirnya selesai, bel istirahat sudah berbunyi beberapa detik lalu, membuat para murid dengan cepat merapikan alat tulis mereka dan bergegas menuju kantin.

Berdiri dari kursi, Soobin pun merapikan barang-barangnya ke dalam tas. Satu kelas lagi pukul 2 nanti, jadwalnya cukup padat hari ini.

Selesai dengan kegiatan merapikan barang-barang, sang guru berjalan keluar dari kelas tersebut, menuju lorong sekolah berniat untuk beristirahat sejenak di ruang guru sebelum mencari makan siang.

Namun langkahnya terhenti kala seorang wanita berdiri tepat di hadapannya. Soobin yang awalnya menunduk hanya melihat sepatu hak tinggi yang dikenakan sang wanita. Feromonnya cukup familiar, wanita itu seorang alpha. Detik selanjutnya, Soobin mengangkat wajahnya melihat siapa wanita yang sedang berdiri di hadapannya.

Hanya untuk bertemu dengan sepasang mata yang sudah pernah ia lihat sebelumnya, dan ia harap tak melihatnya di tempat ia bekerja.

Itu ibunya Yeonjun.

“Oh, kita ketemu lagi,” ucap ibu Yeonjun dengan nada sarkas, sama seperti saat mereka pertama bertemu di acara makan malam kala itu. Ia mendengus melihat Soobin saat ini.

Soobin hanya menatap sang wanita dengan setenang mungkin. Ia menunduk hormat padanya.

“Penerus restoran, kamu bilang? Saya tau ada kebohongan di ucapan kamu waktu itu.”

“Saya tidak berbohong soal itu, saya memang meneruskan bisnis keluarga yang ada di Ansan.”

Sang wanita mendengus. “Tetap saja, kamu, seorang guru yang menjalin hubungan dengan muridnya sendiri,” ucap ibu Yeonjun dengan tegas, membuat Soobin seperti tertampar.

Ah, ia kira kebohongannya akan mulus sampai waktu yang cukup lama. Ia meremehkan kekuatan keluarga Yeonjun.

“Dengar, saya pikir suami saya sudah cukup jelas mengatakan bahwa keluarga kami-”

“Apa yang Anda lakukan pada Yeonjun?”

Sang wanita mengernyit, lalu tertawa remeh. “Apa yang saya lakukan pada Yeonjun itu bukan urusan kamu, dia anak saya-”

“Saya pikir cukup jelas jika Yeonjun bukanlah anak kandung Anda. Mengingat bagaimana mungkin sepasang pria dan wanita berstatus alpha bisa memiliki anak seorang omega? Apa perlu saya perjelas?”

Ibu Yeonjun menatap tajam sang guru. “Jaga bicaramu, Choi Soobin. Saya istri sah ayahnya, dan Yeonjun adalah anak saya, kandung ataupun tiri. Jadi, tak usah ikut campur urusan keluarga kami. Lebih baik kamu urus dirimu sendiri, jika kamu tak ingin kehilangan pekerjaan sebagai guru di sini.”

Setelah berbicara demikian, wanita itu berjalan melewati Soobin dengan suara hak sepatu yang menggema di lorong tempat mereka berada. Beberapa langkah, suara langkah itu terhenti sebelum wanita itu berucap kembali.

“Saya bisa dengan mudah membuat kamu dipecat dari sini, atau lebih parahnya, membuat kamu tak bisa kembali ke Seoul. Jadi, berhati-hatilah. Dan jangan pernah dekati Yeonjun lagi.”

Kata-kata tersebut membuat Soobin mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Kesal, marah, merasa direndahkan, dan hal yang paling membuatnya merasa seperti itu karena sudah jelas kedua orang tua Yeonjun berperan dalam hubungannya dengan sang omega.

Soobin mencoba menahan diri. Ia harus menahan emosinya, berpikir untuk menemukan jalan keluarnya.

Kehilangan pekerjaannya, atau kehilangan Yeonjunnya ....



HEWWOOOO aku update tp secuil dahal dah ditinggal lama hehe.

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976

“Trust Me”

“Whatever I do, just trust me, 'cause I do it for me and you.”


