dontlockhimup

Albirru tahu bahwa ia sedang bermimpi.

Albirru tahu bahwa lorong gelap yang ia lewati saat ini bukanlah bentuk nyata, Albirru tahu bahwa semua yang ada di hadapannya sekarang hanyalah bagian dari mimpi. Tidak nyata, hanya ilusi.

Albirru tahu bahwa sekelebat bayangan yang muncul di hadapannya sekarang adalah bagian dari mimpinya juga. Bayangan lelaki bertubuh tambun dengan hanya mengenakan kaus dalam juga bau menyengat dari minuman keras yang menyeruak di dalam kamar. Albirru tahu semuanya tidak nyata, ini semua hanya mimpi.

Namun, karena ini semua hanya mimpiㅡ maka Albirru lebih tidak memiliki kekuatan untuk berteriak. Albirru tahu, ia hanya perlu meneriakkan nama Banyu sekuat yang ia mampu maka detik setelahnya si kekasih pasti akan membangunkan Albirru dari mimpi buruk dan memberi pelukan terhangat; sesuatu yang paling ia butuhkan saat ini.

Akan tetapi, biarpun Albirru tahu ini semua hanya mimpiㅡ ia tidak bisa meneriakkan apapun. Otaknya berusaha mengingatkan bahwa semua yang ia alami sekarang tidak nyata namun tubuhnya sendiri berusaha menghindar dari situasi yang mungkin terjadi.

Situasi apa, tanyamu?

Situasi yang menjadikan lelaki tambun berkaus singlet itu mendekati Albirru dan mendorongnya ke atas tempart tidur dengan engsel rangka yang karatan. Situasi yang menjadikan Albirru tidak dapat bergerak sama sekali karena lelaki tambun itu tengah melipat tangan Albirru ke arah belakang, menjadikan si lelaki muda tidak mampu untuk melakukan apapun.

“Lepas!” Albirru berteriak, entah hanya di dalam mimpinya atau mungkin dapat ia gumamkan di dunia nyata. Dalam hati, Albirru berharap suaranya dapat tersalurkan ke dunia nyata agar Banyu dapat membangunkan dirinya. “Lepasin Birru, Om!”

“Birru, jangan gerak, sayang.”

Suara serak dari lelaki itu membuat Albirru merinding bukan main. Belum lagi sentuhan dari sebelah tangan lelaki itu terus menggerayangi punggung Albirru dan perlahan turun ke bokongnya. Albirru merasakan celana yang ia kenakan kini diturunkan secara paksa, kemudian beberapa detik setelahnya sesuatu yang keras seperti ditepuk-tepukkan ke bibir bokongnya. Memberi tusukan yang tidak begitu dalam ke lubang anal Albirru, yang mana membuat Albirru gemetar bukan main. “Om! Birru nggak mauㅡ!”

“Sshht!” Lelaki bertubuh tambun menjambak rambut Albirru dari belakang sehingga lelaki itu kini sedikit melengkungkan tubuh ke arah belakang. Sakit! Sakit! Albirru berusaha meneriakkan kalimat itu namun tidak ada suara apapun yang dapat lolos dari bibirnya.

Albirru tercekat.

“Birru. Kalau kamu gerak-gerak begitu, gimana Om bisa ngontolin kamu, sayang? Hm?”

Tubuh Albirru gemetar bukan main. Lelaki tambun itu membisikkan kalimat barusan tepat di daun telinga Albirru. Ketika Albirru ingin meneriakkan penolakan lagi, tubuh bagian bawah si lelaki rasanya seperti mati rasa. Saking terasa sakit karena harus menerima paksaan benda padat yang keras ke analnya. “A-ahhk!! Sakit! Sakit, Om!”

“Ini nggak sakit, sayang. Ini enakㅡ hmmh? Nikmatin aja, Birru. Om bisa bikin semua ini lama-lama jadi enaㅡ”

ANJING!

Suara pukulan terdengar cukup keras, dibarengi dengan tubuh yang jatuh ambrukㅡ bertumpu di atas tubuh Albirru yang tengah tertelungkup. Lelaki bertubuh tambun itu ambruk, membuat Albirru mengerang kesakitan karena beban tubuh si lelaki di atasnya memang sangat berat.

ANJING. TAI!“ “MAMPUS LO, BANGSAT!

Suara pukulan masih terdengar jelas, bahkan kini terdengar hingga berkali-kali. Bunyinya seperti bunya benda keras dipukulkan ke sesuatu yang agak lunak. Albirru merasakan ada debuman kecil di punggungnya, sepertinya pukulan dari benda keras itu ditujukan ke tubuh si lelaki tambun yang ambruk di atasnya.

