“Oh, jadi Krishna ini kakak tingkatnya Saka?“
Keluarga Krishna dan Ayah serta Raesaka kini duduk bersama di meja makan berbentuk bundar yang ada di ruang tamu. Hidangan lezat tersaji di atas meja, bersanding dengan suara alat makan yang terdengar samar. Di tengah semua itu, Krishna mengangguk dan mengulas senyum tipis kepada sang pemberi tanya; Ayahanda Raesaka. “Iya, Om. Saya dua tahun di atas Saka.”
“Lagi sibuk bikin skripsi anak saya ini, Pak Budi.” Ayahanda Krishna menepuk bahu Krishna yang duduk di sampingnya kemudian mengusak puncak kepala si putra sekilas. “Makanya susah banget kalau disuruh pulang ke rumah, ada aja alasannya.”
Raesaka duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Krishna. Melihat si kekasih dalam jarak sedekat ini setelah terpisah jarak beberapa waktu ke belakang, membuat dirinya bahagia bukan main. Sepanjang waktu semenjak kedatangannya ke kediaman keluarga Krishna, senyum bahagia tidak pernah hilang dari wajah tampan Raesaka.
“Katanya mereka juga satu organisasi di Paskibra, Om.” Tiara, kakak perempuan Krishna, memberi informasi lebih yang membuat Ayah Raesaka terlihat tertarik dengan topik pembicaraan mereka. “Oh, ya? Kemarin Saka menang lomba danton, 'kan? Pasti hasil dibantuin sama Krishna.”
“Oh, ya? Saka menang lomba danton? Kok sama kayak Krishna? Dia menang lomba jadi danton terbaik senasional, lho.” Krishna hanya bisa tertawa kikuk seraya membisikkan kalimat kepada sang Ayah untuk tidak terlalu membangga-banggakan dirinya. “Emang, ya. Kayaknya anak kita udah pantes jadi teman baik. Satu universitas, satu organisasi, satu gelar juga.”
Teman baik.
Di tengah tawa yang terdengar diantara para orang dewasa, Raesaka dan Krishna sedikit terhenyak. Dua kata itu benar-benar membuat keduanya merasakan sakit yang tidak tahu apa penyebabnya. Tanpa siapapun ketahui, status diantara keduanya adalah kekasih. Bukan teman baik. Sama sekali bukan itu.
“Saka gimana?”
Pertanyaan dari Ayah Krishna terdengar, membuat Raesaka segera tersadar dari lamunannya. Namun sayangnya, lelaki itu sama sekali tidak menaruh perhatian akan segala diskusi yang terjadi sehingga ia hanya mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap Ayah Krishna dengan pandangan bingung. “Ya, Om? Gimana? Maaf, tadi kurang jelas..”
Ayah Krishna tertawa, tampak tidak mempermasalahkan Raesaka yang kurang fokus. “Om tanya, Saka udah punya pacar, belum?”
Krishna menelan air liurnya dengan gugup. Ia takut mendengar jawaban yang akan diberi oleh Raesaka. Sepengetahuannya, lelaki itu suka bertindak nekat. Bisa jadi tindak nekat itu juga dilakukan saat ini, bukan?
“Oh, saya?”, ulang Raesaka seraya terkekeh. Sang Ayah juga tampak menaruh perhatian lebih, ingin tahu tentang kisah cinta si putra semata wayangnya. “Saya punya seseorang yang saya suka, Om.”
Krishna menundukkan pandangannya, tidak mau menatapi Raesaka karena takut lelaki itu akan membocorkan semua. Walau ia sendiri tahu, Raesaka tidak akan berbuat senekat itu. “Orang yang disuka?”, tanya sang Ayah kepada Raesaka. “Kok kamu sama sekali nggak bilang ke Ayah, Nak?”
“Memang anak cowok itu kerjaannya cuma simpan rahasia, Pak Budi.” Ayahanda Krishna menepuk pundak putranya, “sama nih, kayak Krishna. Dia nggak pernah bilang apa udah punya pacar atau belum ke saya. Memang tabiatnya anak cowok mungkin begitu, ya, Pak Budi.”
Lagi, tawa terdengar di meja makan. Kali ini, Raesaka ikut tertawa. Hanya Krishna yang diam. Ia memegangi sendok dan garpu di tangannya dengan cengkeraman kuat. Ia benar-benar merasa ketakutan; jika hubungannya dengan Raesaka terbongkar— tentu semua tawa ini akan sirna, bukan?
Jika hubungan mereka ketahuan, bisa jadi tidak akan ada tawa. Jika hubungan mereka ketahuan, sudah pasti hanya tangis yang ada.
Krishna mengangkat pandangannya dan yang masuk ke dalam pandangannya sekarang adalah sosok Ayahanda Raesaka yang sedang menyendok potongan daging dari mangkuk yang ada di tengah meja untuk diletakkan ke atas piring milik Raesaka. Dalam sekali lihat, Krishna paham bahwa Ayahanda Raesaka sangat menyayangi putranya.
Dalam sekali lihat, Krishna tahu bahwa ada kebahagiaan yang seharusnya tidak boleh dirusak oleh alasan apapun. Termasuk, cinta.
Krishna mencengkeram sendok dan garpu di tangannya kuat-kuat. Entah mengapa, semua nafsu makannya hilang; pergi entah ke mana.