“Seunggi?”

Suara gumaman sang omega membuat Soobin menoleh ke belakang, melihat bagaimana wajahnya saat layar interkom apartemen itu menampakkan wajah seorang alpha yang begitu ia hindari.

Yeonjun terkejut, ia ketakutan.

Tubuhnya seketika menegang, kaku, ia meraih lengan Soobin dengan mata yang membelalak.

“Kak, jangan dibuka.”

“Yeonjun, tenang-”

“Yeonjun, gue tau lo di dalem sana.”

Suara dari interkom itu menghentikan perkataan sang alpha.

“Kalo lo nggak keluar, gue nggak segan buat dobrak pintunya.”

Yeonjun semakin menegang, gemetar ketakutan. Ia sudah berhasill kabur, ia tak mau kembali pada rumah besar yang seperti neraka itu.

Namun di sisi lain, ia tak mau membuat sang alpha, membuat mate-nya repot. Kabur selamanya akan merepotkannya juga, mungkin ada jalan keluar lain untuk semua masalahnya ini.

Lalu akhirnya tangan Yeonjun yang memegang erat lengan Soobin pun melepas pegangannya, membuat sang alpha menatapnya bingung.

“Aku harus hadapin ini, Kak.”

“Yeonjun, nggak perlu,” jawab Soobin dengan wajah khawatir. “Dia nggak akan berani-”

“Bakal, Kak. Aku tau Seunggi, dia bisa aja beneran dobrak pintu cuma buat seret aku. Aku nggak mau bikin kegaduhan.”

Sang alpha mendesah kesal, menggenggam erat jemari sang omega. “Aku yang buka, kamu di belakangku aja, ya?” ucapnya dengan nada khawatir dan memelas.

Yeonjun tersenyum kecil, lalu menganggukkan kepala.

Mereka berjalan menuju pintu apartemen, dan Soobin membukanya dengan sang omega yang berada di belakang.

Wajah Seunggi langsung menyapa, dengan senyum menyebalkan.

“Wah, udah berani tinggal bareng, nih,” ucap sang tamu tak diundang itu sambil terkekeh.

“Mau apa kamu kesini?”

“Santai, gue nggak nyari ribut. Kecuali kalo lo nggak bukain pintu, sih.”

Ucapan Seunggi tak membuat keduanya tenang. Mereka hanya menatapnya dengan waspada.

“Yeonjun, gue mau ngomong sama lo, bukan sama mate om-om lo ini.”

“Ngomong sama saya aja.” Soobin langsung maju satu langkah ke hadapan Seunggi.

“Hm. Terserah,” ucap si tamu sambil memutar matanya malas. “Lo harus makasih sama gue, orang tua lo nggak nyariin lo seminggu ini berkat gue.”

Yeonjun tentu saja mendengar itu, matanya saling tatap dengan Seunggi, melihatnya dengan rasa takut. Tangannya menggenggam tangan Soobin dengan erat.

“M-Mau kamu apa?” tanya sang omega terbata, terdengar ragu untuk sekedar berucap.

Seunggi tertawa pelan, lalu menyeringai. “Lo ikut sama gue sekarang.”

Soobin segera melangkah menghalangi sang omega dari jangkauan Seunggi. “Lawan saya dulu kalo mau bawa dia.”

Yeonjun hanya terdiam di sana. Dilema, ia menimbang segala kemungkinan yang akan terjadi dari setiap pilihan yang ada.

Jika ia ikut bersama Seunggi, dapat dipastikan keadaannya tak akan baik. Dalam artian, mungkin saja ia disiksa, atau dilecehkan. Seunggi bukanlah alpha seperti Soobin, yang baik dan atau setidaknya membiarkannya sendiri. Tidak akan pernah terjadi, ia tahu bahwa Seunggi memang menginginkan perjodohan antara mereka terjadi. Alpha itu menyukai Yeonjun, atau mungkin, terobsesi padanya.

Namun di sisi lain, jika ia tetap bersikukuh untuk tinggal di tempat Soobin, menolak dan melawan untuk ikut bersamanya, sudah dapat dipastikan orang tuanya akan langsung mengetahui keberadaannya. Bukan hanya ia yang akan celaka dan disiksa oleh orang tuanya, tapi juga Soobin.

