“Setelah ini hadiri rapat untuk mewakilkan papa,”
“Iya pa.”
“Jangan malu-maluin papa dan mama, lakukan yang terbaik.”
“Iya pa.”
“Jangan iya-iya saja, kamu dengar kan?”
“Hyunjin dengar.”
Tuan hwang tersenyum bangga dan menepuk punggung hyunjin, “bagus.” Kemudian pergi setelah memberikan sebuah map hitam kepada hyunjin.
Itu hal-hal yang harus di bahas untuk tender. Hyunjin menghela napas dan mengangguk, setelah itu mama dan papa nya pergi meinggalkan hyunjin sendiri di lorong perusahaan karena harus pergi ke perjalanan kantor yang akan memakan waktu yang cukup lama.
Tanpa meninggalkan sebuah kata semangat, kecupan selamat tinggal, atau senyuman hangat. Hanya menampilkan dua punggung yang telah bekerja keras hingga membesarkan dirinya hingga seperti ini. Menjadi sosok pribadi yang harus bekerja keras untuk meneruskan perjalanan mereka.
Hyunjin harus bisa memenangkan tender karena ini merupakan projek terbesar milik sang papa. Kalau hyunjin gagal, maka orang tuanya akan kecewa.
Hyunjin ingin mendapatkan pujian dan senyuman barang sekali saja dari orang tuanya, makanya hyunjin mati-matian belajar bisnis agar bisa mengambil alih bisnis orang tuanya kelak. Walaupun dirinya memang sudah tertulis menjadi pewaris selanjutnya, tujuan awal hyunjin adalah membuat mata orang tuanya hanya tertuju padanya.
Sebenarnya hyunjin sedikit bingung, kebahagiaannya atau kebahagiaan orang tuanya yang dia kejar?
.
“Selamat bro!”
Felix menjabat tangan hyunjin ketika lelaki manis itu datang menghampiri rombongan mereka. Hyunjin tentu saja menyambut kata selamat felix, “makasih ya.” Jawabnya lembut.
“Hebat banget sih lo, udah menang tender yang keberapa?”
Hyunjin duduk di kursi dekat mereka, “keempat sih,” kemudian mengambil sebuah gelas berisi tequilla yang tak jauh dari meja.
Seungmin mengangguk kecil sambil memandang side face hyunjin yang sangat sempurna. Ah, dia memang cantik sih mau dilihat dari mana pun. Pemuda yang dikenal sebagai dokter itu sangat mengagumi hyunjin.
Yang membuat semua orang itu kagum dengan hyunjin adalah kepintarannya disamping paras cantik yang menoreh wajahnya. Banyak yang mengejar hyunjin, tapi si manis tidak ingin memberi hatinya dahulu karena terlalu sibuk menangani perusahaanㅡ satu hal yang menjadi daya tarik hyunjin juga.
“Istirahat ya habis ini, tender itu ga sebentar. Pasti makan banyak waktu.”
Anggukan seungmin dapat sebelum hyunjin meminum lagi tequilla di gelasnya, “iya, min. Tapi gue harus rekap data-data perusahaan sebentar.”
“Sebentar nya lo, lamanya gue. Kadang gue udah selesai operasiin pasien yang makan hampir delapan jam kadang, dan lo belum kelar dengan urusan lo.”
“Ya, tapi minㅡ” wajah hyunjin memelas, namun seungmin langsung menutup mulut hyunjin menggunakan jari telunjuknya, “tidur. Gaada tapi-tapi.”
“Atau perlu gue pasang cctv di kamar lo, monitorin, dan ngingetin tidur?”
Lengan seungmin jadi sasaran hyunjin, “ya jangaan.” Katanya. Si manis mendadak seperti anak kecil ketika seungmin sudah seperti itu. Hanya seungmin dan sifat dominasi nya yang bisa membuat hyunjin mengeluarkan sisi lembut yang tak pernah ditunjukkan ke sebagian orang.
