ㅤ 「 Klab Malam, Seoul. 」 ㅤ
LINE
Seungwoo, 한 : kau tahu, 'kan? Seungwoo, 한 : aku sayang kamu. Seungwoo, 한 : sangat. sangat.
aku tahu. : 최, Byungchan
aku juga, sangat. : 최, Byungchan
fokus, sana. : 최, Byungchan
semangat, ya? : 최, Byungchan
Seungwoo, 한 : iya. Seungwoo, 한 : kamu juga.
“Han Seungwoo!“ “Sedang apa, kau?!“ “Cepat, bersiap!“
Suara panggilan dari arah bawah panggung terdengar lantang. Jihoon, stage director abal-abal dari sebuah klab malam di pusat kota Seoul itulah yang barusan memanggilnya.
Memanggil Han Seungwoo, seorang lelaki bertubuh tegap dengan kenaan berupa jas yang membalut pakaian tipis di dalamnya. Entahlah. Seungwoo sendiri tidak paham bagaimana Eun-A, si penata busana di klab malam ini, malah memakaikannya pakaian seperti ini.
Seperti tidak berguna. 'Toh perut ratanya masih terlihat walaupun hanya sekelebat. Namun menurut Eun-A, itu adalah cara untuk menggoda mereka di luar sana agar lebih menginginkan Seungwoo.
Iya, mereka. Di balik tirai panggung yang tertutup, mereka menunggu dengan berbagai ekspektasi.
Para wanita dengan harta berlimpah. Para wanita yang rela mengeluarkan uang seberapapun hanya demi mendapatkan kepuasan dari lelaki yang menjajakan penampilan maupun diri di atas panggung yang disediakan. Para wanita yangㅡ ah, Seungwoo sendiri tidak paham bagaimana harus menyimpulkannya.
“ATM malam ini kebanyakan para gadis muda. Kalian harus semangat! Paham?”
Oh, benar. Mereka adalah ATM. Pundi-pundi uang bagi Seungwoo dan rekan kerjanya yang menggantungkan nasib di klab malam ini. Anggap saja begitu, agar lebih mudah.
“Terutama kau, Seungwoo!”
Dipanggil namanya, membuat Seungwoo yang semula tengah mengancingkan pakaian tipis di dalam balutan jas hitamnya segera mengangkat kepala. Memandang Jihoon dengan tatapan sedikit heran. “Aku? Kenapa?”
“Banyak dari ATM yang menanyakanmu, brengsek!“, ujaran yang cukup kasar namun diucapkan dengan tawa renyah. Seungwoo tahu, Jihoon hanya bercanda ketika memanggilnya dengan panggilan barusan. “Sepertinya kau akan laku keras di lelang malam ini!”
Lelang.
Benar. Kalian tidak salah membaca. Seungwoo akan dilelang. Sesungguhnya tidak hanya Seungwoo, beberapa rekan kerja yang berprofesi sama sepertinya juga akan dilelang untuk menghabiskan waktu bersama salah satu dari ATM di luar panggung sana. Hanya dengan mereka yang berani menawar dengan harga tertinggi, tentu saja.
“Sudah jadi rahasia umum.” Seungsik, salah satu dari rekan kerja Seungwoo yang akan tampil di panggung yang sama kini berujar santai. “Seungwoo hyeong pasti akan laku paling keras lagi.”
“Taruhan. Lima ribu won.” Hanse, lelaki berambut hitam dengan tindikan di bibir sekaligus teman yang (juga) akan tampil dengan Seungwoo segera melanjutkan kalimat Seungsik. “Yang laku paling keras malam ini pasti Seungwoo hyeong ..”
“.. juga Byungchan.”
Air muka Seungwoo menjadi sedikit berubah setelah mendengar kalimat Hanse barusan. Byungchan, nama lelaki itu selalu bisa membuat Seungwoo merasakan perasaan yang berbeda tergantung di mana namanya diucapkan.
Biasanya, Seungwoo akan merasa seperti ada yang menggelitik di perutnya tatkala mendengar nama Byungchan di lain tempat selain klab. Akan tetapi mendengar nama Byungchan di sini dan dengan situasi begini, sama sekali tidak membuat Seungwoo senang. Seungwoo ingin marah, malahan.
“Sudah. Fokus! Fokus!” “Pikau para ATM!” “Bawa untung sebanyak-banyaknya! Nanti akan kuberikan bonus akhir tahun yang banyak! Paham?”
Ujaran Jihoon dibalas dengan anggukan semangat dari Hanse dan Seungsik. Sementara Seungwoo hanya mengangguk kecil seraya mengancingkan jas hitamnya, rapat. “Han Seungwoo?”
Lagi, panggilan Jihoon hanya dijawab dengan gumaman dari Seungwoo. “Hm? Apa?”
“Pastikan kau buka kancingmu. ATM pasti akan sangat suka melihat badanmu itu. Buat mereka tergila-gila denganmu. Bawa uang yang banyak untuk kita. Lakukan yang paling terbaiㅡ oh, Byungchan!”
Ucapan Jihoon terputus, kini tangan kanan si stage director melambai seperti memanggil seseorang untuk menghampirinya. “Kkkhhkㅡ”, Jihoon segera mendesis kagum ketika langkah kaki Byungchan terdengar mendekat. “ㅡlihat, sumber uangku tampan sekali malam ini.”