Ia tidak mungkin membiarkan Soobin, membiarkan mate-nya yang baru mengenalnya selama hampir dua minggu ini ikut kesulitan karenanya, terluka dan menderita karena dirinya.

Maka, ia membuat keputusan.

“Yeonjun?”

Tangan sang omega melepas genggaman pada tangan sang alpha, membuat pria itu menoleh ke arahnya dengan tatapan terkejut dan juga takut.

Berjalan perlahan, menggeser tubuhnya dari sang alpha yang mencoba melindunginya, Yeonjun pun akhirnya memantapkan diri.

“Oke. Aku bakal ikut sama kamu.”

Soobin membelalakkan matanya, sedangkan Seunggi tersenyum puas.

“Tapi jangan ganggu Kak Soobin, jangan bilang ayah ibu kalo aku di sini.”

“Yeonjun, kamu serius?! Nggak, aku nggak mau-”

“Kak,” ucap Yeonjun, menatap sang alpha meyakinkannya, “nggak apa-apa. Aku bakal baik-baik aja.” Senyum terpatri di wajah manisnya, terlihat kesenduan di sorot matanya.

Seunggi mengangguk senang. “Iya, gue janji. Lo bisa pegang janji gue.”

Kepala Soobin rasanya begitu panas, rahangnya mengeras. Otaknya langsung mengingat kejadian malam itu, saat ia menemukan sang omega yang dilecehkan oleh alpha brengsek di hadapannya. Rasanya ia ingin memukul orang di hadapannya yang sedang menyeringai puas saat ini.

Yeonjun menatap sekilas sang tamu. “Aku ambil barang-barangku dulu.” Lalu setelahnya ia langsung berjalan masuk.

Soobin menatap tajam sang alpha, mengeluarkan feromon amarahnya, mengepalkan kedua tangannya siap untuk meninju pemuda di hadapannya kapan saja.

Seunggi mendengus mengejek. “Lo salah biarin Yeonjun sembunyi di tempat lo.”

“Terus saya harus biarkan dia bersama orang tuanya yang hanya bisa menyiksanya? Lebih baik saya bawa Yeonjun bersama saya.”

“Tapi ujungnya, lo tetep kehilangan Yeonjun sekarang. Kenapa? Lo takut dipecat, disuruh balik ke Ansan? Karena deketin murid lo sendiri?”

Sang guru terhenyak, terkejut bahwa seseorang mengetahui identitasnya.

“Kenapa? Kaget gue tau lo bohong sama orang tua Yeonjun?” tanya Seunggi sambil terkekeh dan menyeringai.

“Apa orang tua Yeonjun tau?”

“Kalo lo gurunya?” Seunggi menatap ke atas, menyimpan jari telunjuk dan ibu jarinya di dagu, terlihat pura-pura berpikir. “Hmm ... belum. Tapi kalo lo macem-macem, gue bisa aja langsung kasih tau mereka, biar lo nggak bisa balik ke Seoul, dan nggak bisa ketemu Yeonjun lagi.”

Ucapan si pemuda yang lebih pendek itu membuat Soobin benar-benar kesal. Sungguh, ia ingin sekali meninju alpha yang dijodohkan dengan Yeonjun ini. Tidak menyangka bahwa mate-nya dikelilingi para alpha brengsek di sekitarnya selama hidupnya.

“Jangan lo kira lo bisa ngambil Yeonjun gitu aja. Udah gue bilang waktu itu, gue sama Yeonjun bukan dari keluarga biasa kaya lo. Gue, dan orang tua Yeonjun, bisa ngelakuin apa aja, buat dapetin apa yang kita mau.”

Soobin tak bisa berkata apa-apa. Semua kata-kata pemuda itu benar. Ia hanya dari keluarga biasa dari Ansan yang berhasil mendapat kerja di Seoul. Baru dua minggu dia bekerja di kota besar itu, baru saja meraih mimpinya. Ia tak punya kekuatan sebesar keluarga mereka.