“Makanya, nurut. Orang tua lo bakal di US untuk beberapa bulan ke depan. Besok masih ada, hyun. Jangan paksain tubuh lo karena rumah sakit gue udah penuh.”
“Sialan!” Sungut hyunjin, “gue ga bakal masuk rumah sakit juga kali!”
“Bisa aja, kalo lo tetep paksain. Ntar gue gamau ngerawat, soalnya dibilangin ngeyel.”
“Seungmin ih, tega lo sama gue.” Kata hyunjin lagi dengan wajah makin melas, “makanya dengerin.”
Iyain aja biar cepet, “iya min, gue tidur pulang ini.”
“Baㅡ”
“Jangan percaya min! Si hyunjin ngadi-ngadi mau tidur! Katanyaㅡ iyain aja biar cepet!”
Hyunjin menoleh ke jisung cepat dengan tatapan horror, serta aura-aura hitam sudah terasa di samping hyunjin, “lo suka banget baca pikiran gue tanpa izin!”
Jisung ketawa, “mampus lo! Si seungmin udah ngomongㅡ oh, mau bohong ya anak ini? Gelud lah kalian sana!”
“Jisung! Sibukin aja cewe-cewe lo, gausah baca pikiran seungmin sama gue!” Teriak hyunjin kesal.
.
Sudah dua gelas tequilla yang hyunjin habiskan, tapi ga teler juga. Memang sih, toleransi nya terhadap alkohol memang sedikit tinggi. Namun, sepertinya satu gelas lagi tidak apa kan?
“Eits, ga baik untuk ginjal.” Kata felix menarik gelas yang sudah menempel di bibir penuh hyunjin. Mata hyunjin lirik ke felix bertanya-tanya, namun menyerah ketika felix mengambil gelas miliknya.
Si manis melihat felix bergantian dengan rombongan teman mereka yang sedang bercengkrama di belakang, “kok misahin diri fel?”
“Mau ketemu sepupu bentar, katanya mau ketemuan di sini.” Kata felix lagi. Sejujurnya karena melihat hyunjin yang misahin diri juga sih dan penampilan si manis yang mulai kacau.
“Lo kenapa?”
“Hah?” Hyunjin menoleh, “gapapa kok.” Senyumnya tipis.
Felix menggeleng kecil, “engga, lo lagi gapapa.” Hyunjin pun merenung. Setelah lama berdiam dengan pikirannya, mulutnya pun bersuaraㅡ
“Sebenernyaㅡ ada yang gue pikirin,” kata hyunjin, “gue udah menang tender dan ngasih keuntungan ke perusahaan papa banyak banget. Tapi mereka selalu ngasih gue kritik dan kata selamat.”
“Maksudnya kata selamat, ya bener-bener selamat doang tanpa bilang kata-kata penyemangat gitu,”
“Gue seneng sih, tapi kayak belum puas. Capek juga, tapi selalu pengen push diri gue.”
“Bingung fel,”
Helaan napas keluar dari belah bibir felix. Tangannya terulur untuk mengusap bahu hyunjin guna menguatkan teman seperjuangannya. “Kita semua bangga kok sama lo, jin. Jangan terlalu push diri, ya? Waktu lo masuk rumah sakit dua minggu yang lalu aja kita khawatir banget, soalnya gaada yang nanggung traktiran pas ngumpul.
“Bangsat,” sungut hyunjin sembari terkekeh, tapi kemudian felix lanjut lagi, “bener tau, but seriously kita semua bangga sama lo.”
“Makasih udah bekerja keras ya, kalau capekㅡ coba cari pelarian, jangan yang negatif loh ya, nakal dikit gapapa lah. Kalau ada yang ganjel, cerita ke kita-kita, oke?”
“Iya, fel. Thanks bro.” Senyumnya manis.
“Mau kenalan sama sepupu gue ga?” Felix naik turunin alisnya bikin hyunjin keanehan, “baddas habis. Jadi investor di perusahaan papa lo juga.”
Tentu saja mendengar penuturan felix hyunjin dibuat kaget oleh nya, “yang bener lo, Kok gue ga pernah tau ya?”
