dontlockhimup

Hari ini, langit benar-benar cerah. Bahkan Byungchan yang biasanya lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya di penghujung pekan, mau tidak mau jadi terbangun tatkala cahaya matahari memasuki sela-sela jendela kamar yang ditempati oleh dirinya dan si kekasih, Han Seungwoo.

Byungchan memiringkan tubuh ke samping kiri, alhasil membuat dirinya kini memandangi sosok Seungwoo yang masih tertidur dengan dengkuran halus. Lelakinya tertidur tanpa busana dan hanya terbalut selimut putih dari tempat tidur berukuran queen miliknya. Dari sela selimut yang menutupi diri, Byungchan bisa melihat bagaimana tato di dada kiri Seungwoo sedikit menyembul; seakan malu-malu.

Byungchan semakin mendekatkan tubuh ke arah Seungwoo sehingga kini jarak diantara keduanya menjadi tiada. Mungkin Byungchan menghabiskan beberapa menit untuk mengagumi bagaimana garis rahang milik Seungwoo terbentuk dengan sempurna, lalu beralih memperhatikan hidung si kekasih yang terlampau mancung. “Ganteng,” bisik Byungchan, lebih kepada dirinya sendiri. Rasanya menyebut pujian itu ribuan kali pun masih belum bisa memperlihatkan sebagaimana sempurnanya sosok si kekasih di matanya.

Ketika pandangan memuja Byungchan mulai beralih turun sedikit demi sedikit, manik si lelaki Choi menemukan bercak kemerahan yang samar di sekitar pundak kiri Seungwoo. Kuasa Byungchan mengusapi bekas kemerahan itu, mencoba mengingat apakah itu ulahnya atau bukaㅡ oh, iya, mungkin itu ulahnya. Byungchan teringat, sepertinya itu adalah hisapan dan gigitan dari bibirnya sendiri karena kemarin malam, ketika Seungwoo menumbukkan miliknya yang gagah ke dalam lubang Byungchan, si lelaki Choi sudah terlalu dibuat mabuk akan kenikmatan yang didapat sehingga pelampiasannya hanyalah cengkeraman erat pada punggung Seungwoo juga gigitan kecil di pundak si lelaki Han.

Byungchan masih mengusapi bekas kemerahan di pundak Seungwoo, seakan berusaha menyampaikan permintaan maaf walaupun sudah pasti tidak akan tersampaikan karena si pemilik raga masih terbuai di alam mimpinya.

Seungwoo masih mendengkur halus, membuat Byungchan leluasa untuk melakukan apa yang ia inginkan kepada si lelaki kesayangan tanpa harus takut diinterupsi atau apapun yang lainnya. Di kala biasa, pasti Seungwoo tidak akan memperbolehkan Byungchan melakukan sesuatu secara gegabah. Di kala biasa, Byungchan harus memohon dengan tatapan sayu untuk sekedar bisa memegang kejantanan gagah si kekasih. Di kala biasa, Byungchan tidak akan diberi kesempatan untuk memainkan puting Seungwoo tanpa memohon untuk dimasuki lubangnya.

Pada kala biasa, harus selalu ada sistem menerima dan memberi diantara keduanya. Walaupun pada akhirnya, kebanyakan hanyalah Seungwoo yang memberi dan Byungchan yang menerima. Kesempatan kali ini sangat jarang didapatkan, maka dengan sangat hati-hati Byungchan memainkan kuasanya di atas tubuh Seungwoo. Tidak ingin kegegabahannya malah membuat Seungwoo terbangun dan menghancurkan kenikmatan yang tengah ia coba beri ke si yang lebih tua.

Dengan sangat lembut, Byungchan mengecupi tato di dada kiri Seungwoo. Sedikit demi sedikit, seakan tidak ingin melewatkan sepersekian mili pun terlewatkan oleh kecupannya. Tato itu tidak pernah bisa membuat Byungchan berhenti terkagum-kagum. Entah bagaimana mengatakannya, akan tetapi setiap kali mereka bercintaㅡ nafsu Byungchan seakan terus dibuat melambung tinggi setiap kali pandangannya menangkap tato di dada Seungwoo ini. Rasanya, tato milik Seungwoo sudah menjadi sebuah kesatuan dengan si kekasih. Warna hitam dari tulisan yang terukir itu benar-benar sangat pantas untuk bersanding dengan kulit putih pucat Seungwoo.

Byungchan malah terkadang dapat dengan mudah mencapai klimaksnya jika Seungwoo menumbukkan miliknya dengan gerak cepat seraya menjatuhkan diri di atas si lelaki Choi. Kenapa, tanyamu? Karena tato di pundak kanan Seungwoo menjadi dekat dengan wajahnya, dan entah mengapa Byungchan merasa tengah disetubuhi dengan lelaki yang teramat sempurna.

Perumpamaan bodoh, memang. Bagaimana bisa ukiran tato di tubuh seseorang mampu memberikan kenikmatan seksual sebesar ini, Byungchan juga tidak paham. Yang pasti, Byungchan sangat menyukai dua ukiran hitam di tubuh si kekasihnya inㅡ

Oh. Tiga, semestinya.

Jangan lupakan tato bergambarkan lilac yang terukir indah di lengan kiri Seungwoo. Tato yang selalu Byungchan lihat tatkala si kekasih memberi cekikan di leher seraya menghujamkan miliknya ke lubang si lebih muda tanpa ampun. Tato yang membuat Byungchan melihat putih, hingga terkadang mencapai klimaksnya berkali-kali.

Seungwoo masih mendengkur ketika kecupan Byungchan pada tato di dadanya mulai beranjak naik ke ukiran yang ada di pundak. Sial, padahal sebisa mungkin Byungchan berusaha agar segala tindakannya tidak membangunkan Seungwoo dari tidurnya. Namun jika sudah begini, Byungchan bisa apa, coba? Tubuh seorang Han Seungwoo seakan meneriakkan seruan untuk disentuh dan dikecupi seluruhnya tanpa henti.

Lupakan perihal ia yang tidak ingin membangunkan si pemilik raga. Sekarang Byungchan malah sedikit mendongakkan kepala agar dapat meraih daun telinga Seungwoo dengan bibirnya. Posisinya masih berbaring, membuat ia sanggup berlama-lama mengulum daun telinga serta cuping Seungwoo. Tidak ingin tangannya hanya sekedar diam, kini kuasa kanan Byungchan bergerak untuk memilin puting Seungwoo. Sial, padahal Byungchan yang tengah memberi kenikmatanㅡ namun kenapa malah ia yang merasa libidonya naik bukan main, coba?

“Hnnh—”, Byungchan melenguh kecil di telinga Seungwoo yang telah ia kulum lumayan lama. Tangannya masih bergerak memilin puting si lelaki Han, sementara kini sebelah pahanya sudah dinaikkan ke atas kaki Seungwoo. Membiarkan paha bagian dalamnya kini saling bergesekan dengan betis keras si kekasih.

Padahal hanya saling bergesekan, namun Byungchan bisa merasakan kejantanannya menjadi tegang secara perlahan-lahan. “—Seungwoo..”

Tidak ada embel-embel panggilan 'Kak' dari panggilannya barusan. Byungchan tentu tidak akan berani berujar demikian ketika si kekasih tengah di alam sadarnya. Itu sama saja dengan cari mati, namanya. Maka selagi kesempatannya datang, Byungchan mencoba memanfaatkan waktu untuk menikmati tubuh Seungwoo tanpa perlu interupsi ini itu.

Puas dengan kuluman di daun telinga, Byungchan beralih mengecupi garis rahang milik lelaki Han. Sekilas, bibirnya terasa sedikit geli karena adanya kumis tipis di dagu Seungwoo. Lumayan tajam, namun bukannya membuat sakitㅡ Byungchan malah merasakan geli yang menggelitik.

“Seungwoo..”, Byungchan tidak tahan lagi untuk melakukan hal yang lebih jauh. Kuasa yang semula tengah memilin puting Seungwoo kini diturunkan agar bisa meraih kejantanan si kekasih. Byungchan tidak segera menggenggamnya erat dan kuat seperti yang biasa Seungwoo lakukan kepadanya. Byungchan memberi pijatan kecil di kepala kejantanan milik Seungwoo, sementara kini bibirnya mengulum puting si lelaki Han yang sudah mencuat. Entah karena merasakan tegang di tengah alam bawah sadarnya atau karena pilinan dari jemari Byungchan sebelumnya. Entahlah. “..Han Seungwoo.”

Memanggil nama Seungwoo tanpa embel-embel apapun, membuat Byungchan merasakan sebuah sensasi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Pernah tidak, kalian merasakan sebuah sensasi ketika menyebut nama seseorang yang seakan sangat tepat untuk diucapkan oleh kalian?

Sulit untuk menjelaskannya namun Byungchan merasakan demikian. Nama Han Seungwoo seakan menjadi safe-word yang membuat dirinya lupa daratan.

Di tengah kulumannya pada puting Seungwoo, Byungchan merasakan tubuh si kekasih sempat tersentak untuk sesaat. Mungkin merasakan nikmat di tengah alam bawah sadarnya. Sekilas, Byungchan menyunggingkan senyum. Pijatan pada kepala kejantanan Seungwoo membuat cairan precum milik si lebih tua mengalir sedikit, menjadikan gerak tangan Byungchan di batang kejantanan yang gagah itu semakin bebas.

Byungchan menghentikan kulumannya di puting Seungwoo, menengadahkan kepala untuk menatapi wajah si kekasih yang terlihat agak gusar. Mungkin di mimpi Seungwoo, ia tengah merasakan sensasi tiada duanya. Lihat saja, walaupun matanya terpejam, kedua alis si lelaki Han sedikit bertaut. Menandakan kenikmatan yang tengah ia rasakan sekarang juga tersalurkan hingga ke dalam mimpi.

“Nhh—”

Seungwoo sedikit mengerang, membuat Byungchan sedikit terkesiap. Dilema akan apa yang harus dilakukan olehnya sekarang. Jika Byungchan melanjutkan gerakannya, mungkin saja Seungwoo akan terbangun dan memberi pernyataan tidak suka karena si yang lebih muda memperlakukannya bak mainan.

Namun jika semua dihentikan sampai di sini, Byungchan yang akan tersiksa. Jujur saja, lubangnya sudah berkedut sedari tadi karena menahan keinginan untuk dikoyak oleh milik Seungwoo. Jika dibiarkan, bisa-bisa Byungchan menangis.

Maka semua resiko tidak dipedulikan. Perihal Seungwoo yang mungkin akan murka karena kini Byungchan tengah menjamahi tubuhnya tanpa permisi, biarlah dipikirkan belakangan. Byungchan sudah keburu dikuasai oleh nafsu. Alhasil, paha si yang lebih muda kini bergerak dengan lebih kasar daripada sebelumnya. Sengaja, agar kulit kejantanannya kini bergesekan dengan paha Seungwoo yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus. “A-nnhhg, enakk—”

“Kamu lagi diem aja, enaknya sebegini, Seungwoo,” racau Byungchan dengan suara yang sedikit sengau. Tangannya masih bergerak di kejantanan milik si kekasih, mencoba menantang diri untuk menjadikan lelaki Han ini mencapai klimaks bersamanya. “Han Seungwoo, kontol kamu— bisa bikin siapapun jadi gila, tau, nggak?”

