Hari ini, langit benar-benar cerah. Bahkan Byungchan yang biasanya lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya di penghujung pekan, mau tidak mau jadi terbangun tatkala cahaya matahari memasuki sela-sela jendela kamar yang ditempati oleh dirinya dan si kekasih, Han Seungwoo.
Byungchan memiringkan tubuh ke samping kiri, alhasil membuat dirinya kini memandangi sosok Seungwoo yang masih tertidur dengan dengkuran halus. Lelakinya tertidur tanpa busana dan hanya terbalut selimut putih dari tempat tidur berukuran queen miliknya. Dari sela selimut yang menutupi diri, Byungchan bisa melihat bagaimana tato di dada kiri Seungwoo sedikit menyembul; seakan malu-malu.
Byungchan semakin mendekatkan tubuh ke arah Seungwoo sehingga kini jarak diantara keduanya menjadi tiada. Mungkin Byungchan menghabiskan beberapa menit untuk mengagumi bagaimana garis rahang milik Seungwoo terbentuk dengan sempurna, lalu beralih memperhatikan hidung si kekasih yang terlampau mancung. “Ganteng,” bisik Byungchan, lebih kepada dirinya sendiri. Rasanya menyebut pujian itu ribuan kali pun masih belum bisa memperlihatkan sebagaimana sempurnanya sosok si kekasih di matanya.
Ketika pandangan memuja Byungchan mulai beralih turun sedikit demi sedikit, manik si lelaki Choi menemukan bercak kemerahan yang samar di sekitar pundak kiri Seungwoo. Kuasa Byungchan mengusapi bekas kemerahan itu, mencoba mengingat apakah itu ulahnya atau bukaㅡ oh, iya, mungkin itu ulahnya. Byungchan teringat, sepertinya itu adalah hisapan dan gigitan dari bibirnya sendiri karena kemarin malam, ketika Seungwoo menumbukkan miliknya yang gagah ke dalam lubang Byungchan, si lelaki Choi sudah terlalu dibuat mabuk akan kenikmatan yang didapat sehingga pelampiasannya hanyalah cengkeraman erat pada punggung Seungwoo juga gigitan kecil di pundak si lelaki Han.
Byungchan masih mengusapi bekas kemerahan di pundak Seungwoo, seakan berusaha menyampaikan permintaan maaf walaupun sudah pasti tidak akan tersampaikan karena si pemilik raga masih terbuai di alam mimpinya.
Seungwoo masih mendengkur halus, membuat Byungchan leluasa untuk melakukan apa yang ia inginkan kepada si lelaki kesayangan tanpa harus takut diinterupsi atau apapun yang lainnya. Di kala biasa, pasti Seungwoo tidak akan memperbolehkan Byungchan melakukan sesuatu secara gegabah. Di kala biasa, Byungchan harus memohon dengan tatapan sayu untuk sekedar bisa memegang kejantanan gagah si kekasih. Di kala biasa, Byungchan tidak akan diberi kesempatan untuk memainkan puting Seungwoo tanpa memohon untuk dimasuki lubangnya.
Pada kala biasa, harus selalu ada sistem menerima dan memberi diantara keduanya. Walaupun pada akhirnya, kebanyakan hanyalah Seungwoo yang memberi dan Byungchan yang menerima. Kesempatan kali ini sangat jarang didapatkan, maka dengan sangat hati-hati Byungchan memainkan kuasanya di atas tubuh Seungwoo. Tidak ingin kegegabahannya malah membuat Seungwoo terbangun dan menghancurkan kenikmatan yang tengah ia coba beri ke si yang lebih tua.
Dengan sangat lembut, Byungchan mengecupi tato di dada kiri Seungwoo. Sedikit demi sedikit, seakan tidak ingin melewatkan sepersekian mili pun terlewatkan oleh kecupannya. Tato itu tidak pernah bisa membuat Byungchan berhenti terkagum-kagum. Entah bagaimana mengatakannya, akan tetapi setiap kali mereka bercintaㅡ nafsu Byungchan seakan terus dibuat melambung tinggi setiap kali pandangannya menangkap tato di dada Seungwoo ini. Rasanya, tato milik Seungwoo sudah menjadi sebuah kesatuan dengan si kekasih. Warna hitam dari tulisan yang terukir itu benar-benar sangat pantas untuk bersanding dengan kulit putih pucat Seungwoo.
Byungchan malah terkadang dapat dengan mudah mencapai klimaksnya jika Seungwoo menumbukkan miliknya dengan gerak cepat seraya menjatuhkan diri di atas si lelaki Choi. Kenapa, tanyamu? Karena tato di pundak kanan Seungwoo menjadi dekat dengan wajahnya, dan entah mengapa Byungchan merasa tengah disetubuhi dengan lelaki yang teramat sempurna.
Perumpamaan bodoh, memang. Bagaimana bisa ukiran tato di tubuh seseorang mampu memberikan kenikmatan seksual sebesar ini, Byungchan juga tidak paham. Yang pasti, Byungchan sangat menyukai dua ukiran hitam di tubuh si kekasihnya inㅡ
Oh. Tiga, semestinya.
Jangan lupakan tato bergambarkan lilac yang terukir indah di lengan kiri Seungwoo. Tato yang selalu Byungchan lihat tatkala si kekasih memberi cekikan di leher seraya menghujamkan miliknya ke lubang si lebih muda tanpa ampun. Tato yang membuat Byungchan melihat putih, hingga terkadang mencapai klimaksnya berkali-kali.