“Ya, mungkin itu urusan papa lo. But yes. He's rich af, has a lot girlfriends, and bussiness.”
“Sekaya apa sih?” Ledek hyunjin, “pengen dong dibeliin jet pribadi.”
“Ntar gue bilangin, orangnya royal parah. But be careful, sedikit brengsek orangnya.” Kekeh felix.
“Tapi kalau untuk dijadiin temen seru kok.”
“Btw gue cuma bercanda yang soal beli jet pribadi fel.”
“Siapa yang mau beli jet pribadi?”
Fuck, badan hyunjin menegang kemudian kala mendengar suara berat muncul dari balik tubuhnya. Felix sedikit mengubah posisi dan wajahnya langsung sumringah, “bro!”
“Eyy, my little brother felix.” Katanya dengan senyuman lebar dan menghampiri felix sambil memeluk tubuh kurus yang dikenal dengan seppupunya. Pipi felix dikecup kecil, namun dihadiahi tabokan oleh yang muda.
“Jangan cium! Ada pacar gue!”
“Pacar lo masih yang preman itu? Serem tau.”
“Heh, preman-preman juga lebih berbakat dari lo. Bisa ngehasilin duit lewat lagu.”
“Gue juga berbakat kok, dalam memikat hati seseorang,” kata chan bangga. Felix kemudian mencubit lengan chan di balik leather jacket yang membalut tubuh ateltis itu.
Disana hyunjin bak nyamuk yang singgah diantara dua orang asing. Niatnya ingin pergi, tiba-tiba felix panggil namanya.
“Hyun, kenalinㅡ namanya christopher,” felix tarik tangan hyunjin mendekat sebelum beralih ke chan, “chan, ini hyunjin. Temen gue. Cantik kan? Cantik lah dibanding cewe mainan lo.”
Hyunjin rasanya ingin menyumpal mulut felix menggunakan kertas koran karena ucapannya itu. Tapi lidah hyunjin tidak cukup kuat untuk melontarkan semacam kalimat ketika matanya bertatap lurus dengan yang namanya christopher.
Entahlah, hanyaㅡ sedikit gugup. Seperti saat akan memulai tender, yang membedakannya hanya chan merupakan kerabat felix sementara mereka merupakan klien.
Chan ulurin tangannya duluan dan tersenyum, “christopher, biasa dipanggil chan atau chris. Kalo khusus lo bisa dapat panggilan khusus.”
Hyunjin mengernyit tanda tak paham, “apa panggilan khususnya?”
“Sayang.” Kata chan tepat di samping telinga hyunjin. Yang dibisikin cuma bisa ketawa canggung dan tanpa sadar pipinya sedikit memerah. Untung ruangan ini sedikit remang, kalau tidakㅡ warna pink merona akan sangat kentara bertolak dengan kulit susunya.
“Em, hyunjin. Hwang hyunjin.” Balas hyunjin mejabat tangan chan yang sangat pucat, namun begitu berurat dan kasar bersanding dengan kulit halusnya.
“Cantik ya,” kata chan lagi. Yang bikin kagetnya, punggung tangan hyunjin ditarik untuk di kecup.
“Jangan macem-macem sama hyunjin lo, ntar pawangnya marah.” Kata felix. Untung aja seungmin ga sadar dengan perlakuan chan tadi. Sempat saja seungmin lihat, bisa dipastiin tempat ini bakal kacau sekacau-kacaunya.
“Oh, already have one?” Chan bertanya kepada felix. Namun tangannya masih menggenggam jemari hyunjin erat.
Felix menggeleng, “just friend, sih. Tapi udah di tag, kayaknya.” Kekehan kecil keluar dari mulut chan.
“Selama janur kuning belum melengkung.”
Hyunjin tarik pelan tangannya karena sedikit berbahaya kalau terlalu lama bertatapan dengan chan, tidak baik untuk jantung. Apalagi dengan senyumnya yang khas dan menawan dengan dua dimple yang sangat sempurna berada di sana.