“Kontol gede, beruratㅡ terus enak banget genjotnya,” racauan Byungchan mulai terdengar tidak terkendali. Nafasnya perlahan mulai memburu, sementara gerak tangannya di kejantanan Seungwoo juga mulai melaju cepat akibat precum si lelaki yang keluar lumayan banyak. “Seungwoo..”

”..ngewe sama kamu bikin ketagihan, sayang.”

Sedikit, Byungchan sedikit merasa kurang puas ketika racauan kotornya tidak dibalas oleh senyuman sinis Seungwoo atau dengan cekikan pada leher. Namun semua itu ia kesampingkan karena kepuasannya berganti dengan Seungwoo yang terlihat mengerang seraya terpejam.

Senikmat apa bayangan yang tengah ia gambarkan di alam mimpi? Byungchan terus memikirkan hal itu.

“Nnhㅡ”

Nafas Seungwoo mulai tersengal, begitupun dengan Byungchan yang juga tidak kuat untuk menahan klimaks tanpa dimanjakan lubangnya oleh milik si kekasih. Tanpa pikir panjang, Byungchan agak menaikkan posisi berbaring agar kepalanya bisa mencapai kepala Seungwoo. Setelah berhasil, bibirnya segera menciumi bibir Seungwoo. Mendaratkan pagutan yang lumayan dalam, namun tidak memaksa.

Diberi sentuhan begitu, perlahan Seungwoo membuka matanya. Masih belum terbuka sepenuhnya karena perlu waktu beberapa detik bagi Seungwoo untuk menyadari tindakan si kekasih di dalam dekapan. Byungchan tengah memagut bibir dengan tangan yang tengah bergerak naik turun di kejantanan Seungwoo jua dibarengi paha yang tengah menggesekkan miliknya ke kaki jenjang si lelaki Han. Setelah dapat memastikan situasi yang tengah terjadi, Seungwoo benar-benar membuka mata dan sedikit membuka ruang mulutnya agar Byungchan tidak hanya memagut bibir namun juga dapat menjelajahi isi mulutnya.

Menyadari bahwa bibir Seungwoo perlahan seakan memberi ruang, Byungchan sedikit memundurkan kepalanya. Benar saja, Seungwoo sudah terbangun. “K—kak,” Byungchan sedikit mengambil jarak; merasa takut Seungwoo akan memarahinya karena bertindak sesuka hati. “Maaf, tadi aku terlalu—–”

“Hm?”

Seungwoo menarik tubuh Byungchan agar kembali mendekati dirinya. Tidak seperti biasanya, Seungwoo menarik tubuh si kekasih dengan perlahan. Lembut. “Terlalu apa, sayang?”, tanya si lelaki Han. Sebelah tangannya yang semula menarik tubuh Byungchan, kini dialihkan untuk bergerak di kejantanan si lelaki Choi. Sudah tegang sepenuhnya, padahal Seungwoo belum melakukan apa-apa. “Kamu udah lakuin apa aja selama aku tidur?”

Diberi pijatan pada titik vital, membuat Byungchan segera luluh. Nafsu yang sedari tadi ia tahan dengan memainkan Seungwoo tanpa diberi respon apapun, rasanya segera membuncah tanpa bisa dikendalikan. Padahal Seungwoo hanya memberi pijatan kecil pada batang kejantanan Byungchan namun si yang lebih muda segera melengkungkan punggungnya, terlalu merasakan nikmat. “Hhnngh—– Kaaak..”

Dada yang membusung akibat punggung yang dilengkungkan membuat Seungwoo dapat meraih puting si kekasih tanpa perlu kesusahan. Seakan ditawarkan, Seungwoo menjulurkan lidah dan mengitari daerah tonjolan berwarna coklat tua milik Byungchan. Tidak menghisap atau memberi kuluman, hanya jilatan patah-patah yang rasanya semakin membuat Byungchan menggila karena ingin dijamah lebih daripada ini.

Ingin mendapatkan lebih, akhirnya Byungchan menyelipkan sebelah lengannya ke bawah leher Seungwoo, menjadikan lengan sebagai bantalan bagi si kekasih agar dapat memainkan putingnya dengan lebih nyaman. Seungwoo yang diperlakukan demikian, seperti merasa menjadi bayi. Maka jilatan patah-patah yang semula didaratkan, kini berubah menjadi kuluman serta hisapan agak kuat. Bak seorang bayi yang tengah diberi asupan susu. “A-aah, Kak—–”, Byungchan sedikit meringis ketika Seungwoo tidak sengaja menggigit kecil putingnya.

Seungwoo melirik ke atas, menatapi Byungchan yang balas menatapnya sayu. Si lelaki Choi tidak merajuk, ia malah mengusapi pipi Seungwoo dengan sebelah tangannya yang tidak dijadikan bantalan untuk leher si kekasih. “Jangan kena gigi, sayang. Perih,” ujar Byungchan dengan nada lembut dan dibalas dengan anggukan Seungwoo.

Jarang sekali Seungwoo begini. Jarang sekali Seungwoo mau mengikuti ucapan Byungchan yang memintanya melakukan sesuatu. Biasanya, Seungwoo akan melawan. Biasanya Seungwoo akan melakukan apapun semau hatinya, alih-alih mengikuti perkataan Byungchan. Namun kali ini, Seungwoo hanya mengiyakan tanpa ada argumen apapun.

Jemari Seungwoo masih bergerak dengan tempo lumayan cepat di kejantanan Byungchan. Begitupun dengan bibirnya yang mengulum puting Byungchan, lumayan lahap. Byungchan yang posisi tubuhnya berada lebih tinggi daripada Seungwoo, kini menundukkan wajah agar bisa mengecup puncak kepala si lelaki kesayangan. Berkali-kali kecupan diberikan, saking mengagumi setiap gerak Seungwoo yang seakan membuatnya lupa daratan.

“K-aak.. Kak Seungwoo..”, Byungchan yang hampir mencapai putihnya tiba-tiba seakan disengat oleh setruman listrik ketika jemari Seungwoo beralih memasuki analnya. Tidak banyak, hanya satu namun jemari Seungwoo yang panjang seperti mampu mengoyak isi dinding anal milik Byungchan. “Hmmhh— Kak, jarinya— ahhn..”

Byungchan mengerang, entah karena nikmat atau kesakitan. Mungkin ada di tengah-tengah keduanya. Seungwoo sedikit menaikkan pandangan, memberi isyarat berupa tatapan agar Byungchan bisa menyejajarkan posisi dengan dirinya sekarang. Mendapat isyarat begitu, Byungchan segera paham dan segera bergerak ke bawah. Sialnya, gerakan tubuh yang dilakukan Byungchan barusan malah semakin membuat jemari Seungwoo masuk lebih dalam ke lubangnya; bahkan hampir mencapai prostatnya. “..ngghh— Kaak..”

Seungwoo menatapi Byungchan yang ada di dekapannya. Lelakinya itu sudah menampakkan pandangan mata sayu, tatapan yang paling tidak bisa ditolak oleh Seungwoo sendiri. Bagi si lelaki Han, tatkala Byungchan sudah memberi pandangan begituㅡ rasanya tidak ada satupun insan yang dapat menandingi keindahan si kekasih. Apalagi dengan tubuh tanpa busana yang mulai berbalut peluh dan kulit yang memerah karena libido tak tertahan. Byungchan bisa menjadi seindah itu di mata Seungwoo.

“Sayang,” setelah puas memandangi si lelaki, Seungwoo membuka suara. “Kenapa kamu bisa bikin aku nggak pernah puas?”

Suara Seungwoo terdengar tenang, berbanding terbalik dengan jari telunjuk si lelaki Han yang masih mengoyak anal milik Byungchan. Malah, ketika dinding anal si kekasih seakan dilumuri oleh cairan kenikmatan yang mengalir dari batang kejantanannya sendiri, Seungwoo memberanikan diri memasukkan dua jemari ke lubang Byungchan. Membuat si lelaki Choi tidak karuan menahan nikmat; nikmat dari gerak jemari Seungwoo juga nikmat berupa pujian yang tengah disuarakan.

“Seungwo—o.. hnnhh,” Byungchan terlampau dimabuk kenikmatan sampai-sampai lupa memanggil si kekasih dengan imbuhan panggilan 'Kak' sebagaimana mestinya. “Sayang.. a-annh— jari kamu aja.. seenak ini, hmmh..”

Bukannya Seungwoo tidak mendengar panggilan dari Byungchan barusan. Ia mendengar dengan jelas, namun tidak memiliki niatan untuk menginterupsi. Gerak jemarinya dalam lubang Byungchan bahkan dihimpit seketat ini. Ia bisa menebak bagaimana memanggil dirinya tanpa panggilan penanda hormat bisa menjadi sebuah hal menggairahkan untuk Byungchan. Maka alih-alih menginterupsi, Seungwoo mengecupi wajah Byungchan. Berusaha menyampaikan tanda bahwa tidak ada yang perlu ditakuti, bahwa Seungwoo tengah mencoba mengerti.

“Julurin lidah, sayang,” bisik si lelaki Han dan detik setelahnya segera dipatuhi oleh Byungchan. Si yang lebih muda menjulurkan lidahnya, panjang. Seungwoo tidak segera menyambutnya, ia memperhatikan si kekasih yang tengah menjulurkan lidah dan menatapnya dengan penuh pandangan memohon untuk diperlakukan lebih daripada sekarang.

“Hnng— Kak ..”, Byungchan sedikit merengek karena lidahnya sama sekali tidak diberi tindakan apa-apa. Baru ketika Byungchan akan menarik kembali juluran lidahnya, Seungwoo menjilat ujung lidah si yang lebih muda. Berkali-kali, sebelum akhirnya si lelaki Han mulai menghisap lidah Byungchan dan membuat si yang lebih muda harus menjulurkan lidahnya lebih panjang agar dapat merasakan nikmat yang lebih daripada yang tengah dirasa.

Paham bahwa si lelaki kesayangan sudah terlalu memberikan banyak, Byungchan membiarkan kuasanya mulai berkerja. Tangannya yang semula hanya mengusak dan membuat berantakan rambut Seungwoo, kini beralih ke bagian bawah tubuh si kekasih dan meraih kejantanan gagahnya. Ternyata tidak hanya Byungchan yang dimabuk kenikmatan, rupanya Seungwoo juga merasakan hal yang persis sama. Batang kejantanan si lebih tua sudah mengeras, bahkan tanpa melihat pun Byungchan bisa merasakan urat-urat yang menonjol dari sana.

Ciuman diantara keduanya dilepaskan terlebih dahulu oleh Byungchan. Namun tidak membuat si lelaki Han merasa tersinggung karena ia paham sebagaimana Byungchan tengah merasakan gila di lubang analnya. Kepala Byungchan mendongak ke belakang, membuat leher jenjangnya yang semula putih terlihat kemerahan. “Seungwoo— hnnh, please ..”

”..dalemin, sayang—” “kocok lebih cepet, Seungwoo..”

Seungwoo tidak tahu bagaimana ceritanya sosok Byungchan terlihat seperti seseorang yang layak memerintahinya. Semestinya Seungwoo menolak dan memberi cekikan sebagai hukuman karena Byungchan sudah seenaknya memberi titah ini itu. Namun, entahlahㅡ Byungchan yang begini, yang tengah melengkungkan badan dan mendongakkan kepalanya ke atas juga meracau tidak jelas dengan mata yang setengah terbuka, terlihat sangat menggoda. “Enak, Byungchan?”