Sedangkan Yeonjun, ia dari keluarga terpandang. Orang tuanya, keluarganya, berpengaruh besar pada pemerintahan Seoul, bahkan mungkin negara itu. Yeonjun bisa mendapatkan apa saja, semua hal yang susah payah untuk diraih oleh orang dari keluarga biasa seperti keluarga Soobin.

Bukan, ia bukannya mundur untuk mempertahankan sang omega hanya karena status keluarga mereka.

Hanya saja, mungkin Soobin harus mempercayakan keputusan yang Yeonjun ambil saat ini,

sebelum hal yang mungkin lebih buruk terjadi pada mereka, pada Yeonjun dan dirinya.

“Seunggi.”

Suara sang omega membuat Soobin tersadar dari pikirannya. Ia melihat Yeonjun yang sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian saat ia datang ke apartemennya malam itu. Di tangan kanannya, ia memegang ponsel miliknya yang sudah ia matikan selama seminggu ini.

Namun tatapan Yeonjun pada Soobin seperti berbicara sesuatu.

Ada sesuatu yang ingin Yeonjun sampaikan.

“Ayo.”

Yeonjun terus menatap Soobin hingga keluar dari unit apartemen itu. Tercium sedikit feromon ketakutan dari sang omega saat dirinya melewati Soobin.

Mereka berdua terus bertukar pandang hingga Yeonjun menghilang di ujung sana bersama Seunggi yang berjalan di depannya. Menghela nafas panjang, Soobin akhirnya menutup pintu apartemennya dan berpikir sejenak.

Sambil berjalan masuk, kembali ke dapur, ia melihat meja makan yang masih penuh dengan makanan yang tadi mereka masak. Biasanya Yeonjun akan menyimpan sisa makanannya ke lemari pendingin, lalu mencuci alat makan yang mereka gunakan sambil berkata,

“Udah, istirahat aja, aku yang urus ini.”

Tersenyum sedih mengingat itu, Soobin akhirnya mengangkat alat makan bekas itu ke tampat piring kotor.

Namun saat mendekati meja dapur, ia melihat ponselnya yang sebelumnya digunakan oleh Yeonjun seminggu ini, tergeletak di atas meja itu dengan layar menyala, memperlihatkan sebuah ketikan di catatan ponsel itu.

'Aku udah sambungin lokasi ponselku ke ponsel ini. Aku bakal coba buat hubungin ke ponsel ini kalo ada apa-apa. Maaf ya, percayain sama aku ....'

Mendesah sedikit, Soobin tersenyum kecil. Ternyata tadi Yeonjun menatapnya karena ini. Ia ingin memberitahu pesan ini.

Pasrah, sang alpha hanya bisa menunggu pesan sang omega sambil memperhatikan titik lokasi yang terus bergerak menjauh dari tempatnya saat ini.

Berharap, Soobin hanya bisa berharap bahwa semua akan baik-baik saja, setidaknya Yeonjunnya akan baik-baik saja.



Nulis apasih sungguh kaya gak kekonsep banget...

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976

“Hide to The Safe Haven”

“You can hide behind me, and I'll always be your safe haven.”


Satu minggu, apa ia tidak salah? Sudah satu minggu Yeonjun tinggal di apartemen milik sang guru yang katanya adalah mate-nya, dan tak ada (atau mungkin belum ada) tanda-tanda keluarganya mencarinya. Ia mematikan ponselnya semenjak di perjalanan pulang dari acara makan malam itu, jadi ia tak tahu siapa saja yang menghubunginya. Mungkin itu juga yang sedikit mempersulit keluarganya menemukan keberadaannya saat ini.

Selama berada di apartemen Soobin, ia hanya berdiam diri. Untungnya sang alpha memiliki ponsel yang tak terpakai, jadi ia menggunakannya hanya untuk berkomunikasi dengan sang pemilik, atau menonton video tutorial memasak.

Tutorial memasak? Ya, benar. Yeonjun memang suka memasak, dan kebiasaan itu ia gunakan untuk membuat sarapan dan makan malam dirinya dan sang pemilik tempat tinggal yang ia tumpangi selama seminggu ini.

Dan hanya dalam waktu singkat itu, Yeonjun merasa yakin bahwa ia dan sang alpha memanglah mate.