“STOP! STOP!” Albirru berteriak ketika menyadari ada darah yang mengalir ke depan wajahnya. Asalnya dari atas, dan lama kelamaan ada suara tersengal dari si lelaki tambun di atasnya. “BERHENTI! TOLONG!”

Tepat ketika Albirru selesai menyuarakan teriakannya, suara pukulan di atas tubuh Albirru juga berhenti terdengar. Hanya ada suara nafas yang tersengal dari seseorang, dilanjut dengan suara tongkat besi yang berbunyi nyaring ketika terjatuh ke tanah.

“Ru.” Albirru tahu jelas siapa pemilik suara itu. Suaranya tenang, khas milik salah satu temannya yang ia kenali. “Birru, kamu nggak apa-apㅡ”

Belum juga lelaki yang menyuarakan tanya itu menyelesaikan kalimatnya, Albirru kini menangis terisak. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia malah menangis dan bukannya meminta agar lelaki yang ada di belakangnya itu memindahkan tubuh si lelaki tambun di atasnya. Tidak, jujur sajaㅡ Albirru merasakan malu yang teramat sangat.

Albirru tidak ingin bertatap muka dengan lelaki yang menyelamatkannya. Albirru takut, lelaki itu akan memberi cemooh dan mengejeknya hingga kelewat batas. Albirru tahu, tidak akan ada yang mau berteman dengan anak lelaki yang menjadi korban sodomㅡ

“Ru.” Lelaki yang dimaksud oleh Albirru kini terdengar menghela nafas pendek-pendek, seperti tengah kesulitan karena harus menyingkirkan tubuh si lelaki tambun dari atas tubuh Albirru. “Hhhnggㅡ anjing, ini orang berat banget! Tunggu, Ru! Aku pindahin dulu orang inㅡ”

Brugh.

Tubuh lelaki tambun itu sudah bersimbah darah, lebih tepatnya darah dari kepala yang dipukuli oleh tongkat besi si lelaki lainnya. Berhasil menyingkirkan tubuh si lelaki tambun, kini lelaki yang mengenakan seragam putih-biru itu menghampiri Albirru dengan langkah besar-besar. Terlihat agak khawatir. “Ru. Kamu nggak apa-apㅡ ah, sorry.”

Lelaki itu segera mengalihkan mukanya ketika menyadari bahwa Albirru terlihat sangat berantakan. Seragam putihnya kusut, begitupun dengan celana birunya yang sudah turun ke bawah dan menjadikan alat vitalnya terlihat jelas. “Sorry, akuㅡ kamu benerin diri dulu, mendingan.”

“Bar..”

Bara. Lengkapnya Barata Suraprakha. Albirru tidak pernah menyangka bisa menyaksikan teman sekelasnya itu di sini, apalagi dengan situasi yang berantakan begini. “Loㅡ gimana bisa... ke sini?”

Lelaki yang menyandang nama serupa api itu memang terlihat tenang. Ia tidak tampak mengguratkan ekspresi panik walaupun Albirru kini melihat bagaimana di wajah lelaki itu sekarang terdapat cipratan darah dari si lelaki tambun yang barusan menggaulinya. “Aku ngeliat kamu pulang sendirian, terus karena rumah kita searahㅡ aku ikutin kamu dari belakang. Sampai akhirnya om-om ini tarik kamu masuk ke kamar dan aku... nggak tahu, refleks cari tongkat besi itu lalu masuk ke sini.”

Pandangan Bara tertuju ke tongkat besi yang sekarang sudah tergeletak begitu saja di atas permukaan lantai. Albirru hanya melirik sekilas ke arah tongkat itu, kemudian detik setelahnyaㅡ tangis Albirru meledak.

Ia merasa kotor. Ia merasa hina. Albirru ingin mati saja, rasanya.

“Ru..”, Bara terdengar khawatir. Tangannya sedari tadi hanya terangkat di udara kosong, tidak tahu harus diletakkan ke bagian mana dari bagian tubuh Albirru di hadapannya. “..jangan nangis.”

“Kamu nggak apa-apa.” “Nggak akan ada yang tau, Ru.” “Kamu aman, sama aku...”

Albirru tahu, ini semua hanya mimpi. Albirru tahu, semua ini tidak nyata. Albirru tahu, apapun yang ia alami saat ini tidak terjadi di masa sekarangㅡ ini semua hanya perputaran waktu dari kejadian yang pernah ia alami sewaktu dahulu.

Namun, Albirru tiba-tiba teringat akan satu hal; mereka pernah menjanjikan hal yang sama, bahwa Albirru akan aman di dekat mereka.