“..jawab, sayang.”

Gerak jemari Seungwoo di lubang analnya terlampau cepat. Padahal ia sudah berusaha mengetatkan dinding analnya agar si lelaki Han kepayahan dalam melangsungkan tindaknya, namun percuma sajaㅡ Seungwoo terlalu liar untuk dilawan. Dinding anal yang diketatkan malah seakan membuat Seungwoo kegirangan karena jarinya seakan dihisap lebih dalam oleh Byungchan. Gerak tangan si lelaki Choi di kejantanan Seungwoo sudah terhenti sepenuhnya. Tidak, ia tidak kuat melakukan tugasnya sementara ia sendiri tengah dihajar dengan hujam kenikmatan dari jari Seungwoo. “Seungwoo, enak bang—et, bang-saat..”

Kedua kaki Byungchan seperti mati rasa, namun ia dapat menebak sebagaimana kakinya sekarang tengah gemetar karena menahan klimaks yang ingin meledak. “Mau ke-luar, a-ahhng, Seungwoo—”

Seungwoo. Seungwoo. Seungwoo.

Mungkin Seungwoo sudah gila karena ia baru menyadari suara Byungchan yang tengah memanggil namanya terdengar sangat erotis. Selama ini, Byungchan menyuarakan klimaksnya dengan 'Kak', jarang sekali menyebut nama. Ketika Byungchan menyebutkan demikian, entah kenapa Seungwoo merasakan sebuah sensasi yang berbeda dari biasanya.

Si lelaki Han menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang, seakan tengah menumbuk lubang kenikmatan milik Byungchan. Namun karena pada kenyataannya kejantanan Seungwoo tidak tertanam di dalam anal si kekasih, batang kejantanan nan gagah milik si lelaki Han hanya bergesekan dengan perut rata Byungchan. Sesekali kejantanan Seungwoo melengkung ke atas tatkala bertubrukan dengan perut si lelaki Han, membuat Byungchan kebingungan harus menyuarakan kenikmatan yang dirasa dengan cara bagaimana. “An—jingg, Seungwoo— kontol lo.. bangsat, ena—k banget, sayanggh..”

Tangan Byungchan mencengkeram seprai kasur yang mereka berdua tempati. Biarpun dilanda kenikmatan tidak terkira, ia masih bisa berpikir jernih untuk tidak mendaratkan cakaran ke pundak Seungwoo. Akan terlalu sakit nantinya. Jadi, dipilihnya seprai yang membaluti matras untuk menyalurkan semua kegilaannya akan sentuhan si kekasih. “Hnnhh— sayan-ngg..”

Dua jemari Seungwoo sudah mulai terasa longgar di lubang kenikmatan Byungchan. Maka hujaman terakhir dilesakkan, tiga jemari. Seungwoo tidak lagi melesakkan jari-jarinya dengan posisi berbaring, si lelaki Han kini beranjak bangkit agar posisi tubuhnya bisa berada di atas Byungchan. Kedua kaki si yang lebih muda dilebarkan agar kini tubuh Seungwoo bisa berada di tengah ruang kaki yang terentang.

Ketika perubahan posisi dilakukan, jemari Seungwoo tidak berhenti dilesakkan keluar masuk di dinding kenikmatan Byungchan. Tubuh Seungwoo agak sedikit dibuat bertindihan dengan si kekasih, kemudian pinggulnya kembali bergerak maju dan mundur. Membuat gerak seakan tengah menumbuk isi liang anal Byungchan. Namun karena jemarinya yang tengah melakukan pekerjaan itu, pada akhirnya kejantanan Seungwoo hanya mendarat di perut Byungchan dan bergesekan kasar dengan kejantanan si kekasih. Sesekali buah zakar keduanya bersentuhan karena Seungwoo menggerakkan pinggulnya dengan gerak tempo cepat.

“Sayang.. hm? Enak?” Di tengah tumbukan pinggul dan lesakan jemari, Seungwoo menatapi wajah Byungchan yang berada di bawah tubuhnya. Byungchan masih mencengkerami seprai, bibir bawahnya juga digigiti akibat tidak mau terlalu vokal dalam meneriakkan surganya. “Cuma jari, sayang. Kamu udah mau nyerah sama jari doang? Hm?”

Byungchan juga tahu, dirinya teramat payah jika mengeluarkan klimaksnya hanya karena jari Seungwoo. Ia terbiasa ditumbuk oleh hujaman kejantanan si kekasih, itupun dilakukan secara kasar. Lalu, ketika hanya disuguhi jariㅡ bagaimana bisa ia mengaku kalah, coba?

“Pa-njaang banget, Seun-gwoo..”

Seungwoo menurunkan sedikit wajahnya agar bisa mengecup bibir Byungchan, meminta si kekasih agar tidak terus-terusan menggigiti bibirnya sendiri. “Jangan digigit, sayang. Sakit nanti kamunya.”

Oh. Benar. Ini rupanya yang membuat Byungchan lupa daratan tanpa perlu diberi cekikan atau disebut sebagai jalang tak tahu diri. Seungwoo yang begini, Seungwoo yang mengatakan 'sayang' tanpa adanya nada penuh intimidasi. Seungwoo yang begini, Seungwoo yang tidak memaksanya untuk tunduk di bawah titah. Seungwoo yang begini, ternyata bisa membuatnya mencapai nikmat terbesarnya.

Cengkeraman Byungchan pada seprai kini dilepaskan, kini kedua lengannya merangkul leher Seungwoo dan menariknya semakin ke bawah. Melabuhkan ciuman yang berbeda dari biasanya, tidak ada nafsu untuk diperlakukan kasar. Ciuman yang barusan dilabuhkan Byungchan ke bibir Seungwoo adalah tanda bahwa si lelaki Choi terlalu mencintai kekasihnya. Mencintai oasenya, Han Seungwoo.

Seiring dengan pagutan dua bibir yang saling bertemu, Seungwoo perlahan melepas lesakan jemarinya dari dalam liang kenikmatan Byungchan. Di tengah ciuman, Byungchan dapat merasakan bagaimana lubang analnya kini terkatup, menutup-terbuka, karena koyakan dari jemari Seungwoo barusan terlalu membuat bagian bawahnya berkerja terlalu keras.

“Hhhh—”, Byungchan menarik nafas dalam-dalam ketika Seungwoo menggerakkan kepala kejantanannya ke lubang kenikmatan si lelaki Choi. Tidak dimasukkan, memang. Hanya digerakkan naik turun agar dinding lubang anal Byungchan menjadi sedikit licin karena lumuran cairan kenikmatan milik Seungwoo. “—kondom, sayang..”

Seungwoo menaikkan pandangannya, dari yang semula menatapi bagian bawah Byungchan menjadi memperhatikan wajah si pemilik raga. “Boleh dilewatin, buat kali ini?”, pintanya dengan nada sedikit merajuk.

Byungchan sedikit menyunggingkan senyum, walaupun nafsunya malah menjadikan senyum barusan terlihat seperti senyuman menggoda. “Sayang, kalau nggak pakai kondom itu—sakit.. lagian, main bersih itu penting.”

Seungwoo mengerucutkan bibir, sungguh paham akan apa yang tengah dilakukan. Kenapa, tanyamu? Karena kini Byungchan tertawa kecil seraya sedikit membangkitkan tubuhnya ke posisi duduk, berhadapan dengan Seungwoo yang tengah dalam posisi berlutut. “Hm? Kenapa manyun gitu, coba? Sayangku mau apa, emangnya?”

Byungchan mengusapi pipi Seungwoo, membuat si lelaki Han menjawab dengan suara terlampau pelan. Mirip seperti mencicit, malahan. “Coba .. itu ..”

Layaknya seorang guru taman kanak-kanak kala sedang menghadapi muridnya yang merajuk, Byungchan mengusak rambut Seungwoo dengan sama lembut seperti sebelumnya. “Hm? Mau apa, sayang? Mau coba tanpa kondom?”

Seungwoo mengangguk. Byungchan menghela nafas sejenak sebelum akhirnya menangkup kedua pipi si kekasih. “Sakit, sayang. Emang sayangku bisa main pelan, hm? Nanti kalau kamunya yang nggak enak, aku yang ngerasa bersalah.”

“Bisa, main pelan.” Jawaban Seungwoo yang langsung pada sasaran membuat Byungchan mau tidak mau hanya bisa tertawa geli. Lucu sekali melihat kekasihnya yang biasa melakukan apapun tanpa memikirkan kondisi lawannya, sekarang bersedia melakukan hubungan intim dengan penuh konsiderasi. Tidak tahan dengan kelakuan manis Seungwoo yang tidak seperti biasanya, Byungchan mengecup bibir si kekasih berkali-kali. Seakan ingin menyampaikan rasa gemas dan sayang yang terlalu berlebih ke si lelaki di hadapan.

“Han Seungwoo,” panggil Byungchan.

“Hm?”

“Aku sayang banget sama kamu.” “Banget. Kebangetan, sayangnya.”

“Kamu yang lagi begini, yang lagi perhatiin situasiㅡ bikin aku rasanya mau nyerahin apapun buat kamu, tau, nggak? Hm? Aku sayang.. sayaaaang banget sama kamu.”

“Lakuin apapun yang kamu mau,” ujar Byungchan seraya kembali membaringkan diri dan melebarkan kedua kakinya. Memberi akses kepada si kekasih untuk kembali menjamahi tubuh sesuai keinginan. “Aku mau, Kak. Mau beri semuanya buat kamu.”

Tidak. Saat ini, sosok Byungchan tidak terlihat seperti sebuah sajian lezat yang biasanya selalu membuat Seungwoo hilang akal. Saat ini, sosok Byungchan yang tengah terbaring tidak terlihat seperti lacur yang harus memuaskan birahinya.

Saat ini, sosok Byungchan terlihat seperti seorangㅡ Byungchan. Byungchan yang ia sukai kala pertama berjumpa, Byungchan yang membuatnya rela menyisihkan waktu hanya untuk berjumpa, Byungchan yang ... adalah kekasihnya.

“Pelan-pelan, sayang.” “Janji.” Ujar Seungwoo seraya merundukkan tubuh agar bisa mengecupi kening Byungchan yang berada di bawahnya. “Kalau sakit, bilang, ya?”

Byungchan mengangguk, sedikit merasa takut. Padahal baru kemarin mereka saling bergumul dalam nafsu yang tidak terbendung, semestinya lubang kenikmatan Byungchan pun dapat dimasuki dengan mudah oleh kejantanan Seungwoo. Namun, entahlah. Apakah karena Seungwoo yang melesakkan miliknya dengan sangat perlahan atau karena dinding anal Byungchan yang sangat ketat karena kecupan manis dari Seungwoo, Byungchan merasa aktivitas mereka kali ini terlalu—memabukkan.

