“Geseran dikit, kenapa, sih, ah!?”
Ini Seungyoun.
“Nyet! Ini udah sempit!”
“Lo mandi belum, sih?!”
Ini Jinhyuk.
“Kutil anoa! Nyadar diri!”
Ini Seungyoun, lagi.
“...”
Ini Wooseok.
“Maaf, Nyonya Lee.”
Tahu, kan, ini siapa?
Urutan duduknya adalah Seungwoo-Wooseok-Jinhyuk-Seungyoun. Iya, mereka berempat sedang duduk berhimpit-himpitan pada satu baris kursi di dalam mobil van berwarna hitam yang disebutkan oleh sang Nyonya Lee.
Memang, nama mobilnya saja van. Namun sesungguhnya desain di dalam mobil sudah diatur sedemikian rupa sehingga hanya ada dua jok kursi panjang yang saling berhadapan dengan meja di tengah-tengahnya.
Iya, sih. Desainnya memang keren dan elegan, namun tetap saja sungguh sangat tidak efisien untuk dijadikan ruang berkumpul bagi empat pria ini.
Nyonya Lee tertawa. Anggun, sungguh mencerminkan seorang wanita yang memang hidup penuh etika dan harta. Saling melengkapi. “Kalian ini, ya— ternyata benar-benar bikin gemas.”
Wooseok tersenyum sinis. Seungwoo tersenyum simpul, sopan. Jinhyuk masih berusaha menemukan ruang untuknya duduk. Sementara Seungyoun?
“Tteungyouni bica jadi paying emesh. Tuuuu— ttttuuuu— ttuu..HHHKK! NYET! NAFAS, NYET! MATI GUE!”, Seungyoun langsung menepuk-nepukkan tangan Wooseok yang kini sudah mencekik lehernya erat-erat. Iya, dengan Wooseok yang kini mencekik leher Seungyoun maka otomatis Jinhyuk berada di tengah pertikaian keduanya. Bukannya melerai, Jinhyuk malah bertepuk tangan; seakan menyemangati Wooseok.
Seungwoo menggeleng-gelengkan kepalanya sejenak, sebelum akhirnya berusaha mendapatkan fokus dari situasi yang tengah terjadi.
“Jadi, nyonya Lee..”
“..kami harus bagaimana?”
Pertanyaan Seungwoo langsung membuat ketiga member lainnya terdiam dan kembali duduk di bangkunya masing-masing. Berdesakan, tentu saja.
Nyonya Lee tersenyum kecil sebelum akhirnya mengeluarkan selembar kertas kosong dari dalam tasnya, kemudian meletakkan lembaran itu ke atas meja yang memisahkan antara ia dan keempat member OBVIOU5. “Ini, cara kita.”
Seungyoun mengernyitkan dahi. Sebetulnya tidak hanya Seungyoun, sih. Keempat member itu tengah mengernyitkan dahi, karena apa? Kertas itu kosong. Tidak ada tulisan apapun namun Nyonya Lee mengatakan itu adalah rencana mereka.
Apa maksudnya, coba?
“Bacanya pakai mata batin, ya?”, tanya Wooseok dengan nada ingin tahu. Jinhyuk yang duduk di sebelahnya, menolehkan kepala lalu merasa tersiksa bukan main. WOOSEOK DUDUK DI SAMPINGNYA, MENGATAKAN KALIMAT DEMIKIAN DENGAN SANGAT POLOS, LALU...KENAPA TUBUHNYA SEHARUM INI, SIH?!
“Mungkin ini cuma bisa diliat sama orang yang semasa hidupnya nggak pernah buat dosa? Makanya kita berempat nggak bisa liat isinya.”
Celetukan Seungyoun langsung dibalas dengan rutukan Wooseok. “HEH. GUE NGGAK PUNYA DOSA, YA?!”
“Lo punya, sih, Seok.”
“Ada satu dosa lo.”
“Punya Kakak cantik tapi nggak dikenalin ke kita-kit—HHHHKKKK! IYAAA! AMPUN, NDORO! EHHHKK! HEH, GUE MATI BENERAN!”
Iya. Sudah tahu, lah, siapa oknum yang bertengkar mulut barusan? Wooseok dan Seungyoun, siapa lagi.
“Nyonya Lee.” Seungwoo berusaha tetap membawa pembicaraan di alur yang semestinya. “Ini— apa maksudnya? Kertasnya kosong.”
“Iya.” Nyonya Lee mengangguk, senyum anggun masih tersungging di bibirnya. “Ini kertas kosong.”
“Kosong. Bersih. Belum ada coretan apa-apa. Ini yang ingin saya beri ke kalian.”
“Kalian, harus keluar dari STAREAST. Lalu kalian harus siap menguasai media, membuat imej bahwa sesungguhnya apapun berita yang nantinya akan diangkat oleh CEO STAREAST bukanlah kenyataan.”
“Kalian harus siap memulai semuanya dari awal lagi, seperti kertas yang kosong ini.”
”...”
“Tunggu.”
“Bentar. Bentar.”
