Harum cottonwood tercium lembut dari kamar hotel bernomor 1403. Tidak begitu menyengat, namun juga tidak terlalu kelewat hambar. Semuanya terasa sangat pas; seakan memang sudah semestinya begitu. Berada pada tempatnya, berada pada sesuatu yang memang sudah jadi semestinya.
Krishna juga begitu.
Ia berada di pelukan Raesaka yang hanya mengenakan bathrobe berwarna krem dan celana pendek berwarna putih dengan motif garis hitam sebagai pemanis. Sementara dirinya hanya mengenakan kaus putih yang sudah lumayan kumal; yang selalu Krishna tolak untuk buang karena itu adalah kaus kesayangan, katanyaㅡ serta celana piyama berwarna coklat tua yang pasangan baju piyamanya sudah hilang entah ke mana.
Pelukan Raesaka dengan Krishna yang didekap, kedua hal itu seakan menjadi perpaduan yang terlampau sempurna. Setidaknya, itu yang dipikirkan oleh Krishna. Harum tubuh Raesaka yang manis selalu membuat Krishna betah untuk membenamkan wajahnya berlama-lama di ceruk leher si kekasih. Menghirup harum segala yang terbaik, apalagi ditambah dengan harum sabun hotel yang tidak kalah manisnya, membuat Krishna berkali-kali menghela nafasnya dalam-dalam hanya untuk menikmati eksistensi terindah bernama Raesaka.
“Sayang, hei..”, Raesaka mendaratkan tangan kanannya ke punggung kepala Krishna kemudian mengusapinya dengan sangat lembut, seakan ia takut sentuhan sekecil apapun itu bisa melukai kekasihnya. “Kamu kenapa? Aku baru selesai mandi, langsung dipeluk begini. Kaget akunya,” lanjut si lelaki berkulit kecoklatan dengan nada yang teramat tenang; masih seperti ia yang biasanya. “Hm? Ada masalah?”
Dengan kepala yang masih dibenamkan di ceruk leher Raesaka, Krishna menggeleng. Raesaka bahkan sampai sedikit harus menjenjangkan lehernya karena ia merasa geli tatkala rambut Krishna mengenai dagunya. “Nggak..”, Krishna semakin mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang Raesaka. “..nggak apa-apa.”
“Aku cuma ngerasa seneng setengah mati karena kita di menit ini, di detik ini masih bisa barengan,” ujar si lelaki yang lebih tua seraya memundurkan sedikit wajahnya sehingga ia tidak lagi bersandar di ceruk leher Raesaka. Saat ini, pandangan keduanya bertemu dan Raesaka secara refleks mengulas senyum ketika memandangi wajah Krishna yang baginya selalu menjadi yang terindah. “Kayakㅡ apa, ya, Ka? I'm so glad we made it, look how far we've come until now, gitu.”
Raesaka mengangguk-angguk kecil sementara kuasanya kini menyampirkan helai poni Krishna yang sudah mulai memanjang ke belakang telinga si kekasih. Dalam hati, Raesaka tidak berhenti memuji keindahan pujaan hatinya. Semua dari Krishna adalah yang terindah untuknya, bahkan bekas luka di sebelah pipi si kekasih juga tampak indah.
Sungguh, Raesaka pasti sudah gila.
“Dan aku bersyukur karena aku lewatin masa-masa sulit itu dengan kamu,” Raesaka gantian berujar. Wajahnya didekatkan ke wajah Krishna, namun tidak untuk bertukar pagut atau apa. Raesaka hanya menempelkan keningnya ke kening Krishna, juga membiarkan ujung hidung mereka bersentuhan.
Kedua kuasa si lelaki yang lebih muda kini tidak lagi mengusapi rambut si kekasih, Raesaka membiarkan kuasanya memegang masing-masing sisi wajah Krishna. Sementara Krishna tidak lagi memeluk pinggang Raesaka, ia menaikkan tangannya untuk menggenggam tangan Raesaka yang tengah memegangi wajahnya.
Raesaka memejamkan matanya, begitupun juga dengan Krishna yang melakukan hal sama. Embusan nafas yang keduanya lakukan terdengar lembut, tidak memburu; tidak tergesa. Seakan-akan mereka berdua ingin berbagi cumbu dengan cara demikian, bukan dengan nafsu atau keinginan lainnya.
“Kak..”. Dengan perlahan-lahan, Raesaka membuka matanya. Yang ia lihat saat ini adalah Krishna yang masih berada di hadapannya dengan jarak yang terlampau dekat; juga mata yang terpejam. “We beat the odds together..”