“K-kaak..”, Byungchan sedikit mencengkeram punggung Seungwoo, mungkin tanpa sadar malah menanamkan sedikit kukunya ke kulit putih si kekasih. Sakit, memang. Ada rasa yang asing ketika milik Seungwoo melesak ke dalam lubang kenikmatannya. Si lelaki Han yang mendengar erangan Byungchan, tidak menghentikan gerak pinggulnya. “..Kak Seun-gwoo.. hhnn, sakit—”

“Ssshht, sayang..” Masih dengan pinggul yang terus bergerak memberi hentakan, Seungwoo menatapi wajah Byungchan. Tangan kanannya menyibak poni si lebih muda sementara tangan kirinya memainkan puting Byungchan yang mencuat, berharap dengan begitu rasa sakit kekasihnya akan sedikit teralihkan. “..nikmatin, Byungchanㅡ”

Byungchan memejamkan matanya, berusaha mengikuti arahan si kekasih. Memang, perlahan-lahan hentakan pinggul Seungwoo memberi rasa nikmat yang membuat lupa daratan. Namun tetap saja, rasa sakit karena ini kali pertama mereka melakukannya tanpa pelindung masih saja terasa.

Paham bahwa si kekasih merasa kesakitan, Seungwoo benar-benar merundukkan tubuh sepenuhnya ke atas tubuh Byungchan. Memberikan izin kepada si kekasih untuk melakukan apa yang ia suka agar rasa sakitnya dapat teralihkan. “Sayang. Byungchan—”, di tengah deru nafas yang terus melaju dari si lelaki Choi, Seungwoo mengecup kening Byungchan. “—gigit pundak, ya? Apapun boleh.”

Diberi izin begitu, Byungchan betul-betul membenamkan wajahnya ke ceruk leher Seungwoo. Sesekali menggigit kecil pundak Seungwoo agar rasa sakit karena hentakan kejantanan si kekasih yang tertanam di lubangnya dapat teralihkan. “K-aak, Kak Seungwoo..”

“A-hhhn, sayangg—,” Seungwoo merasakan punggungnya sedikit perih karena kuku Byungchan sedikit mencakari diri. Namun hal itu malah membuat Seungwoo semakin cepat menumbukkan miliknya ke lubang kenikmatan si kekasih.

Bukannya Byungchan tidak merasakan sakit. Ia kesakitan, namun semua itu bercampur dengan kenikmatan yang berakhir memberi rasa tidak menentu. Perlahan, Byungchan mencoba menggerakkan pinggulnya ke arah berlawanan dengan hentakan pinggul si kekasih. Berusaha menikmati dan memberi hal serupa kepada Seungwoo. Kepala Byungchan tidak lagi terbenam di ceruk leher Seungwoo, ia menjauhkan sedikit jarak pandangnya agar dapat melihat wajah si lelaki Han.

Sulit untuk menjelaskan sosok Seungwoo di atas dirinya kali ini. Berulang kali mereka bercinta, sosok yang biasa Byungchan lihat adalah lelaki dengan otot terbentuk sempurna dan seakan ingin menguasai diri sepenuhnya. Memiliki Byungchan seutuhnya, dengan cara apapun. Namun saat ini, yang ada di atasnya bukanlah sosok yang begitu.

Seungwoo saat ini di atasnya, tengah memandanginya dengan tatapan paling hangat. Tangan Seungwoo tidak sedang mencekik lehernya, alih-alihㅡ kini kedua kuasa itu tengah mengusapi pipi Byungchan. Sesekali menyibak poni rambut si lelaki Choi yang sudah terlalu basah karena keringat. “Byungchan—”

Byungchan menatapi Seungwoo dengan tatapan terlalu memohon. Bagian bawahnya sudah sangat dibuai dengan segala hentakan nikmat si kekasih, namun sebisa mungkin ia coba tahan agar bisa melakukan pelepasan nikmat mereka bersama. “H-hhm, Kaak?”

Seungwoo mengecup bibir Byungchan berkali-kali, sebelum mengakhiri pagutan keduanya dengan gigitan kecil pada bibir bagian bawah si yang lebih muda. “Sayang— mau..”

“Mau.. a-hhnnh, keluar..”

Suara decit dengan tempo cepat dari kasur yang mereka tempati semakin terdengar nyaring, dipadu desah juga lenguh dari dua insan tak terpisah jarakㅡ seakan membuat cahaya matahari di luar sana tidak ada apa-apanya. Karena pada kenyataannya, tubuh Seungwoo dan Byungchan panas bukan main.

Bukan. Bukan karena terik sinar matahari yang perlahan mulai masuk tanpa malu-malu ke kamar mereka namun karena menyadari sesuatu yang jauh lebih penting;

mereka sudah memasuki tahap lebih jauh dalam hubungan keduanya. Tahap ketika mereka ingin mulai mencoba mengenyampingkan preferensi masing-masing, demi melihat satu sama lain berada dalam zona paling nyaman dan aman.

“A-hhkkh, Kaak..”

Byungchan sudah berantakan. Salivanya sudah mengalir tak tentu dari ujung bibirnya ke leher, akibat dari Seungwoo yang terus memagutnya tanpa henti. Sementara si lelaki Han kini mempercepat hentakan kejantanannya di dalam Byungchan, lebih daripada sebelumnya. Bahkan kaki Byungchan yang gemetar karena mencapai orgasmenya terlebih dahulu tidak begitu dipedulikan.

“K-aak, uda-ahhk..”

Dua kali berturut-turut, Byungchan mencapai putihnya. Pada kali kedua pelepasan Byungchan, Seungwoo juga menggeram kuat. Tepat ketika ujung dari miliknya seakan ingin menghamburkan apa yang sudah tertahan, Seungwoo mengeluarkan kejantanannya dari lubang kenikmatan Byungchan.

“Nhhhg— keluar, sayaang..”, ujar Seungwoo seraya menggerakkan tangan naik-turun di batang kejantanannya sendiri. Memberi pijatan agar klimaksnya keluar segera. Tidak percuma, karena kini cairan kenikmatan si lelaki Han terhambur ke atas perut rata Byungchan yang masih mencoba mengatur laju nafasnya. Penuh, Byungchan benar-benar merasa penuh di bagian bawah padahal sudah jelas-jelas Seungwoo tidak mengeluarkan klimaksnya di sana.

Selesai melepaskan semua klimaks, Seungwoo segera ambruk di samping tubuh Byungchan. Nafasnya tersengal, sama seperti Byungchan yang tengah mengatur nafas. Bedanya, Byungchan tengah mencoleki cairan putih yang di perutnya. Lengket, sungguh.

“Kak ..” “.. banyak bangetㅡ”

Mendengar rajukan Byungchan, Seungwoo terkekeh kecil kemudian meraih tisu di atas nakas. Tanpa diminta, ia menyeka cairan kenikmatannya yang bercampur dengan milik Byungchan. “Enak banget, abisnya, sayang. Baru sekali ngerasain sampai segitunya,” jelas Seungwoo seraya mengecupi bibir Byungchan yang mengerucut. “Hm? Kamu nggak ngerasa enak?”

Byungchan menggeleng. “Enak, banget,” jawab Byungchan seraya menarik leher Seungwoo agar kembali berbaring di sampingnya. Setelahnya, si lelaki Choi segera merengsek ke dalam pelukan Seungwoo. Menyuarakan rajukannya. “Kalau Kakak mainnya begitu terus, aku pertimbangin lagi buat main tanpa kondom.”

Seungwoo terkekeh ketika ia mendekap sosok Byungchan di sampingnya. Kecupan kecil didaratkan di puncak kepala si lebih muda, “lihat nanti, ya? Kalau aku lagi liar, kayaknya nggak bakal kuat main pelan begitu.”

Byungchan tidak memberi argumen, dirinya terlalu lelah sehabis dimanjakan oleh si kekasih. Alhasil, bukannya bangkit untuk mandi atau melakukan hal lainnya, Byungchan malah tertidur dan mendengkur pelan. Masih dengan tubuh tanpa busana dan tangan yang merangkul tubuh Seungwoo.

Si yang lebih tua hanya bisa menatapi si kekasih dengan pandangan gemas. Ditariknya selimut putih untuk membalut tubuh keduanya, kemudian direngkuh lebih dekat agar tidak ada jarak lagi yang memisahkan mereka.

“사랑한다..” “..바보야.” “진짜로, 사랑한다.”

ㅤ ㅤ “Bas.”

“Hm?”

Hari itu, mendung. Penggambaran suasananya sederhana. Tidak perlu sebut ini, jua tidak perlu sebut itu. Semua sesederhana penjelasan dari kata ini, mendung. Langit agak sedikit gelap, pula angin berhembus lebih cepat juga besar dari biasanya.

Di suasana begini, Cakrawala berdiri berdampingan di samping Baskara yang tengah menjemput dirinya di kampus. Mereka berdiri di bawah naungan terminal halte berwarna kehijauan yang sudah terlihat agak kusam. Si lebih muda berdiri tanpa melakukan apapun, menunggu Baskara yang tengah mengetikkan balasan pada pesan pada ponselnya yang dikirim oleh Tristan. Cakrawala terdiam, seperti kelihatan bingung untuk melanjutkan kalimatnya barusan.

Memang, beberapa waktu ke belakang, Baskara tengah rajin-rajinnya menjemput Cakrawala setelah aktivitas belajarnya di kampus selesai. Alasannya? Entah. Cakrawala juga bingung. Toh' ketika menjemput dirinya, Baskara tidak pernah berujar perihal yang istimewa. Perjalanan mereka menuju apartemen terkadang tidak diisi percakapan apapun, hanya keheningan yang tercipta. Kaku.

Lagipula, bukannya kawan-kawan Cakrawala tidak menaruh curiga akan sosok Baskara yang sering datang untuk menjemput. Banyak yang menaruh curiga, apalagi ketika Baskara menawarkan diri untuk membawakan buku berisi materi perkuliahan Cakrawala yang lumayan tebal. Namun semua dugaan rekan-rekan sekampus seakan dipatahkan total ketika Cakrawala menjelaskan sendiri bahwa mereka berdua hanya teman biasa yang sangat akrab.

Pada akhirnya, semua percaya bahwa Cakrawala hanya berkawan dekat dengan Baskara. Tidak lebih. Tetap saja popularitas Cakrawala di kampusnya tidak terkalahkan, malah kini bertambah besar karena sosok Baskara juga seperti mempromosikan lingkup pertemanan Cakrawala yang seakan meneriakkan kalimat : anjir, temennya Cacak ganteng-ganteng semua.

Lalu lalang dari para mahasiswa dan mahasiswi di lingkungan kampus juga sudah tidak seramai biasanya. Paling-paling hanya satu dua mahasiswi melintas di depan Cakrawala dan Baskara. Wajar saja, waktu sudah hampir menunjukkan pukul lima sore. Jika saja bukan karena tugas atau perihal lainnya yang memaksa para mahasiswa untuk tinggal, sepertinya tidak akan ada yang rela untuk berada lebih lama di lingkungan kampus.

Cakrawala pun sedari tadi hanya diam di perpustakaan, mengerjakan revisi skripsinya. Secepat apapun, ia harus menyelesaikan tugas akhir laknat itu. Ia harus segera lulus, berhenti bergantung pada Baskara, dan mencari pekerjaan secepat yang ia bisa. Mungkin itu pula yang membuat Cakrawala tidak secerewet biasanya. Belakangan, ia merasa sungkan kepada Baskara.

Cakrawala dan Baskara, mereka hanya berdiri berdampingan; bersisian, namun jarak yang memisahkan───lumayan besar. Cukuplah, untuk menyisipkan satu sosok lagi di antara keduanya. Belum lagi, kuasa keduanya tidak sedang saling menggamit atau menunjukkan kedekatan antara sepasang kekasih. Nihil.

