Sesuai rencana yang sudah dibuat, Winata mengajak Aruna untuk ikut bersamanya menjenguk rekan kerjanya yang mengalami kecelakaan kerja.
Mereka pergi hanya berdua, Juan tidak ingin ikut. Anak itu memilih tinggal bersama Hendra.
“Kamu udah tau ruangannya Yang?”
“Udah. Tadi sore aku tanya ke yang udah dateng kesini,”
Aruna mengangguk paham. Memilih mengikuti Winata yang fokus membaca nama ruangan rumah sakit ini.
“Dia sakit apa?” tanya Aruna.
“Dia liat material dari atas yang jatuh dan hampir kena aku, dia lari dorong aku. Tapi dia sendiri kesandung, dan akhirnya dia yang kena,” ucap Winata pelan, ia merasa bersalah.
“Kalo gitu aku harus bilang makasih sama temen kerjamu,”
“Kenapa?”
“Berkat dia kamu selamat dan ngga apa-apa,” jawab Aruna jujur.
“Tapi kan jadi orang lain yang celaka,”
“Kalo dia tau bakalan kesandung, mungkin dia cuma akan neriakin kamu aja dari kejauhan, Mas. Ga akan lari kayak yang kamu ceritain,” jawab Aruna.
“Iya sih,”
Tidak lama, Winata menemukan ruang rawat inap yang mereka cari. Terlihat dari kaca, ada dokter dan seorang perawat yang sedang memeriksa pasien.
Tok tok
Winata membuka pintu, lalu masuk sembari menggandeng Aruna dibelakangnya.
“Permisi. Malam, maaf ganggu dok,”
“Malam, tidak apa—”
Dokter tersebut megantung kalimatnya, ia mengenali seseorang yang berdiri dibelakang Winata.
“Kak Runa...”
Aruna yang merasa namanya dipanggil memunculkan wajahnya dibalik badan Winata.
Raffa.
Yah, Raffa yang selama ini Aruna cari kini ada didepannya.
“Kak..”
Raffa menghampiri Aruna, kakak perempuan yang juga selalu ia cari selama beberapa tahun terakhir.
“Raffa cari Kak Runa kemana-mana selama ini,”
Aruna hanya diam, ia masih mencerna baik-baik keadaan ini.
“Kak,” panggil Raffa membuat Aruna tersadar dari lamunannya.
Tanpa aba-aba, Raffa memeluk Aruna. Winata cukup terkejut, tapi ia mencoba membaca keadaan.
“Mantannya?”
“Adik sepupunya?”
“Saudara jauh?”
Winata hanya mencoba menerka-nerka.
Tapi Aruna, wanita ini tertegun melihat siapa yang berbaring diranjang rumah sakit.
“Jean,” lirih Aruna pelan, sedangkan yang ia tatap memalingkan wajah begitu saja.
Ekhem
Yah, Winata mulai merasa gerah melihat pemandangan disampingnya. Istrinya dipeluk oleh laki-laki lain yang tidak ia ketahui posisinya apa dalam kehidupan Sang Istri.
“Bisa jelasin ngga Yang? Aku kayak orang bodoh liatin istriku dipeluk berondong,” celetuk Winata.
Raffa tersadar, lalu melespaskan pelukannya. Ia menatap Winata dengan kaku.
“Raffa, Bang. Adiknya Kak Runa,” ucap Raffa memperkenalkan diri.
“Winata, suami Aruna,” balas Winata.
“Kak Embun boleh keluar aja. Nanti saya susul,” ucap Raffa kepada perawat yang hanya memperhatikan dengan bingung sedari tadi.
“Yang jelasin,” pinta Winata karena Aruna belum juga membuka suara.
“Mereka adik aku,” jelas Aruna singkat.
“Mereka? Mana lagi?”
“Jean. Kakak kembarnya Raffa. Temen kerja kamu Mas,”
“Sempit banget dunia,” celetuk Raffa.
“Adik gimana? Adik sambung? Adik tiri? Kamukan anak tunggal,”
“Duduk dulu kak,”
“Lo ganggu mulu,” cibir Winata pada Raffa.
