Udah
Gun mengerjapkan matanya berkali-kali, masih menyesuaikan pandangan atas ruang yang kini diisi terang. Ia mengedarkan pandangan mencari laki-laki pemilik unit tapi urung ketemu. Gun menyingkap selimut abu yang bergelung di antara tungkainya, ia keluar dari area ruang tidur dan mendapati Off tengah duduk di atas sofa dengan mata yang tidak lepas dari ponsel di tangannya.
“Udah bangun Cil? Aku baru mau pesen makan, kamu mau apa?”
Gun menggigit bibir bawahnya, “ngikut aja deh.”
“Oke aku pesen kodok goreng.” Sahut Off membuat Gun mengangkat kedua alisnya heran, “yang bener aja Kak?!” Tanya Gun lantas dibalas dengan gelak tawa dari lawan bicaranya.
“Bercanda laah, ini aku mau pesen nasi kuning, kamu suka? Atau pesen lontong kari aja ya..” Off menggaruk bagian belakang kepalanya membuat Gun tanpa sadar menarik sudut bibirnya ke atas.
“Kak, kamu punya sikat gigi lebih gak? mau pinjem.” Tanya Gun.
“Ada di kamar mandi udah aku siapin, kamu cuci muka dulu aja. Eh atau mau mandi juga? Di bawah ada mini market sih kalo kamu mau beli daleman.” Cerocos Off masih tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.
Ada semburat merah yang muncul di pipi laki-laki mungil mendengar tutur dari lawan bicaranya, “aku ke kamar mandi dulu.” Kata Gun seraya membawa tungkainya ingkah.
Setelah makan yang terlampau siang untuk disebut sarapan itu selesai, Gun mengambil piring milik mereka berdua, berinisiatif untuk mencucinya. Sepuluh menit berlalu, Gun kembali dan mendapati Off tengah menunggunya.
“Cil, mau ngomongin yang kemarin?” Tanya Off hati-hati.
Gun mengangguk pelan, lantas ikut duduk di samping si tuan rumah. Ia bergumam pelan sampai akhirnya berkata, “kemarin, makasih udah nyamperin aku, udah nenangin aku juga, terus maaf udah ngerepotin.”
“Nggak repot, tahu.”
“Aku tahu kamu semalem tidur di atas sofa ya,” sahut Gun lalu ia menghela napas, “maaf.” Lanjut laki-laki mungil itu.
“Gak masalah,” jawab Off, “yang jadi masalah itu, perasaan kamu gimana?”
Gun mengerutkan dahinya, bingung harus menjawab apa, “khawatir dan takut, kayaknya aku gak mau ke kampus dulu deh.”
Off menggelengkan kepalanya, “gak perlu,” ia melihat kerutan dahi Gun semakin dalam lantas ditekan dahi laki-laki mungil itu dengan telunjuknya, “kalau kamu ilang lagi, mereka malah seneng karna itu artinya mereka yang menang,”
“Lagipula kan ada aku,”
Gun membawa kedua telapak tangan menutupi wajahnya yang memerah, “stop, aku malu.” Ujar laki-laki mungil itu membuat lawan bicaranya tergelak.
“Gemesin banget sih, Cil.” Off lantas mengusak surai hitam milik Gun, mengacaknya sampai si mungil menepis. Ia berniat untuk mendorong lengan Off kuat-kuat tapi malah limbung dan tubuhnya kehilangan keseimbangan. Off heboh mengulurkan kedua tangannya untuk menahan pinggang si mungil, namun alih-alih mendudukan di tempat semula, Off malah menarik Gun lebih dekat dan mendudukkan laki-laki mungil itu di pangkuannya.
“Kak ih?!”
“Kak??”
“O-off?”
Keduanya tergelak menyadari percakapan omong kosong mereka, melupakan posisi canggung yang kini menjadi nyaman.
“Sekarang aku mau nanya serius, nih.” Tanya Off menyudahi tawanya.
Gun mengangkat alisnya, meminta melanjutkan tanpa kata-kata, “kamu udah suka sama aku belum sih, Cil?”
“Soalnya aku udah, banget.” Lanjut Off. Alih-alih menjawab, Gun malah menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher milik Off.
“Udah juga.”
ㅡ🌙