Laravel
Nicholas Khailil was born to be Public Relation.
Satu kalimat mutlak yang ga ada bisa menolaknya. Sudah pernah mencoba berbagai macam sub divisi dari Hubungan Masyarakat ini. Sponsorship?pernah. Liasion Officer? Langganan. Extenal? Sudah juga. Internal? Selalu jadi Master of Ceremony.
Beda dengan gue yang selalu berkutik dengan spreadsheet berisik rundown, tema, dan konsep itu. Khailil selalu berkutik dengan script MC ataupun MOU.
Khailil sangat berbakat dalam menggaet orang tenggelam dalam kharismanya. Gue salah satu korbannya, yang akan selalu tenggelam saat Khailil dengan berdiskusi dengan pihak external mengenai perjanjian dan keuntungan kedua belah pihak.
Bagaimana Khailil selalu mengakhiri percakapannya dengan senyuman walaupun pihak kedua selalu mengeluarkan keberatannya. Bagaimana Khailil selalu menaruh kedua tangannya di depan tubuhnya. Bagaimana Khailil bersalaman dengan pihak kedua ketika sudah setuju mengenai perjanjian.
Seperti sekarang gue terdiam mematung melihat kekasih gue tengah sibuk berdiskusi dengan ketua kampung ini. Lagi-lagi gue tenggelam dalam kelihaiannya.
“Benar sekali, Pak. Untuk perihal konsep acara kita akan coba diskusikan dengan panitia yang lain. Namun karena kunjungan saya kali ini kurang formal dan hanya bersifat menawarkan. Mungkin saya ingin meminta kontak bapak yang bisa panitia saya hubungi agar lebih formal dan bisa berdiskusi lebih lanjut untuk tanggal, waktu, konsep dan keuntungan kedua belah pihak.”
Ugh... memang sekalinya jatuh cinta pada anak humas, tak akan ada jalan keluar.
Bosan mulai melanda gue memutuskan untuk bermain dengan Sasa, Dimas, dan anak-anak yang lainnya.
“Ka Avel kenapa kaka ranknya jelek sekali?” ucap salah satu temannya Dimas, Andika namanya. Memang sengaja gue pinjemin ponsel gue karena anak kecil kalau sudah bertemu orang dewasa ya pasti meminjam hp mereka, alasannya pasti ya untuk main Mobile Legends.
“Eh! Andika kamu tuh kalau udah dipinjemin hp ya terima kasih! Lagian Ka Avel ga ada waktu buat main terus, dia belajar terus. Makanya kamu belajar terus juga biar bisa keren kaya Ka Avel, punya banyak duit abis itu beli hp kamu sendiri.”
Gue tertawa waktu mendengar omelan Dimas, benar-benar seperti Ibu yang tengah memarahi anaknya. Mereka walaupua berada dalam desa yang terlihat sangat kurang dalam segi sumber daya dan infrastruktur. Mereka masih disekolahkan oleh ketua desa ini, walaupun beberapa dari mereka masih harus bekerja di bawah umur.
“Ka Avel masih sering berantem ga sama aa'?”
Pertanyaan yang keluar dari mulut Sasa membuat gue dan Dimas, yang anak paling dekat dengan gue, menatap Sasa kebingungan.
“Eh? Ka Avel sama Ka Khai sering berantem kahh? Sampai tonjok-tonjokan tidak?” Kepolosan bocah yang duduk di tingkat 5 SD ini berhasil mendapat toyoran dari Sasa, yang sudah duduk di kursi 2 SMP.
“Aa' aku ga jahat yaa!” “Aku kan cuma bertanya Sasa! Kamu jangan gebuk kepala aku dong! Kasar banget jadi perempuan, untung aku suka.” “Ewh geliiiiiiiiii.”
Khailil menghampiri selagi gue tertawa melihat Sasa dan Dimas yang tengah berkelahi gemas. Ia menggendong Andika, yang tengah duduk di samping gue, agar sedikit memberi ruang di samping gue.
Khailil memang wajib harus duduk di samping gue biar bisa sentuh gue, katanya sih gitu.
Dan 'katanya' itu benar, buktinya tangannya kini sudah bergerilya di lengan gue.
“Nih mumpung Aa' di sini, kalian tuh jangan berantem terus.” “Iya bener, kalau berantem tonjok-tonjokan ajaa. Kalian kan lelaki.” “Apaaann sih Dimas! kamu berantem mulu ya di sekolah! Sok Jagoan banget.”
Ocehan antara Sasa dan Dimas benar-benar membuat Khailil ikut tertawa. Sungguh bermain bersama anak kecil benar-benar membuat kebahagian gue dan Khailil memuncak.
Gue dan Khailil memang sama-sama suka anak kecil, hal ini juga yang sempat membuat kita berdua dekat dahulu.
“Ga boleh atuh tonjok-tonjokan, Dimas. Nanti kalau luka kan udah ga ganteng lagi.” ucap Khailil dengan suara lembutnya, Ah Khailil memang benar-benar berwibawa ketika tengah berbicara dengan anak kecil.
“Yaudah kalau gitu kenapa berantem terus? buang-buang energi tau Ka kalau berantem ga tonjok-tonjokan.” “Bener, awas aja yaa aku lihat Ka Avel pasang sw galau lagi.”
No...—dan itulah gongnya. Khailil ga tau kalau gue sering pasang status whatsapp galau, Khailil ga tau kalau banyak orang yang tahu hubungan gue dan Khailil sedang tidak baik-baik saja berkat status whatsapp gue.
Karena Khailil, gue sembunyikan.