29
Labrador tidak pernah sepi meski pada hari biasa, apalagi weekend seperti ini.
Terlebih lagi, ketua tim Basket Putra Nusantara, Marco, mengundang semua kenalannya untuk menyaksikan ia mengatakan cinta pada Julia. Akhirnya, setelah satu tahun tidak ada kata 'pacaran'.
Satu Nusantara berkumpul. Baik kenalan Marco atau kenalan Julia. Atau bahkan para manusia-manusia tidak diundang namun memang hobi pergi ke Labrador seperti Gideon dan yang lainnya.
“Ini kampus pindah sini apa gimana?” kata Rayhan sedikit berteriak.
Gideon terkekeh. “Iya kayanya.”
Jam sudah menunjukan pukul sebelas saat ini. Gideon hanya duduk di table tanpa mau repot-repot berdiri dan menari di dance floor seperti Yoel dan Samuel. Rayhan sudah sedikit teler, sementara Hakiel dan Grishelda entah kemana —mungkin mereka juga pergi ke dance floor.
Mata Gideon menyusuri satu Labrador. Tidak jarang dia melihat manusia-manusia saling berpagut bibir di sudut Labrador. Bahkan sang empunya acara, Marco, sudah asik bermain lidah dengan Julia di sofa mereka.
Namun, pandangan Gideon belum mendapati Yessi.
Maksud Gideon, dalam acara seperti ini, tidak mungkin Yessi tidak ada. Yessi jelas adalah pentolan anak dance, dan Julia bisa dibilang adalah sahabat dekat Yessi. Mana mungkin Yessi tidak datang dalam acara sakral seperti ini?
“Nyari Yessi?” tanya sebuah suara.
Gideon menatap arah suara, kemudian menyengir sambil menggelengkan kepala. “Enggak lah, Sel. Lagi liat-liat aja. Mana Kiel?”
Grishelda menunjuk Hakiel yang sedang berdiri dan mengobrol dengan anggota basket putra. Itu Kenneth, Gideon tahu siapa Kenneth.
“Kok lo ke sini?”
“Gue anti deketin markas anak dance.”
Gideon terkekeh. “Masih perang dingin ternyata.”
Grishelda tertawa pelan, kepalanya mengangguk-angguk sesuai dengan irama musik sambil sesekali dia meneguk minumannya sendiri.
Jam hampir menunjukan pukul dua belas kini. Grishelda dan Hakiel sedang sibuk dengan urusan mereka disebelah Rayhan yang sudah teler. Hanya Gideon yang setidaknya masih sadar di table itu. Yoel dan Samuel? Ntahlah. Mereka sama sekali tidak kembali sejak pergi ke dance floor.
Sejujurnya, Gideon sangat bosan dengan Labrador. Ia bosan dengan kehidupan malam. Namun, ia masih beberapa kali merasa bahwa bayang Yessi masih ada.
“Bang Deon!” sapa Kenneth. Minuman ditangannya masih ada sedikit, kemudian dia menyodorkannya pada Gideon.
Gideon mengangkat alisnya, kemudian menyodorkan minumannya ke minuman Kenneth.
“Cheers!” Kenneth berkata, kemudian meneguk habis minumannya.
Sama saja dengan Gideon.
“Sendirian, Ken?”
Kenneth mengangguk. “Kalo gak gara-gara Bang Marco sama cewek gue, ogah juga sih.”
“Sama.”
“Lo gimana? Masa cuman nontonin Bang Kiel sama Kak Icel ciuman sih?”
Gideon terkekeh. “Belum waktunya ciuman lagi, sih.”
Mereka masih mengobrol kecil sampai dua manusia yang baru saja datang ke Labrador itu menyita perhatian semua orang.
Baik Gideon maupun Kenneth.
Yessi? Tapi dia bukan Harris.
“Anjing!” pekik Kenneth.
Gideon menoleh, “Kenapa Ken?”
“Yessi bangsat! Yang jalan sama dia itu mantannya Kakak gue, Bang! Mantannya Kak Abi!”
Gideon terhenyak kaget. Kenneth tanpa basa-basi lagi langsung berjalan menuju Daniel, yang digandeng Yessi.
BRUAK!!!
“LO BANGSAT!” Kenneth melayangkan lagi pukulannya ke wajah Daniel. “LO BAHKAN LEBIH HINA DARIPADA BINATANG, LO LEBIH HINA DARIPADA BANGSAT!”
Gideon berlari, berusaha menarik Kenneth yang bisa saja membunuh Daniel di tempat. Laki-laki itu terkapar tidak berdaya.
“LO BENERAN SAMPAH!”
“UDAH KEN!” teriak Gideon, badannya cukup kuat untuk menarik Kenneth. “Lo harus tenang, Ken. Lo mending pulang sekarang, lo jagain Kakak lo di rumah. Cewek lo biar gue yang anter ya?”
Kenneth tidak menjawab, ia langsung pergi meninggalkan Labrador.
Gideon hanya menggelengkan kepalanya saat Yessi menatapnya. Ia memberikan senyuman yang bahkan Gideon tidak bisa mengartikannya.
Cewek gila.