“Eun-A melakukan styling yang tepat untuk Byungchan malam ini.”
Langkah kaki yang awalnya terdengar mendekat, sekarang benar-benar berhenti di samping Jihoon.
Posisi Byungchan yang kini bersisian dengan Jihoon menjadi berhadapan dengan Seungwoo, Seungsik, dan Hanse. “Byungchan! Kau juga bisa beri uang yang banyak untukku, 'kan?”
“Kau akan laku dilelang dengan harga tinggi, 'kan?”
Dengan posisi berhadapan begini, Seungwoo bisa menatap dengan jelas sosok lelaki jangkung bertubuh lumayan kurus itu. Sosok Byungchan malam ini terlihat sangat cocok dengan kenaan dari bahan kain satin berwarna krem. Benar ucapan Jihoon, Eun-A melakukan kerja baik dengan tatanan penampilan Byungchan malam ini.
Jihoon berkata bahwa Byungchan terlihat tampan, namun di mata seorang Han Seungwooㅡ lelaki itu terlihat manis.
Selalu begitu. Tidak pernah berubah.
“Aku tidak akan pernah bisa mengalahkan Seungwoo hyeong. Pasti harga lelangnya akan lebih tinggi. Kau berharap saja ke Seungwoo hyeong, jangan kepadaku.” Byungchan berujar seraya mengibaskan tangan kanannya. Sekilas, ada kerlipan silau dari kelingking kanan lelaki jangkung itu.
Cincin yang tersemat di jari kelingkingnya, berkerlip. Cincin yang sama dengan yang dikenakan oleh Seungwoo, juga di jari kelingkingnya.
Jihoon menggelengkan kepala, seperti tidak setuju dengan ujaran Byungchan barusan. “Kau. Seungwoo. Seungsik. Juga Hanse, kalian adalah pundi-pundi uangku malam ini. Siapapun boleh menjadi yang paling banyak membawa uang.”
“Siapapun boleh.” “Jadi cepat keluar, kalian bertiga.” Jihoon menepuk pundak Seungwoo, Hanse, dan Seungsik dengan cukup kuat. “Lakukan yang terbaik!”
Hanse dan Seungsik segera melakukan persiapan sebelum naik ke atas panggung untuk tampil. Seungwoo mengambil posisi di barisan paling belakang dan melirik diam-diam ke samping, mencuri pandang ke arah Byungchan.
Byungchan masih diam di tempatnya, berdiri dengan tangan kanan yang kini sedikit terjulur. Paham dengan maksud tindakan lelaki itu, Seungwoo sedikit berjalan ke pinggir. Keluar dari barisan lurus yang semula dibentuk oleh Hanse dan Seungsik.
Seungwoo berjalan terlalu meminggir. Tujuannya hanya satu, agar dapat menggenggam tangan Byungchan barang sebentar saja.
Agar dapat menggenggam tangan kekasihnya. Agar dapat menyampaikan pesan bahwa apapun yang ia lakukan di luar sana, sama sekali tidak melibatkan perasaan atau emosi apapun.
“보지마.” ( Jangan lihat. ) “진짜로, 보지마.” ( Sungguh, jangan lihat. )
Seungwoo berujar demikian kepada Byungchan. Suaranya seperti mendesis, seperti tidak ingin kalimatnya barusan didengar oleh Seungsik dan Hanse. Sudah hampir dua tahun semenjak Seungwoo menjalani profesi ini. Begitupun dengan Byungchan yang sudah berkarir di bidang yang sama dalam kurun waktu yang lumayan mirip.
Semestinya mereka berdua sudah harus terbiasa dengan resiko karirnya. Semestinya Seungwoo tidak perlu melarang Byungchan melakukan ini itu.
Namun biar bagaimanapun, Seungwoo akan berada di luar sana. Diteriaki dengan penuh godaan seksual oleh para ATM, bahkan mungkin sesekali akan disentuh badannya sebagai bentuk uji coba.
Sungguh, Seungwoo tidak ingin membiarkan Byungchan melihatnya dalam kondisi begitu.
Akan tetapi, si lelaki yang bertubuh lebih kurus seperti tidak menghiraukan ucapan peringatan dari Seungwoo. Byungchan, ia malah tersenyum dan menggeleng kecil.
“괜찮아.” ( Tidak apa-apa. ) “난 너 믿어.” ( Aku percaya kamu. )
Byungchan mengucapkan kalimatnya dibarengi dengan genggaman tangan yang diperkuat. Ingin menyampaikan pesan kepada si kekasih bahwa dirinya tidak perlu khawatir perihal apapun. “Sudah, pergi sana.”
Hingga akhirnya genggaman tangan keduanya terlepas dengan perlahan, hingga akhirnya tirai panggung terbuka dan sosok para wanita yang mereka sebut sebagai ATM segera memandangi Seungwoo dengan penuh tatapan menilai, hingga akhirnya Byungchan memperhatikan segala tindak Seungwoo dari balik panggung ..
.. hingga akhirnya, semua berjalan begitu. Tanpa ada yang berbeda. Sedikitpun, tidak ada.
Hari mereka berdua, dimulai seperti ini lagi.