Seungwoo masih mendengkur ketika kecupan Byungchan pada tato di dadanya mulai beranjak naik ke ukiran yang ada di pundak. Sial, padahal sebisa mungkin Byungchan berusaha agar segala tindakannya tidak membangunkan Seungwoo dari tidurnya. Namun jika sudah begini, Byungchan bisa apa, coba? Tubuh seorang Han Seungwoo seakan meneriakkan seruan untuk disentuh dan dikecupi seluruhnya tanpa henti.
Lupakan perihal ia yang tidak ingin membangunkan si pemilik raga. Sekarang Byungchan malah sedikit mendongakkan kepala agar dapat meraih daun telinga Seungwoo dengan bibirnya. Posisinya masih berbaring, membuat ia sanggup berlama-lama mengulum daun telinga serta cuping Seungwoo. Tidak ingin tangannya hanya sekedar diam, kini kuasa kanan Byungchan bergerak untuk memilin puting Seungwoo. Sial, padahal Byungchan yang tengah memberi kenikmatanㅡ namun kenapa malah ia yang merasa libidonya naik bukan main, coba?
“Hnnh—”, Byungchan melenguh kecil di telinga Seungwoo yang telah ia kulum lumayan lama. Tangannya masih bergerak memilin puting si lelaki Han, sementara kini sebelah pahanya sudah dinaikkan ke atas kaki Seungwoo. Membiarkan paha bagian dalamnya kini saling bergesekan dengan betis keras si kekasih.
Padahal hanya saling bergesekan, namun Byungchan bisa merasakan kejantanannya menjadi tegang secara perlahan-lahan. “—Seungwoo..”
Tidak ada embel-embel panggilan 'Kak' dari panggilannya barusan. Byungchan tentu tidak akan berani berujar demikian ketika si kekasih tengah di alam sadarnya. Itu sama saja dengan cari mati, namanya. Maka selagi kesempatannya datang, Byungchan mencoba memanfaatkan waktu untuk menikmati tubuh Seungwoo tanpa perlu interupsi ini itu.
Puas dengan kuluman di daun telinga, Byungchan beralih mengecupi garis rahang milik lelaki Han. Sekilas, bibirnya terasa sedikit geli karena adanya kumis tipis di dagu Seungwoo. Lumayan tajam, namun bukannya membuat sakitㅡ Byungchan malah merasakan geli yang menggelitik.
“Seungwoo..”, Byungchan tidak tahan lagi untuk melakukan hal yang lebih jauh. Kuasa yang semula tengah memilin puting Seungwoo kini diturunkan agar bisa meraih kejantanan si kekasih. Byungchan tidak segera menggenggamnya erat dan kuat seperti yang biasa Seungwoo lakukan kepadanya. Byungchan memberi pijatan kecil di kepala kejantanan milik Seungwoo, sementara kini bibirnya mengulum puting si lelaki Han yang sudah mencuat. Entah karena merasakan tegang di tengah alam bawah sadarnya atau karena pilinan dari jemari Byungchan sebelumnya. Entahlah. “..Han Seungwoo.”
Memanggil nama Seungwoo tanpa embel-embel apapun, membuat Byungchan merasakan sebuah sensasi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Pernah tidak, kalian merasakan sebuah sensasi ketika menyebut nama seseorang yang seakan sangat tepat untuk diucapkan oleh kalian?
Sulit untuk menjelaskannya namun Byungchan merasakan demikian. Nama Han Seungwoo seakan menjadi safe-word yang membuat dirinya lupa daratan.
Di tengah kulumannya pada puting Seungwoo, Byungchan merasakan tubuh si kekasih sempat tersentak untuk sesaat. Mungkin merasakan nikmat di tengah alam bawah sadarnya. Sekilas, Byungchan menyunggingkan senyum. Pijatan pada kepala kejantanan Seungwoo membuat cairan precum milik si lebih tua mengalir sedikit, menjadikan gerak tangan Byungchan di batang kejantanan yang gagah itu semakin bebas.
Byungchan menghentikan kulumannya di puting Seungwoo, menengadahkan kepala untuk menatapi wajah si kekasih yang terlihat agak gusar. Mungkin di mimpi Seungwoo, ia tengah merasakan sensasi tiada duanya. Lihat saja, walaupun matanya terpejam, kedua alis si lelaki Han sedikit bertaut. Menandakan kenikmatan yang tengah ia rasakan sekarang juga tersalurkan hingga ke dalam mimpi.
“Nhh—”
Seungwoo sedikit mengerang, membuat Byungchan sedikit terkesiap. Dilema akan apa yang harus dilakukan olehnya sekarang. Jika Byungchan melanjutkan gerakannya, mungkin saja Seungwoo akan terbangun dan memberi pernyataan tidak suka karena si yang lebih muda memperlakukannya bak mainan.
Namun jika semua dihentikan sampai di sini, Byungchan yang akan tersiksa. Jujur saja, lubangnya sudah berkedut sedari tadi karena menahan keinginan untuk dikoyak oleh milik Seungwoo. Jika dibiarkan, bisa-bisa Byungchan menangis.
