kita, angin malam.
Waktu mungkin sudah menunjukkan lebih tengah malam, tapi jalanan kota di luar sana masih betul-betul ramai. Di dalam sebuah toko dua puluh empat jam yang lumayan besar, Cho Seungyoun berdiri sendirian dengan memeluk beberapa camilan berukuran besar. Sesekali dirinya menumpukan sebelah tangan pada meja tempat mereka memajang buah-buahan, dengan napas menderu kencang dan wajah yang memerah begitu kentara.
Kedua kakinya gemetaran, bibir bawahnya digigit kuat-kuat, sesekali matanya terpejam, seperti berusaha menahan sesuatu. Perhatiannya sendikit teralih tatkala seseorang tiba-tiba menepuk pelan bahunya dari belakang.
“Hei, kau tidak apa-apa?”
Seorang pria asing yang mendekat, Seungyoun tidak pernah melihatnya sama sekali. Laki-laki itu mengubah eskpresinya ketika melihat wajah Seungyoun yang memerah sayu, juga tentang pakaiannya yang tipis menerawang: sebuah kaos kebesaran yang menunjukkan putih mulus leher sampai bahunya, lalu tato yang mengintip di punggungnya, dan juga celana super pendek yang nyaris tenggelam di dalam kaosnya. “Ah, a-aku tidak apa-apa,” balas Seungyoun dengan suara kecil, dia menyatukan kedua pahanya secara refleks.
Laki-laki itu menyadarinya, lalu perhatiannya sontak teralih pada dua belah paha Seungyoun, dua-tiga bercak memerah masih kelihatan meskipun Seungyoun berusaha menyembunyikannya.
Laki-laki itu bergerak maju, menyudutkan Seungyoun di antara rak tempat memajang barang. Senyumannya mengembang penuh arti, lantas dagu Seungyoun diangkatnya sehingga tatapan mereka bertemu. “Kamu tidak baik-baik saja, bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?” katanya.
Seungyoun membuang wajahnya ke arah lain, bungkusan camilan di depan dada dipeluknya lebih erat. Laki-laki itu mulai menyentuh pinggangnya, meraba-raba tubuhnya sedikit. Seungyoun merasa risih, tapi tiba-tiba getaran benda kecil yang dipasang di dalam tubuhnya mengencang dan itu membuat sekujur tubuhnya semakin melemas, tidak bisa melawan.
Tepat sebelum orang asing itu menelusupkan telapak tangannya ke dalam kaos Seungyoun, lengannya ditepis seseorang seketika. Orang itu menarik pinggang Seungyoun supaya menempel padanya, lantas dengan senyuman supermanis dia berujar,
“Dia bersamaku, tidak perlu khawatir.”
Han Seungwoo tersenyum begitu lebar seolah menyombongkan bahwa laki-laki seindah, secantik Seungyoun ada di dalam kuasanya dan orang lain hanya bisa mengagumi Seungyoun tanpa memilikinya. Seungwoo menaikkan tensi getaran vibrator yang ada di dalam tubuh Seungyoun dengan remot pengontrol kecil yang disembunyikan di dalam saku celananya. Itu membuat Seungyoun semakin melemas, tidak bisa melakukan apapun kecuali menjatuhkan diri semakin dalam ke dada Seungwoo.
“Mmmh ... hmm.”
Seungyoun menggigit bibirnya semakin keras ketika tangan Seungwoo bergerak turun, meremas-remas bokongnya kuat-kuat tepat di hadapan laki-laki asing itu.
Laki-laki itu kelihatan jengkel karena Seungwoo sudah meludah di atas harga dirinya. Lantas dia pergi dari sana begitu saja sambil menggumamkan sesuatu seperti kenapa dia tidak bilang kalau sudah punya pacar.
Seungwoo tersenyum bangga melihatnya. Maka direngkuhnya Seungyoun setelah meletakkan keranjang belanja yang sejak tadi dibawanya ke atas lantai. Seungyoun jadi menjatuhkan bungkusan camilan yang sejak tadi dipeluknya erat-erat. Mereka bercumbu, tatkala sudut toko sedang sangat sepi karena malam sudah terlalu larut. Seungwoo tidak berhenti meremas-remas bokong Seungyoun ketika memasukkan lidahnya ke dalam mulut si yang lebih muda. Itu membuat Seungyoun kehilangan akalnya.
Setelah melepas cumbu, Seungwoo bergerak turun menciumi leher Seungyoun, menghisap, menggigit permukaan lehernya hingga memerah. Seungyoun memejamkan matanya erat-erat, berusaha menahan dirinya supaya tidak berteriak.
Seungwoo meninggalkan dua-tiga tanda di leher Seungyoun, merahnya itu kelihatan jelas sekali karena kulit putihnya.
“Kak, i-ini tidak bisa disembunyikanㅡa-ah.”
