dontlockhimup

“Byungchan nggak apa-apa, Hyuk?”

Mie rebus rasa kari ayam dengan hidangan telur sebagai tambahan terhidang di hadapan dua lelaki jangkung, namun bukannya segera melahap santapanㅡ salah satu diantara dua lelaki jangkung, Seungwoo, malah melayangkan pertanyaan itu kepada Jinhyuk.

“Ya, begitu aja, Mas.” “Kaget, kayaknya.” “Sama lagi galau.”

Usai menyatakan kalimatnya, Jinhyuk meraih sepasang sendok dan garpu kemudian segera menyendok kuah mie rebus sebelum mulai menyantap hidangannya dengan sedikit tergesa. “Huhuan hahan, has. Haho huha hemhek hag hehak.”

( Buruan makan, Mas. Kalau udah lembek nggak enak. )

Seungwoo tidak segera menyantap mie rebus miliknya. Ia hanya memainkan mie di mangkuk dengan garpu di genggaman. “Galau?”

“Gara-gara aku, tah?”

Jinhyuk mengangguk, santai. Ditelan kunyahan mie dalam mulut sebelum membalas perkataan Seungwoo. “Siapa lagi, Mas? Masa galau gara-gara aku? Ya, karena Mas Seungwoo lah.”

“Lagian Mas, sewajarnya orang-orang pas sebelum mau ngelamar tuh ya ucap salam. Bilang permisi. Kasih tau alasan sukanya karena apa. Tanya pendapat dia, suka atau nggak.”

“Bukan ngomong di depan publik sampai bikin anak gadis nangis dan hampir pingsan soalnya kena php dari Mas Seungwoo. Mas juga nggak kasih tau alasan suka sama Byungchan tuh gara-gara apa, pula.”

Seungwoo hanya tertawa kecil. Biarpun nada bicara Jinhyuk terdengar sedikit ketus, ia paham bahwa sesungguhnya si teman hanya bermaksud menyampaikan pendapatnya. Tidak ada maksud lain. “Ya, gimana, Hyuk?”

“Aku suka ke dia karena alasan yang bener-bener nggak masuk akal.”

Jinhyuk mengernyitkan dahi, membuat alisnya sedikit bertaut. “Mas. Alasanmu itu bukan alasan yang bikin jijik kayak cinta di pandangan pertama, 'kan?”

Mie rebus rasa kari ayam yang ada di hadapan Jinhyuk tidak lagi menjadi fokus si pemilik. Garpu dan sendok dibiarkan begitu saja di dalam mangkuk. Si jangkung memilih untuk memfokuskan perhatian kepada Seungwoo, ia penasaran akan alasan si karib menyukai sepupunya. “Bukan yang begitu, 'kan, Mas?”

“Gimana, ya?” “Sedikit ada perasaan begitu, sih. Cuma ada faktor tambahan lainnya.”

“Apaan?” “Manis, tah?”

“Manis itu pasti. Aku kayaknya baru sekali ngeliat orang manis banget pas senyum karena ada lesung pipinya, ya pas liat Byungchan.”

“...” “Wow.”

“Mas, kamu bakal jadi orang pertama di dunia yang milih nikahin seseorang karena lesung pipinya.”

“Nggak, kok.” “Ada hal lain.”

“Apa?”

“Kecoak.”

“Kecoak?”

“Jadi, lamarannya diterima?”

“Pala lo diterima.” “Bodo, ah. Pusing.”

Byungchan kini sudah berada di mobil milik Jinhyuk. Tidak duduk di kursi depan yang bersisian dengan pengemudi, Byungchan memilih untuk duduk di belakang. Berbaring, kepalanya terlalu pusing. Baru saja Byungchan berniat untuk mengangkat kakinya ke jok belakang, namun teriakan Jinhyuk keburu menahan gerakannya.

“Copot sepatu! Jangan angkat kaki lo ke jok mobil! Kotor!”

“Ahelah.” “Mobil second juga disayang-sayang bener, sih?”