Maka semua resiko tidak dipedulikan. Perihal Seungwoo yang mungkin akan murka karena kini Byungchan tengah menjamahi tubuhnya tanpa permisi, biarlah dipikirkan belakangan. Byungchan sudah keburu dikuasai oleh nafsu. Alhasil, paha si yang lebih muda kini bergerak dengan lebih kasar daripada sebelumnya. Sengaja, agar kulit kejantanannya kini bergesekan dengan paha Seungwoo yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus. “A-nnhhg, enakk—”
“Kamu lagi diem aja, enaknya sebegini, Seungwoo,” racau Byungchan dengan suara yang sedikit sengau. Tangannya masih bergerak di kejantanan milik si kekasih, mencoba menantang diri untuk menjadikan lelaki Han ini mencapai klimaks bersamanya. “Han Seungwoo, kontol kamu— bisa bikin siapapun jadi gila, tau, nggak?”
“Kontol gede, beruratㅡ terus enak banget genjotnya,” racauan Byungchan mulai terdengar tidak terkendali. Nafasnya perlahan mulai memburu, sementara gerak tangannya di kejantanan Seungwoo juga mulai melaju cepat akibat precum si lelaki yang keluar lumayan banyak. “Seungwoo..”
”..ngewe sama kamu bikin ketagihan, sayang.”
Sedikit, Byungchan sedikit merasa kurang puas ketika racauan kotornya tidak dibalas oleh senyuman sinis Seungwoo atau dengan cekikan pada leher. Namun semua itu ia kesampingkan karena kepuasannya berganti dengan Seungwoo yang terlihat mengerang seraya terpejam.
Senikmat apa bayangan yang tengah ia gambarkan di alam mimpi? Byungchan terus memikirkan hal itu.
“Nnhㅡ”
Nafas Seungwoo mulai tersengal, begitupun dengan Byungchan yang juga tidak kuat untuk menahan klimaks tanpa dimanjakan lubangnya oleh milik si kekasih. Tanpa pikir panjang, Byungchan agak menaikkan posisi berbaring agar kepalanya bisa mencapai kepala Seungwoo. Setelah berhasil, bibirnya segera menciumi bibir Seungwoo. Mendaratkan pagutan yang lumayan dalam, namun tidak memaksa.
Diberi sentuhan begitu, perlahan Seungwoo membuka matanya. Masih belum terbuka sepenuhnya karena perlu waktu beberapa detik bagi Seungwoo untuk menyadari tindakan si kekasih di dalam dekapan. Byungchan tengah memagut bibir dengan tangan yang tengah bergerak naik turun di kejantanan Seungwoo jua dibarengi paha yang tengah menggesekkan miliknya ke kaki jenjang si lelaki Han. Setelah dapat memastikan situasi yang tengah terjadi, Seungwoo benar-benar membuka mata dan sedikit membuka ruang mulutnya agar Byungchan tidak hanya memagut bibir namun juga dapat menjelajahi isi mulutnya.
Menyadari bahwa bibir Seungwoo perlahan seakan memberi ruang, Byungchan sedikit memundurkan kepalanya. Benar saja, Seungwoo sudah terbangun. “K—kak,” Byungchan sedikit mengambil jarak; merasa takut Seungwoo akan memarahinya karena bertindak sesuka hati. “Maaf, tadi aku terlalu—–”
“Hm?”
Seungwoo menarik tubuh Byungchan agar kembali mendekati dirinya. Tidak seperti biasanya, Seungwoo menarik tubuh si kekasih dengan perlahan. Lembut. “Terlalu apa, sayang?”, tanya si lelaki Han. Sebelah tangannya yang semula menarik tubuh Byungchan, kini dialihkan untuk bergerak di kejantanan si lelaki Choi. Sudah tegang sepenuhnya, padahal Seungwoo belum melakukan apa-apa. “Kamu udah lakuin apa aja selama aku tidur?”
Diberi pijatan pada titik vital, membuat Byungchan segera luluh. Nafsu yang sedari tadi ia tahan dengan memainkan Seungwoo tanpa diberi respon apapun, rasanya segera membuncah tanpa bisa dikendalikan. Padahal Seungwoo hanya memberi pijatan kecil pada batang kejantanan Byungchan namun si yang lebih muda segera melengkungkan punggungnya, terlalu merasakan nikmat. “Hhnngh—– Kaaak..”
Dada yang membusung akibat punggung yang dilengkungkan membuat Seungwoo dapat meraih puting si kekasih tanpa perlu kesusahan. Seakan ditawarkan, Seungwoo menjulurkan lidah dan mengitari daerah tonjolan berwarna coklat tua milik Byungchan. Tidak menghisap atau memberi kuluman, hanya jilatan patah-patah yang rasanya semakin membuat Byungchan menggila karena ingin dijamah lebih daripada ini.
Ingin mendapatkan lebih, akhirnya Byungchan menyelipkan sebelah lengannya ke bawah leher Seungwoo, menjadikan lengan sebagai bantalan bagi si kekasih agar dapat memainkan putingnya dengan lebih nyaman. Seungwoo yang diperlakukan demikian, seperti merasa menjadi bayi. Maka jilatan patah-patah yang semula didaratkan, kini berubah menjadi kuluman serta hisapan agak kuat. Bak seorang bayi yang tengah diberi asupan susu. “A-aah, Kak—–”, Byungchan sedikit meringis ketika Seungwoo tidak sengaja menggigit kecil putingnya.
