Chan x Hyunjin Oneshoot
ㅡ Wild and free
Siapa yang bakal mengira kalau menikmati angin malam bisa seenak ini? Apalagi ditambah dengan rokok yang terselip di bibir.
Hyunjin menghembuskan kepulan asap rokok itu dari mulutnya, membiarkan asap itu terbawa oleh angin dan menerpa wajahnya.
Hah, sungguh hidup yang sangat nikmat.
“Berhentilah menggunakan benda sialan itu, hun.”
Bibirnya mengerucut sebal tatkala mendengar suara familiar itu menyapa indra pendengarannya. Terkadang membuatnya rindu, tetapi juga jengkel disaat yang bersamaan.
Matanya melirik tajam kesamping, lelaki berambut pirang dengan sentuhan warna coklat itu hanya memandang datar ke arah wajahnya, dengan tangan yang sudah sibuk meremat pinggangnya mendekat.
“Ayolah chris, kau tau kan kalau aku susah untuk mendapat rokok ini? Aku harus membunuh seorang konglomerat dulu!”
Kalau saja tidak sesulit itu, hyunjin tidak akan merasa sebal kepada kekasihnya sekarang. Dia memang suka dengan benda yang dapat merusak paru-paru ini, hanya saja tidak semua rasa dipakainya.
Tetapi kali ini berbeda, it's taste like a strawberry.
Chris kemudian tersenyum kecil ketika hyunjin menatapnya sebal. Wajah kesal hyunjin memang selalu bisa menarik perhatiannya. Ah, memang semua yang ada di hyunjin menarik perhatian chris.
Rokok yang tersisa setengah namun masih menempel di kedua belah bibir penuh hyunjin, chris ambil, kemudian membuangnya kebawah. Kebetulan mereka berada di lantai dua sekarang.
Siap-siap hyunjin yang tidak akan memberinya jatah nanti.
“Kau tau kenapa aku melarangmu, hun?” Tanya chris yang entah kenapa suaranya membuat hyunjin begitu candu.
Sangat candu, sampai-sampai hyunjin sangat menyukai suara bariton yang begitu berwibawa membawa berkeliling imajinasinya.
Hyunjin lantas menggeleng pelan. Mendadak menjadi anak kecil yang polos di hadapan chris yang sayangnya chris begitu menyukainya. Wajah inosen itu malah kelihatan sangat seksi di mata chris.
“I don't want the taste of your lips to change because of that fucking cigarettes.” Bisiknya sebelum menarik hyunjin ke dalam ciuman lembut. Bibir hyunjin yang awalnya mengerucut itu langsung spontan tersenyum saat benda kenyal tersebut memanjakan bibirnya.
“Tapi kau harus janji untuk menggantinya dengan sesuatu yang lebih mewah, rokok yang barusan kau buang itu dibandrol harga mencapai milyaran tau.”
Chris tertawa renyah diantara angin malam, kedua tubuh mereka semakin dirapatkan. Wajah chris mengikis jarak diantara mereka sambil mengagumi cantiknya wajah hyunjin.
“Aku selalu memberikanmu semua, sugar. Apapun yang kau minta.”
Senyuman lucu hyunjin tampilkan. Tangannya mengalung di leher chris, membawa wajah pucat itu mendekat dan menciumnya lagi.
“Bagaimana mayatnya? Dimana kau letakkan?”
Chris menoleh ke pintu kamar yang terhubung langsung ke balkon luar kamar ini, di dalam sana gelap dengan bau anyir yang samar, tentu saja chris sudah membereskan semua sebelum bisa berduaan dengan hyunjin di sini.
“Aku meletakkan mayatnya di gudang bawah tanah. Uang sudah ku transfer sebagian ke rekening kita, sebagian ke panti-panti dengan nama samaran kita.”
Hyunjin mengangguk paham, kemudian tersenyum kecil. Dendamnya terbalas. Membunuh memang semenyenangkan itu menurut hyunjin. Tapi hyunjin tidak sembarang membunuh, tidak mungkin dirinya selalu mengotori tangan dengan darah-darah dari penjahat terselubung itu.
Mereka berdua menetapkan kategori tersendiri apakah orang tersebut pantas dibunuh atau tidak.
“Apakah polisi akan mencari kita lagi?” Tanya hyunjin, walaupun sudah terprediksi, dirinya hanya ingin basa-basi dengan chris.
“Tentu saja. Bahkan yang berhasil menemukan kita akan mendapat reward yang sangat besar.”