“Kakak sempet capek, 'kan? Hm?”, tanya Raesaka dengan lembut. Tangan Krishna yang semenjak tadi masih ikut memegangi tangan Raesaka di wajahnya, kini menjadi dipererat genggamannya. Seakan-akan ia menyetujui ujaran Raesaka, bahwa sesungguhnya ia pernah lelah. “Makasih, ya, Kak?”, lanjut Raesaka dan sontak membuat nafas Krishna menjadi sedikit tersengal.
Krishna merasakan dadanya sesak. Bukan sesak karena rasa sedih atau bagaimana, di saat iniㅡ Krishna merasa bahagia yang tiada tara. Ada Raesaka di hadapannya, tidak ada siapapun selain mereka. Di saat ini, hanya itu yang ingin ia syukuri.
“Padahal Kakak bisa aja lepasin aku dan berupaya cari seseorang yang lebih baik. Padahal Kakak bisa lakuin semua itu tapi Kakak nggak pergi... bahkan buat sekalipun, nggak pernah.”
Krishna masih memejamkan matanya. Ia tidak berani membuka pandangannya sekarang karena dirinya yakin, tepat ketika netranya menangkap sosok lelaki di hadapannya ke dalam pandanganㅡ pasti ia akan menangis. Bisa jadi malah terisak. Jadi Krishna lebih memilih untuk tetap memejamkan mata dan memasang telinganya tajam-tajam.
Lampu kamar hotel mereka memang disetel tidak begitu terang. Hanya pendar cahaya lampu kamar mandi dan pintu depan yang dinyalakan, lampu di ruang master tidak menyala karena Krishna tidak tahan dengan lampu yang menyala terang. Namun dengan penerangan beginipun Raesaka bisa melihat air mata sedikit mengalir dari ujung mata si kekasih.
“Mereka bilang, kita nggak akan pernah bisa lewatin semuanya..”, ujar Raesaka. Punggung jari telunjuk kanannya menyeka air mata yang mengalir dari pelupuk mata Krishna, “..but just look at us now. Still holding on, still going strongㅡ together.“
Krishna mengangguk kecil, mengiyakan kalimat kekasihnya. Menyetujui bahwa segala rintangan yang mereka lewati berbarengan sewaktu dahulu, bisa lebih menguatkan keduanya di saat ini. “Dan buat semua itu, aku mau ucapin makasih banyak buat kamu, sayang.”
“Makasih, yang banyak banget.” Raesaka sedikit mengangkat dagu Krishna agar wajah si kekasih kini bisa ditatap lurus-lurus olehnya. “Makasih, yang nggak terhingga. Karena aku rasa miliaran makasih pun nggak cukup buat kamu yang jadi satu-satunya buat aku.”
“Kamu, satu-satunya yang aku mau buat temenin aku di sebelum aku pejamin mata ketika tidur. Kamu, satu-satunya yang aku harap ada di samping aku ketika aku buka mata setelah bangun tidur. Kamu yang pertama dan yang terakhir aku lihat setiap hari-hariku, aku cuma mau begitu.”
“Raesaka cuma mau Krishna.“
Krishna tertawa kecil. Bukan tawa sinis atau mendengus, namun tawa antara bahagia dan geli akan kalimat Raesaka yang terkesan sangat menggoda. “Hei, sejak kapan bintangku jadi pinter banget ngegombal begini?”, tanya Krishna dengan senyum yang cukup terulas lebar. Melihat senyuman si kekasih, rupanya dapat membuat Raesaka merasa tertular. Lihat saja, sekarang si lelaki berkulit kecoklatan juga ikut tersenyum; sama lebarnya.
“At least, gombalanku nggak terlalu kampungan kayak Bapak kamu tukang kebun, ya? Soalnya kamu membuat hatiku berbunga-bunga, gitu.” Omongan Raesaka langsung membuat ekspresi di wajah Krishna menjadi terlihat ingin muntah. Ia memang paling tidak kuat dengan kalimat gombalan macam begitu.
“Jijik,” ujar Krishna seraya memundurkan tubuhnya dari jarak jangkau Raesaka. Sementara si lelaki yang lebih muda hanya tertawa kecil, merasa gemas dengan kelakuan kekasihnya saat ini. “Udah, ah. Aku mau mandㅡ”
Langkah Krishna terhenti dan kembali direngkuh ke dalam pelukan Raesaka. Si lelaki yang lebih muda menarik lengan Krishna sehingga kini mereka berdua kembali berpelukan, walaupun Raesaka lebih menjadi pihak yang mendominasi. “Ka, hei. Mau ngapain? Aku mau mandi...”
