entuesday

“Salah kalau aku cemburu?” tanya Levi datar

“Jelas salah.” balas Hange dengan nada tinggi

“Salahnya dimana? kamu ketemu sama dia setiap hari, bahkan kemana-mana berdua. Lama-lama juga nanti sayang.”

“Ya ga mungkin, Levi.”

“Bagian mana yang ga mungkin? kalian bisa aja saling sayang karena terbiasa bareng-bareng.”

“Tapi aku sama dia cuma temen, ga lebih.”

“Dulu kita juga cuma temen.”

“Terserah kamu, aku capek.”

“Kamu mau kemana”

“Tidur.”

“Pembahasan kita belum selesai”

“Apalagi yang perlu dibahas? Aku kasih kamu kesempatan sampai besok, kalau kamu masih kaya gini lebih baik kita jalan masing-masing.”


“Kamu masih cemburu?” tanya Hange

“Ya, tapi aku ga mau kita pisah.”

“Lalu?”

“Tenangin aku.”

“Dengarkan aku baik-baik. Orang yang aku cintai di dunia ini cuma kamu, ga ada orang lain. Kamu ga perlu cemburu, karena sejauh apapun aku pergi, tempatku pulang itu kamu. Aku udah ga peduli sama laki-laki diluar sana, yang aku mau cuma satu Levi Ackerman.” jelas Hange membuat laki-laki itu kini tersenyum tipis

“Haggu?” ujar Hange dengan senyuman lebar

“Idiot.” balas Levi namun tetap memberi perempuan itu pelukan erat

“Kalau kita berantem tolong jangan bawa-bawa kata pisah.” tambah Levi membuat Hange mengangguk sambil tersenyum

Levi dan Hange bagaikan sisi koin yang berlawanan. Kepribadian mereka sangat bertolak belakang. Tetapi mereka tetap satu. Perbedaan yang sangat kontras tidak membuat keduanya lantas saling menjauh. Namun sebaliknya, mereka menjadi sangat dekat.

Pertemanan mereka sudah terjalin semenjak mereka kecil. Bahkan rumah mereka saling berdampingan. Maka dari itu keduanya kini tumbuh bersama. Mereka banyak melakukan hal pertama dalam hidup mereka.

Seperti menggenggam tangan, menonton bioskop, berjalan-jalan pada malam hari dan masih banyak hal lainnya.

Hingga pada saat kuliah mereka memutuskan untuk berpacaran. Semuanya tidak mudah, ada tangis, amarah, kecewa dan tawa dalam hubungan mereka.

Tetapi, semuanya mereka lalui bersama. Menurunkan ego masing-masing untuk tetap berjalan, serta menjadikan masalah sebagai pengalaman.

Malam ini adalah malam terakhir mereka sebagai sepasang kekasih. Karena, besok mereka sudah resmi menjadi sepasang suami dan istri.

“Levi” panggil Hange membuat kekasihnya itu menoleh penuh tanya

“Kenapa?”

“Aku masih ga nyangka kita bisa sampai disini”

“Kamu ingat dulu pernah memaksaku untuk menikahimu?”

“Hahahaha kamu masih ingat? padahal kita masih SD waktu itu”

“Tapi kamu menepati janjinya”

“Terpaksa”

Hange melotot tak peraya, lalu memukul bahu laki-laki itu cukup keras membuat Levi meringis kesakitan.

“Rasain.”

“Aku bercanda, mana mungkin kepaksa”

“Ga tau.”

“Maafin ya?”

“Engga”

“Han itu ada bintang jatuh” sahut Levi membuat Hange menoleh cepat menatap langit

“Levi ayo berdoa” suruh Hange lalu mengatupkan kedua tangannya sambil memejamkan mata.

Perempuan itu berdoa dengan serius, membuat Levi tersenyum manis kemudian ikut memejamkan mata dengan kedua tangan bertaut.

“Semoga aku dan Levi selalu bahagia.”

“Semoga aku dan Hange selalu bahagia.”

Hari yang mereka tunggu akhirnya tiba. Dengan jantung yang berdetak tidak karuan Hange berjalan menuju Levi.

Disaksikan keluarga serta teman-teman terdekat mereka, kini keduanya sudah resmi menikah.

Namun, siapa yang mengira di hari mereka sah menjadi sepasang suami istri juga hari di mana Hange meninggalkan Levi untuk selamanya.

Seorang anak laki-laki bersurai hitam mengerjap-ngerjapkan matanya ketika melihat sahabat perempuannya itu keluar menggunakan seragam SMA barunya. Pasalnya, perempuan itu kini terlihat berbeda dengan rok diatas lutut dengan motif kotak-kotak.

Laki-laki itu dengan cepat mengalihkan pandangannya kearah lain, saat perempuan itu sibuk mengikat rambutnya dengan dasi yang juga belum terpasang.