Selain bukti bahwa keduanya bisa mencium feromon lapisan atas masing-masing, perlakuan Soobin dan bagaimana sang alpha dapat mengetahui apa yang ia rasakan tanpa ia mengatakannya, sudah menjadi suatu hal yang meyakinkan bagi Yeonjun.

Seumur hidupnya, ia tak pernah bertemu dengan alpha yang mau menolongnya, memperhatikannya, tertarik sebegitunya padanya, rela berkorban demi dirinya.

Dan kata-kata manis sang alpha saat menenangkannya, begitu membuatnya merasa berharga.

Semenjak malam ia datang ke apartemen tersebut, Soobin benar-benar memanjakannya. Dalam artian, seperti pasangan pada umumnya. Namun Yeonjun tak menolak, entah kenapa, sentuhan sang alpha membuatnya nyaman, mungkin candu, seperti apa yang dikatakan sang alpha padanya.

Tak butuh waktu lama untuk keduanya menyukai presensi yang lain. Soobin, yang memang pada dasarnya sudah mengakui bahwa ia menyukai sang omega. Dan Yeonjun, yang jatuh terbuai karena perlakuan dan perhatian yang diberikan sang alpha padanya. Seperti terikat, keduanya menyukai kehadiran dan sentuhan satu sama lain.

Jangan lupakan pelukan setiap malam. Oh, Yeonjun rasa ia paling suka itu.

Apartemen Soobin hanya memiliki satu ranjang yang cukup untuk dua orang. Tentu saja, Soobin tidak akan membiarkan sang omega tidur di sofa, begitu juga Yeonjun yang merasa tak enak karena sudah menumpang. Alhasil, Yeonjun membiarkan sang alpha tidur bersamanya di ranjang yang sama. Dan mimpi buruk di malam pertama ia menumpang membuat Soobin memeluknya setiap mereka tidur, berturut-turut hingga hari ke-7 ini.

Begitulah, keduanya sudah seperti sepasang suami yang baru saja menikah.

Catat juga, bahwa sang alpha benar-benar menghargai setiap perkataan dan keputusannya. Ia belum menceritakan apa yang terjadi padanya dan Seunggi di acara makan malam itu dengan detail pada Soobin. Ia takut, sungguh, ia tidak mau kehilangan satu-satunya orang yang menerimanya dan memperlakukannya selayaknya manusia, selayaknya seorang omega.

Selain itu, ia pun merasa takut menceritakan kehidupannya bersama keluarganya, bagaimana selama ini ia tersiksa di dalam rumah besar keluarga Choi yang terpandang. Hanya mengingat bagaimana sang ayah yang suka mencekiknya, dan sang ibu yang suka menamparnya, atau menyiksanya dengan feromon alpha yang memuakkan dari keduanya, membayangkannya saja sudah membuat Yeonjun ingin menangis.

Namun Soobin tak pernah menanyakannya, tak pernah memaksanya untuk bercerita. Ia hanya di sana, menunggunya siap untuk bercerita dan menyampaikannya tanpa diminta.

Ia begitu bersyukur bertemu sang alpha, bertemu sang mate disaat hidupnya memang sedang membutuhkan seseorang untuk membuatnya kuat.

“Yeonjun?”

Panggilan seseorang dari pintu masuk membuatnya menoleh, hanya untuk mendapati sang pemilik tempat tinggal yang baru saja pulang dari berbelanja.

“Di dapur, aku lagi masak.”

Soobin melepas sepatunya, menggantinya dengan sendal rumah lalu berjalan menuju tempat sang omega berada.

“Kok lama belanjanya? Beli apa aja?” tanya Yeonjun sedikit melirik ke arah sang alpha yang menyimpan kantong plastik besar belanjaannya.

“Aku sekalian belanja bulanan, nambah orang jadi aku harus nambah stok makanan.”

Soobin mengusak rambut Yeonjun yang sedang fokus memotong sayuran. Tangannya berhenti bergerak saat sang alpha berbicara demikian. Ia mengangkat wajahnya menatap sang alpha dengan wajah sendu dan merasa bersalah.