Bibirnya memang berujar demikian, namun tetap saja ujaran Jinhyuk dilakukan oleh Byungchan. Pada akhirnya, si yang lebih muda tidak memilih untuk berbaring dan hanya menyandarkan kepalanya ke pinggir jendela. “Bang.”

“Emang gue udah di masa yang mateng buat diajak nikah?”

“Maksud gue, sohib lo itu ngeliat gue dari mananyaㅡ sampe-sampe dia ngelamar gue di depan publik?”

“Apa gue keliatan bisa masak? Apa gue keliatan jago nyuci baju pake tangan? Apa gue keliatan .. siap buat diajak berumah tangga?”

Jinhyuk masih menatap jalan raya, memusatkan perhatian ke sana namun telinganya masih menangkap setiap ucapan Byungchan. “Ya .. gimana, ya?”

“Gue kenal Seungwoo lumayan lama, sih. Dari pas S1 di kampus gue dulu, dia emang banyak banget yang suka. Anaknya kalem. Ganteng. Pinter, pula. Lulus S1, langsung terbang ke Korea karena dapet beasiswa di sana. Ngerjain tesis udah kayak ngerjain matematika anak SD, cepet banget. Sampe-sampe ketika gue masih sibuk ngurus tesis, dia udah coba ini itu buat jadi PNS.”

“Anaknya baik, kok, Chan. Walaupun yahㅡ kerjaannya nolakin orang-orang yang naksir dia, tapi perihal kerjaan tuh dia bener-bener profesional. Salut gue ke dia. Di umur yang masih kehitung muda, dia udah bisa tempatin posisi di kampus biarpun masih jadi dosen honorer.”

“Tapi kenapa mesti gue?”

Byungchan membalas perkataan Jinhyuk dengan kepala yang masih tersandar ke jendela dan mata yang terpejam. Ia mengantuk, namun ia paham bahwa ucapan Jinhyuk perihal Seungwoo adalah kunci baginya untuk menemukan jawaban.

“Dari cerita lo, gue yakin dia bisa temuin dan dapetin siapapun yang lebih keren daripada gue.”

“Kenapa mesti gue?” “Gue cuma anak kuliahan, masih skripsi. Masih ngebebanin orang tua. Belum punya kerjaan. Kenapa milihnya gue, coba, Bang?”

“Yaa ..” “Gue juga nggak tau.”

“Tapi kalau lo maksa biar dapet jawaban, sih, yang gue pikirin sekarang cuma emang harus ada jawaban?

Byungchan mengernyitkan alisnya, heran. “Maksud lo?”

“Ya, gitu.” “Ketika lo suka seseorang, kadang nggak perlu ada alasan, 'kan?”

“Lo tiba-tiba tertarik sama dia.” “Lo tiba-tiba suka sama dia.” “Tanpa alasan, dia muncul di mimpi lo. Tanpa alasan, lo jadi kangen ke dia. Tanpa alasan, lo pengen sama dia terus-terusan.”

“Bisa aja kayak begitu, 'kan?”

Byungchan terkekeh kecil. Baginya, ucapan Jinhyuk terlalu di luar nalar. Semua pasti terjadi karena alasan. Tidak ada yang namanya kebetulan. Tidak ada yang terjadi tanpa sebab. “Ya, mungkin. Tapi gue kayaknya punya prinsip yang beda sama lo, Bang.”

Jinhyuk mengangkat bahu sebelum memutar kemudi ke arah kiri, meminggirkan mobil ke pelataran parkir di mana ada warung seafood berjejer ramai. “Ya, terserah. Nggak semua orang punya pendapat yang sama.”

“Makan dulu, dah.” “Ayo, turun. Lo belum makan, 'kan?”

“Lo yang traktir?”

“Iya, iya.” “Gue yang traktir.”

Jinhyuk membuka pintu mobil dan segera keluar dari sana sementara Byungchan masih merapikan isi tasnya. Namun ketika ia akan turun dari mobil, ucapan Jinhyuk berikutnya segera membuat Byungchan berubah pikiran.

“Merayakan lamaran sepupu guㅡ”

BRUGH.