Seungwoo melirik ke atas, menatapi Byungchan yang balas menatapnya sayu. Si lelaki Choi tidak merajuk, ia malah mengusapi pipi Seungwoo dengan sebelah tangannya yang tidak dijadikan bantalan untuk leher si kekasih. “Jangan kena gigi, sayang. Perih,” ujar Byungchan dengan nada lembut dan dibalas dengan anggukan Seungwoo.
Jarang sekali Seungwoo begini. Jarang sekali Seungwoo mau mengikuti ucapan Byungchan yang memintanya melakukan sesuatu. Biasanya, Seungwoo akan melawan. Biasanya Seungwoo akan melakukan apapun semau hatinya, alih-alih mengikuti perkataan Byungchan. Namun kali ini, Seungwoo hanya mengiyakan tanpa ada argumen apapun.
Jemari Seungwoo masih bergerak dengan tempo lumayan cepat di kejantanan Byungchan. Begitupun dengan bibirnya yang mengulum puting Byungchan, lumayan lahap. Byungchan yang posisi tubuhnya berada lebih tinggi daripada Seungwoo, kini menundukkan wajah agar bisa mengecup puncak kepala si lelaki kesayangan. Berkali-kali kecupan diberikan, saking mengagumi setiap gerak Seungwoo yang seakan membuatnya lupa daratan.
“K-aak.. Kak Seungwoo..”, Byungchan yang hampir mencapai putihnya tiba-tiba seakan disengat oleh setruman listrik ketika jemari Seungwoo beralih memasuki analnya. Tidak banyak, hanya satu namun jemari Seungwoo yang panjang seperti mampu mengoyak isi dinding anal milik Byungchan. “Hmmhh— Kak, jarinya— ahhn..”
Byungchan mengerang, entah karena nikmat atau kesakitan. Mungkin ada di tengah-tengah keduanya. Seungwoo sedikit menaikkan pandangan, memberi isyarat berupa tatapan agar Byungchan bisa menyejajarkan posisi dengan dirinya sekarang. Mendapat isyarat begitu, Byungchan segera paham dan segera bergerak ke bawah. Sialnya, gerakan tubuh yang dilakukan Byungchan barusan malah semakin membuat jemari Seungwoo masuk lebih dalam ke lubangnya; bahkan hampir mencapai prostatnya. “..ngghh— Kaak..”
Seungwoo menatapi Byungchan yang ada di dekapannya. Lelakinya itu sudah menampakkan pandangan mata sayu, tatapan yang paling tidak bisa ditolak oleh Seungwoo sendiri. Bagi si lelaki Han, tatkala Byungchan sudah memberi pandangan begituㅡ rasanya tidak ada satupun insan yang dapat menandingi keindahan si kekasih. Apalagi dengan tubuh tanpa busana yang mulai berbalut peluh dan kulit yang memerah karena libido tak tertahan. Byungchan bisa menjadi seindah itu di mata Seungwoo.
“Sayang,” setelah puas memandangi si lelaki, Seungwoo membuka suara. “Kenapa kamu bisa bikin aku nggak pernah puas?”
Suara Seungwoo terdengar tenang, berbanding terbalik dengan jari telunjuk si lelaki Han yang masih mengoyak anal milik Byungchan. Malah, ketika dinding anal si kekasih seakan dilumuri oleh cairan kenikmatan yang mengalir dari batang kejantanannya sendiri, Seungwoo memberanikan diri memasukkan dua jemari ke lubang Byungchan. Membuat si lelaki Choi tidak karuan menahan nikmat; nikmat dari gerak jemari Seungwoo juga nikmat berupa pujian yang tengah disuarakan.
“Seungwo—o.. hnnhh,” Byungchan terlampau dimabuk kenikmatan sampai-sampai lupa memanggil si kekasih dengan imbuhan panggilan 'Kak' sebagaimana mestinya. “Sayang.. a-annh— jari kamu aja.. seenak ini, hmmh..”
Bukannya Seungwoo tidak mendengar panggilan dari Byungchan barusan. Ia mendengar dengan jelas, namun tidak memiliki niatan untuk menginterupsi. Gerak jemarinya dalam lubang Byungchan bahkan dihimpit seketat ini. Ia bisa menebak bagaimana memanggil dirinya tanpa panggilan penanda hormat bisa menjadi sebuah hal menggairahkan untuk Byungchan. Maka alih-alih menginterupsi, Seungwoo mengecupi wajah Byungchan. Berusaha menyampaikan tanda bahwa tidak ada yang perlu ditakuti, bahwa Seungwoo tengah mencoba mengerti.
“Julurin lidah, sayang,” bisik si lelaki Han dan detik setelahnya segera dipatuhi oleh Byungchan. Si yang lebih muda menjulurkan lidahnya, panjang. Seungwoo tidak segera menyambutnya, ia memperhatikan si kekasih yang tengah menjulurkan lidah dan menatapnya dengan penuh pandangan memohon untuk diperlakukan lebih daripada sekarang.
“Hnng— Kak ..”, Byungchan sedikit merengek karena lidahnya sama sekali tidak diberi tindakan apa-apa. Baru ketika Byungchan akan menarik kembali juluran lidahnya, Seungwoo menjilat ujung lidah si yang lebih muda. Berkali-kali, sebelum akhirnya si lelaki Han mulai menghisap lidah Byungchan dan membuat si yang lebih muda harus menjulurkan lidahnya lebih panjang agar dapat merasakan nikmat yang lebih daripada yang tengah dirasa.