ㅤ Baskara tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel di genggaman. Tristan, si rekan kerja, terus saja menanyakan banyak hal perihal perjanjian ini itu dengan klien perusahaan mereka. Padahal sudah jelas-jelas Tristan adalah senior Baskara namun tetap saja si rekan kerja selalu bergantung kepadanya perihal masalah kerja.

Kuasa kanan Baskara menggenggam ponsel sementara beberapa buku berisi jurnal materi milik Cakrawala yang-lumayan-tebal ia timang di lengan kiri. Perhatian si lebih tua tertuju sepenuhnya ke layar ponsel hingga akhirnya Cakrawala berujar dengan suara pelan.

“Gue hari ini ditembak.” “Sama dosen muda dari jurusan sebelah, cewek.”

Ujaran Cakrawala barusan seakan menusuk gendang telinga Baskara. Perumpamaan yang berlebihan, memang. Namun jujur saja, gerak jemari si lelaki lebih tua yang semula tengah mengetik kalimat dengan tenang di atas layar segera terhenti ketika mendengar kalimat si lelaki lebih muda di sampingnya.

”... Sorry?“, tanya Baskara, dengan nada tenang. Masih mencoba memastikan bahwa yang ia dengar barusan tidaklah sekedar salah dengar. “Lo──ditembak?”

Cakrawala mengeratkan genggamannya pada tali tas ransel yang tersampir di bahunya. Takut. Jujur saja, ia takut. Sudah bisa terbayang di benaknya akan sebagaimana sosok Baskara yang akan merajuk dan sulit untuk dibujuk. Bahkan skenario terburuk di benak Cakrawala adalah si kekasih akan melemparkan buku teori super tebalnya ke jalan raya kemudian berjalan meninggalkannya begitu saja. Tambahkan teriakan berupa bentuk kekesalan karena mengetahui kekasihnya ini baru saja didekati lelaki lain. Perempuan, pula.

Baskara bukanlah tipe yang mampu menahan cemburu. Memang, gengsi si lelaki lebih tua ini mampu mengalahkan tinggi gedung pencakar langit di kawasan SCBD namun untuk menunjukkan rasa cemburu, Baskara tidak akan pernah menahan ragu. Dan jujur saja, Cakrawala tengah membutuhkan itu. Cakrawala butuh melihat Baskara yang seperti itu; yang tengah cemburu.

Baskara yang tengah berusaha mempertahankan ia agar tetap berada di sisinya. Baskara yang akan merajuk untuk membujuk dirinya. ㅤ Kenapa, tanyamu? Karena Cakrawala tengah merasakan hambarnya perjalanan hubungan antara ia dengan si lelaki kesayangan. Menjalani hubungan yang sudah lumayan lama, tentu diisi dengan berbagai macam cerita. Terkadang mereka bisa bertingkah layaknya Romeo dan Juliet, namun di hari berikutnya bisa saja mereka bertingkah seperti karakter Tom dan Jerry. Saling bertengkar, adu pendapat, saling ejek, dan──banyak hal lainnya.

Namun Cakrawala tidak pernah keberatan menerima semuanya, karena itulah yang mewarnai hari-hari mereka. Semua itu yang memberi rasa istimewa dalam setiap waktu tercipta.

Sayangnya beberapa waktu ke belakang, semua itu seakan sirna. Baskara terlalu sibuk dengan semua tugas kantornya, juga Cakrawala yang mulai disibukkan dengan berbagai persiapan menuju jenjang tingkat lebih tinggi. ㅤ Pertemuan mereka terasa hambar. Terkadang jadwal temu Cakrawala dan Baskara hanya diisi dengan mereka berdua yang duduk berhadapan beserta layar laptop masing-masing menjadi pemisah. Baskara sibuk dengan tugas kantornya, Cakrawala sibuk dengan segala kalimat revisi skripsinya.

ㅤㅤPaling-paling, dialog yang bisa muncul diantara keduanya hanya kalimat yang terujar tatkala sajian kentang goreng pada pembungkus kertas diantara keduanya sudah habis. Paling-paling, hanya Baskara yang berujar, “mau lagi?” dan dibalas dengan anggukan dari Cakrawala.

Tidak ada tawa yang tercipta diantara keduanya. Tidak pula ada ejekan yang terkadang membuat salah satu diantara mereka berdua kesal bukan main. Semua, sehambar itu.

“Lo nggak bilang kalau udah punya pacar?”, tanya Baskara setelah memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Genggaman tangan Cakrawala pada tali ransel yang tersampir di pundak sudah terlalu dieratkan. Si lebih muda tidak tahu apakah tindakan dan kalimat yang akan ia sampaikan selanjutnya bisa diterima dengan baik atau tidak oleh Baskara. Takut mendapati keinginannya untuk sekedar melihat Baskara yang cemburu malah bisa berdampak buruk akan hubungan mereka berdua.

“Dia tau, gue udah punya pacar. Tapi dia taunya, gue pacaran sama cewek,” jawab Cakrawala dengan pandangan yang tertunduk. Semua perhatian si lebih muda difokuskan kepada sepatu kets putih yang dikenakan, juga sesekali tertuju ke arah sepatu yang dikenakan Baskara. Sepatu kets dengan model yang sama, hanya berbeda di ukuran dan warnanya saja. Yang dikenakan Baskara berwarna hitam.

Mereka memang membelinya sepasang, hitam dan putih. Cakrawala bilang, ia akan mengenakan sepatu ini ketika tengah rindu presensi si kekasih. Kala itu, Baskara hanya tertawa dan mengusak rambut hitam legam milik Cakrawala; mengatakan hal yang ditujukan kepada si kekasih.

Bahwa ia akan mengenakan sepatu itu untuk alasan yang sama dengan Cakrawala. Rindu.

ㅤ Cakrawala memperhatikan sekali lagi. Sepatu yang dikenakan Baskara terlihat lebih kusam daripada miliknya. Sepatu yang dikenakan Baskara bahkan seperti terlihat sudah terkelupas desainnya di beberapa bagian. Sepatu yang dikenakan Baskara───hampir terlihat rusak, malahan. ㅤㅤ “Kalau tau, kenapa masih nembak lo, dong?”, tanya si lelaki. Entah ditujukan untuk siapa, karena pandangan Baskara hanya tertuju ke arah depan; memandangi jalan raya dipenuhi oleh lalu lalang banyak kendaraan yang melintas. “Sama aja kayak nggak ngehargain status lo, berarti.”

ㅤ “Dia bilang, nggak masalah buat jadi pacar kedua gue. Dia bilang, dia bisa bikin gue berpindah hati dari pacar gue yang sekarang.”

Ujaran Cakrawala barusan tidak dijawab apapun oleh Baskara. Hanya suara klakson mobil bercampur dengan deru knalpot motor berlalu-lalang'lah yang mengisi keheningan di antara pasangan kekasih ini.

Cakrawala merasakan jantungnya berdegup sangat kencang, lebih daripada biasanya. Bingung menjelaskan perihal perasaan yang dirasa. Setengah hati berharap Baskara akan emosi, namun setengahnya lagi berharap Baskara tidak akan melakukan hal di luar nalar.

Katakan saja Cakrawala gila, tidak apa. Dirinya sendiri pun berpikir demikian. Tidak jelas perihal apa yang ia ingin lihat dan rasakan.

“Hmm,” Baskara hanya menggumam kecil, tidak terlihat marah atau melakukan hal yang Cakrawala kira mungkin saja terjadi. Buku materi-lumayan-tebal yang ada di lengan si kekasih tidak dilempar begitu saja ke tanah. Baskara juga tidak berteriak, menyerukan kekesalannya.

Baskara, tenang.ㅤ ㅤ Cakrawala meneguk ludahnya dengan takut-takut. Semua yang ia perkirakan tidak ada yang terjadi. Namun sumpah demi apapun, melihat Baskara yang begini──Baskara yang tenang, Baskara yang tidak merajuk──malah membuat Cakrawala semakin takut.

Akan tetapi, semua rasa takut yang Cakrawala rasakan saat ini malah membuat sebuah perasaan membuncah. Bukan perasaan bahagia, melainkan perasaan yang──memuaskan? Cakrawala tahu dirinya memang masokis namun ia tidak menyangka merasakan dirinya diperlakukan begini oleh Baskara, juga melihat si kekasih yang tengah berusaha memendam emosinya malah bisa membuat dirinya merasa ╱sepenuh╱ ini. ㅤ “Cak.”

Cakrawala hanya memberi jawab berupa gumaman, masih tidak berani mengangkat kepalanya untuk memandang Baskara. “Hm?”

“Angkat kepala.” “Liat gue, coba.”

Cakrawala menggeleng. Tingkahnya sekarang tidak seperti Cakrawala yang biasanya. Jika digambarkan, kalau saja semua hal ini terjadi di ╱hari-hari biasa╱ pastilah Cakrawala akan menyerukan kekesalan karena tidak suka disuruh ini-itu oleh Baskara. Hanya saja, hari ini berbeda. Cakrawala baru saja menyalakan pemantik api di hadapan Baskara yang seperti minyak tercecer. Salah langkah, bisa-bisa semua terbakar. Cakrawala memang bodoh, ia baru menyadari akibat dari tindakannya sekarang.

“Cakrawala,” panggil Baskara lagi, kali ini dengan suara yang terdengar lebih dalam dari sebelumnya. “Liat gue dulu, sebentar.”

Cakrawala masih menunduk, dalam.ㅤㅤ ㅤ “Cakrawala Prasetyo Rahadihardja.”

Nama lengkap sudah terucap. Refleks, Cakrawala merasakan bulu kuduknya merinding ketika mendengar Baskara memanggilnya demikian. Entah, sungguh. Sungguh, ia sendiri tidak paham mengapa dirinya selalu merasa seakan disetrum listrik bertegangan tinggi setiap kali Baskara memanggil nama lengkapnya. “Liat gue, bisa?”

Pada akhirnya, Cakrawala mengangkat kepala; mencoba memfokuskan pandangan kepada si kekasih yang───tengah mengulurkan tangan kirinya?

“...” “Apa?”, tanya Cakrawala; sedikit dibuat kebingungan dengan tangan kiri Baskara yang tengah terjulur. Awalnya tangan itu digunakan untuk menimang buku-buku ╱super╱ tebal milik dirinya, namun sekarang buku-buku itu dialihkan ke tangan kanan. Membuat sebelah tangan lainnya bebas. “Gue mesti ngapain?”

“Pegang,” ujar Baskara seraya semakin menjulurkan tangan kirinya ke arah Cakrawala. “Pegang tangan gue.”

Cakrawala mengernyitkan dahi, membuat kedua alisnya hampir saling bertaut. Terlihat kebingungan, walaupun ya──pada akhirnya, si lebih muda tetap mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Baskara, sesuai instruksi yang diberi.

Memang awalnya Cakrawala kebingungan akan maksud permintaan Baskara namun detik setelah tangan mereka bertaut, Cakrawala merasakan rasa hangat langsung menjalar ke seluruh tubuhnya dalam sekejap.

Tangan Baskara masih hangat seperti biasanya. Terkadang Cakrawala heran, bagaimana bisa lelaki yang terkenal dengan sikap dinginnya itu malah memiliki genggaman tangan sehangat ini?

Jemari Baskara juga lentik. Bukan lentik yang memberi kesan ╱cantik╱ layaknya seorang wanita, namun lentik yang membuat Cakrawala merasa nyaman karena tangannya seakan direngkuh oleh jemari Baskara yang panjang.