Baru kali ini hyunjin menemukan seseorang yang attractive luar dan dalamya. Walaupun dilihat gayanya sedikit sembrono karena menggunakan leather jacket, ripped jeans, serta kalung rantai. Oh, ditambah lagi piercing yang menggantung indah di kedua telingannya. Hyunjin memang tipikal orang yang suka berpakaian rapi. Makanya ketika melihat chan yang beda, sedikit menarik perhatiannya.
“Um, gue cabut ya. Kalian mau ngomongin sesuatu kan? Bye lix, chan. Nice to meet you.”
Hyunjin melengang pergi dari sana. Pandangan chan tak berhenti sampai tadi, diikuti kemana punggung hyunjin pergi hingga membuat bibirnya menyunggingkan senyum.
“Cutie.”
“Damn, chan. Stop it. Don't look hyunjin like that, geli.”
“Do you believe to 'love at the first sight?'” Kata chan menatap felix, “i think i feel it.”
“Shut up, semua orang memang suka sama dia dalam sekali pandang. Ah, you just wanna play with him, aren't you?!”
“Don't hurt my bestie you dumbass, or i'll gonna kick you outta here,” gumam felix serius, tapi di mata chan terlihat lucu.
“Gue serius btw.”
“Jangan ah,” balas felix lagi, “gue ga yakin sama lo. Udah, main-main aja sana sama para bitches lo.”
“Hyunjin tuh anak baik-baik, teratur, terdidik. Ga kaya lo,”
“Ya makanya lix,” chan menjentikkan jarinya. “I'm gonna take him to another level, another place, another pleasure. Gue udah denger semua cerita tentang dia.”
“It's time to make him feel what a freedom is.”
.
“Pulang?”
Seungmin memakai coat hitamnya. Kaca mata bertengger di hidung bangir dipadukan dengan rambut yang ditata rapi ke belakang. Padahal kalau di luar, seungmin bukanlah seorang dokter. Tapi gaya nya selama bertugas di rumah sakit terbawa ke mana-mana.
“Gue sama felix. Searah juga kan? Dia minta temenin.” Balas hyunjin sembari merapikan kerah baju seungmin, “jangan tidur larut.”
“Gue sih ga pernah kecuali pas lembur, omongin ke diri lo sendiri.”
“Pedes amat omongannya, kayak cabe seger. Iya, iya, nanti gue bilangin ke diri gue sendiri sambil berdiri di depan kaca.” Kata hyunjin lagi, seungmin tertawa kemudian.
Wajah seungmin mendekat kepada hyunjin dan mengecup pipi gembil si manis, “aku serius, jaga diri kamu karena aku ga tega liat kamu sakit.”
“Walaupun aku dokter, aku ga tega kalau harus ngerawat kamu. Sakit rasanya, kenapa ga aku aja yang di posisi kamu.”
“Iya seungmin, aku ga akan tidur larut lagi.” Hyunjin berucap kemudian menangkup wajah seungmin.
Setelahnya seungmin pergi masuk ke dalam mobil, memberikan lambaian tangan kecil kepada hyunjin yang masih menunggu felix di luar bar. Dinginnya angin malam rasanya menembus kulit. Hyunjin ngeruntukin dirinya sendiri karena ga bawa baju tebal dan hanya turtleneck ini yang membalut tubuhnya sekarang.
Tak lama kemudian, felix dan chan keluar dari bar. Hyunjin beringsut memdekat ke felix, “lama banget.” Bisiknya.
“Maaf, banyak ngomongnya si chan. Maklum, udah lama ga ketemu.” Bisik felix lagi. Yasudah, hyunjin berusaha mengerti saja. Biar gimana pun, mereka memang dekat, jadi wajar saja kan?
“Ayo pulang.” kata hyunjin, “mobil lo mana?”
“Lah, gue pulang sama changbin.”
Tentu saja si rambut gelap kaget, “kok sama changbin? Tadi minta tungguin.”
“Tadi katanya gamau nungguin? Jadi gue nyuruh lo pulang aja. Seungmin udah pulang?”