“Ingat, hun. Kita diburu untuk dibunuh.”
.
Hyunjin menjilat permen tangkainya sambil bersandar di mobil mereka, menanti chris yang sedang membeli cemilan untuk perjalanan mereka berdua.
Televisi di tempat pengisian bahan bakar menampilkan berita lagi. Berita yang tentu saja tidak asing, yaitu pembunuhan seorang konglomerat, lagi.
Tak terbesit pun rasa takut di dalam diri hyunjin, padahal dirinya dan sang kekasih lah pelaku dari kejahatan tersebut. Eh? Membunuh orang jahat tidak dilarang dong.
Dari jauh orang beramai-ramai melihat berita di televisi itu yang sedang membicarakan riwayat hidup konglomerat tersebut sebelum mereka kaget saat polisi membongkar kasus-kasus kejahatannya yang terselubung.
Hyunjin dibalik kacamata hitamnya tersenyum manis, kekehan kecil keluar dari mulutnya.
Sudah kebiasaan matanya melirik sekitar. Entah mengapa, dirinya merasa diawasi.
Tepat di depannya, hyunjin menangkap sosok lelaki. Tampan hyunjin akui. Tubuh tinggi dengan helm hitam dan balutan ripped jeans.
Sialan. Baru kali ini hyunjin memusatkan perhatian pada seorang lelaki selain kekasihnya, karena menurut hyunjin, tidak ada seorang pun yang mempunyai aura seperti chris.
Lelaki itu juga memandang hyunjin dari jauh, bergeming, sama seperti hyunjin. Sayangnya mereka tidak bisa mengenali wajah satu sama lain karena dirinya yang memakai kacamata hitam dan lelaki itu memakai helmnya, namun hyunjin tak cukup bodoh untuk mengetahui fakta kalau lelaki itu sempat memperhatikannya.
“Kau melihat siapa?”
Spontan matanya tertutup erat bersamaan dengan mulutnya. Hyunjin mendengus kesal di hadapan chris yang menenteng sekantong kudapan untuk mereka berdua.
“Kau menganggu acaraku, chris.”
Chris hanya menatap heran kepada kekasihnya yang terlihat sebal kepadanya. Kemudian menarik tangan hyunjin mendekat dan mengecup leher hyunjin,
“A- ah!”
Dan tentu saja sedikit menggigitnya.
“Apa aku belum cukup seksi di matamu?”
Tidak ada angin, tidak ada hujan. Tiba-tiba saja chris berbicara seperti itu, wajar saja kan kalau pipi hyunjin bersemu saat itu juga?
Jangan lupakan bahwa mereka masih berada di luar, dan belum masuk ke dalam mobil.
“Hun? I need an answer.”
“Yes, yes, yes, you're fucking sexy and hot okay!”
Hyunjin kalah telak dan masuk ke dalam mobil sambil membanting pintu dengan rasa malu yang luar biasa.
Memang tidak ada yang bisa menandingi pesona chris, begitu menurut pandangan hyunjin.
Tapi tetap saja dirinya penasaran dengan lelaki itu.
“Jangan pernah jauh dariku, hun. Aku tau kau melihatnya tadi.”
Kepala chris tertoleh, “kita tidak tau siapa dia, kita hanya bisa mempercayai satu sama lain kan?”
Mata hyunjin memandang meminta kepastian. Tapi benar, tidak ada yang bisa dirinya percayai selain chris.
Terkadang hyunjin juga kesepian dan ingin mengenal orang lain.
.
Mereka telah sampai di pinggiran kota. Tempat yang begitu rawan akan kejahatan dan begitu berbahaya tentunya.
Target hyunjin dan chris selanjutnya berada disini. Kali ini mereka ditugaskan membunuh seseorang agar mendapat bayaran yang begitu besar. Setelah mencari-cari informasi tentang targetnya, chris dan hyunjin sepakat untuk melancarkan aksi mereka.
“Tetap berada di dekatku, hun. Demi tuhan, tempat ini sangat berbahaya.” Bisik chris tepat di telinga hyunjin sambil membawa pinggang ramping kekasihnya merapat. Merengkuh hyunjin seperti takut kehilangan.
Hyunjin mengeluh. Chris seperti meremehkan kemampuan nya dalam melindungi diri. Untuk apa dia terampil menggunakan senjata? Untuk apa chris mengajarinya bela diri?