“Sebentar,” balas Raesaka dengan wajahnya yang kini dibenamkan di ceruk leher Krishna. Gantian, kini Raesaka yang menghirup dalam-dalam harum tubuh si kekasih. “Kayak begini aja, sebentar lagi..”
Akan tetapi, Krishna tahu semua ini tidak akan bertahan dalam jangka waktu sebentar seperti yang diucapkan Raesaka tatkala kekasihnya itu kini menaikkan posisi kepalanya menjadi ke telinga dan mengulum kecil cuping telinga Krishna. Sontak, tangan Krishna menjadi terkepal dan memukuli dada Raesaka; walau perlahan. “Saka, hei!”
Krishna seharusnya paham bahwa seorang Raesaka sangat mahir untuk membawa laju suasana dari yang semula manis menjadi menggoda. Diawali dengan kuluman kecil di cuping telinganya, kini si lelaki berkulit kecoklatan itu menciumi leher jenjang Krishna. Berawal dari kecupan kecil, berlanjut jadi hisapan yang sedikit menuntut, dan diakhiri dengan bisikan lembut di telinga Krishna.
“Desah aja..“
“Toh' cuma kita berdua di sini, sayang.“
Sumpah, barusan saja Krishna merasakan tubuhnya seperti disengat oleh listrik tegangan tinggi ketika Raesaka membisikkan kalimatnya. Ujaran lelaki itu terdengar sebagai perintah yang mutlak harus ia lakukan namun disampaikan dalam cara sehalus mungkin. Tidak ada yang bisa melakukan itu selain Raesaka.
Raesaka-nya.
Raesaka milik Krishna.
Mengantungi izin untuk menyuarakan nikmatnya dengan lebih vokal, Krishna secara perlahan meloloskan desahan kecil hingga lambat laun berubah menjadi lenguh yang menandakan ia mabuk akan segala bentuk kenikmatan yang diberi Raesaka. “Hnmh.. S-Saka, jangan di sitㅡ fuc—“
Bibir Raesaka masih berada di ceruk lehernya, namun tangan lelaki itu berada di tempat yang lebih sensitif bagi Krishna. Kuasa kanan Raesaka sudah bebas menelusup masuk ke dalam kaus yang dikenakan Krishna; mengelus kulit telanjang dari perut si lelaki yang lebih tua dan perlahan bergerak naik untuk memilin gundukan kecil di dada yang didekap. Sementara tangan kirinya berada di pinggang Krishna, sedikit memberi gerak menekan agar tubuh bagian bawah mereka saling bersentuhan; atau dalam bahasa lebih kasar, bergesekan.
Raesaka mengangkat pandangannya, tidak lagi bersandar pada ceruk leher si kekasih. “Hm? Jangan di sini?”, tanya Raesaka dengan nada yang dibuat teramat polos, yang mana membuat Krishna mengutuk dalam hati. Ibu jari dan telunjuk kanan Raesaka masih memilin sebelah puting Krishna sementara kini pinggulnya yang masih mengenakan celana pendek digerakkan maju-mundur secara perlahan, memberikan sensasi yang tidak jauh berbeda dengan situasi ketika keduanya tengah bersetubuh. “Kalau nggak boleh di sini, aku harus pegang di bagian mana, Kak?”
“Cantik..”, Raesaka menaikkan pandang wajahnya hingga tatapannya berada dalam jarak lurus dengan Krishna di hadapan. “..hm? Kenapa nggak jawab?”
Krishna sendiri tidak tahu harus mengatakan apa ketika tangan kanan Raesaka yang semula berada di dadanya kini perlahan turun, mengambil kuasa di tubuh bagian bawah Krishna yang masih mengenakan celana piyamanya. “Di sini, manis?”, tanya Raesaka dengan lembut sementara tangannya mulai memberi kenikmatan kepada milik Krishna yang nampaknya sudah berada di titik naiknya sedari tadi.
Krishna biasanya tidak ingin diperlakukan sebagai seseorang yang patut didominasi. Jika memutar ulang waktu, kali pertamanya dengan Raesaka sewaktu dulu pun Krishna yang menjadi dominan. Krishna yang memimpin laju permainannya dengan Raesaka. Krishna pula yang menjadi orang pertama dalam membuat Raesaka melakukan pelepasan putihnya berulang kali.