Hyunjin ngangguk lesu. Iya sih, tadi dirinya sempat nolak. Tapi tak lama kemudian merasa ga enak sama felix, jadinya ditunggu.
“Gue gabisa nganter lo, hyun. Sorry. Mau pulang ke apartemen changbin.”
“Halah, pasti mau nganu,” ceplos chan, “ngaku.”
“Sembarangan! Emang lo!” Balas felix lagi, “anterin hyunjin pulang sana.”
Chan lirik hyunjin, kemudian bergantian lirik felix, “oke.”
“Lah kok?” Tanya hyunjin, “fel? Kok gitu siiih.”
“Sekaliii aja hyun, maaf banget nih. Bye guys, gue pergi dulu! Changbin udah nunggu.”
Lalu mobil ferarri hitam melintas begitu saja melewati matanya. Hyunjin memandang tak percaya, kenapa dia malah terjebak dengan seseorang yang baru saja dia kenal beberapa menit yang lalu?!
Bagaimana hyunjin harus menyikapi semua ini?
Mendengar chan berdehem, atensi hyunjin langsung tertarik, “mau pulang sekarang?”
“Apa jaminan kalau gue bakal sampai rumah dengan selamat?” Tanpa ragu, “we are totally strangers that met a few minutes ago.”
“Few hours, exactly.” Kata chan sembari menjentikkan jari nya, “gue orangnya ga macem-macem.”
“Ada kantor polisi, ada felix, boleh sewa pembunuh bayaran juga kalau gue berani macem-macem.”
Chan mengambil ponselnya, “gue aktifin gps yang terhubung sama ponsel nya felix, supaya dia bisa mantau kita.”
Hyunjin masih mempertimbangkan ikut dengan chan atau tidak. Walau pun semua tindakan chan sudah cukup membuktikan kalau lelaki itu tidak akan aneh-aneh, tapi tetap saja kan mereka orang asing?
“Ayo pulang.” Ajak hyunjin. Chan menunjuk ke mobil mewah berwarna hitam tak jauh dari bar. Hyunjin jalan duluan dan duduk di kursi samping kemudi.
Mobil pun membelah jalan yang sudah sepi karena sudah pukul 1 pagi. Rumah hyunjin mungkin sedikit jauh dari bar tempat mereka minum, sekitar di kawasan perbukitan.
Hyunjin bilang, sengaja memilih rumah di sana. Dia suka ketenangan. Jauh dari pusat kota yang sangat berisik.
“Jadi kita teman sekarang?”
“You seems good, so yeahㅡ kita teman.” Kata hyunjin melirik ke chan yang sedang menyetir.
“Apa yang ngebuat lo ngecap gue sebagai orang baik? Kita baru ketemu dan baru kali ini nganter lo pulang.”
Hyunjin meletakkan telunjuknya di bibir tanda berpikir, “em, gue selektif dalam memilih teman. Walau pun lo agak sembrono dari yang gue lihat, tapi kelihatan baik sih, i can feel it.”
“Innocent banget,” kekeh chan, “padahal gue bisa aja merkosa lo sekarang.”
“Gue yakin lo ga bakal ngelakuin itu,” hyunjin ikut terkekeh kecil, “Gps nya hidup.” Keduanya malah tertawa karena kalimat yang dilontrain oleh si manis.
“Bener ya kata felix, lo enak di jadiin temen.”
“Really? Makasih review nya. Kasih lima bintang dong.”
“Dikata barang kali.”
Keduanya tertawa lagi. Saling lempar guyonan hingga terpingkal-pingkal. Namun, tak lama kemudian ada suatu hal yang terjadiㅡ mobil chan mendadak mogok.
“Loh? Gabisa jalan?” Tanya hyunjin.
Chan keluar dan membuka kap mobil, namun tak menemukan sesuatu yang salah, “ga tau nih. Tapi mobilnya memang jarang dipake sih.”
Ini masih satu kilometer lagi hingga mencapai kediaman hyunjin. Mereka mogok di sekitar area perbukitan dimana tak ada satu pun orang disini, hanya terangnya lampu jalan yang menemani mereka.