Detik berikutnya, hyunjin melepaskan cengkraman tangan chris dari pinggangnya, “kau seperti tidak percaya padaku,”
Kedua kaki itu terdiam. Kemudian menatap hyunjin mengernyit, heran dengan sikap hyunjin yang mendadak berubah menurutnya.
“Hei, aku hanya-”
“Sudahalah. Kita berpencar saja.” Final hyunjin, “akan lebih mudah bukan menemukan target kita kalau begitu?” Timpalnya lagi. Padahal dirinya hanya ingin memisahkan diri dan berpaling untuk sebentar. Entah kenapa emosi sedikit menguasai dirinya sekarang akibat perkataan singkat chris.
Anggaplah hyunjin sensitif, ya mau bagaimana lagi?
Pada akhirnya lelaki pucat itu mengalah, membiarkan hyunjin untuk jauh darinya walaupun perasaan tidak enak semakin menghampiri seiring dengan jauhnya langkah hyunjin.
Chris ingin egois, tapi lebih memilih mengalah. Setidaknya untuk kali ini.
Sementara hyunjin tetap berjalan ke depan tanpa menoleh kebelakang. Terlalu malas untuk melihat kekasihnya. Mereka memang sering bertengkar, tapi pada akhirnya akan kembali lagi seperti semua. Lagi pun, bertengkar dalam hubungan itu merupakan sesuatu yang wajar bukan?
Tapi belakangan ini hyunjin sedikit lelah. Entah apa yang membuatnya lelah, padahal segala keluh kesah telag dia lontarkan semua kepada chris.
Entahlah, lelah dengan kehidupannya mungkin? Yang tak pernah tenang dan selalu dihantui. Hyunjin sepenuhnya sadar kalau hal tersebut merupakan konsekuensi nya sebagai seorang pembunuh. Sulit untuk berhenti, hyunjin tidak bisa keluar dari lingkaran sesat itu. Tetapi semakin dilakukan, semakin tertekan batinnya. Kepuasan yang menhampirinya hanyalah sesaat.
Sibuk dengan pemikirannya sendiri, hyunjin tak sengaja menabrak seseorang tepat di depannya.
“Ah,”
“Maaf, maaf, aku tidak lihat-lihat tadi.”
“Kau yang di tempat pengisian bahan bakar itu, bukan?”
Mata hyunjin mengerjap, kemudian menatap rinci lelaki yang berbalut jaket kulit dan celana ripped jeans di depannya.
Celana yang sama. Matanya kembali menelisik lelaki dengan rambut merah muda itu. Senyumnya menawan, seperti mengingatkan hyunjin kepada seseorang.
“Ah, dirimu, yang mengenakan helm?”
“Kau benar.” Ucapnya sambil tersenyum. Untuk sesaat hyunjin jadi ikut tersenyum dibuatnya. “Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku?” Hyunjin menunjuk dirinya sendiri dan ditanggapi oleh lelaki berambut merah muda itu, “hanya berjalan-jalan...”
“Jeongin, panggil saja jeongin.”
Bibir hyunjin mendadak katup. Jantungnya mendadak berdegup lebih cepat daripada tadi. Saliva nya ditelan kasar.
“Apa?” Kaki hyunjin melangkah mundur sedikit.
Jeongin hanya tertawa sinis, menatap hyunjin yang sedikit ketakutan karenanya, “sudah ingat? Wah, sayang, cepat sekali kau melupakanku.”
“Jangan-jangan kau juga melupakan malam-malam panas yang pernah kita lakukan, hm?”
Harusnya hyunjin mendengarkan perkataan chris untuk tidak jauh darinya. Harusnya hyunjin mengikuti perkataan chris, bukannya malah egois dan pergi.
Tangannya dengan sigap memgeluarkan sebuah pistol, tetapi kalah cepat dengan jeongin yang sudah menembaknya.
Bukan peluru, melainkan sebuah benda berukuran kecil mirip dengan jarum suntik.
Setelahnya, hyunjin kehilangan kesadaran.
.
Chris memakai topi hitam miliknya, sembari meminum sekaleng soda. Targetnya berada di depan mata dan chris sedang mengamatinya.
Ponselnya tergeletak tepat di samping, dengan layar yang mendial nomor hyunjin berkali-kali, namun tak ada jawaban.
“Ayolah, hyunjin. Kau dimana?” Gumamnya pelan. Jemari pemuda itu sedari tadi mengetuk-ngetuk permukaan meja untuk meredakan rasa gugup yang tak kunjung hilang.
Sekarang chris bimbang, antara menjalankan misinya dahulu, atau mencari partner dari misinya dahulu?