Lalu yang paling membuat Cakrawala merasa berada di tempat teraman dan ternyaman adalah karena Baskara selalu menggenggam tangannya seerat dan sekuat ini. Cakrawala mengangkat pandangannya lebih tinggi agar bisa menatap Baskara lurus-lurus, “lo ngapai──”

Di tengah tatapan, Cakrawala mendapatkan sesuatu yang mencuri perhatiannya. Dari sela-sela kemeja hijau yang digunakan si kekasih, Cakrawala melihat plester berwarna coklat muda yang sedikit mencuat dari leher Baskara. Tanpa permisi atau memberi tanya terlebih dahulu, Cakrawala segera melepaskan genggaman tangan antara dirinya dan Baskara kemudian meniadakan jarak diantara mereka. Kuasanya bergerak menarik sisi kiri kerah kemeja yang dikenakan Baskara ke arah bawah; tidak banyak, memang. Hanya sekedar cukup untuk melihat apa yang ada di tubuh si lelaki lebih tua.

Yang ditemukan Cakrawala adalah pundak berplester cokelat, seperti hendak menutupi luka. “Lo──kenapa?” ㅤ Pertanyaan Cakrawala dibalas dengan gelengan kepala dari si lelaki, disertai ulasan senyum tipis. “Nggak apa-apa. Cuma──apa, ya? Kecengklak. Udah diurut, sih. Ini plesternya semacam koyo biar nggak pegel aja.”

Cakrawala membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Kamu sakit?! Kenapa nggak bilang ke aku, sih? Kita serumah, lho, Bas! Kalau didiemin sampai salah urat, gimana? Malah tambah bisa parah, tau! Tuhanku, Bas──kenapa, sih, diem aja? Kamu daritadi bawain buku aku, lho! Berat it──” ㅤ “Sssh. Sssh. Hei.” “Cak. Cak. Tenang, oke?” “Cakrawala. Hei, jangan nangis!” “Kok malah nangis? Hei, Cak.” “Cacak, liat aku. Sebentar.” “Cup. Cup. Jangan nangis, Ya Tuhan.”

Baskara segera meletakkan buku-buku milik Cakrawala ke atas tanah, membiarkan kedua kuasanya bebas agar bisa menangkup pipi Cakrawala yang terlihat akan segera terisak. Beruntung, suasana sekitar mereka berdua kini benar-benar kosong sehingga Baskara tidak perlu berhati-hati dalam berucap dan bertindak kepada si kekasih.

“Sayang, hei. Sayang, jangan nangis. Aku nggak apa-apa, lho. Aku nggak salah urat, Cacak. Udah, ah. Kenapa malah nangis? Sayang. Cakrawala, hei. Udah, ya? Jangan nangis. Akunya bingung kalo kamu nangis begini. Cup, cup. Udah, ya.” ㅤ Diperlakukan seperti anak kecil begini, malah semakin membuat Cakrawala merasa kesal. Isak tangis yang awalnya sebisa mungkin ia tahan, sekarang malah lolos tanpa bisa dikendalikan. “Biarin! Ya Tuhan, Bas──kamu kenapa, sih, nggak bilang kalau lagi sakit?!“ㅤ ㅤ Baskara tertawa kecil ketika melihat Cakrawala yang tengah mencoba menahan isak tangis sebisa yang ia mampu. Namun semua usahanya gagal dan malah membuat si lebih muda terlihat lucu dengan ekspresi mukanya yang──aneh. “Hei, udahan, ah. Jangan nangis. Udah, ya?” ㅤ “Biarin!”, Cakrawala menjawab dengan nada ketus namun tetap saja terdengar menggemaskan di telinga Baskara. “Biarin aja! Ini udah terlalu kesel! Kamu anggap aku apa, sih, Bas? Kenapa nggak bilang kalau lagi sakit? 'Kan aku bisa bantu! Aku apanya kamu, sih?!“ㅤ ㅤ Si lelaki lebih tua menangkupkan kedua tangannya ke pipi Cakrawala. “Aku nggak bilang karena takut kamu keganggu. Tugas kamu banyak, 'kan? Buat mikirin tugas aja, kamu udah susah tidur.” ㅤ “Mana berani aku gangguin dengan cerita aku yang kecengklak karena jatuh dari bangku pas lagi beresin bagian atas lemari baju, coba?”

Cakrawala menarik nafas, namun malah membuat suara ketika menarik ingus juga terdengar. Ah, sudahlah. Mana peduli ia akan imej yang buruk nantinya akan muncul di pikiran Baskara ketika mendapatinya dengan kondisi sekarang? “Tapi tetep aja, bilang! Aku seseorangnya kamu, lho. Bukan pajangan doang, bukan buat status doang juga, Bas.”

Ujaran Cakrawala terdengar sudah lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Setidaknya, sekarang Cakrawala tidak lagi terisak. Lelaki itu hanya masih belum bisa mengatur nafasnya saja. “Kabarin aku, tolong. Aku bakal sisihin apapun itu; waktu, janji, tugas, apapun itu──asal aku tau perihal kamu. Tolong, aku minta itu aja, Bas.” ㅤㅤ Baskara tersenyum tipis, kemudian memberi anggukan kecil akan setiap kata-kata yang diujarkan Cakrawala. “Iya. Mulai sekarang, aku bakal begitu. Maafin, ya? Hm? Dimaafin, 'kan?”

Tepukan kecil dari kuasa kanan Baskara didaratkan ke puncak kepala Cakrawala, berusaha untuk menenangkan si kekasih yang terlihat tengah mengatur emosinya kembali. “Udah, ya? Jangan nangis. Bahaya.”

“Kalau orang-orang tau kamu segemes ini pas lagi nangis, bisa-bisa mereka ngantri karena pengen ngelindungin kamu. Aku dapet saingan lagi. Udah, ya, Cakrawala?” ㅤ “...” “Jangan sempet-sempetnya gombal.”

Ucapan yang dikatakan oleh Cakrawala barusan membuat Baskara tertawa geli, senang mendapati kekasihnya sudah kembali bersikap seperti biasa. “Lho, gue serius, kok. Lo pas lagi nangis itu gemes, Cak.”

“Diem!“ㅤ ㅤ Tidak seperti Baskara yang biasanya, kali ini tidak ada argumen yang memberi penolakan ketika Cakrawala meminta dirinya untuk diam. Baskara hanya menatapi si kekasih yang masih berusaha mengatur tangis, mengulas senyum kemudian mengangguk kecil. “Iya, ini diem, kok.” ㅤ “Udah, siniin buku gue.” “Gue yang bawa. Berat.”

Cakrawala menjulurkan tangan kanannya untuk meminta buku materinya dikembalikan. Setelah mengetahui kekasihnya tengah alami sakit sendi, mana tega Cakrawala biarkan ia angkat beban sendirian, coba? ㅤ Bukannya memberikan salah satu buku dalam timangan sesuai dengan yang diminta oleh Cakrawala, Baskara malah meraih tangan kanan si kekasih yang terulur dengan tangan kirinya yang bebas kemudian menggenggamnya erat. “Udah, santai. Bisa, kok.”

Cakrawala terdiam untuk sejenak sebelum akhirnya membalas genggaman tangan Baskara dengan sama eratnya. Sudahlah, untuk kali ini biarkan saja semua berjalan sesuai keinginan si lelaki kesayangan.

Suara gemuruh petir terdengar beriringan, tanda hujan akan segera turun. Mendung yang semula terlihat hanya datang untuk sekilas, kini benar-benar membawa deras air yang ditumpahkan ruah ke bumi.

Cakrawala mendengus, terdengar sedikit kesal. “Ah, sial banget. Kenapa mesti hujan, sih?”, rutuknya. Baskara yang mendengar ucapannya segera menolehkan kepala kemudian mengujarkan sebuah ide yang tiba-tiba terlintas di kepalanya. “Cak.”

“Hitungan ketiga, kita lari ke parkiran. Bisa?”, tanya Baskara dan dibalas dengan kerutan dahi dari Cakrawala pada awalnya. Akan tetapi pada detik berikutnya, Cakrawala mengulas senyum simpul sebelum akhirnya memberi anggukan setuju. “Bisa.”

Jawaban yang diberi oleh Cakrawala membuat senyum di bibir Baskara merekah, terulas jelas. Dengan tangan kiri yang menggenggam erat tangan si kekasih, Baskara memulai hitungannya. “Siap? Hitungan ketiga langsung lari, ya? Satu, dua──”

“TIGA!”

Bukan. Itu bukan suara Baskara, melainkan suara seruan Cakrawala yang merebut kesempatan untuk berujar terlebih dahulu. Yang melangkahkan kaki terlebih dahulu untuk menembus derasnya hujan juga bukan Baskara, melainkan Cakrawala.

Dengan jemari yang saling bertaut, Baskara mengikuti langkah Cakrawala yang menarik dirinya. Mereka berlari menembus derasnya hujan, dengan suara tawa yang terdengar di sela-sela langkah keduanya.

Di tengah jemari yang saling bertaut, ada kilatan kilau warna perak. Baskara, yang mengenakan cincin berwarna perak di jari telunjuk kirinya. Juga Cakrawala, dengan cincin yang sama terlingkar di jari telunjuk kanannya.

Dua tangan saling menggenggam. Sepuluh jemari saling bertaut. Dua jari mengenakan bukti, bahwa keduanya tidak akan pernah berhenti mencintai.

end (dontlockhimup)

“Nikah aja sama superpel sekalian, sana.”

Dugaan Byungchan semuanya tepat. Seratus persen tepat, malahan.

Padahal Byungchan masih berada di kantin tapi suara ramai dari arah pintu masuk fakultas yang terpisah jarak lumayan jauh dari tempatnya sekarang sudah terdengar. Benar saja, beberapa saat kemudian sosok Seungwoo sudah terlihat di pintu masuk kantong dengan sebuah tas kertas di jinjingan tangan kanannya.

Seakan tidak menganggap ada yang salah dengan situasi dimana banyak mahasiswi segera berbisik dan memperhatikan mereka berdua, Seungwoo menempatkan dirinya di hadapan Byungchan. Duduk tepat di bangku depan si lelaki jangkung dan meletakkan tas kertasnya di atas meja.

“Untung masih bisa kekejar waktunya,” ujar Seungwoo dengan nafas tersengal. Sepertinya dia benar-benar berlari menuju fakultas Byungchan.

Byungchan hanya terkekeh kikuk dan menyampingkan mangkuk soto bekas santapannya agar tidak mengganggu gerak tangan Seungwoo di atas meja. “Kenapa, Kak?”

Seungwoo tidak segera menjawab dan malah mengulurkan tangannya untuk mengambil sisa nasi yang tertinggal di ujung bibir Byungchan. Seakan tidak menganggap itu kotor, Seungwoo malah memakan sisa nasi di tangannya itu kemudian tersenyum simpul. “Makannya banyak? Kenyang?”

Byungchan saat ini sudah berdebar tidak jelas, berbeda dengan banyak mahasiswi yang tengah menatap iri tidak jelas. “Lumayan, Kak..”

“Ada apa ya, Kak? Aku masih ada kelas sehabis ini.”

Seungwoo segera ingat akan tujuan sebenarnya. Ia segera mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kertas yang ia bawa dan meletakkan isinya ke atas meja. “Ini, Dek. Kamu 'kan katanya lagi sibuk nyusun skripsi. Aku beliin vitamin.”