Mereka, Banyu dan Bara.

Alexander, ganti.“ “Alexander masuk.“ “Lokasi, Juu. Ganti.“ “Loteng ke kamar utama, ganti.“ “Roger.“ “Banyak tikus mati..“ “Ulangi, Juu. Ganti.

Alexander, ganti.

Alexander masuk.“ “Lokasi, Juu. Ganti.

Loteng ke kamar utama, ganti.

Roger.

Banyak tikus mati..

Ulangi, Juu. Ganti.

Alexander, ganti.

Alexander masuk. Ganti.

“*Juu

Ada banyak hal yang terkadang ingin Mew ungkapkan kepada si lelaki yang tengah terlelap di rengkuhannya saat ini, Gulf. Terlalu banyak, hingga akhirnya membuat dada Mew terkadang sesak bukan main──karena menumpuk hingga ke batas yang mencapai titik lebih yang tiada bisa diatur lajunya.

Mew sedikit mengubah posisi pelukan di tubuh Gulf agar lelaki itu tidak merasa terlalu pengap dipeluki sebegini eratnya. Walaupun, yah── Gulf selalu bilang bahwa ia tidak masalah dipeluki seerat apapun, sih. Karena kata Gulf, ia suka berada di dekat Mew. Karena kata Gulf, berada di dekat Mew membuatnya merasakan perasaan aman dan nyaman yang sulit diujarkan dalam kata-kata tepat.

Setelah memastikan bahwa Gulf berada dalam posisi paling nyaman namun tetap dalam jarak rengkuh yang dekat dengannya, Mew memandangi wajah lelaki itu dengan lekat-lekat.

Memandangi pipi Gulf, yang tetap saja terlihat menggemaskan walaupun tubuh lelaki itu bisa dikatakan kurus.

Memandangi hidung Gulf, yang bangir dan membuat Mew tak henti-hentinya mengucap kalimat kagum pada Tuhan karena berhasil menciptakan mahluk-Nya dengan hidung seindah ini.

Memandangi bibir Gulf, yang sangat ranum dan membuat Mew terkadang tak kuasa untuk tidak memandanginya lama-lama. Bibir lelaki yang lebih muda darinya ini merah dan──bagaimana menyebutkannya dalam kalimat yang tepat, ya? Kenyal? Tidak, bukan kenyal. Sepertinya ada perumpamaan lain yang tepat untuk menggambarkan sebagaimana Mew merasakan sesuatu yang membuatnya selalu ketagihan ketika tengah melakukan adegan cium dengan Gulf.

Semestinya ada perumpaan lain, namun Mew kebingungan untuk menyimpulkannya.

“Hnn..” Seperti tengah mengigau, Gulf sedikit memiringkan tubuhnya hingga kembali menghadap ke arah Mew. Jarak yang semula dibuat oleh Mew agar Gulf tidak merasa terlalu sesak, kini kembali ditiadakan. Seakan dirinya adalah magnet yang tengah mencari kutubnya, Gulf bergerak merengsek dan berakhir merangkulkan sebelah tangannya ke pinggang Mew. “Hmm..”

Tak urung, Mew tertawa kecil. Percuma saja ia membuat jarak jika ternyata lagi-lagi dibuat tiada oleh lelaki di dalam pelukannya sekarang.

Tahu bahwa Gulf tengah kelelahan karena jadwalnya yang padat ( padahal jadwal Mew sendiri juga tidak kalah padatnya ), Mew memilih untuk tidak membangunkan Gulf dan membiarkan lelaki itu untuk kembali dibuai lelapnya. Padahal jujur saja, ia rindu── ingin berbincang barang sejenak. Ingin bercumbu sekilas walaupun hanya kecup satu-satu.

Pada akhirnya, Mew mencoba menekan egonya. Mungkin terdengar dramatis dan sedikit berlebihan namun jujur saja── bagi Mew saat ini, melihat Gulf dapat beristirahat dengan cukup adalah kebahagiaan untuknya. Bagi Mew, melihat Gulf tertidur lebih dulu di kediaman mereka sudah menjadi sepercik kebahagiaan di tengah lelahnya.

Oh. Iya, kalian tidak salah membaca. Kediaman mereka, itu kalimat yang tepat. Memang sudah beberapa bulan ini Mew menumpang tinggal di condo milik Gulf, dengan alasan sangat sederhana : rindu yang terkadang tidak bisa dibendung.

Terdengar menjijikkan? Bisa jadi. Mew tidak akan mengelak jika ada orang yang akan memasang ekspresi ingin muntah ketika mendengar alasannya barusan. Karena jujur saja, Mew juga terkadang geli dengan segala tindakannya sendiri.