Untuk ke dua puluh tiga kalinya, panggilan chris tidak terjawab. Matanya hanya bisa menatap layar tersebut khawatir.
Mungkin tunggu sebentar lagi.
.
“Kau mau apa?”
Napas hyunjin memburu, sementara jeongin di hadapannya cuma bermondar-mandir dengan wajah datar nan tenangnya. Hyunjin tidak bisa menebak ekspresi wajah lelaki itu, apa yang ada di otak lelaki itu, tidak ada satu pun yang bisa menebak.
Lelaki yang bernotabene mantan kekasih dari hyunjin itu tiba-tiba saja tersenyum senang.
“Hahh...aku hanya ingin mengajukan pemawaran.” Ucap jeongin, langkahnya tepat berhenti di hadapan hyunjin yang sedang terikat di sebuah kursi.
Kepalanya turun, mensejajarkan dengan kepala hyunjin, tangannya terulur menyentuh dagu hyunjin dan menatap wajahnya.
Masih menarik dan indah untuk dipandang, dari dulu. Sekelibat pikiran kotor menghantui pikiran jeongin membuatnya bibirnya menyungging.
“Ayo kembali seperti dulu, hyunjin. Maka kau bebas, tidak perlu seperti ini. Kau akan hidup senang bersamaku.”
“Kau gila,” tatapannya berpaling, enggan menatap jeongin. “Aku tidak akan sudi kembali padamu.”
Rahang jeongin mengeras mendengarkan penuturan hyunjin, namun tetap menampilkan senyum terbaiknya.
“Apa kau tidak merindukan sentuhanku?”
“Sialan, jeongin. Jangan berbicara hal itu!”
Hyunjin berteriak tepat di hadapan jeongin, matanya tertutup erat berusaha menjauhi memori buruk yang kembali datang.
“Sudahlah, aku menawarimu hidup senang, kau hanya perlu terbaring dengan lemah dan senang hati di bawahku, hwang.”
“Keparat!–”
Plak!
Suara tamparan itu menggema di ruangan tersebut, sangking kerasnya suara pukulan.
Satu tetes air mata lolos dari hyunjin. Pipi kanannya panas, kepalanya juga pusing akibat tamparan dari jeongin.
Hyunjin mendadak lemah, semua tentang cara melindungi diri sendiri mendadak tak bisa dia gunakan.
Dirinya lemah kalau sudah diungkit tentang masa lalunya.
Masa lalunya yang begitu buruk, direndahkan, dicaci maki, dibuang, dipakai oleh orang. Pernah mencitai seseorang, tetapi mereka semua hanya memanfaatkannya tubuhnya untuk mencari kepuasan.
Hyunjin lelah, sebelum akhirnya chris datang kedalam lembar hidupnya. Merobek semua cerita menyakitkan dan menulis lembaran baru dengan cerita yang lebih indah.
“Jangan, jeongin, ku mohon...” lirihnya. Dengan suara serak bercampur isakan, memohon jeongin untuk menghentikan aksinya.
Sampai kancing kemeja nya makin terbuka kebawah, hyunjin kembali memberontak.
Satu tamparan lagi di dapat, sudut bibirnya berdarah.
“Dengar ya sialan.” Jemari jeongin mengcengkram erat rahang hyunjin yang membiru, kuku-kukunya menancap di kulit putih hyunjin membuatnya meringis, “aku tidak akan sudi melepasmu, setidaknya kau harus mati di tanganku.”
“Kalau begitu bunuh! Bunuh saja aku!”
Lebih baik dirinya mati. Ya, ya, mati adalah hal yang paling diinginkannya dari dulu.
Tetapi jeongin tidak akan langsung membunuh hyunjin, chris harus tau kalau hyunjin pernah menjadi miliknya, kalau hyunjin tidak sebaik yang lelaki itu kira. Ketika chris melepas hyunjin, maka kesepatan tersebut akan diambilnya.
Kembali memiliki hyunjin.
Hyunjin terisak dalam diam. Perutnya seperti terasa ditekan oleh benda tajam. Sementara jeongin, bermain di bibirnya, memaksa hyunjin membuka mulutnya.
Benda tajam itu semakin menekan perutnya membuat hyunjin makin terisak, tangan jeongin menggerayangi tubuhnya, membuatnya merasa kotor.
Dirinya kotor, dirinya tak pantas untuk chris, bagaimana kalau chris tau? Bagaimana kalau chris mencampakkannya?