“Ini enervon C. Dimasukin ke air sebelum berangkat ke kampus, ya? Ini─vitacimin, biar bisa kamu emut pas lagi ngetik skripsi.”

“Terus ada beberapa snack juga buat nemenin kamu ngetik. Ada brownies jug──”

“Kak.” Byungchan menyela ucapan Seungwoo kemudian menatap si lelaki di hadapannya dengan sungguh-sungguh. “Ini..kebanyakan.”

Seungwoo hanya membalas dengan gelengan ringan dan usakan lembut di kepala Byungchan. “Nanti kalau kamu udah sama aku, aku malah usahain bakal kasih yang lebih banyak daripada yang sekarang.”

“Diambil, ya? Kue browniesnya ini titipan dari Mama, kata beliau disuruh kasih ke kamu.”

“M-ma..ma?”, tanya Byungchan tidak percaya. Seungwoo mengangguk. “Iya. Aku udah bilang, kan, aku mau dateng ke rumah kamu secepatnya buat ngelamar? Orangtuaku udah siap. Beliau titipin ini buat kam─”

“Kak. Aku..belum bilang.” “Aku belum bilang ke orangtuaku, sama sekali.”

“Tentang aku yang bakal datang ngelamar?”, tanya Seungwoo dan dibalas dengan anggukan takut-takut dari Byungchan. Apa Seungwoo akan kecewㅡ

“Udah, nggak apa-apa.” Alih-alih kecewa, Seungwoo malah menepuki pelan pipi kanan Byungchan kemudian mengusapinya lembut. Hanya sekilas, memang. Namun begitu saja sudah cukup membuat Byungchan ingin pingsan di tempat. “Take your time. Aku bisa nunggu. Mama Papa juga buka usaha di rumah jadi kapanpun waktunya bisa menyesuaikan.”

Byungchan meneguk ludah. Tangan Seungwoo yang barusan menepuki pipinya memang kasar, namun yang bisa Byungchan ingat hanyalah satu─ tangannya itu harum ... apa, ya? Stroberi? Apel? Harum yang unik namun membuat nyaman. “Iya, Kak.”

Ujaran Byungchan barusan dibalas dengan senyum merekah dari bibir Seungwoo. Si lelaki berkulit pucat itu melirik arloji di pergelangan tangannya, “lha, udah jam satu lewat lima, Dek. Aku permisi lagi, ya? Satu seperempat aku ada ngajar kelas.”

“Nanti jam lima pulang bareng, kan?”

Byungchan tidak dapat menjelaskan apa yang barusan menelusup ke hatinya. Seperti sedih karena harus berpisah dengan Seungwoo, namun juga senang karena jam lima nanti ia bisa kembali bertemu dengannya.

“Iya, Kak.” “Jam lima.”

“Ya udah.” “Aku jemput di depan fakultas, jam lima.”

“Duluan, ya, Dek?”

Apapun itu, rasa ini terlalu membuncah. Apakah ini yang namanya──suka?

Oke. Orang kesebelas. Perempuan, dua puluhan. Pakai padding hitam.

Semestinya dia sadar, ada orang sedang panjat pagar jembatan. Semestinya dia berhentiin gue. Oke, panjat. Ayo, panjatan pertama. Kaki kanan dulu.

Yes. Dia keliatan kasih perhatian. Oke, pijakan ke dua. Semestinya dia langsung lari buat nyamperin gu─

Dih? Dih?! Nyelonong gitu aja?

Emang bener, orang Korea emang lagi krisis kepedulian. Gila, dari sebelas orang yang lewat sama sekali nggak ada yang berhentiin gue yang lagi manjat pagar jembatan buat bunuh di──

“Anda mau ngapain?”

Di tengah pemikirannya, tiba-tiba Seungwoo merasakan ada pelukan dari belakang tubuhnya. Memeluk erat, bahkan hingga membuatnya hampir kesulitan bernafas. Secara sedikit memaksa, tangan yang tengah memeluknya memaksa si lelaki Han untuk turun dari panjatannya di pagar jembatan. “Anda mau apa? Jangan lakuin hal gila di sini, bahaya!”

Suara dari arah belakang yang tengah memeluk Seungwoo itu terdengar sedikit sengau. Entah, seperti tengah menahan nangis sekaligus khawatir yang berlebih. “Turun. Ayo, turun!”

Tanpa disuruh pun, sebenarnya Seungwoo sudah pasti harus turun karena lelaki itu benar-benar memaksanya untuk bertindak demikian. Hingga akhirnya kaki Seungwoo kembali menapak permukaan tanah, pelukan dari si lelaki di belakangnya mulai dilonggarkan.

Tubuh Seungwoo diputar agar berhadapan dengan sosok yang barusan menolongnya. Lelaki jangkung dengan jaket padding berwarna hitam yang panjang namun tidak menutupi hingga mata kakinya, saking sosok itu──jangkung.

Sekilas Seungwoo berpikir, apa lelaki ini setinggi Jinhyuk?

Oh, benar. Seungwoo mempunyai dialognya! Ada kalimat yang harus dia ucapkan ketika ada orang yang menyelamatkannya!

“Nggak apa-apa. Bukan urusan anda. Anda bisa pergi aja, silahkan lewat. Biarin saya lanjutin apa yang seharusnya udah jadi urusan say──”

“Nggak!” “Nggak!” “Gimana bisa saya lewat begitu aja tanpa peduli apa yang anda lakuin?”

Seungwoo memijat keningnya. Mencoba mengumpulkan emosi palsu agar bisa menangis secara meyakinkan. Oh, tidak sulit. Lihat saja, sekarang si lelaki Han tengah menangis terisak walaupun ya─ tidak terlalu terdengar berlebihan, sih.

Si lelaki di hadapan Seungwoo terlihat kebingungan. Ia memainkan ujung lengan paddingnya, takut salah berbicara. Namun pada akhirnya, lelaki itu menangkup pipi Seungwoo dan memaksa si lelaki Han untuk menatap wajahnya.

Dari jarak segini, Seungwoo baru dapat menyadari bahwa lelaki ini berkulit putih dan hidungnya mancung─ walaupun tidak seputih kulitnya yang berkesan pucat ─bibirnya juga sangat merah.

“Sekarang cuacanya dingin. Anda terjun ke sungai di situasi kayak begini, anda tenggelam, bisa aja nggak ada yang selamatin anda saking mereka nggak berani terjun ke air yang dingin.”

“Jangan. Tolong jangan lakuin itu.” “Tolong, tetap hidup.”

Seungwoo meneguk ludah. Bukan, bukan karena merasa disuruh atau bagaimana. Namun karena merasakan hal yang aneh, perihal bagaimana suara lelaki itu benar-benar membuat hatinya hangat.

Perihal bagaimana permintaannya kepada Seungwoo untuk tetap hidup, membuat si lelaki Han merasa bahwa ia bisa menyandarkan segalanya ke si lelaki di hadapan.

Termasuk, hidupnya.

“Eh. Eh.” “Ada orang lewat!” “Kameranya! Kameranya!” Ini Wooseok.

“Iya! Iya! Sabar!” “Nah, Kak Seungwoonya udah manjat pager jembatan. Diberhentiin nggak, tu── dih? Dih! Lewat begitu aja, anjir!” Ini Jinhyuk.

“Anjir. Tengsin.” “Gue kalo jadi Kak Seungwoo, beneran pengen lompat beneran aja. Sumpah, tengsin abis.”

”...” “Ini beneran kita nggak bisa daftar BPJS Ketenagakerjaan dulu?”

NASKAH TERROR 30/04/20

Announcer: Eisha

Tim produksi: Aga

Script writer: Dikalangit

─O1. SONG : UtopiaAntara Ada dan Tiada

OPENING

Radio 104.4 Be Amazing with BANKS FM! // Selamat malam, insan muda! / Masih pada hidup semua, 'kan? Coba cek jantungnya masing-masing, masih berfungsi dengan baik? / Siapa tahu, saking bosennya dengan self quarantine sebenernya kalian udah jadi zombie.

Aduh, Eisha ini gimana, sih? Suasana horor begini malah dibikin semakin horror. / Mohon maaf, ya, insan muda semuanya. / Di tengah pandemi begini, tetep kita harus sering hibur diri sendiri agar bisa terus survive. / Nggak bosen-bosennya Eisha ingetin para insan muda buat terus rajin cuci tangan dan jaga kebersihan sekitar agar nggak terjangkit virus yang lagi mewabah ini, ya.//

Balik lagi dengan Eisha di sekmen TEROR alias apa─? / Iya, betul banget! Thursday Horror! / Selama beberapa saat ke depan, insan muda semua bakal ditemenin dengan Eisha yang membawakan topik seru buat kita perbincangin. / Topik hari ini tentang apa, sih? / Psstㅡ sebelum Eisha kasih tahu, kita dengerin selingan lagu dulu, ya. // HoizerTake Me To Church

ㅡO2. SONG : HoizerTake Me To Church

CONTENT

Balik lagi di sekmen TERROR, Thursday Horror! / Lagu Hoizer yang barusan insan muda denger emang agak spooky, ya? / Tapi inti dari cerita itu— gimana, ya, sebutnya? Sweet? / Tentang seseorang yang cinta banget ke pasangannya dan dia bersedia serahin semuanya ke si pasangan. / Termasuk ... jiwanya.

Hiiih— serem banget, ya? / Insan muda, apa pernah ngerasain perasaan begitu? / Semoga semua insan muda yang lagi dengerin acara TERROR malam ini adalah muda-mudi yang cerdas dan bisa atur segalanya sesuai pada porsinya, ya. // Nah, kenapa Eisha muter lagu Hoizer barusan? / Karena topik pembahasan kita malam ini bakal berkaitan dengan kata bucin. / Hayo, siapa nih insan muda yang bucin banget ke pacarnya?

Sebucin apapun insan muda, jangan sampai kayak Yuka Takaoka di Jepang yang sampai tega nyakitin pacarnya demi karena nggak rela lihat si pacar sama cewek lain, ya! // Kisah lengkapnya, gimana? / Eits, sabar dulu. Eisha kasih selingan dulu pakai lagu yang pastinya udah sering insan muda denger, ya. // Shiki – Senpai.

─O3. SONG : Shiki TMNS feat Hentai DudeSenpai

╱ BREAK IN : BREAK IKLAN 5 MENIT, all directed by PA. ㅤ

CONTENT

Balik lagi di TERROR, Thursday Horror bareng Eisha. // Lagunya gimana tadi, insan muda? Pasti yang sering akses youtube udah sering banget denger lagu itu, ya? / Nah, topik yang mau kita perbincangin juga ada hubungannya dengan lagu barusan, nih.

Di Jepang, ada gadis bernama Yuka Takaoka yang tega melukai kekasihnya dengan cara menusuki tubuh berulang kali. // Alasannya apa? / Simple banget. Cuma karena Yuka nggak kepengen lihat pacarnya bersama cewek lain. / Intinya, si cewek ini posesif banget. / Pelaku yang baru berusia sekitar dua puluhan tahun, mendatangi kediaman si kekasih dan langsung menikamkan tubuh si korban dengan pisau dapur yang ada di rumah. / Gilanya lagi, tau nggak, insan muda? // Iya. Setelah melukai si korban, Yuka Takaoka ini menelfon pihak kepolisian dengan tenang. Mengatakan dia udah menusuk seseorang. / Lalu ketika pihak kepolisian tiba, Yuka Takaoka lagi santai ngerokok padahal di sampingnyaㅡ si korban lagi terbaring bersimbah darah.