Wooseok mencoba mencerna maksud dari kalimat yang barusan diucapkan Nyonya Lee. “Maksudnya, Tante bisa bantuin kami keluar dari STAREAST? Emang Tante yakin bisa lawan CEO kami? Dia backingannya banyak, Tante. Bukannya saya nggak percaya Tante atau gimana, nih, tap—”
“Wooseok.”
Panggilan dari Nyonya Lee membuat kalimat Wooseok terhenti. Tatapannya kini bertemu dengan sang wanita paruh baya, baru menyadari sebagaimana wajah wanita di hadapannya ini terlihat menawan walaupun sudah lumayan berumur.
“Saya nggak mau membanggakan diri, tapi saya mau sampaikan sesuatu ke kamu. Ke member OBVIOU5 yang lain juga.”
“Saya, Lee Ilhwa, memiliki kemampuan untuk mengatur lebih banyak orang daripada yang CEO kalian bisa lakukan.”
“Biarpun, ya—”, Nyonya Lee mengangkat tangannya dan mengusapi puncak kepala Jinhyuk yang ada di hadapannya. Terlihat sekali, penuh afeksi. “—alasan saya ngelakuin ini sebenarnya hanya karena nggak ingin liat Jinhyuk kesayangan saya disiksa lebih jauh oleh CEO itu, sih.”
“Perihal membantu kalian, itu sebenarnya hanya karena Jinhyuk yang meminta saja. Kalau Jinhyuk nggak minta, saya nggak akan lakuin.”
“Jadi..”, usapan tangan Nyonya Lee di kepala Jinhyuk berhenti dan tatapannya kini ditujukan hanya kepada Wooseok. “..kalau kamu nggak percaya dengan bagaimana saya bisa memutar balikkan keadaan yang terjadi sekarang, kamu boleh keluar dari sekarang, Wooseok.”
Wooseok menggigiti bibir bawahnya. Apa baru saja ia diancam untuk mengikuti ucapan wanita ini?
“Tante.” Kali ini Seungyoun yang membuka suara. “Tante kira, apa alasannya kami dinamain OBVIOU5? Ya, karena kami ini berlima.”
“Ya, saya nggak perduli deh soal hubungan gula-gula antara Jinhyuk sana Tante. Yang saya perduliin cuma, gimana caranya kami tetep barengan. Entah itu sebagai OBVIOU5 atau sebagai yang lainnya— ah, bodo amat. Pakai nama BOGOSHIPPO BAND juga nggak apa-apa, Tan.”
“Asalkan, ya— itu,” Seungyoun mengakhiri kalimatnya. “Kami harus berlima.”
Jinhyuk sempat melirik sekilas ke arah Wooseok yang masih menundukkan kepalanya. Hingga akhirnya, Jinhyuk meraih tangan kanan Wooseok dan menggenggamnya erat. Kuat-kuat. “Noona.”
“Kami harus berlima.”
“Aku nggak tau apa maksud dari Noona ketika suruh Wooseok pikir-pikir ulang perihal dia yang bakal join ke rencana ini atau nggak, tapi Noona—”
“—Wooseok harus ikut.”
Seungwoo masih terdiam hingga akhirnya ia ikut berbicara, “maaf, Mrs. Lee.”
“Kami sudah mendapatkan banyak tekanan dari CEO kami ketika berada di STAREAST. Kami ketika itu, hanya bisa diam karena kami tahu— sesungguhnya di dalam grup ini ada sebuah kompetisi yang tidak terlihat.”
“Ketika itu, kami tidak percaya satu sama lain. Ketika itu, kami hanya menganggap keberadaan satu sama lain sebagai kompetitor.”
“Siapa yang paling dikenal? Siapa yang punya paling banyak fans? Siapa yang paling tampan? Semuanya, selalu kompetisi.”
“Tapi sekarang, kami hanya ingin satu hal; mewujudkan mimpi kami yang sempat tertunda. Berlima.”
“Tolong. Bantu kami.”
Nyonya Lee hanya memandangi keempatnya dengan tatapan penuh arti yang sulit dijelaskan. Jika dilihat sekilas, seperti menatap bangga— namun jika ditelaah dengan lebih dalam, seperti ada lebih banyak perasaan yang tersembunyi di dalam tatapannya.
“Baik, kalau begitu.”
“Saya anggap kalian percaya bahwa saya bisa membantu kalian untuk keluar dari masalah ini.” Seraya mengucapkan kalimatnya, Nyonya Lee kembali merogoh isi tasnya. Tidak lama, sebuah foto sudah dikeluarkan dari dalam tas.
“Saya yakin bisa membuat kalian bebas dari STAREAST. Saya bisa melakukan semua yang kalian inginkan. Hanya saja— saya harap, kalian juga bisa betul-betul mendedikasikan hidup kalian untuk berkerja sama dengan saya. Seperti dia.”
Foto seorang laki-laki yang benar-benar tidak asing bagi mereka berempat kini diletakkan di atas meja, membuat keempat lelaki itu membelalakkan matanya; tidak percaya. “HAH?!?!?”
“HANGYUL?!?!?!”