“Levi tolongin” ujar Perempuan itu dengan pandangan memelas

“Ck”

Laki-laki bernama Levi itu kemudian maju selangkah, lalu menarik kerah perempuan itu agar menunduk.

“PELAN-PELAN KENAPA SIH” teriaknya yang tidak terima dengan perlakuan Levi

“Bawel”

“Biwil”

“Hange.” tegur Levi membuat perempuan itu cengengesan

“Dasar tukang ngambek” cibirnya pelan

“Aku denger”

“Hehehehe”

Setelah siap keduanya kini berjalan berdampingan menuju Sekolah mereka.

BRUK

Tanpa sengaja seseorang menabrak tubuh Hange membuat perempuan itu hampir jatuh tersungkur. Untungnya Levi dapat menarik tangan Hange dengan sigap.

“Liat-liat kalau jalan.” tegur Levi pada orang tersebut

“Duh maaf kak.. maaf ga sengaja. Kak Hange maaf banget, tapi aku lagi buru-buru soalnya udah telat. Nanti abis istirahat aku samperin ya. Sekali lagi beneran maaf ya kak”

“Iya gapapa Eren”

“Ck” decih Levi tak suka melihat Hange terlalu baik

“Makasih kak, kalau gitu aku duluan ya” jelas Eren yang langsung berlari cepat setelah mendengar respon Hange

Seperginya Eren, perempuan itu kemudian berbalik menghadap Levi.

“Kasian tau, dia masih SMP jangan kamu ajak ribut” ujar Hange

“Hm”

Tiba-tiba mata mereka tak sengaja bertemu, membuat keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.

“Cantik”

“Hah? kamu bilang apa?” sahut Hange

“Apaan?”

“Oh kirain tadi ngomong”

“Geer”

“Dih bego, bilang cantik aja gengsinya selangit” laki-laki itu merutuki dirinya sendiri lalu mengalihkan pembicaraan

“Kacamata kamu retak” ujar Levi sambil memperlihatkan kacamata milik Hange yang sudah tidak berbentuk karena terinjak Eren

“Yah gimana, aku ga bisa liat jelas kalau gini”

“Yaudah nanti pulang sekolah aku temenin beli yang baru”

“Tapi aku kayanya aneh banget kalau ga pake kacamata”

“Ga aneh, kamu cantik.”

“Cantik banget malah”

“Emang.” balas Levi datar

“KAN ANJING KENAPA BILANG EMANG SIH CUPU”

“Levi” panggil Hange dengan kedua pipi memerah

Perempuan itu benar-benar sedang salah tingkah, karena sedari tadi Ia terus-terusan bisa mendengar isi kepala Levi.

“Hm”

“Aku sekarang lagi ga pake kacamata” ujar Hange pelan berharap Levi mengerti apa yang Ia maksud

Levi mengerutkan dahinya bingung, namun beberapa detik kemudian Ia melotot karena baru saja tersadar bahwa perempuan di hadapannya tidak seperti manusia pada umumnya. Ia mampu mendengar isi kepala orang lain hanya dengan menatap langsung mata lawan bicaranya.

Tanpa membalas ucapan Hange, laki-laki itu dengan cepat melangkahkan kakinya meninggalkan Hange yang masih diam karena menahan malu.

Laki-laki itu sedikit berlari sambil memukul-mukul pelan kepalanya. Bahkan, kedua pipinya kini sudah berubah warna menyerupai tomat.

Jean dan Pieck adalah salah satu pasangan yang baru menikah dua tahun lalu. Namun, sampai saat ini keduanya belum dikarunia seorang anak. Maka dari itu, kehadiran Gabi (anak dari sahabat mereka) di rumah adalah salah satu hal kecil yang mampu membuat pasangan itu bahagia.

“Gabi mau makan apa?” tanya Pieck sambil membuka pintu kulkas mencari bahan-bahan yang bisa Ia masak

“Gimana Mama aja soalnya semua masakan Mama enak.” balas Gabi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar TV karena fokus melawan Jean bermain bola.

Sedangkan Pieck terkekeh mendengar jawaban Gabi.

“IH PAPA CURANG.” teriak Gabi ketika kalah bermain PS bersama Jean

“Loh Papa kan menang, ko kamu bilang curang?”

Gabi menekuk bibirnya sambil melipat kedua tangan di dada.

“Pokoknya Papa curang.” ujar Gabi sambil berlari ke dapur

“MAMA, PAPA CURANG MAIN GAMENYA” adu Gabi sambil memeluk perut Pieck yang sedang memotong-motong sayuran

“Jean ah.” tegur Pieck membuat laki-laki jangkung yang baru datang itu tertawa

“Ma liat Papa malah ngetawain” sahut Gabi lagi

“Gabi ko gitu sama Papa” Jean pura-pura memasang wajah sedih

“Biarin, abis Papa curang”

“Oh gitu, Gabi sekarang ga sayang sama Papa?”