“NJIR! WOY! CHAN! MOBILNYA JANGAN DIKUNCIIN DARI DALEM! BYUNGCHAN! BUKAIN, NGGAK?!”

“Dek.” “Ini Seungwoo.”

Di situasi begini, rasanya Byungchan ingin memiliki kekuatan super seperti antman. Mengecilkan diri, lalu kabur dari sela-sela jendela ventilasi kamar mandi. Atau jangan antman, apapun dehㅡ apapun itu, asalkan dia bisa kabur dari situasi ini juga tidak apa-apa.

“Dek?” “Byungchan?”

Byungchan masih diam. Tidak tahu harus berbuat apa. Menjawab? Tidak mau! Malu! Tidak jawab? Mana bisa? Jelas-jelas tadi dia menyuarakan diri bahwa ia ada di dalam bilik!

“Dek.” “Saya mau bawain laptop kamu aja. Tadi sempet lihat-lihat layarnya, kamu lagi susun skripsi. Udah saya save filenya sebelum dimatiin, kok. Udah aman.”

Aduh. Nada ngomongnya kok adem banget, Mas?!

“Kalau kamu belum mau ketemu sama saya, nggak apa-apa. Paham kok, pasti aneh banget ngeliat orang yang nggak kamu kenalin tiba-tiba nyamper buat ngelamar. Take your time.”

“Tas laptopmu saya taruh di wastafel. Langsung diambil, ya? Biar nggak terjadi hal yang aneh-aneh. Terus di atas wastafel ada jaket hoodie abu-abu. Itu punya saya. Dipake, ya?”

Lho, buat apa?

“Kata Jinhyuk, kamu kejebak di toilet karena nggak bisa ke mana-mana. Pakai jaket saya aja. Ukurannya gede, kayaknya bisa nutupin muka kamu biarpun rada-rada bakal keliatan aneh, sih.”

“Biarpun lebih baik kalau kamu keluar bareng saya, biar saya beneran bisa jagain. Tapi kayaknya susah, ya?”

Rasa gatal-gatal di lengan karena gigitan nyamuk tidak lagi Byungchan rasakan. Entah, tubuhnya terasa panas. Jantungnya berdebar kencang. Perasaan apa, sih, ini?

“Ya, udah. Saya permisi, ya? Perihal lamaran yang saya ucapin di perpustakaan tadi, jangan terlalu dipikirin. Saya bakal ajak keluarga saya dateng kalau kamu udah siap buat disamperin. Jangan terburu-buru.”

“Saya selalu nungguin, kok.”

BAPER, WOY. BAPER.

“Pulangnya hati-hati, ya, Dek?” Mungkin itu kalimat terakhir dari Seungwoo sebelum akhirnya pintu toilet ditutup dari arah luar. Seungwoo pergi, meninggalkan Byungchan yang masih terduduk di dalam bilik toiletnya. Sibuk mengatur degup jantungnya sendiri yang berdebar tidak karuan.

Situasi hening selama beberapa saat. Sepertinya Seungwoo memang benar-benar sudah pergi. Perlahan, Byungchan membuka pintu bilik toiletnya. Benar saja, di luar tidak ada siapa-siapa dan hanya ada sebuah tas laptop berwarna hitam dengan jaket berwarna abu-abu di atas wastafel.

Mengikuti perkataan Seungwoo, (toh lagipula Byungchan tidak memiliki pilihan lain) akhirnya Byungchan mengenakan jaket hoodie abu-abu milik Seungwoo ke tubuhnya.

Sumpah demi apapun, baru juga Byungchan memasukkan jaket sampai ke kepalanya, harum pewangi pakaian yang bercampur dengan bau parfum lumayan tajam segera menghampiri indera penciuman Byungchan.

Harum yang khas. Harum yang .. bagaimana mengatakannya? Seperti merengkuh Byungchan dalam pelukan, padahal jelas-jelas itu hanya sebuah jaket hoodie.

“Lah, iya! Lupa nanya!”

Byungchan menepuk dahinya. Baru menyadari sesuatu yang semestinya ia tanyakan semenjak awal. Kenapa Seungwoo melamarnya?