Paham bahwa si lelaki kesayangan sudah terlalu memberikan banyak, Byungchan membiarkan kuasanya mulai berkerja. Tangannya yang semula hanya mengusak dan membuat berantakan rambut Seungwoo, kini beralih ke bagian bawah tubuh si kekasih dan meraih kejantanan gagahnya. Ternyata tidak hanya Byungchan yang dimabuk kenikmatan, rupanya Seungwoo juga merasakan hal yang persis sama. Batang kejantanan si lebih tua sudah mengeras, bahkan tanpa melihat pun Byungchan bisa merasakan urat-urat yang menonjol dari sana.
Ciuman diantara keduanya dilepaskan terlebih dahulu oleh Byungchan. Namun tidak membuat si lelaki Han merasa tersinggung karena ia paham sebagaimana Byungchan tengah merasakan gila di lubang analnya. Kepala Byungchan mendongak ke belakang, membuat leher jenjangnya yang semula putih terlihat kemerahan. “Seungwoo— hnnh, please ..”
”..dalemin, sayang—” “kocok lebih cepet, Seungwoo..”
Seungwoo tidak tahu bagaimana ceritanya sosok Byungchan terlihat seperti seseorang yang layak memerintahinya. Semestinya Seungwoo menolak dan memberi cekikan sebagai hukuman karena Byungchan sudah seenaknya memberi titah ini itu. Namun, entahlahㅡ Byungchan yang begini, yang tengah melengkungkan badan dan mendongakkan kepalanya ke atas juga meracau tidak jelas dengan mata yang setengah terbuka, terlihat sangat menggoda. “Enak, Byungchan?”
“..jawab, sayang.”
Gerak jemari Seungwoo di lubang analnya terlampau cepat. Padahal ia sudah berusaha mengetatkan dinding analnya agar si lelaki Han kepayahan dalam melangsungkan tindaknya, namun percuma sajaㅡ Seungwoo terlalu liar untuk dilawan. Dinding anal yang diketatkan malah seakan membuat Seungwoo kegirangan karena jarinya seakan dihisap lebih dalam oleh Byungchan. Gerak tangan si lelaki Choi di kejantanan Seungwoo sudah terhenti sepenuhnya. Tidak, ia tidak kuat melakukan tugasnya sementara ia sendiri tengah dihajar dengan hujam kenikmatan dari jari Seungwoo. “Seungwoo, enak bang—et, bang-saat..”
Kedua kaki Byungchan seperti mati rasa, namun ia dapat menebak sebagaimana kakinya sekarang tengah gemetar karena menahan klimaks yang ingin meledak. “Mau ke-luar, a-ahhng, Seungwoo—”
Seungwoo. Seungwoo. Seungwoo.
Mungkin Seungwoo sudah gila karena ia baru menyadari suara Byungchan yang tengah memanggil namanya terdengar sangat erotis. Selama ini, Byungchan menyuarakan klimaksnya dengan 'Kak', jarang sekali menyebut nama. Ketika Byungchan menyebutkan demikian, entah kenapa Seungwoo merasakan sebuah sensasi yang berbeda dari biasanya.
Si lelaki Han menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang, seakan tengah menumbuk lubang kenikmatan milik Byungchan. Namun karena pada kenyataannya kejantanan Seungwoo tidak tertanam di dalam anal si kekasih, batang kejantanan nan gagah milik si lelaki Han hanya bergesekan dengan perut rata Byungchan. Sesekali kejantanan Seungwoo melengkung ke atas tatkala bertubrukan dengan perut si lelaki Han, membuat Byungchan kebingungan harus menyuarakan kenikmatan yang dirasa dengan cara bagaimana. “An—jingg, Seungwoo— kontol lo.. bangsat, ena—k banget, sayanggh..”
Tangan Byungchan mencengkeram seprai kasur yang mereka berdua tempati. Biarpun dilanda kenikmatan tidak terkira, ia masih bisa berpikir jernih untuk tidak mendaratkan cakaran ke pundak Seungwoo. Akan terlalu sakit nantinya. Jadi, dipilihnya seprai yang membaluti matras untuk menyalurkan semua kegilaannya akan sentuhan si kekasih. “Hnnhh— sayan-ngg..”
Dua jemari Seungwoo sudah mulai terasa longgar di lubang kenikmatan Byungchan. Maka hujaman terakhir dilesakkan, tiga jemari. Seungwoo tidak lagi melesakkan jari-jarinya dengan posisi berbaring, si lelaki Han kini beranjak bangkit agar posisi tubuhnya bisa berada di atas Byungchan. Kedua kaki si yang lebih muda dilebarkan agar kini tubuh Seungwoo bisa berada di tengah ruang kaki yang terentang.
Ketika perubahan posisi dilakukan, jemari Seungwoo tidak berhenti dilesakkan keluar masuk di dinding kenikmatan Byungchan. Tubuh Seungwoo agak sedikit dibuat bertindihan dengan si kekasih, kemudian pinggulnya kembali bergerak maju dan mundur. Membuat gerak seakan tengah menumbuk isi liang anal Byungchan. Namun karena jemarinya yang tengah melakukan pekerjaan itu, pada akhirnya kejantanan Seungwoo hanya mendarat di perut Byungchan dan bergesekan kasar dengan kejantanan si kekasih. Sesekali buah zakar keduanya bersentuhan karena Seungwoo menggerakkan pinggulnya dengan gerak tempo cepat.