Seungyoun membuka suaranya kecil. Dia menarik-narik kaosnya ke bawah, berusaha menutupi merah-merah di pahanya, tapi dengan itu tanda di lehernya menjadi semakin kelihatan jelas. Seungwoo tersenyum, lalu kembali merengkuhnya, ditatapnya dalam-dalam kedua mata Seungyoun yang menyayu basah.
“Tidak apa-apa, perlihatkan saja pada orang-orang bahwa kau adalah milikku dan hanya aku yang bisa membuatmu jadi seperti ini.”
Seungyoun tidak tahu apakah itu tentang senyuman Seungwoo, atau kata-katanya, atau tubuhnya yang kelihatan seksi, tapi Seungyoun merasa semakin melemas di dalam pelukannya, tidak bisa melakukan apapun kecuali meremas-remas bahu Seungwoo karena menahan nikmat sentuhannya.
Seungwoo melepaskannya setelah memberi Seungyoun cumbu ke-dua yang terbilang singkat. Lantas dibawanya kembali keranjang belanja yang sempat diabaikannya, lalu Seungyoun ditariknya pergi dari sana untuk membayar semua makanan di meja kasir.
Seungwoo membayar dengan cepat, tidak menghiraukan tatapan penjaga kasir yang memutar bola matanya melihat ekspresi Seungyoun yang seperti orang sakit dan kenyataan bahwa Seungwoo membeli lubrikan dan pengaman seks juga di dalam kantung belanjanya.
Lalu setelah menerima semua belanjaan dalam kantung dan uang kembalian, Seungwoo pergi dari toko itu dengan cepat. Digandengnya sebelah tangan Seungyoun erat-erat. Seungyoun mengikuti langkahnya dengan susah payah karena getaran benda kecil di dalam tubuhnya masih membuatnya tidak bisa berjalan normal. Bahunya semakin gemetaran karena pakaian tipis yang dikenakannya tidak bisa menghalau angin malam.
Mereka masuk ke dalam mobil Seungwoo yang diparkir tidak jauh dari toko. Seungwoo menyalakan mesin mobil, lalu merogoh kantung belanja, mengeluarkan sebotol lubrikan dari dalam sana, lalu ditaruhnya kantong besar itu di kursi belakang.
Seungyoun mencondongkan tubuhnya ketika Seungwoo mengisyaratkannya untuk mendekat. Lalu mereka bercumbu lagi. Seungwoo menaikkan getaran vibrator sampai maksimal, Seungyoun merintih kuat di antara ciuman mereka yang dalam, diremas-remasnya jok kursi penumpang karena tidak kuat menahan nikmat, pun satu tetes air matanya turun pelan-pelan.
Seungwoo meneluspkan tangannya ke dalam kaos Seungyoun, meraba-raba permukaan kulitnya yang dingin terkena angin malam. Lalu telapak tangannya bergerak turun, menyelip ke dalam celana pendeknya, langsung menemu permukaan kulit Seungyoun karena dia tidak memakai pakaian dalam. Ditariknya celana itu ke bawah, membebaskan kelamin Seungyoun yang sudah begitu mengeras.
Seungwoo membuka botol lubrikan, menuangkannya ke atas telapak tangan. Seungyoun menyatukan kedua pahanya erat-erat, menahan sensasi luar biasa nikmat ketika Seungwoo menyentuh ereksinya, menaik-turunkan tangannya cepat. Kejantanannya semakin mengeras karena itu.
Seungwoo mencengkram paha Seungyoun, membuatnya membuka tungkai lebar-lebar, memperlihatkan lubangnya yang disumpal mainan seks kecil yang tidak berhenti gemetar. Seungwoo menyelipkan dua jarinya yang licin ke dalam lubang Seungyoun, membuatnya terbuka lebih lebar.
“Ah! Aah! Mmh ...”
Seungwoo menekan-nekan titik lemah Seungyoun dari dalam, seraya bergerak keluar-masuk kadang-kadang. Itu membuat kedua kaki Seungyoun bergetar semakin hebat.
Seungyoun sudah hampir di ambang batasnya ketika Seungwoo justru mencabut jarinya dari lubang Seungyoun, lalu menarik rem tangan untuk segera menjalankan mobilnya. Seungyoun ingin protes, tapi getaran kuat di dalam tubuhnya membuatnya tidak bisa melakukan apapun kecuali terkulai lemah menahan klimaksnya yang sudah di ujung tanduk.
Seungwoo biasanya adalah pengemudi yang santai, tapi kali ini dia menginjak gas lumayan dalam, membelah jalanan kota yang tidak terlalu ramai. Ketika mobilnya harus berhenti sejenak karena lampu merah, sebelah tangan Seungwoo bergerak menyentuh paha dalam Seungyoun, mengisyaratkannya untuk membuka lagi kedua kakinya. Seungyoun menurutinya begitu saja. Dia mendesah kecil ketika Seungwoo mencabut paksa mainan seks dari dalam lubangnya.