“Biar PW Bang,”
Akhirnya Winata memilih duduk, ia ingat bahwa istrinya tengah mengandung.
“Kamu inget ngga pertama kali kita ketemu, aku pernah nanya dan nunjukin foto ke kamu? Empat orang pake baju praktek, dan kamu bilang kamu ngga kenal mereka?”
“Lupa,” sahut Winata seadanya.
Aruna membuka ponselnya, mencari kembali foto yang ia maksud.
“Lo bisa duduk jauhan dikit ngga dari bini gue?” tanya Winata karena Raffa duduk disamping Aruna sambil melihat-lihat Aruna yang sibuk mencari foto diponselnya.
“Ngga bisa Bang. Rindu berat nih. Hampir delapan taun ngga ketemu,”
“Delapan taun? Sejak kita belum deket dong Yang?” Aruna mengangguk, ia masih sibuk mencari foto yang dahulu ia tunjukkan pada Winata.
“Kenapa bisa ngga ketemu?”
“Istri lo ninggalin gue sama yang lain Kak.” sahut Jeano dari tempat tidurnya.
***
Aruna meminta waktu pada Winata untuk mengizinkannya berbincang bersama Raffa diluar kamar inap Jeano.
“Semenjak Bang Tara nikah semuanya kacau Kak. Awalnya Raffa sama yang lain masih tinggal dirumah meski Bang Tara udah nikah. Tapi nggak lama setelah itu Papa minta salah satu dari kita buat nikah juga. Kita ngga ada bilang apa-apa, langsung minggat kerumah Kakek. Gila aja baru masuk kuliah udah disuruh nikah, cintanya belakangan deh, anak orang mau dikasih makan apa? Tapi diakhir Juna tiba-tiba mau karena ngerasa dia yang paling tua dan harus berkorban, sejak itu kita ngga pernah ketemu Juna lagi,” jelas Raffa.
“Sampai sekarang?”
“Iya Kak. Jean juga ngga dapet petunjuk apa-apa tentang Juna,”
“Kalo Mas Tara gimana? Kamu lost contact juga sama dia?” tanya Aruna.
“Iya. Papa seolah nutupin semua akses biar Raffa ngga bisa hubungin mereka,”
“Baru-baru ini Kakak ketemu sama Mas Tara,”
“Hah? Kok bisa?”
“Dia mau cerai sama istrinya, kakak dampingin sebagai pengacaranya,”
“Awalnya gimana Kak? Pasti ada perantara dong yang bikin kalian ketemu lagi,”
“Lewat anaknya dan suami kakak,”
“Berarti ini anak kedua?” tanya Raffa sambil menunjuk perut Aruna yang sudah mulai buncit.
“Iya, kalo kamu gimana?”
“Gimana apanya kak?”
“Udah nikah?”
Raffa tersenyum pedih, meratapi nasibnya sendiri.
“Boro-boro nikah, cewek aja ga punya,”
“Kenapa? Kamu ganteng, dokter juga,”
“Ribet ah kak. Mau yang pasti-pasti aja,”
“Langsung nikah gitu maksudnya?”
“Iya,”
“Perawat yang tadi cantik. Anggun juga keliatannya,”
Raffa menoleh, lalu tersenyum hangat. Aruna memang tidak pernah salah menilai orang.
“Iya kan? Tapi Kak Embun udah mau nikah kak. Bulan depan, kalem juga orangnya,”
“Jadi suka nih sama partner kerja sendiri?”
“Primadona tau kak dia. Waktu Raffa masih koas dia jomblo, tapikan Raffa masih belum ada penghasilan. Jadi ngga berani pdkt. Sekarang ketemu lagi udah ada pawangnya,”
“Belum jodoh itu namanya,”
“Yah ga tau deh. Tapi ga galau-galau amat sih kak. Terus kalo kakak gimana?”
“Apanya yang gimana?”
“Suami kakak tau kalo kakak sama Bang Tara orang yang saling mengenal?”