Aduh, Eisha langsung merinding, jadinya! // Biar nggak terlalu merinding, kita dengerin lagu dulu, ya, insan muda. / Tetep stay tune di frekuens 104.4 BANKS FM bareng Eisha di sekmennya TERROR, Thursday Horror!

─O4. SONG : NaifPossesif

  1. SONG ( The Weeknd – Blinding Lights ) + CONTENT Balik lagi bersama Alisha dan skandal dari ZOOM nih // beberapa pengguna mengatakan / bahwa keyboard mereka bergerak sendiri setelah mereka membuka aplikasi ZOOM / sungguh buat was-was dan sangat mengecewakan sekali / aplikasi yang dipergunakan untuk pelajar malah memanfaatkan data para pengguna / untuk meraup keuntungan pribadi mereka sendiri // jangan khawatir / Alisha akan memberikan tips dan trick setelah request lagu

dari …. ( nama pe-request jika ada + nama penyanyi + judul lagu ) //

  1. SONG REQUEST + CONTENT

Terimakasih untuk lagu dari … ( nama pe-request) // jadi apa yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi ini? / beberapa orang mengatakan / hal ini bisa diantisipasi dengan / mengganti kata sandi secara berkala // untuk lebih efektifnya ya dengan tidak menggunakan ZOOM / dan menggunakan aplikasi lain // namun kalau terpaksa tips dari Alisha tadi bisa digunakan untuk keamanan kalian nih para pendengar // siang-siang begini bagaimana kalau kita flashback dengan lagu judul nih / ada Mahadewi dari Padi yang siap membawa kita ke lorong waktu //

  1. SONG ( Padi – Mahadewi ) + INTERMEZZO

Oke / lanjut // Informasi yang Alisha kasih tahu tadi valid / karena pihak ZOOM sudah mengakui kesalahan mereka // wah semoga ZOOM bisa memperbaiki kinerja dan mendapatkan nama baik mereka kembali deh // Untuk pendengar semua terutama kalian yang harus belajar dan bekerja jarak jauh / tetap pastikan keamanan diri juga data kalian / karena pencurian data sudah tidak asing di masa serba teknologi begini // tidak terasa Alisha udah menemani kalian selama dua jam / dan sekarang waktunya kita buat berpisah // Lagu request dari... ( nama pe-request ) akan menjadi penutup perjumpaan kita / sampai jumpa / happy weekend //

 

  1. SONG REQUEST + CLOSING + BUMPER

[ Wooseok ] nae modeun geol wanbyeoghi haeje shikyeo beorin neo I think I’m losing control

[ Seungwoo ] i dalkomhan ge naege haeroul ri eobt janha neol sarang hago shipeo

[ Byungchan ] saramin ge matna itorog areumdabna naege utneun jeo eolgul jom bwa

[ Byungchan ] nae saram doen ge matna jeonbu kkumeun aninga nae modeun geol da jugo shipeo

[ Wooseok ] (naega wae ireolkka) an buryeotdeon yogshimi jakku [ Seungwoo ] (igeo wae ireolkka) nae aneseo keojyeoga [ Seungyoun ] (naega wae ireolkka) nado moreudeon naega kkae eonan geot gata ne sarang ttaemune (Uh uh woo~) neo ttaemune (Uh uh woo~) neo hana ttaemune (Uh uh woo~) [ Byungchan ] geurae nega nal kkaewosseo

[ Wooseok ] nun tteumyeon jeil meonjeo tteo oreuneun ne eolgul boji anhgo mot gyeondigo

[ Seungwoo ] han beondo ibyeorhan jeog eobtneun saram cheoreom neol [ Byungchan ] saranghae saranghae saranghae [ Seungyoun ] maeil gobaeg handa

[ Jinhyuk ] nareul jeonbu alkka da almyeon shilmang halkka deo joheun saram doego shipeo (neoreul wihaeseo nan)

[ Byungchan ] neon joheun saram ilkka animyeon tto eotteonga imi nan ppajyeo beoryeot neunde

[ Wooseok ] (naega wae ireolkka) an buryeotdeon yogshimi jakku [ Seungwoo ] (igeo wae ireolkka) nae aneseo keojyeoga [ Seungyoun ] (naega wae ireolkka) nado moreudeon naega kkae eonan geot gata ne sarang ttaemune (Uh uh woo~) neo ttaemune (Uh uh woo~) neo hana ttaemune (Uh uh woo~) [ Byungchan ] geurae nega nal kkaewosseo

[ Jinhyuk ] neoneun jonjae jachega wanbyeoghae uahamgwa segshiga gongjonhae nun, ko, ib gariji anhgo areumdawo sesang honja jeonbu da sane gamtan saman nambarhae (wau) geokkulo mareul haebwado (uwa) nawa hamkkehal i bameun sone kkobhineun hwang horhan bam

[ Wooseok ] nareul saranghan dago marhaejwo [ Seungwoo ] naega michyeo gagi jeone Yeah

[ Wooseok ] (naega wae ireolkka) an buryeotdeon yogshimi jakku [ Seungwoo ] (igeo wae ireolkka) nae aneseo keojyeoga [ Seungyoun ] (naega wae ireolkka) nado moreudeon naega kkae eonan geot gata ne sarang ttaemune (Uh uh woo~) neo ttaemune (Uh uh woo~) neo hana ttaemune (Uh uh woo~) [ Byungchan ] naui modeun geol saranghaejwo

[ Wooseok ] Nan jigeum nege gago itneun giriya Bome kkeutboda hwolsshin ppareuge Hal mari itneun geol malhaji aneumyeon Pyeongsaengeul huhwehamyeo sal geot gata

[ Jinhyuk ] Amado sal geot gata neorang sum shwimyeon Jeongshin mot charigesseo nuni gamgigo I just want you to know I'm the real one that you're looking for Geokjeongeun buranham ane gadwo geonneopyeone da nwadugo Ijebuteo uri sajin juwo dama Ne sonagwi ane agijagi georeo dul geoya Eodideunji boige haejwo Na eopshin an dwenda haejwo

[ Seungwoo ] Neo eopshin an dwenda nan neoyeoya handa Amuri saenggakhaedo nan gyeolguk neoya

[ Seungyoun ] Huhwehagin shilta neoreul saranghanda Cause you are the only one Naneun neoppuniraneun geol

[ ALL ] Hah ah ah ah ah ah ah Let's get it on let's get it on Hah ah ah ah ah ah Why don't you be my girl Hah ah ah ah ah ah ah Let's get it on let's get it on Cause you are the only one for me

[ Wooseok ] Ajikdo nege gago itneun giriya Yeoreumbam gonggiboda tteugeobge Geuriwohaetteon neol butjabji mothamyeon Pyeongsaengeul huhwehamyeo sal geot gata

[ Byungchan ] Nega neomu bogo shipeoseo yeah yeah yeah Girl I swear this ain't no booty call na na na Geunyang saenggaknaseo haneun geotto aniya (nope) Deudieo jeongshin charyeosseo neo eopshin an dwendaneun geol Now I know now I know Dashi shijakhae bol saenggak isseumyeon cheoeumcheoreom Mannal saenggagi isseumyeon lemme know Let's give it a go

[ Seungwoo ] Neo eopshin an dwenda nan neoyeoya handa Amuri saenggakhaedo nan gyeolguk neoya

[ Seungyoun ] Huhwehagin shilta neoreul saranghanda Cause you are the only one Naneun neoppuniraneun geol

[ ALL ] Hah ah ah ah ah ah ah Let's get it on let's get it on Hah ah ah ah ah ah Why don't you be my girl Hah ah ah ah ah ah ah Let's get it on let's get it on Cause you are the only one for me

[ Jinhyuk ] Naye yeoreum neol eotteoke hagetni Haereul myeot beoneul neomgyeodo you and me Neoreul saranghae saranghae tto malhago malhaedo Ojik neoyeoyaman I can live Uri tteugeobge jabeun son kkwak jaba deo Yeoreumbame love kkwak ana deo Dugeundugeun urin gureum gureum wi Idaero uri dul i

[ Seungyoun ] Neo eopshin an dwenda nan neoyeoya handa

[ Seungyoun, Seungwoo ] Amuri saenggakhaedo nan gyeolguk neoya [ Seungwoo ] Huhwehagin shilta neoreul saranghanda Cause you are the only one Naneun neoppuniraneun geol

[ All ] Hah ah ah ah ah ah ah Let's get it on let's get it on Hah ah ah ah ah ah Why don't you be my girl Hah ah ah ah ah ah ah Let's get it on let's get it on Cause you are the only one for me

[ Wooseok ] Sumi meojeul geotman gata Sarangi on geotman gata Moreugesseo moreugesseo [ Byungchan ] Moreugesseo moreugesseo [ Wooseok ] Moreugesseo moreugesseo Like it like it like it

[ Jinhyuk ] Drop it Oh my beautiful target hey You zoom zoom heart like a rocket ho Oh my beautiful target hey You zoom zoom heart like a rocket ho

[ All ] I like it like it like it I like it like it like it I like it like it like it

[ Seungyoun ] Nae mameun boom boom boom boom Neottaeme sum sum sum sum Eul mosswieo nan seul seul seul seuljjeok Dagaga neoege ppajyeobeoryeosseo eo Nae seutaire jeokhaphae Nan nege banhaeseo heoujeokdae Neowa hamkkeramyeon eonjena na Seoul nyuyok roma peuraha

[ All ] Oh my beautiful target hey You zoom zoom heart like a rocket ho Oh my beautiful target hey You zoom zoom heart like a rocket ho

I like it like it like it I like it like it like it I like it like it like it

[ Seungwoo ] Oh my beautiful target You zoom zoom my heart like a rocket Nae tteugeoun simjangi geudaereul gidaryeoyo

[ Wooseok ] Michyeobeoril geotman gata I like it Nogabeoril geotman gata Neo ttaemune neo ttaemune [ Byungchan ] Neo ttaemune neo ttaemune [ Wooseok ] Neo ttaemune neo ttaemune

[ Jinhyuk ] Oh oh I'm up & high Nae nune ttuieosseo neon nae style yeah Deo isangeun naege mutjido ma nal Nolliji ma na eotteokhana Mareunchimi goyeoonda yeah Ma target is you naraga hu I'm like a robin hood What's you gon' make me do Oh yes! sir! gotta shoot

[ Seungwoo ] Oh my beautiful target You zoom zoom my heart like a rocket Nae tteugeoun simjangi geudaereul gidaryeoyo

[ Seungyoun ] Oh my beautiful lady Nan neoman boyeo na eotteokhae Nae tteugeoun sarangeul geudaeyeo badajwoyo

[ All ] Oh my beautiful target hey You zoom zoom heart like a rocket ho Oh my beautiful target hey You zoom zoom heart like a rocket ho

I like it like it like it I like it like it like it I like it like it like it

Come into nae mam dat keom Aidi paeseuwodeu neoui luv Nae mameul kkok damaseo I love you like a love song

I like it like it like it I like it like it like it I like it like it like it

Come into nae mam dat keom Aidi paeseuwodeu neoui luv Nae mameul kkok damaseo I love you like a love song Tteugeoun sarangeul geudaega badajwoyo I like it like it like it