Terkadang Mew geli dengan dirinya yang tidak bisa mengatur ekspresi jatuh cinta ketika tengah memandangi Gulf. Terkadang Mew kesal dengan tangan yang seakan memiliki syaraf terpisah dengan otaknya dan terus-terusan ingin memeluk Gulf ke dalam rengkuhan, padahal ada banyak fans dan publik di sekeliling mereka. Terkadang Mew ingin memarahi bibirnya yang tidak pernah bisa diatur dan berakhir memberi ciuman kecil secara rahasia di pundak Gulf.

Ketika bersama dengan Gulf, rasanya otak Mew seperti tidak lagi memiliki kendali untuk melakukan segala tindakan. Ketika bersama Gulf, semua syaraf Mew seperti dikendalikan oleh hati yang tengah terjatuh dalam perasaan indah berwarna merah muda. Cinta, kata orang-orang.

Mew kembali memandangi Gulf yang masih damai dalam lelapnya. Poni rambut Gulf mulai memanjang, membuat lelaki itu kerap menyibakkan poninya ke belakang dan──ya, lagi-lagi membuat banyak fans seperti kehabisan nafas.

Sekilas, Mew tersenyum. Jika boleh diibaratkan, Mew sangat lega terlahir sebagai seorang Suppasit Jongcheveevat. Karena ia tidak perlu memandangi sosok lelaki menawan yang menyibakkan poninya dengan sebelah tangan itu hanya lewat layar kaca.

Terlahir sebagai Suppasit Jongcheveevat membuat Mew bisa memeluki lelaki ini, Kanawut. Terlahir sebagai Suppasit Jongcheveevat membuat Mew bisa menyuarakan segala kekagumannya kepada si Kanawut lewat bibir ke bibir.

Jemari lentik Mew bergerak mengusapi helai rambut Gulf yang sedikit lebih kasar dibandingkan rambutnya sendiri. Tidak heran, lelaki ini memang lebih cuek dibanding Mew perihal menjaga penampilan. Terkadang Mew harus mengingatkan Gulf untuk memakai toner atau krim malam sebelum tidur, terkadang Mew harus membangunkan Gulf di tengah lelapnya karena tahu lelaki itu belum menggosok gigi sebelum tidur.

Gulf memang setidak perduli itu.

Namun Mew tahu, dibalik semua tindaknya yang terkesan cuek──Gulf paling peduli kepada dirinya. Gulf tidak pernah lupa memasukkan obat suplemen di tas ransel milik Mew kemudian berujar, “Phi Mew! Obat suplemennya udah aku taruh di kantung tas yang paling kecil, ya? Ada masker cadangan juga, udah aku masukin ke sana.”

Semua tindak perhatian Gulf memang tidak sejelas tindak yang Mew lakukan, namun semua dilakukan dengan tepat dan secukupnya. Juga hanya dilakukan kepada Mew, garis bawahi. Itu yang membuat Mew merasa menang dari banyak orang lainnya.

“Basil..pork──”

Hampir saja Mew terbahak jika saja ia tidak mengingat bahwa Gulf tengah terlelap. Lelaki ini baru saja mengigau tentang makanan kesukaannya, crispy basil pork, di bawah alam tidur.

Setelah berhasil menguasai tawanya, Mew menghela nafas dalam-dalam kemudian mendekatkan wajah ke pipi Gulf. Cup, satu kecupan didaratkan di pipi si lelaki di pelukan. Kemudian ibu jari Mew mengusapi bekas kecupannya, seakan ingin membiarkan kecupan tadi menjalar ke segala bagian tubuh Gulf.

“Takdir kita lucu, ya?”, bisik Mew tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Gulf. Seperti ingin menyampaikan semua rasa syukur yang tengah ia rasakan karena diberi kesempatan untuk mengenali sosok Gulf dan memiliki waktu untuk mengukir banyak kisah dengannya.

Awal jumpa, Mew tidak pernah menyangka bagaimana sosok Gulf dapat menempati posisi sepenting ini di hidupnya. Awal jumpa, Mew hanya diliputi rasa takut untuk memulai semuanya dari awal──takut semua akan berakhir sama seperti sebelumnya. Takut bahwa orang yang akan datang ke hidupnya akan menganggapnya rendah seperti kejadian yang ia alami di masa lalu.

Awal jumpa, Mew tidak pernah berharap banyak kepada sosok lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Gulf. Awal jumpa, Mew bertekad untuk tidak mengikutsertakan hatinya untuk terjatuh di antara batas fiksi dan realita.

Namun, mau bagaimana lagi?