“Maaf, aku ngerepotin banget, ya?”

“Nggak sama sekali, aku justru senang, ada yang memasak buatku setiap hari. Jadi seperti simulasi setelah menikah.”

Wajah sendu sang omega dengan cepat berubah menjadi cemberut, memukul pundak alphanya dengan cukup kuat.

“Aduh! Kok aku dipukul, sih?”

“Abis ngomongnya suka aneh.”

“Tapi 'kan emang bener begitu?”

Pukulan itu kembali mendarat di pundak dan dada sang alpha berkali-kali.

“Aduh- iya maaf, kok muka kamu merah? Aduduh- Yeonjun!”

Yeonjun sebenarnya malu, disebut sedang 'simulasi setelah menikah'. Yang benar saja, dia baru mau lulus SMA.

Dengan rengekan sang omega dan tawa membahana dari sang alpha, apartemen itu terasa ramai. Beberapa saat kemudian, mereka melanjutkan kegiatan memasak yang sempat tertunda berdua.

Makanan yang hangat, asap mengepul di atasnya. Soobin dan Yeonjun sudah duduk berhadapan di meja makan dengan makanan yang baru selesai mereka masak. Mengobrol sambil makan perlahan, mereka menikmati waktu kebersamaan seperti layaknya pasangan.

“Kak,” panggil Yeonjun pelan. Wajahnya menatap ke mangkok makan yang ia gunakan, mengaduk sisa makanan di dalamnya dengan malas.

“Hm? Kenapa, Yeonjun?”

Mendesah berat, sang omega masih menunduk. “Maaf, aku ngerepotin.”

“Yeonjun-”

“Aku takut pulang ke rumah, aku nggak mau ....”

“Yeonjun,” panggil Soobin dengan lembut, ia rentangkan satu tangannya menangkup wajah sang omega. “Aku nggak nyuruh kamu pulang, nggak. Tapi, kenapa? Apa kamu cape di sana?”

Terdiam, Yeonjun merasa sesak hanya memikirkan kedua orang tuanya. Namun sang alpha berhak untuk tahu. Ia sudah menumpang, sudah cukup merepotkan, terlebih Soobin pasti butuh alasan untuk membiarkannya tinggal. Bagaimanapun juga, Yeonjun masih murid SMA yang masih dalam tanggung jawab orang tuanya.

“Ibu sama ayah jahat ....”

Soobin memperlakukannya selembut mungkin, membuat sang omega berani berbicara. “Jahat kenapa?”

Setelah satu desahan berat dan bergetar karena gugup, Yeonjun mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara. “Aku ... mereka sering nyiksa aku ....”

Sang alpha mencoba untuk tetap tenang walaupun untaian kata yang diucapkan sang omega begitu membuatnya geram.

Yeonjun menyimpan alat makannya yang barusan ia pakai. “A-Ayah sering nyekik leherku kalo aku nggak nurut, I-Ibu juga sama, sering nampar aku k-kalo aku salah sedikit aja. Mereka- selalu maksa aku buat nurut kata mereka, a-aku nggak bisa ngelawan. D-Dari kecil selalu gitu, ayah sama ibu selalu ngeluarin f-feromonnya, bikin aku sesak, dan nggak segan bikin aku h-hampir kehabisan nafas cuma biar aku ngalah d-dan nurut. Bahkan ... bahkan dulu aku sering dikurung di g-gudang kalo aku nggak nurut a-atau bikin mereka marah ....”

Tanpa berniat menjawab, sang alpha segera berdiri dari tempatnya, berjalan ke kursi yang ditempati Yeonjun, memeluk sang omega yang terlihat mulai menitikkan air mata.

“Kamu kuat bisa bertahan sampai saat ini, Yeonjun. Aku bangga sekali sama kamu. Makasih sudah bertahan sampe sekarang, makasih kamu masih bertahan saat kita bertemu.”

Sesenggukan, hanya suara tangis yang keluar dari bibir Yeonjun. Menceritakan hanya sedikit saja membuat otaknya me-reka ulang kejadian mengerikan itu, memutarnya di pikiran seperti kaset usang, membuatnya sesak.