Ada alasan apa?

“Dek.” “Ini Seungwoo.”

Di situasi begini, rasanya Byungchan ingin memiliki kekuatan super seperti antman. Mengecilkan diri, lalu kabur dari sela-sela jendela ventilasi kamar mandi. Atau jangan antman, apapun dehㅡ apapun itu, asalkan dia bisa kabur dari situasi ini juga tidak apa-apa.

“Dek?” “Byungchan?”

Byungchan masih diam. Tidak tahu harus berbuat apa. Menjawab? Tidak mau! Malu! Tidak jawab? Mana bisa? Jelas-jelas tadi dia menyuarakan diri bahwa ia ada di dalam bilik!

“Dek.” “Saya mau bawain laptop kamu aja. Tadi sempet lihat-lihat layarnya, kamu lagi susun skripsi. Udah saya save filenya sebelum dimatiin, kok. Udah aman.”

Aduh. Nada ngomongnya kok adem banget, Mas?!

“Kalau kamu belum mau ketemu sama saya, nggak apa-apa. Paham kok, pasti aneh banget ngeliat orang yang nggak kamu kenalin tiba-tiba nyamper buat ngelamar. Take your time.”

“Tas laptopmu saya taruh di wastafel. Langsung diambil, ya? Biar nggak terjadi hal yang aneh-aneh. Terus di atas wastafel ada jaket hoodie abu-abu. Itu punya saya. Dipake, ya?”

Lho, buat apa?

“Kata Jinhyuk, kamu kejebak di toilet karena nggak bisa ke mana-mana. Pakai jaket saya aja. Ukurannya gede, kayaknya bisa nutupin muka kamu biarpun rada-rada bakal keliatan aneh, sih.”

“Biarpun lebih baik kalau kamu keluar bareng saya, biar saya beneran bisa jagain. Tapi kayaknya susah, ya?”

Rasa gatal-gatal di lengan karena gigitan nyamuk tidak lagi Byungchan rasakan. Entah, tubuhnya terasa panas. Jantungnya berdebar kencang. Perasaan apa, sih, ini?

“Ya, udah. Saya permisi, ya? Perihal lamaran yang saya ucapin di perpustakaan tadi, jangan terlalu dipikirin. Saya bakal ajak keluarga saya dateng kalau kamu udah siap buat disamperin. Jangan terburu-buru.”

“Saya selalu nungguin, kok.”

BAPER, WOY. BAPER.

“Pulangnya hati-hati, ya, Dek?” Mungkin itu kalimat terakhir dari Seungwoo sebelum akhirnya pintu toilet ditutup dari arah luar. Seungwoo pergi, meninggalkan Byungchan yang masih terduduk di dalam bilik toiletnya. Sibuk mengatur degup jantungnya sendiri yang berdebar tidak karuan.

Situasi hening selama beberapa saat. Sepertinya Seungwoo memang benar-benar sudah pergi. Perlahan, Byungchan membuka pintu bilik toiletnya. Benar saja, di luar tidak ada siapa-siapa dan hanya ada sebuah tas laptop berwarna hitam dengan jaket berwarna abu-abu di atas wastafel.

Mengikuti perkataan Seungwoo, (toh lagipula Byungchan tidak memiliki pilihan lain) akhirnya Byungchan mengenakan jaket hoodie abu-abu milik Seungwoo ke tubuhnya.

Sumpah demi apapun, baru juga Byungchan memasukkan jaket sampai ke kepalanya, harum pewangi pakaian yang bercampur dengan bau parfum lumayan tajam segera menghampiri indera penciuman Byungchan.

Harum yang khas. Harum yang .. bagaimana mengatakannya? Seperti merengkuh Byungchan dalam pelukan, padahal jelas-jelas itu hanya sebuah jaket hoodie.

“Lah, iya! Lupa nanya!”

Byungchan menepuk dahinya. Baru menyadari sesuatu yang semestinya ia tanyakan semenjak awal. Kenapa Seungwoo melamarnya?

Ada alasan apa?