Seungwoo membuka sleting celananya, sedikit menurunkan jeans panjang yang dipakainya, mengeluarkan ereksinya yang sejak tadi menyesak. Dia menarik dagu Seungyoun supaya mendekat, lalu diciumnya lagi bibir lembut Seungyoun sebelum akhirnya mengisyaratkan kekasihnya itu untuk duduk di atas pangkuannya.
“K-kamu gila, kita sedang di jalan,” gumam Seungyoun tipis, tapi dia tetap menurut. Tubuhnya melemas ketika Seungwoo mencengkram pinggangnya, lalu mengarahkan kemaluannya supaya bisa masuk ke dalam lubang Seungyoun.
“Kau membuatku gila,” bisik Seungwoo seraya mulai menciumi leher Seungyoun, lalu menghisap dan meninggalkan lebih banyak tanda di atasnya.
Seungyoun bergerak turun, perlahan memasukkan kemaluan Seungwoo seutuhnya. Dia mencengkram bahu Seungwoo lebih erat ketika ujung kemaluan Seungwoo menyentuh titik terdalamnya.
Seungwoo mencium bibir Seungyoun sesaat sebelum melepas rem karena lampu hijau sudah kembali menyala. Maka ditariknya kepala Seungyoun supaya bersandar di bahunya, sementara sebelah tangan lainnya digunakannya untuk memegang setir.
Seungwoo melajukan mobilnya cepat. Jalan-jalan di sekitar sana sudah sangat sepi karena mereka sudah masuk pinggiran kota.
Seungyoun menggerakkan pinggangnya naik-turun, mencari nikmat. Gerakkan yang awalnya pelan dan malu-malu itu semakin lama semakin cepat. Seungyoun masih menenggelamkan wajahnya di bahu Seungwoo, sesekali dia menggigit bahu pria itu karena menahan sensasi panas di bawah tubuhnya. Kedua matanya semakin membasah, begitu pula memerah wajahnya.
Seungwoo mencengkram setir mobil kuat-kuat karena lubang Seungyoun yang memanjakan kemaluannya membuat pikirannya melayang-layang.
“A-ah, ah... Kak, aku m-mauㅡ”
Kata-kata Seungyoun terputus ketika Seungwoo tiba-tiba menepikan mobilnya, lalu mematikan mesin.
“Pindah ke belakang.”
Seungwoo berujar singkat, Seungyoun menurutinya. Seungyoun bahkan tidak sempat bertanya-tanya, Seungwoo langsung menyetubuhinya lagi begitu mereka berdua pindah ke kursi penumpang di belakang. Seungwoo mendesaknya lumayan kasar, itu membuat Seungyoun merintih lebih kencang.
“Ah! Ahhn ...”
Seungyoun klimaks begitu saja karena sudah menahannya sejak tadi. Cairan itu mengalir pelan-pelan, mengotori jok mobil Seungwoo. Dia keluar semakin banyak ketika Seungwoo mempercepat tempo, mendorong lebih kuat.
Perlu waktu sedikit lebih lama sampai Seungwoo klimaks juga. Dia mengeluarkan sperma di dalam tubuh Seungyoun, memenuhi lubangnya dengan cairan kental.
Mereka saling melepaskan diri sejenak. Seungwoo memerhatikan Seungyoun lekat-lekat sambil berusaha menormalkan napasnya sendiri. Itu membuat kepalanya panas: sekujur tubuh Seungyoun diwarnai bekas memerah dan biru, kedua matanya berkaca-kaca, dan satu-dua tetes lelehan sperma keluar dari lubangnya yang setengah terbuka.
Semua itu, semuanya adalah perbuatan Seungwoo.
Lamunan singkatnya terputus ketika Seungyoun bergeser mendekat lagi, lalu menyandarkan kepala di bahunya. Kedua matanya terkatup-katup lucu, seperti kucing yang sedang mengantuk.
“Kak, lautnya masih jauh?”
Seungwoo mengubah posisi duduknya, membiarkan Seungyoun menyamankan diri bersandar padanya. Lalu dielus-elus pelan punggung si yang lebih muda sambil membalas, “Lumayan, semoga kita bisa sampai sebelum matahari terbit.”
“Tidur dulu di sini sebentar, ya?” Seungyoun bergumam, sudah tidak lagi terdengar terlalu jelas.
Seungwoo tertawa. “Ya sudah, tidur saja,” katanya sambil mengambil tisu dan membersihkan tubuh Seungyoun dari sisa-sisa sperma.
Tidak lama, Seungyoun benar-benar tertidur di pelukan Seungwoo. Seungwoo menyingkirkan poni panjang laki-laki itu, lalu mencium dahinya beberapa kali. Seungwoo selalu menikmati permainan seks gila yang kadang-kadang mereka lakukan, tapi apa yang paling membuat hatinya hangat adalah saat-saat setelahnya, ketika Seungyoun merasa lelah dan tertidur seperti bayi di pangkuannya.