“Iya, sudah, sshhh- sudah, sekarang 'kan Yeonjun sama aku. Kamu aman sama aku. Nggak ada yang nyakitin kamu lagi, nggak apa-apa kamu tinggal sama aku selamanya, ya? Udah, tenang.”

Sakit, tentu saja. Mendengar penuturan dari sang omega membuatnya sakit dan marah. Bagaimana bisa mereka sebagai orang tua Yeonjun menyiksa anaknya sendiri sebegitunya? Padahal Yeonjun darah daging mereka.

Oke, tunggu sebentar. Soobin baru saja menyadari sesuatu.

“Yeonjun, aku baru sadar,” ucap sang alpha dengan hati-hati setelah tangis Yeonjun mereda. “Kamu omega, kedua orang tua kamu alpha. Apa ... maaf, aku nggak seharusnya tanya ini.”

Kepala sang omega bergeleng di pelukannya. “Wajar, Kak. Nggak apa-apa,” jawabnya dengan serak. “Aku nggak tau aku anak dari ayah atau dari ibu, tapi aku jelas mirip ayah ... dan ibu selalu keliatan jijik tiap liat aku.”

Ah, mungkin Yeonjun anak ayahnya dengan orang lain?

“Kamu ... nggak pernah tanya soal itu?”

Dan sang omega hanya menggeleng sebagai jawaban.

Soobin terdiam, tak tahu harus bereaksi bagaimana. Pikirannya berkelana, memikirkan kemungkinan apa yang membuat Yeonjun berada di keluarga itu disaat sudah jelas dirinya bukanlah seorang alpha.

“Kak, jangan banyak mikir.”

Oh, sepertinya feromon Soobin tercium.

“Kok kamu tau aku lagi mikir?”

“Feromonnya. Bau masakan gosong.”

Soobin terkekeh. “Enak aja. Tapi 'kan feromon nggak seberagam itu? Maksudnya, bahkan kamu sampai tau aku lagi mikir. Kok bisa?”

Sang omega menengadah, menatap wajah Soobin di atasnya dengan hidung memerah dan mata sembab. “Nggak tau, aku cuma tiba-tiba tau gitu,” jawabnya dengan bibir mengerucut lucu.

“Berarti kita emang mate.”

Yeonjun kembali menyembunyikan wajahnya di perut sang alpha. “Iya, kayanya.”

“Eh, udah mengakui, nih? Nggak nolak kalo aku benar mate kamu?”

Lagi, sang alpha hanya mendapat jawaban sebuah gelengan kepala.

“Aduh, kamu mulai lagi menjawab ambigu. Maksudnya apa gelengan kepala itu? Nggak nolak atau menolak?”

Mendesah kesal, Yeonjun pun menjawab, “nggak nolaakk~”

Aduh, gemas sekali Soobin pada omeganya ini. Tanpa ia sadari senyumnya mengembang hingga lesung pipi terlihat di kedua pipinya.

Namun kegiatan manis mereka terhenti saat bel apartemen Soobin berbunyi, menandakan seseorang berada di depan pintu unitnya.

“Huh? Siapa yang bertamu?” gumam Soobin. Pasalnya itu sudah pukul 7 malam, dan ia tidak memiliki teman dekat yang akan bertamu semalam ini tanpa mengabari terlebih dahulu.

Dengan enggan, sang alpha melepas pelukannya dari Yeonjun.

Soobin menunduk, mengusap pipi sang omega yang memerah itu dengan lembut. “Sebentar, aku liat dulu ke depan.”

Mengangguk, Yeonjun menatap sang alpha berjalan menjauh menuju ke layar interkom, mengecek siapa yang memencet bel unit apartemennya.

Namun Yeonjun tak kunjung mendengar pintu dibuka, tidak juga suara dari sang pemilik apartemen.

Mulai khawatir, sang omega berjalan menuju ke layar interkom, menyusul sang alpha.

Dan tentu saja, mata Yeonjun membulat sempurna saat ia tahu siapa yang berada di depan pintu apartemen Soobin.

“Seunggi?”



Maaf baru bisa update lagiii hehe, dikasih cliffhanger hayooo mau gimana hayoooo~

• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976