Kenapa untuk mati saja rasanya sesulit ini.
Dor!
Matanya membulat. Cipratan darah mengenai tubuhnya yang tak terbalut apa pun, sementara sebagian mengenai wajahnya.
Bibirnya bergetar hebat saat chris jalan mendekat sambil menatap hyunjin dengan pandangan sulit diartikan.
Chris masih bungkam segera mengambil kemeja milik hyunjin dan memakaikannya, jeongin yang tertembak tepat di jantung chris singkirkan dari tubuh hyunjin.
Diamnya chris memunculkan beribu kemungkinan di otak hyunjin. Dirinya harus siap jikalau setelah ini chris menjauh darinya dan menghilang.
“Jangan pernah jauh dariku lagi...” chris berbisik di telinga hyunjin, setelah melepaskan ikatan di tangan dan kaki hyunjin, lelaki itu merengkuh hyunjin ke dalam pelukannya.
“Aku tidak siap kehilanganmu, sampai kapan pun tidak akan siap.” Ucapnya dengan nada bergetar. Chris takut, telat sedikit saja maka permatanya akan dikotori oleh tangan jeongin.
Hyunjin meraung hebat di bahu chris. Dirinya merasa tak pantas mendapatkan chris di sisinya. Perasaan bersalah kembali menghantuinya,
“Chris, aku tidak sebaik yang kau kira, a- aku,”
“Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupmu.”
Tangan besar chris menyentuh pipi hyunjin yang membiru, mengusapnya pelan dan hati-hati dengan senyuman tipis, “aku tidak peduli masa lalumu, kau sangat berharga untukku, hyunjin. Kita lewati ini semua bersama ya?”
Lagi-lagi hyunjin merasa tak pantas, tetapi bersyukur kalau dirinya diberi kesempatan untuk mencintai dan dicintai. Memilih chris diantara sekelibat orang bukanlah pilihan yang salah.
Hanya chris, orang yang merangkul hyunjin disaat titik terendahnya, chris yang menemukan hyunjin disaat hyunjin hampir melompat gedung waktu itu.
Dia yang selalu ada. Walau pun mereka dijauhi semua orang, mereka punya satu sama lain.
Dor!
Dor!
Dor!
“Kami menemukan mereka!”
.
“Dua orang pembunuh yang sudah tiga tahun diburu akhirnya ditemukan.”
“Polisi menemukan mereka di pinggiran kota,”
“Keduanya mati di tempat, dari informasi yang kami dapatkan, mereka merupakan sepasang kekasih.”
“Polisi melacak rekening mereka, uang dari hasil dari pembunuhan mereka salurkan kepada panti-panti dan pengemis jalanan dengan nama samaran 'Diamonds' “
“Seperti di cerita fiktif, mereka dianggap jahat, padahal tidak sepenuhnya jahat.”
Jempol lelaki itu mematikan televisi yang menampilkan berita-berita yang tengah heboh saat ini. Lenguhan prihatin keluar dari mulutnya.
“Kenapa?” Tanya seorang lelaki lain yang baru muncul dari dapur sambil membawa dua cangkir coklat hangat.
“Tidak, kasihan mereka. Kita belum sempat bertemu dengan mereka.” Lelaki dengan rambut hitam legam itu mengecup kilas pipi kekasihnya.
“Kau harus banyak makan, felix. Pipimu sangat tirus.”
“Tapi aku tetap manis kan changbin?” Ujar felix dengan senyum manisnya membuat changbin gemas.
“Tidak, kau jelek. Jadi jangan pernah pergi ke lelaki mana pun.” Ujar changbin membuat felix mengerucut sebal. Cepat-cepat coklat panasnya dihabiskan, kemudian mengambil sebuah senjata dibawah sofa apartemen mereka.
“Padahal, kita dan mereka bisa menjadi teman baik kurasa.” Ujar felix sambil mengganjal sebuah pisau lipat di pahanya.
Changbin mengangguk, kemudian membawa felix ikut berdiri sebelum mereka merencanakan aksi mereka malam ini.
Tidak seluruh dunia tau bahwa felix dan changbin ada, mereka hanya tau Diamonds.
Bedanya, changbin dan felix tidak menjadikan pekerjaan mereka sebagai penghasilan utama. Mereka hanya bekerja di waktu-waktu tertentu dan tidak untuk sembarang orang.
Yahh, setidaknya felix dan changbin harus menyambung apa yang belum chris dan hyunjin selesaikan.
Kebetulan mereka mempunyai target yang sama.