“Sayang.. hm? Enak?” Di tengah tumbukan pinggul dan lesakan jemari, Seungwoo menatapi wajah Byungchan yang berada di bawah tubuhnya. Byungchan masih mencengkerami seprai, bibir bawahnya juga digigiti akibat tidak mau terlalu vokal dalam meneriakkan surganya. “Cuma jari, sayang. Kamu udah mau nyerah sama jari doang? Hm?”
Byungchan juga tahu, dirinya teramat payah jika mengeluarkan klimaksnya hanya karena jari Seungwoo. Ia terbiasa ditumbuk oleh hujaman kejantanan si kekasih, itupun dilakukan secara kasar. Lalu, ketika hanya disuguhi jariㅡ bagaimana bisa ia mengaku kalah, coba?
“Pa-njaang banget, Seun-gwoo..”
Seungwoo menurunkan sedikit wajahnya agar bisa mengecup bibir Byungchan, meminta si kekasih agar tidak terus-terusan menggigiti bibirnya sendiri. “Jangan digigit, sayang. Sakit nanti kamunya.”
Oh. Benar. Ini rupanya yang membuat Byungchan lupa daratan tanpa perlu diberi cekikan atau disebut sebagai jalang tak tahu diri. Seungwoo yang begini, Seungwoo yang mengatakan 'sayang' tanpa adanya nada penuh intimidasi. Seungwoo yang begini, Seungwoo yang tidak memaksanya untuk tunduk di bawah titah. Seungwoo yang begini, ternyata bisa membuatnya mencapai nikmat terbesarnya.
Cengkeraman Byungchan pada seprai kini dilepaskan, kini kedua lengannya merangkul leher Seungwoo dan menariknya semakin ke bawah. Melabuhkan ciuman yang berbeda dari biasanya, tidak ada nafsu untuk diperlakukan kasar. Ciuman yang barusan dilabuhkan Byungchan ke bibir Seungwoo adalah tanda bahwa si lelaki Choi terlalu mencintai kekasihnya. Mencintai oasenya, Han Seungwoo.
Seiring dengan pagutan dua bibir yang saling bertemu, Seungwoo perlahan melepas lesakan jemarinya dari dalam liang kenikmatan Byungchan. Di tengah ciuman, Byungchan dapat merasakan bagaimana lubang analnya kini terkatup, menutup-terbuka, karena koyakan dari jemari Seungwoo barusan terlalu membuat bagian bawahnya berkerja terlalu keras.
“Hhhh—”, Byungchan menarik nafas dalam-dalam ketika Seungwoo menggerakkan kepala kejantanannya ke lubang kenikmatan si lelaki Choi. Tidak dimasukkan, memang. Hanya digerakkan naik turun agar dinding lubang anal Byungchan menjadi sedikit licin karena lumuran cairan kenikmatan milik Seungwoo. “—kondom, sayang..”
Seungwoo menaikkan pandangannya, dari yang semula menatapi bagian bawah Byungchan menjadi memperhatikan wajah si pemilik raga. “Boleh dilewatin, buat kali ini?”, pintanya dengan nada sedikit merajuk.
Byungchan sedikit menyunggingkan senyum, walaupun nafsunya malah menjadikan senyum barusan terlihat seperti senyuman menggoda. “Sayang, kalau nggak pakai kondom itu—sakit.. lagian, main bersih itu penting.”
Seungwoo mengerucutkan bibir, sungguh paham akan apa yang tengah dilakukan. Kenapa, tanyamu? Karena kini Byungchan tertawa kecil seraya sedikit membangkitkan tubuhnya ke posisi duduk, berhadapan dengan Seungwoo yang tengah dalam posisi berlutut. “Hm? Kenapa manyun gitu, coba? Sayangku mau apa, emangnya?”
Byungchan mengusapi pipi Seungwoo, membuat si lelaki Han menjawab dengan suara terlampau pelan. Mirip seperti mencicit, malahan. “Coba .. itu ..”
Layaknya seorang guru taman kanak-kanak kala sedang menghadapi muridnya yang merajuk, Byungchan mengusak rambut Seungwoo dengan sama lembut seperti sebelumnya. “Hm? Mau apa, sayang? Mau coba tanpa kondom?”
Seungwoo mengangguk. Byungchan menghela nafas sejenak sebelum akhirnya menangkup kedua pipi si kekasih. “Sakit, sayang. Emang sayangku bisa main pelan, hm? Nanti kalau kamunya yang nggak enak, aku yang ngerasa bersalah.”
“Bisa, main pelan.” Jawaban Seungwoo yang langsung pada sasaran membuat Byungchan mau tidak mau hanya bisa tertawa geli. Lucu sekali melihat kekasihnya yang biasa melakukan apapun tanpa memikirkan kondisi lawannya, sekarang bersedia melakukan hubungan intim dengan penuh konsiderasi. Tidak tahan dengan kelakuan manis Seungwoo yang tidak seperti biasanya, Byungchan mengecup bibir si kekasih berkali-kali. Seakan ingin menyampaikan rasa gemas dan sayang yang terlalu berlebih ke si lelaki di hadapan.