“Gue udah telpon orang buat bantu, tapi katanya gabisa sekarang. Sekitar jam 4 pagi baru nyampe.”
“Whatㅡ ini masih jam satu.”
“Maafin gue ya, hyun. Gara-gara gue jadi repot gini.”
Hyunjin mendekat ke chan, “engga kok. Jangan nyalahin diri, dong. Kan kita gatau bakal begini. Syukur-syukur ada yang nganterin gue pulang.”
“Yeah, but still.” Kata chan lagi. Kap mobil di tutup. Chan buka bagasi nya dan ambil sebuah kain yang cukup tebal berwarna abu-abu, “selimut, lo pake baju tipis banget. Pasti dingin.”
“Makasih.”
Hyunjin mutusin untuk duduk bersandar pada mobil chan sambil membalut tubuhnya dengan selimut. Membalut tubuhnya dengan selimut yang wanginya sangat khas dengan aroma tubuh chan, tanpa sadar hyunjin tersenyum tipis.
Aroma yang sangat maskulin namun begitu lembut.
“Mau minum?” Tawar chan kepada hyunjin, ikut duduk di sampingnya. Hyunjin menolak tawaran chan karena tidak merasa haus, takut buang air kecil juga sihㅡ karena di sini tidak ada wc umum.
Netra keduanya memandang gemerlap kota di bawah sana. Dihiasi gedung-gedung tinggi yang kelihatan bercahaya, walau pun sudah hampir pagiㅡ di bawah sana seaakan masih hidup dan tidak pernah ada waktu untuk tidur.
“Denger-denger, lo katanya investor di perusahaan papa?” Hyunjin membuka obrolan. Chan naikin satu alisnya sebelum mengangguk.
“Yup, gue udah sering denger tentang lo.”
“Kok gue engga ya?” Matanya melirik chan, “gue aja baru tau dari felix.”
“Gue memang ga suka di expose sih, memang ga banyak pembisnis yang tau. Lagian mereka mana percaya modelan gue jadi investor.”
“Gue rapat sama karyawan atau sama kolega ga pernah pakai jas. Selalu pakai boots atau sneakers kalau ke kantor. Memang sih, ada tata cara berpakaian yang baik dan benar, dan disini memang gue yang salah karena ga profesional dalam berpakaian, but kalau ga nyaman gimana?”
“Gue ga suka memaksakan sesuatu yang ga gue suka.”
Angin menari di helaian rambut hyunjin sementara matanya menatap lurus chan yang tengah memandang ke depan. Namun ketika atensi chan beralih, hyunjin buru-buru balik ke posisi awalnya.
“Kalau lo?”
“Apanya?” Jawab hyunjin.
“Ceritain tentang lo.”
“Eumㅡ” hyunjin berpikir apa yang harus dirinya ceritakan kepada chan. “Ya, gue bisa dibilang kebalikan dari lo, sih. Gue orangnya tertata, rapi, dan harus perfect dalam segala hal. Gue orangnya gampang nangis, sering ngetawain hal kecil hehe.” Kekehnya.
“Biasanya ya,” chan mengikis jarak mereka, “orang yang doyan ngetawain hal sekecil apa pun adalah orang yang suka kesepian, yes or yes?”
Hyunjin terkekeh lagi, “bisa aja kutil badak. Tapi beneran sih.”
“Gue sering kesepian. Mungkin karena gue anak satu-satunya dan sering ditinggal orang tua kali ya? Untung ada temen-temen yang bisa sedikit isi hati gue.”
Puk
Awalnya hyunjin terkejut karena kepalanya terasa berat. Setelah dilihat, ternyata itu adalah chan yang sedang mengusap kepalanya. Wajah hyunjin kentara akan rasa bingung, sementara chan di hadapannya cuma tersenyum.
Senyum yang sangat membuat hyunjin nyaman dalam sekali tatap. “Ja- jangan liatin gue gitu.”
“Eh, maaf-maaf. Engga lagi kok. Gue cuma mau bilang kalau lo udah bekerja keras.”