Kehadiran Gulf perlahan-lahan menjadi sebuah adiksi yang tidak dapat Mew temukan obatnya. Tawa lelaki itu selalu terngiang, gigi taring lelaki itu ketika tersenyum selalu terbersit di pikiran Mew sebelum ia terlelap.

Sekeras apapun Mew mencoba menahan, pada akhirnya ia terjatuh. Pada akhirnya, lagi-lagi Mew terperosok dalam jurang yang sama seperti yang ia alami sebelumnya. Kali ini lebih parah, karena ia tahu perasaannya tidak akan berbalas.

Gulf memiliki cinta yang sesungguhnya. Seorang gadis yang menawan, yang mengenali Gulf lebih dulu, yang memiliki hati Gulf lebih lama.

Mew tidak ingin memaksakan semua rasa yang ada. Ia sudah belajar banyak hal, bahwa ketika ia memaksakan sesuatu maka pada saat itu juga semua akan runtuh. Gulf akan jatuh, begitupun dengan Mew yang lagi-lagi akan pupus dalam rasa yang terlampau luruh.

Mew mencoba menerima. Mew mencoba merangkul Gulf sebagai sosok adik yang harus ia jaga. Biarpun, yah──mungkin ada sekelebat perasaan tulus yang tersirat di setiap tindakannya untuk Gulf, namun kali ini Mew tidak memaksa. Mew mencoba memberi perasaan tulus dan putih, bukan perasaan merah dan egois seperti ia di masa lalu.

Hingga akhirnya, Gulf menghampiri Mew dan menyatakan bahwa semua perasaan yang tengah ia rasakan terlalu rumit untuk disimpulkan. Gulf mengatakan nyaman dalam batasan yang tidak hanya sekedar antar teman. Gulf mengatakan bahwa Mew perlahan-lahan mulai menempati posisi lebih daripada si kekasih kesayangan.

Mew tidak memberi jawaban apa-apa. Ia terlalu takut untuk menerima, namun terlalu sayang untuk melepaskan.

Hingga akhirnya, Gulf membuat keputusan. Untuk lepas dari gadis yang memiliki hatinya sejak lama. Yang mana membuat Mew tidak tahu harus bertindak bagaimana. Mew tahu bahwa dirinya tidak boleh merasa senang karena lepas hubungan dari seseorang yang menemani ketika kita belum menjadi siapa-siapa adalah bukan hal yang patut dirayakan.

Namun, lagi-lagi Mew harus menekankan hal ini : mau bagaimana lagi?

Semakin ke sini, hasrat untuk memiliki Gulf semakin melanda diri. Semakin ke sini, rasa tak terkira untuk menjaga lelaki ini dalam rengkuh diri semakin tidak terbendung.

“Bii..”, sekilas bibir Mew terbuka untuk memanggil panggilan sayang darinya kepada Gulf. Tatapan lekat-lekat masih terus diberi dari Mew kepada lelaki yang tengah terlelap dalam damai. “..seandainya kamu tahu──”

“──kamu sepenting ini.” “Kamu seberharga ini.” “Aku sebahagia ini.”

Usapan kecil masih diberikan dari ibu jari Mew ke pipi Gulf, sangat dilakukan dalam gerak yang terlampau lembut seakan Mew takut tindakannya ini bisa menyakiti Gulf. “Bii..”

“Aku sayang kamu.” “Terlalu sayang.”

Bisik kalimat diucap, menyatu dalam hembusan angin malam yang melingkupi condo milik Gulf. Di atas kasur yang diisi oleh dua insan yang tengah mendamba, kalimat sayang terdengar jelas. Seperti berderu meneriakkan kejelasannya walaupun hanya diucap lewat bisikan lembut.

Mew, mengutarakan perasaannya untuk lelaki di dalam pelukannya. Kepada lelaki yang awalnya tidak pernah ia duga akan menempati posisi sepenting ini di hidupnya. Kepada lelaki yang sekarang menempati singgasana tertinggi di hati. Kepada lelaki yang selamanya ingin Mew jaga dengan semua yang ia miliki.

Tuhan, yakinkan dia untuk jatuh cinta hanya untukku..

Andai dia tahu.

LOG. On-Going AUs.

TABOO

Kutuk Ketik Banyu Birru

↺ Kembali.

Traipipattanapong.

Tidak susah, kok! Kalau kau ulang-ulang terus juga pasti akan seperti ╱menempel╱ di mulut. Coba ulangi lagi bersamaku. Trai-pi-pat-tana-pong! Nama depanku Gulf Kanawut. Panggil saja Gulf, semua orang-orang di sekitarku panggil aku begitu.