Hampir menuju petang, Byungchan masih terperangkap di salah satu bilik toilet laki-laki yang ada di lantai dua fakultasnya. Entah sudah berapa kali si lelaki jangkung itu menepuki lengannya yang dengan suka cita tengah digigiti oleh nyamuk; seakan bergembira menyesapi darah si manusia yang kebingungan harus bagaimana.

Sudah hampir satu jam semenjak kiriman chat terakhir dari Wooseok yang mengatakan akan menjemputnya di toilet ini. Namun sampai sekarang, tidak ada yang datang menjemputnya. Jangankan untuk menjemput Byungchan, bahkan tidak ada satupun mahasiswa yang masuk ke toilet ini sedari tadi.

Wajar, sih. Toilet di lantai dua ini memang jarang didatangi karena penerangannya yang terlalu temaram. Tidak seperti toilet di lantai lainnya. Lebih parahnya, toilet di lantai dua ini dikabarkan berhantu karena pernah ada janitor yang meninggal karena terpeleset ketika sedang membersihkan ruangan.

Cara meninggal yang sangat umum namun tetap saja meninggalkan ketakutan yang tidak terasa umum.

Byungchan sendiri tidak tahu kenapa ia malah bergegas masuk ke toilet ini setelah mendengar pernyataan Seungwoo beberapa waktu ke belakang. Sumpah, ketika Seungwoo mengatakan kalimat untuk melamar dirinyaㅡ Byungchan hanya mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya menghentakkan tangan Seungwoo begitu saja dan lari menuju lantai dua.

Bersembunyi, tepatnya.

Pernyataan mengenai perutnya yang sakit, itu hanya alasan semata. Jangankan sakit perut, malah rasanya seluruh syaraf di tubuh Byungchan seakan mati rasa. Bingung harus merasakan apa selain perasaan berdebar bukan main.

Iya. Byungchan memang belum mengenal Seungwoo. Yang ia ketahui tentang lelaki itu hanyalah Seungwoo seorang dosen di Fakultas Bahasa Korea, berseberangan dengan Fakuktas Ekonomi. Hanya sekedar tahu, selebihnya tidak ada sama sekali. Bahkan berpapasan saja jarang.

Lalu kenapa tiba-tiba Seungwoo meminta izin untuk melamar Byungchan, coba?!

Ketika Byungchan sedang dipusingkan dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar suara decitan pintu yang terbuka perlahan. Merasa senang, mengira bahwa itu adalah Wooseok yang datang menjemputnya.

“Kak?” Byungchan berujar dari dalam bilik toilet. Berjaga-jaga, kalau misalnya yang datang barusan bukan Wooseokㅡ semestinya orang itu menanyakan siapa di dalam bilik sana, bukan?

Oh, sepertinya memang Wooseok. Karena tepat setelah Byungchan bersuara, langkah kaki seseorang itu mendekati bilik tempatnya bersembunyi. Hingga akhirnya, seseorang itu berdiri di depan bilik kamar mandi dan mengetuk pintunya.

Tiga kali. Diikuti ujaran, “Dek?”

“Ini Seungwoo.”

MAMPUS.

Byungchan ingat jelas halaman pada buku super tebal pula berdebu di atas mejanya ketika sosok lelaki yang hanya pernah ia dengar namanya itu duduk di hadapan. Berseberangan dengan dirinya.

Halaman 124. Lalu nama lelaki itu, Seungwoo.

Byungchan mengangkat kepalanya sekilas, bertatapan sekitar satu atau dua detik dengan Seungwoo sebelum akhirnya memberi senyum simpul. Sekedar basa-basi.

Entah apa yang dilihat olehnya benar atau tidak, namun Byungchan sempat melihat semburat merah yang terpampang jelas di wajah Seungwoo.

Hm? Perpusnya nggak panas, kok. Adem begini. Merah kenapa itu muka si Masnya?

Seungwoo memalingkan wajah, tidak lagi bertatapan dengan Byungchan. Si yang lebih muda juga tidak mau ambil pusing. Baginya, referensi yang harus ia tambahkan pada laman skripsinya jauh lebih penting dibandingkan apapun. Biarpun hanya selembar, paling tidak ia harus menambah progress perkembangan skripsinya hari ini.