“Han Seungwoo,” panggil Byungchan.
“Hm?”
“Aku sayang banget sama kamu.” “Banget. Kebangetan, sayangnya.”
“Kamu yang lagi begini, yang lagi perhatiin situasiㅡ bikin aku rasanya mau nyerahin apapun buat kamu, tau, nggak? Hm? Aku sayang.. sayaaaang banget sama kamu.”
“Lakuin apapun yang kamu mau,” ujar Byungchan seraya kembali membaringkan diri dan melebarkan kedua kakinya. Memberi akses kepada si kekasih untuk kembali menjamahi tubuh sesuai keinginan. “Aku mau, Kak. Mau beri semuanya buat kamu.”
Tidak. Saat ini, sosok Byungchan tidak terlihat seperti sebuah sajian lezat yang biasanya selalu membuat Seungwoo hilang akal. Saat ini, sosok Byungchan yang tengah terbaring tidak terlihat seperti lacur yang harus memuaskan birahinya.
Saat ini, sosok Byungchan terlihat seperti seorangㅡ Byungchan. Byungchan yang ia sukai kala pertama berjumpa, Byungchan yang membuatnya rela menyisihkan waktu hanya untuk berjumpa, Byungchan yang ... adalah kekasihnya.
“Pelan-pelan, sayang.” “Janji.” Ujar Seungwoo seraya merundukkan tubuh agar bisa mengecupi kening Byungchan yang berada di bawahnya. “Kalau sakit, bilang, ya?”
Byungchan mengangguk, sedikit merasa takut. Padahal baru kemarin mereka saling bergumul dalam nafsu yang tidak terbendung, semestinya lubang kenikmatan Byungchan pun dapat dimasuki dengan mudah oleh kejantanan Seungwoo. Namun, entahlah. Apakah karena Seungwoo yang melesakkan miliknya dengan sangat perlahan atau karena dinding anal Byungchan yang sangat ketat karena kecupan manis dari Seungwoo, Byungchan merasa aktivitas mereka kali ini terlalu—memabukkan.
“K-kaak..”, Byungchan sedikit mencengkeram punggung Seungwoo, mungkin tanpa sadar malah menanamkan sedikit kukunya ke kulit putih si kekasih. Sakit, memang. Ada rasa yang asing ketika milik Seungwoo melesak ke dalam lubang kenikmatannya. Si lelaki Han yang mendengar erangan Byungchan, tidak menghentikan gerak pinggulnya. “..Kak Seun-gwoo.. hhnn, sakit—”
“Ssshht, sayang..” Masih dengan pinggul yang terus bergerak memberi hentakan, Seungwoo menatapi wajah Byungchan. Tangan kanannya menyibak poni si lebih muda sementara tangan kirinya memainkan puting Byungchan yang mencuat, berharap dengan begitu rasa sakit kekasihnya akan sedikit teralihkan. “..nikmatin, Byungchanㅡ”
Byungchan memejamkan matanya, berusaha mengikuti arahan si kekasih. Memang, perlahan-lahan hentakan pinggul Seungwoo memberi rasa nikmat yang membuat lupa daratan. Namun tetap saja, rasa sakit karena ini kali pertama mereka melakukannya tanpa pelindung masih saja terasa.
Paham bahwa si kekasih merasa kesakitan, Seungwoo benar-benar merundukkan tubuh sepenuhnya ke atas tubuh Byungchan. Memberikan izin kepada si kekasih untuk melakukan apa yang ia suka agar rasa sakitnya dapat teralihkan. “Sayang. Byungchan—”, di tengah deru nafas yang terus melaju dari si lelaki Choi, Seungwoo mengecup kening Byungchan. “—gigit pundak, ya? Apapun boleh.”
Diberi izin begitu, Byungchan betul-betul membenamkan wajahnya ke ceruk leher Seungwoo. Sesekali menggigit kecil pundak Seungwoo agar rasa sakit karena hentakan kejantanan si kekasih yang tertanam di lubangnya dapat teralihkan. “K-aak, Kak Seungwoo..”
“A-hhhn, sayangg—,” Seungwoo merasakan punggungnya sedikit perih karena kuku Byungchan sedikit mencakari diri. Namun hal itu malah membuat Seungwoo semakin cepat menumbukkan miliknya ke lubang kenikmatan si kekasih.
Bukannya Byungchan tidak merasakan sakit. Ia kesakitan, namun semua itu bercampur dengan kenikmatan yang berakhir memberi rasa tidak menentu. Perlahan, Byungchan mencoba menggerakkan pinggulnya ke arah berlawanan dengan hentakan pinggul si kekasih. Berusaha menikmati dan memberi hal serupa kepada Seungwoo. Kepala Byungchan tidak lagi terbenam di ceruk leher Seungwoo, ia menjauhkan sedikit jarak pandangnya agar dapat melihat wajah si lelaki Han.
Sulit untuk menjelaskan sosok Seungwoo di atas dirinya kali ini. Berulang kali mereka bercinta, sosok yang biasa Byungchan lihat adalah lelaki dengan otot terbentuk sempurna dan seakan ingin menguasai diri sepenuhnya. Memiliki Byungchan seutuhnya, dengan cara apapun. Namun saat ini, yang ada di atasnya bukanlah sosok yang begitu.