Aku Omega yang tinggal bersama Ibuku di Garden. Ayahku seorang Alpha yang ditugaskan sebagai tentara militer di District namun karena satu dan lain hal, Ayah gugur ketika sedang bertugas. Jadi, ya──kami pindah dari City menuju Garden. Sekarang aku berprofesi sebagai petani yang mengurusi tanah warisan peninggalan Ayah.

Tidak ada yang perlu dijadikan bahan untuk iba. Aku dan Ibuku hidup berkecukupan, kok. Tidak bisa dibilang mewah, sih, tapi tetap saja cukup untuk membiayai semua kebutuhan sehari-hari.

Oh! Kalian sudah tahu tentang kehidupan di City? Betul! Kami, para Omega yang tinggal di Garden tidak bisa sembarangan masuk ke City. Apalagi Omega seperti aku yang belum memiliki pasangan Alpha, masuk ke City sama saja dengan cari mati.

Tapi aku sering ke City, kok. Buat apa, tanyamu? Aku sering diminta mengantar hasil tani kebun keluarga kami ke beberapa restoran di City. Jadi mau tidak mau, aku harus bersedia ke sana.

Tenang saja. Semakin ke sini, jumlah para Alpha tidak tahu diri yang kerjanya hanya menyerang Omega sudah berkurang, kok. Alpha tidak lagi sebuas itu. Lagipula sebelum aku ke City, aku harus membilas tubuhku sampai bersih dengan sabun yang dinamai SCROOB.

Scroob bisa menghilangkan bau feromon khas yang dimiliki para Omega dan mengurangi kemungkinan agar Omega tidak mengalami in-heat ketika berada di ruang khusus para Alpha. Pokoknya sehari sebelum keberangkatanku ke City, aku harus selalu berendam dan membilas diri dengan scroob. Kalau tidak? Ya, siap-siap saja jadi incaran para Alpha yang haus ingin melampiaskan nafsunya.

Lagipula, aku tidak mau dikuasai Alpha. Biarpun Omega, aku ini laki-laki yang bisa memimpin diri sendiri. Buat apa bergantung kepada Alpha, coba?

Akan kutunjukkan, bahwa Omega juga bisa melakukan segalanya!

Win.

Lengkapnya Win Metawin Opas-iamkajorn. Sudah hafal, belum? Susah? Ya sudah, panggil Win saja.

Aku Omega. Hm? Ya──iya, sih. Kalau hanya melihat bentuk fisikku saja, pasti tidak akan ada yang percaya bahwa aku ini Omega. Namun, ya, mau bagaimana lagi? Berkali-kali tes dilakukan dan hasilnya masih tetap sama. Aku, Omega.

Aku tinggal di Garden bersama Bibiku yang sudah ditinggal oleh pasangan Alphanya sementara Orangtuaku ada di City. Bukannya aku punya hubungan buruk dengan kedua orangtuaku, hanya saja aku lebih suka berada di Garden yang tenang. Kehidupan di City terlalu hiruk pikuk, sih. Membuat sesak saja.

Hah? Apa? Kau sudah dengar sedikit cerita tentangku dari Bright?

Iya. Bright itu sahabatku dari kelas──berapa, ya? Sekolah Dasar? Mungkin, hanya saja aku lupa di tahun keberapa aku dan dia berkenalan. Yang pasti, ketika itu aku sedang bermain di garis perbatasan antara Garden dan Gate karena bosan hanya bermain di sekitar rumah. Di situ, aku bertemu Bright yang sedang bermain sepak bola sendirian.

Sebetulnya, Omega tidak dilarang untuk masuk ke wilayah tinggal para Beta karena kami percaya para Beta tidak akan memiliki niat jahat. Berbeda dengan para Alpha yang bisa saja menyerang kami tanpa konsiderasi sebelumnya, Beta lebih sopan dan paham perihal bagaimana harus bertindak.

Tapi tetap saja──aku sewaktu kecil adalah anak kikuk yang hanya bergaul dengan sesama Omega. Bertemu orang dari klan lain, walaupun itu sebatas Beta tetap saja membuat deg-degan tidak jelas.

Ketika aku ingin berbalik meninggalkan si anak laki-laki yang masih memegangi bola sepaknya, dia berlari mengejarku. Iya, anak laki-laki itu Bright dan dia mengejar untuk mengajakku bermain sepak bola.

Semenjak itu, aku bersahabat dengannya. Semenjak itu, aku berbagi tawa dan tangis juga cerita masa mudaku dengan dia.

Semenjak itu juga, aku jatuh cinta kepada dia. Kepada dia, seorang Beta──padahal aku adalah Omega.