Biarpun dalam hati, ia terus berpikir perihal satu hal : kenapa harus duduk di hadapan, sih? Lha wong bangku berjejer di samping masih kosong semua.

“Siang, Pak Seungwoo.” “Pak. Siang.” “Pak Seungwoo, siang.”

Dalam kurun waktu singkat, banyak mahasiswi mulai berkumpul di sekeliling meja yang ditempati oleh Byungchan dan Seungwoo. Memberi senyum manis (yang super dibuat-buat) dan dibalas dengan senyuman tipis dari Seungwoo.

Byungchan menggerutu dalam hati. Ingin berteriak keras-keras, “INI PERPUS, WOY. BUKAN TEMPAT FANMEETING!” Namun, bisa apa? Yang Byungchan bisa lakukan hanya berusaha tidak mempedulikan keadaan sekelilingnya.

Iya. Untuk lima menit pertama, pertahanan Byungchan masih bisa dipertahankan. Namun sepuluh menit setelahnya, pertahanan konsentrasi Byungchan goyah. Hancur tanpa sisa.

Para mahasiswi memang tidak lagi berkumpul di meja mereka berdua (terima kasih kepada Ibu penjaga perpustakaan yang mengusiri agar tidak membuat keributan) namun mereka kini berdiri di rak buku yang berada di dekat Seungwoo. Berpura-pura sedang membaca buku, padahal fokus mereka hanya tertuju ke si lelaki jangkung yang duduk di hadapan Byungchan.

Menyebalkan. Mana bisa Byungchan fokus, coba?

Merasa tidak bisa lagi bertahan dengan situasi begini, Byungchan memutuskan untuk berpindah tempat duduk. Tidak akan susah, toh' masih banyak tempat duduk kosong, kok.

“Eh. Dek.” “Byungchan.”

Oke. Pertama-tama, Byungchan tidak tahu kenapa Seungwoo bisa tahu namanya.

Kedua, kenapa tiba-tiba Seungwoo bangkit dari kursinya dan menahan pergelangan tangan Byungchan agar tidak pergi dari kursinya?

Ketiga, SEUNGWOO NGGAK SADAR KALAU TINDAKANNYA SEKARANG BIKIN PARA MAHASISWI NEMBAKIN LASER DARI MATANYA KE BYUNGCHAN, APA?

“Dek. Sebentar.” “Saya mau bicara.”

”... Ya, Pak?” “Tentang apa, ya?”

“Minggu ini, orang tua Dek Byungchan ada di rumah? Saya mau datang bersama keluarga buat melamar Dek Byungchan.”

???????!!!!!!

“Byungchan? Kayaknya saya lihat dia ke arah perpustakaan fakultas, sih, Pak. Mau saya antar ke sana?”

Wooseok, masih menimang beberapa lembar kerja mahasiswa-mahasiswi yang kelasnya baru saja ia gantikan karena sang dosen utama sedang berhalangan untuk menghadiri kelas. Dalam hati, Wooseok sedikit heran dengan sosok si lelaki jangkung dari fakultas seberang yang kini berdiri di hadapannya.

Han Seungwoo. Laki-laki itu dikenal di kalangan universitas. Selain karena parasnya yang tampan, ia dikenal sebagai sosok yang pintar. Lulusan S2 dari sebuah universitas ternama di luar negeri, namun kembali ke tanah air hanya untuk menjadi dosen honorer yang gajinya tidak seberapa.

Entah apa maksud tujuan Seungwoo, Wooseok sama sekali tidak pernah habis pikir. Susah payah menjadi lulusan universitas di luar negeri tapi malah memilih untuk mendekam di universitas kolot ini? Menjadi dosen honorer, pula.

Batas antara bodoh dan terlalu pintar memang setipis itu, rupanya.