“Kerja keras boleh, tapi jangan paksain tubuh lo. Kasian mereka, udah lo suruh kerja paksaㅡ tapi ga di kasih bonus gaji.”
Lagi-lagi hyunjin tertawa dibuatnya, “lucu.”
“Istirahat yang banyak. Ada loh orang yang mati gara-gara kebanyakan kerja.”
“Ih, chan! Jangan gitu, serem!”
“Nah, makanya banyakin bobo. Kalo misalnya tubuh lo seger, dijaminㅡ kerjaan di kantor bakal lo tuntasin sampe gudang-gudangnya sekalian.”
“Hahaha, beda banget lo ya. Ga kayak orang lain yang gue temuin.”
Chan tersenyum dan menggosok-gosok ujung hidungnya yang memerah, “kata iklan sabun, berani beda itu baik.”
“Berani kotor itu. Lo dingin? Sini bagi dua selimutnya.”
“Emang cukup, gue gede lho?”
“Cukup-cukupin.” Hyunjin mau mendekat, namun ditahan sama chan, “masuk aja, yuk? Gue ga tahan sebenernya hehe.”
“Bilang dari tadi kek, hidung lo udah merah banget.”
Chan berdiri dan membukakan pintu untuk hyunjin masuk. setelah si manis di dalam, chan mau nutup pintunya, tapi di tahan sama hyunjin, “kenapa?”
“Mau kemana?”
“Depan.” Balasnya sedikit bingung, “sini aja, temenin.”
Mendengar penuturan hyunjin, chan sedikit kaget. “Gapapa nih?” Tanyanya memastikan, hyunjin mengangguk pelan. Maka dari itu chan masuk ke dalam mobil dan duduk di samping hyunjin.
Tiba-tiba saja jemari hyunjin menggenggam jemari chan yang sangat dingin. Chan kaget dan langsung melihat hyunjin di sampingnya, “masih dingin?” Tanya hyunjin. Chan mendadak gugup karenaㅡ astaga, jarak mereka sangat dekat.
“Masih, tapi mendingan sih.”
Hyunjin masih menggenggam jemari chan dengan erat. Mungkin maksudnya agar jemari chan sedikit hangat (walau ga ngaruh menurut chan.) Tapi bisa sedekat ini dengan hyunjin sudah bikin hatinya senang.
Kapan lagi coba?
“Jangan di pegang terus, grogi gue nya.”
“Jujur amat deh,” hyunjin ketawa lagi, “dasar.”
“Jangan ketawa terus, entar gue naksir.”
“Yaudah, gue mau ketawa terus biar lo naksir gue.” Tanpa ragu, matanya menatap chan yang ternyata balik menatapnya juga. Jantungnya berdegup sangat kencang dan saliva nya ditelan kasar.
Padahal mereka hanya bertatapan bukan ngelakuin sesuatu yang lain. Namun entah kenapa rasanyaㅡ beda. Otak chan rasanya penuh akan potret wajah indah yang selama ini hanya bisa dilihat ketika chan berkunjung ke kantor tuan hwang.
Entah terbawa suasana atau apa, hyunjin merangkak mendekat dan mengecup bibir tebal chan. Hanya menempel di sana tanpa ada pergerakan sedikit pun.
“Hyunㅡ” chan terdiam beberapa saat. Tapi melihat hyunjin yang langsung bersandar pada bahunya, chan mengurungkan niat untuk bertanya.
Senyumnya terukir kecil, tangannya menyapa helaian rambut hyunjin untuk di usap pelan. Si manis makin meringkuk dengan balutan selimut chan di tubuhnya.
Awalnya chan ragu, akhirnya keberanian itu muncul. Pelipis hyunjin di kecup pelan sebelum menarik selimut hyunjin untuk menutupi leher si manis. Sebenarnya dia juga kedinginan dan ingin berbagi selimutㅡ tapi sepertinya hyunjin lebih kedinginan. Maka chan lebih memilih mengalah.
“Sweet dream, cutie.”