Ouch.

Oke. Halo, aku Bright.

Nama panjang? Bright saja, lah. Toh, aku yakin kalian juga tidak akan menghafal nama panjangku karena dua alasan : namaku sulit untuk diingat dan aku ini keturunan Beta yang leluhurnya tidak punya pengaruh apapun terhadap laju kembangnya dunia manusia serigala di sini.

Beta, ya──hanya Beta. Aku tidak ubahnya seperti kalian, para manusia yang tengah membaca tulisan ini. Tidak gagah seperti Alpha, tidak juga diidam-idamkan seperti Omega.

Apa yang bisa kuceritakan ke kalian, ya? Semua hal tentang Beta tidak ubahnya seperti manusia biasa, sih. Ada yang ingin kalian tanyakan, mungkin?

Hm? Tentang jodoh?

Jodoh para Beta di dunia ini hanyalah para Beta lagi. Itupun harus dengan Beta yang berbeda jenis kelamin, alias aku ─beta lelakiㅡ hanya bisa berpasangan dengan Beta perempuan. Merepotkan, sih. Namun itu lebih baik daripada menjadi Omega-male, bukan?

Ngomong-ngomong tentang Omega-male, aku punya sahabat dari kecil yang namanya Win. Dia terlahir sebagai Omega walaupun──semua tentang dia tidak ada yang menggambarkan Omega sama sekali.

Tubuh Win tinggi besar, dadanya bidang, lengannya tebal. Pokoknya aku sempat heran, apa bisa tim yang mengetes identitas sewaktu kami masih kecil itu tidak sengaja melakukan kesalahan, ya? Karena sekali lihat pun bisa terlihat jelas bahwa sepantasnya Win itu masuk ke klan Alpha dan bukan Omega.

Belum lagi, Win terlahir di keluarga Opas-iamkajorn yang punya berbagai bisnis yang maju pesat. Makin-makin saja, lah, semua kelebihan yang dia miliki. Untung saja dia terlahir sebagai Omega, coba bayangkan kalau dia terlahir sebagai Alpha? Wah, makin jauh saja rasanya semua kesempurnaan yang dia miliki.

Tidak. Aku sama sekali tidak iri, kok. Santai, hubunganku dengan Win sudah terjalin baik sejak lama. Kami sahabat dan ya──semenjak kecil sudah saling mengenal satu sama lain dengan cukup baik.

Iya. Hanya sahabat. Cuma sahabat, kok. Tidak kurang. Tidak lebih.

Halo. Namaku Mew Suppasit Jongcheveevat.

Agak susah, ya, untuk diingat? Tidak usah dipaksakan. Kalian cukup mengingat namaku dengan Mew. Atau Suppasit, karena ada beberapa kawan yang memanggilku begitu juga──biarpun kebanyakan memanggil dengan Mew, sih.

Aku seorang Alpha dari keturunan Jongcheveevat. Jika kalian belum tahu, leluhurku adalah sekumpulan werewolf menyerupai manusia yang pernah menjadi salah satu penggugus adanya pendidikan di dunia kami. Dunia para manusia serigala, garis bawahi itu.

Dunia kami tidak ubahnya seperti dunia manusia, kok. Jangan menganggap kami, para werewolf tinggal di dalam goa atau tempat sepi nan mencekam, ya. Di tempat tinggal kami juga ada gedung pencakar langit, kok. Swalayan, bioskop, dan pusat perbelanjaan juga ada. Pada dasarnya, semua kehidupan sosial kami tidak jauh berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Yang berbeda hanyalah──kami manusia serigala.

Dunia manusia serigala dan dunia manusia biasa terpisah ke dua sisi bumi. Katakanlah, kami ada di bagian utara sementara kaum manusia biasa ada di bagian selatan. Anggap saja begitu, untuk memudahkan kalian membayangkan segalanya.

Kaumku, Alpha, tinggal di bagian barat dari dunia manusia serigala. Iya, kami juga membagi-bagi lagi tempat tinggal kami menjadi empat bagian. Bagian kaum Alpha murni, kaum Alpha-Omega, kaum Beta, dan kaum Omega murni.

Kaum Alpha murni berada di bagian barat paling atas dan diisi oleh para werewolf yang masih belum memutuskan untuk memiliki pasangan juga oleh mereka yang sudah berpisah dengan pasangan Omeganya. Wilayah ini kami sebut sebagai DISTRICT. Secara sederhana, daerah ini memang hanya diisi oleh para Alpha yang ingin tinggal sendiri──entah itu karena keputusan pribadi seperti prinsip hidup atau bisa jadi karena keadaan yang mendesak, seperti pekerjaan atau profesi yang mengharuskan para Alpha untuk bekerja hanya dengan Alpha lainnya. Contohnya? Tentara dan tenaga militer lainnya. Banyak juga usaha industri yang didirikan di wilayah ini.