“Ngerepotin, nggak? Kayaknya kamu juga lagi sibuk.” Pandangan Seungwoo sedikit beralih ke tangan Wooseok yang masih menimang lembaran kertas. “Cukup tunjukin arahnya aja, Dek. Biar saya pergi sendiri.”

Aduh. Dipanggil adek.

Baper, pastinya. Dipanggil dengan nada semanis itu, pakai panggilan adek pula. Bahkan seorang Wooseok yang notabene berkepribadian agak dingin sampai harus berdeham sesekali agar tidak ketahuan groginya. “Arah perpustakaan fakultas itu .. Bapak bisa ambil belokan ke kiri. Di sana ada kantin, perpustakaannya persis ada di belakang kantin.”

Selama mendengar penjelasan dari Wooseok, Seungwoo hanya memberikan anggukan paham seraya tubuhnya sedikit dibungkukkan agar dapat mendengar ucapan Wooseok dengan lebih jelas. “Oh, di belakang kantin, ya? Paham, kalau begitu.”

“Ya sudah, terima kasih, ya. Mari.”

Seungwoo berlalu, namun Wooseok masih belum berlalu dari tempatnya. Matanya masih mengikuti arah langkah Seungwoo, merasa sedikit penasaran dengan apa alasan lelaki itu datang untuk menemui Byungchan.

Jangan-jangan ...

LOG. On-Going AUs.

My Pre-WeddingMOKITA

↺ Kembali.

LOG. Completed SEUNGCHAN AUs.

CAKRAWALA DI RENGKUHAN BASKARA

Tentang Baskara dan Cakrawala, dua lelaki yang saling jatuh hati dengan karakter roleplayer yang masing-masing dari mereka mainkan namun merasa tertipu mentah-mentah ketika tahu bahwa sosok dibalik karakter manis itu adalah laki-laki. Namun, seiring berjalannya waktuㅡ perasaan tidak suka diantara keduanya berubah menjadi perasaan yang sulit dijelaskan.

Pula sulit untuk diterima.

Cakrawala di Rengkuhan Baskara : jilid kesatu

Cakrawala di Rengkuhan Baskara : jilid kedua

Kepingan Kisah Baskara dan Cakrawala

* * * * *

OBVIOUS

Lima pemuda dihadapkan pada kenyataan dibalik glamournya kehidupan menjadi idol di Korea Selatan. Di balik nama OBVIOU5, mereka menyimpan banyak rahasia yang sama sekali tidak obvious. Slice of life, beberapa trigger warning disertakan di dalamnya.

OBVIOUS : season pertama

* * * * *

4EVER

Aktor pendatang baru yang sedang naik daun karena perannya di drama Boys Love, Choi Byungchan, dipusingkan dengan pesan yang selalu masuk ke kotak DMnya setiap kali episode dramanya berakhir. Pengirimnya adalah lelaki bernama Han Seungwoo.

Byungchan tidak mengenalinya tapi kokㅡ sosoknya seperti tidak asing, ya? Siapa, sih, dia?

4EVER TO6ETHER

* * * * *

PENCAPAIAN TERBESAR

Sederhana saja, ini kisah tentang Seungwoo dan Byungchan serta hari-hari mereka. Genre RATED 18+, tidak cocok dibaca di tempat umum karena mengandung berbagai hal yang tidak senonoh.

SeungwooxByungchan : NSFW – Pencapaian Terbesar

SeungwooxByungchan : NSFW – Pencapaian Terbesar II

SeungwooxByungchan : NSFW – Pencapaian Terbesar III / Ending

* * * * *

OUR MOMENTS

Delapan tahun adalah waktu yang kamu perlukan untuk mengetahui bahwa pilihanmu adalah salah. Pada lipatan yang membentuk sebuah perahu kertas, ceritamu dan seseorang yang kau pilih tersimpan apik di dalamnya.

Interaktif lokal!au : Our Moments

* * * * *

DAILY CHAT

Kumpulan random chat yang jadi bentuk keseharian Seungwoo dan Byungchan. Genre komedi, cocok dibaca ketika tengah senggang menunggu stasiun pemberhentian di KRL.

SeungwooxByungchan : Daily Chat

↺ Kembali.