Entah bagaimana, entah semenjak kapanㅡ Raesaka terlalu cepat untuk mengejar. Biarpun keduanya sama sekali tidak mempermasalahkan perihal posisi siapa yang mendominasi, namun belakangan Raesaka terlalu menawan untuk Krishna tolak dominasinya.
Lihat saja, tubuh kekasihnya itu sekarang menjadi kekar dengan kulit kecoklatan yang ada karena terbakar oleh matahari. Raesaka yang dulu Krishna kenali sebagai lelaki ceking dengan tubuh kurus kini berubah menjadi lelaki kekar dengan dada bidang yang menawan. Bahkan ketika mereka sedang berjalan-jalan di pantai sore hari tadi, Krishna harus menahan diri untuk tidak berjongkok di depan Raesaka dan meminta untuk disetubuhi saat itu juga. Belum lagi Krishna harus berulang kali menarik Raesaka untuk berjalan lebih cepat karena tidak ingin gadis-gadis berbikini yang juga ada di pantai kala itu memandangi kekasihnya lebih lama.
Raesaka yang menawan hati siapapun, kini ada di hadapan Krishna. Memagut bibirnya dengan penuh keinginan untuk mendapatkan lebih, bahkan tak ragu untuk menelusupkan lidahnya ke ruang mulut Krishna. Sesekali berujar “julurin lidahnya, sayang..” hanya agar ia dapat menghisap lidah si lelaki yang lebih tua dengan lebih leluasa.
Suara kecapan dari pagut juga saliva yang kini berantakan di ujung bibir keduanya, suara desah juga lenguh dari Krishna semakin membuat Raesaka kehilangan kendali atas dirinya. Sempat sekilas Raesaka memundurkan wajahnya, hanya untuk menyesali tindakan itu beberapa detik kemudian.
Kenapa, tanyamu?
Krishna, dengan tatapan sayunya.
Krishna, dengan wajahnya yang memerah.
Krishna, dengan lidah sedikit terjulur setelah merasa kelelahan karena harus menghadapi hisapan dari bibir Raesaka yang selalu meminta lebih.
Krishna yang begitu, membuat Raesaka kebingungan bagaimana harus menyelesaikan semua yang bergejolak dalam dirinya. Sesuatu yang memaksa untuk dipuaskan, tidak peduli dan tidak akan menerima penolakan dalam bentuk apapun.
“Sayang..” Bathrobe yang dikenakan oleh Raesaka sudah terlepas simpulnya sehingga kini tubuh kekar si lelaki yang lebih muda terpampang jelas di hadapan Krishna walaupun masih ditutupi bathrobe. Krishna memberi gumaman kecil sementara tangannya kini mengusapi dada si kekasih, dalam pikirannya membayangkan akan bagaimana rasanya melihat dada bidang itu berada dalam jarak pandangnya ketika ia sedang berbaring di atas kasur.
Bagaimana rasanya ketika ia melihat dada bidang Raesaka di atasnya yang berbaring dengan kedua kaki yang dibuka lebar-lebar agar kekasihnya itu bisa memberi kepuasan yang teramat sangat? Bagaimana rasanya jika dada bidang itu menindih tubuhnya yang berbaring di atas kasur ketika mereka mencapai putihnya bersamaan?
Akan bagaimana rasanya?
Akan bagaimana nikmatnya?
Perlahan, Raesaka memajukan langkahnya sehingga otomatis membuat Krishna bergerak mundur. Perlahan, Raesaka membimbing langkah Krishna menuju tempat tidur yang ada di ruang kamar hotel mereka. Perlahan, tubuh Krishna dibaringkan dengan lembut dan di atas tubuh si kekasihㅡ Raesaka mengujarkan kalimatnya.
“..malam iniㅡ”
“ㅡizinin aku yang milikin kamu sepenuhnya.”
Krishna tersenyum tipis. Wajah Raesaka yang kini ada di atasnya tampak sangat tampan, namun juga tampak tidak jauh berbeda dengan Raesaka yang pertama kali ia temui beberapa tahun lalu.
Kali pertama, ketika mereka berhadapan sebagai senior dan junior dengan perasaan tidak suka. Hingga saat ini, di malam iniㅡ ketika mereka berhadapan sebagai sepasang kekasih yang bertekuk lutut atas dasar cinta kepada satu sama lain.
Perlahan, Krishna mengangguk.
Ia memberi izin kepada Raesaka, untuk merengkuh dirinya sekali lagi. Untuk memiliki dirinya lagi di malam ini, secara sepenuhnya. Secara dalam tanpa batasan apapun.
Malam ini, bulan bersinar indah.
The moon is really beautiful tonight.