Aku tinggal di bagian barat sedikit ke bawah, tempat tinggal bagi para Alpha dan Omega yang saling berpasangan. Wilayah ini kami sebut dengan CITY. Hm, bagaimana menggambarkannya, ya? Anggap saja, city adalah pusat kota dari dunia para manusia serigala. Di sini ada banyak gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan, gedung pemerintahan pun ada di city.

Di wilayah ini, tidak diperbolehkan adanya kaum Beta dan Omega yang belum berpasangan dengan Alphanya untuk berkeliaran secara bebas. Memang, ada saja kaum Beta dan Omega single yang ada di wilayah city namun kalaupun ada──sudah dipastikan mereka adalah diplomat yang diutus dari wilayahnya masing-masing untuk mengurusi perihal pemerintahan di city. Oh, iya! Aku tinggal di sini karena tengah mengurus laju bisnis keluargaku, Jongcheveevat, yang berpusat di bidang konstruksi. Aku masih diajari dasar-dasarnya oleh Ayah, nanti kalau sudah mahir──aku akan ke District, kok.

Hmm. Sampai di mana, kita? Oh, kaum Beta! Mereka tinggal di bagian tengah bawah dari dunia manusia serigala, yang oleh kami kerap disebut sebagai GATE. Kaum Beta dianggap sebagai penengah antara kaum Alpha dan Omega. Mereka bertugas menyeimbangkan laju dinamik dari kehidupan Alpha dengan Omega, sekaligus menjaga agar tidak ada Alpha yang masuk ke ruang wilayah Omega ketika masa rut ─musim kawin─ tengah berlangsung.

Para kaum Beta tidak bisa berpasangan dengan kaum Omega atau Alpha, mereka kebanyakan berpasangan dengan sesama Beta. Beta laki-laki harus berpasangan dengan Beta perempuan. Bukan karena apa-apa, sih. Namun Beta laki-laki tidak memiliki kemampuan untuk membuahi Omega atau dibuahi Alpha, sementara Beta perempuan hanya bisa dibuahi oleh Beta laki-laki. Jadi jika mereka memutuskan untuk berpasangan dengan Alpha atau Omega, sama saja dengan mereka memutus perkembangan kaum Beta yang sudah menipis. Belum lagi, ketika seorang Beta memutuskan untuk berpasangan dengan Omega atau Alpha, akan ada tekanan sosial yang menganggap orang yang bersangkutan sebagai mahluk tidak berguna.

Kebanyakan para Beta berprofesi sebagai polisi atau pembuat instrumen musik, boneka, atau kerajinan lain yang nantinya akan dipasarkan ke city.

Lalu yang terakhir, wilayah Omega murni. Kami sebut wilayah mereka dengan nama GARDEN, sangat berkaitan dengan mayoritas profesi kaum Omega yang adalah bercocok tanam dan bertani. Para Omega yang tinggal di Garden masih belum dimarking atau ditandai secara penuh oleh Alphanya. Memang banyak diantara mereka yang sudah discenting atau ditandai sekilas sebagai penanda bahwa mereka dimiliki oleh satu Alpha, namun mereka belum diberi tanda serupa gigitan di leher. Kenapa, tanyamu? Karena jika mereka sudah memiliki tanda gigitan atau marking, maka Omega itu harus pindah ke City untuk menjalani kehidupan sebagai pasangan dari Alpha yang memilih mereka.

Bagi para Alpha sepertiku, masuk ke wilayah Garden adalah seperti memasuki surga. Sedikit saja lupa diri maka bisa saja naluri dan insting buas di dalam diri seperti memaksa untuk membuahi semua Omega yang melintas.

Maka dari itu, kami ㅡpara manusia serigalaㅡ memiliki obat yang harus dikonsumsi oleh para Alpha dan Omega yang belum memiliki pasangan untuk menekan insting buas kami untuk membuahi dan dibuahi. Nama obat ini adalah ANTIRH, dan hanya dijual untuk para Alpha dan Omega. Tidak dijual sembarangan untuk kaum Beta kecuali untuk kepentingan analisis kesehatan.

Lalu, ada lag── eh?

Oh. Maaf, kawan-kawan! Barusan ada panggilan dari Ayahku untuk kembali belajar soal materi bisnis. Perihal yang lainnya tentang dunia kami akan lanjut dijelaskan oleh yang lainnya, ya.

Jangan lupa! Namaku Mew! 😁