Seungwoo saat ini di atasnya, tengah memandanginya dengan tatapan paling hangat. Tangan Seungwoo tidak sedang mencekik lehernya, alih-alihㅡ kini kedua kuasa itu tengah mengusapi pipi Byungchan. Sesekali menyibak poni rambut si lelaki Choi yang sudah terlalu basah karena keringat. “Byungchan—”
Byungchan menatapi Seungwoo dengan tatapan terlalu memohon. Bagian bawahnya sudah sangat dibuai dengan segala hentakan nikmat si kekasih, namun sebisa mungkin ia coba tahan agar bisa melakukan pelepasan nikmat mereka bersama. “H-hhm, Kaak?”
Seungwoo mengecup bibir Byungchan berkali-kali, sebelum mengakhiri pagutan keduanya dengan gigitan kecil pada bibir bagian bawah si yang lebih muda. “Sayang— mau..”
“Mau.. a-hhnnh, keluar..”
Suara decit dengan tempo cepat dari kasur yang mereka tempati semakin terdengar nyaring, dipadu desah juga lenguh dari dua insan tak terpisah jarakㅡ seakan membuat cahaya matahari di luar sana tidak ada apa-apanya. Karena pada kenyataannya, tubuh Seungwoo dan Byungchan panas bukan main.
Bukan. Bukan karena terik sinar matahari yang perlahan mulai masuk tanpa malu-malu ke kamar mereka namun karena menyadari sesuatu yang jauh lebih penting;
mereka sudah memasuki tahap lebih jauh dalam hubungan keduanya. Tahap ketika mereka ingin mulai mencoba mengenyampingkan preferensi masing-masing, demi melihat satu sama lain berada dalam zona paling nyaman dan aman.
“A-hhkkh, Kaak..”
Byungchan sudah berantakan. Salivanya sudah mengalir tak tentu dari ujung bibirnya ke leher, akibat dari Seungwoo yang terus memagutnya tanpa henti. Sementara si lelaki Han kini mempercepat hentakan kejantanannya di dalam Byungchan, lebih daripada sebelumnya. Bahkan kaki Byungchan yang gemetar karena mencapai orgasmenya terlebih dahulu tidak begitu dipedulikan.
“K-aak, uda-ahhk..”
Dua kali berturut-turut, Byungchan mencapai putihnya. Pada kali kedua pelepasan Byungchan, Seungwoo juga menggeram kuat. Tepat ketika ujung dari miliknya seakan ingin menghamburkan apa yang sudah tertahan, Seungwoo mengeluarkan kejantanannya dari lubang kenikmatan Byungchan.
“Nhhhg— keluar, sayaang..”, ujar Seungwoo seraya menggerakkan tangan naik-turun di batang kejantanannya sendiri. Memberi pijatan agar klimaksnya keluar segera. Tidak percuma, karena kini cairan kenikmatan si lelaki Han terhambur ke atas perut rata Byungchan yang masih mencoba mengatur laju nafasnya. Penuh, Byungchan benar-benar merasa penuh di bagian bawah padahal sudah jelas-jelas Seungwoo tidak mengeluarkan klimaksnya di sana.
Selesai melepaskan semua klimaks, Seungwoo segera ambruk di samping tubuh Byungchan. Nafasnya tersengal, sama seperti Byungchan yang tengah mengatur nafas. Bedanya, Byungchan tengah mencoleki cairan putih yang di perutnya. Lengket, sungguh.
“Kak ..” “.. banyak bangetㅡ”
Mendengar rajukan Byungchan, Seungwoo terkekeh kecil kemudian meraih tisu di atas nakas. Tanpa diminta, ia menyeka cairan kenikmatannya yang bercampur dengan milik Byungchan. “Enak banget, abisnya, sayang. Baru sekali ngerasain sampai segitunya,” jelas Seungwoo seraya mengecupi bibir Byungchan yang mengerucut. “Hm? Kamu nggak ngerasa enak?”
Byungchan menggeleng. “Enak, banget,” jawab Byungchan seraya menarik leher Seungwoo agar kembali berbaring di sampingnya. Setelahnya, si lelaki Choi segera merengsek ke dalam pelukan Seungwoo. Menyuarakan rajukannya. “Kalau Kakak mainnya begitu terus, aku pertimbangin lagi buat main tanpa kondom.”
Seungwoo terkekeh ketika ia mendekap sosok Byungchan di sampingnya. Kecupan kecil didaratkan di puncak kepala si lebih muda, “lihat nanti, ya? Kalau aku lagi liar, kayaknya nggak bakal kuat main pelan begitu.”
Byungchan tidak memberi argumen, dirinya terlalu lelah sehabis dimanjakan oleh si kekasih. Alhasil, bukannya bangkit untuk mandi atau melakukan hal lainnya, Byungchan malah tertidur dan mendengkur pelan. Masih dengan tubuh tanpa busana dan tangan yang merangkul tubuh Seungwoo.
Si yang lebih tua hanya bisa menatapi si kekasih dengan pandangan gemas. Ditariknya selimut putih untuk membalut tubuh keduanya, kemudian direngkuh lebih dekat agar tidak ada jarak lagi yang memisahkan mereka.
“사랑한다..” “..바보야.” “진짜로, 사랑한다.”