Anak perempuan itu mengangguk “Pokoknya hari ini Gabi mogok sayang Papa.”

“Papa nangis nih?”

“Biarin”

“Mama, liat Gabi jahat sama Papa” adu Jean sambil memeluk Pieck dari samping membuat Gabi ikut melakukan hal yang sama, kini anak itu berebut memeluk Pieck dengan Jean

“Aduh ini Mama lagi megang pisau loh” sahut Pieck yang jadi rebutan keduanya

“Gabi tuh, Yang”

“Ih Papa duluan” balas Gabi tak mau kalah

“Gabi”

“Papa”

“ASTAGA JEAN NGALAH DONG SAMA ANAKNYA” sahut Pieck memarahi Jean

“Hehehehehe”

Jean berpindah tempat kemudian menundukkan kepalanya, lalu mendekati telinga Gabi “Dek, kita kabur aja yuk, soalnya Mama lagi berubah jadi singa” bisik Jean

“Iya Pa. Mama kalau lagi marah lebih serem dari singa” balas Gabi ikut berbisik

Pieck melipat kedua tangannya di dada sambil memperhatikan Jean dan Gabi “Mama denger ya kalian ngomong apa”

Melihat itu keduanya berlari ke ruang TV sambil tertawa.

Tiba-tiba

“Gabi, beneran ga akan sayang Papa lagi?” tanya Jean kepikiran ucapan gadis kecil itu

“Engga, Gabi kan sayang Papa sama Mama selamanya” balas Gabi sambil tersenyum lebar

“Mau minta beli apa kamu sama Papa?” tanya Jean penuh selidik

“Hehehehe”


Setelah makan siang Jean dan Pieck mengantarkan Gabi ke stasiun untuk dijemput oleh Eren dan Mikasa.

“Minggu depan kesini lagi ya?” ujar Pieck sambil mengusap lembut rambut Gabi

Gadis itu memeluk tubuh Pieck dengan senyuman ceria “Iya, nanti Gabi minta Papi sama Mami anter Gabi ke sini lagi.”

“Liat sini dong foto dulu” suruh Jean pada keduanya agar mereka bisa berfoto bersama

“Nah gini kan bagus”

Pieck menoleh kearah Gabi “Tuh liat Gabi, centil banget Papa kamu”

“Emang Papa alay”

“Terus aja terus.”

“Bercanda, Papa kan ganteng banget” ujar Gabi membuat Jean dan Pieck tertawa

“Oke, besok mainan baru kamu Papa kirim ya.”

Jean dan Pieck adalah salah satu pasangan yang baru menikah dua tahun lalu. Namun, sampai saat ini keduanya belum dikarunia seorang anak. Maka dari itu, kehadiran Gabi (anak dari sahabat mereka) di rumah adalah salah satu hal kecil yang mampu membuat pasangan itu bahagia.

“Gabi mau makan apa?” tanya Pieck sambil membuka pintu kulkas mencari bahan-bahan yang bisa Ia masak

“Gimana Mama aja soalnya semua masakan Mama enak.” balas Gabi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar TV karena fokus melawan Jean bermain bola.

Sedangkan Pieck terkekeh mendengar jawaban Gabi.

“IH PAPA CURANG.” teriak Gabi ketika kalah bermain PS bersama Jean

“Loh Papa kan menang, ko kamu bilang curang?”

Gabi menekuk bibirnya sambil melipat kedua tangan di dada.

“Pokoknya Papa curang.” ujar Gabi sambil berlari ke dapur

“MAMA, PAPA CURANG MAIN GAMENYA” adu Gabi sambil memeluk perut Pieck yang sedang memotong-motong sayuran

“Jean ah.” tegur Pieck membuat laki-laki jangkung yang baru datang itu tertawa

“Ma liat Papa malah ngetawain” sahut Gabi lagi

“Gabi ko gitu sama Papa” Jean pura-pura memasang wajah sedih

“Biarin, abis Papa curang”

“Oh gitu, Gabi sekarang ga sayang sama Papa?”

Anak perempuan itu mengangguk “Pokoknya hari ini Gabi mogok sayang Papa.”

“Papa nangis nih?”

“Biarin”

“Mama, liat Gabi jahat sama Papa” adu Jean sambil memeluk Pieck dari samping membuat Gabi ikut melakukan hal yang sama, kini anak itu berebut memeluk Pieck dengan Jean

“Aduh ini Mama lagi megang pisau loh” sahut Pieck yang jadi rebutan keduanya

“Gabi tuh, Yang”

“Ih Papa duluan” balas Gabi tak mau kalah

“Gabi”

“Papa”

“ASTAGA JEAN NGALAH DONG SAMA ANAKNYA” sahut Pieck memarahi Jean

“Hehehehehe”

Jean berpindah tempat kemudian menundukkan kepalanya, lalu mendekati telinga Gabi “Dek, kita kabur aja yuk, soalnya Mama lagi berubah jadi singa” bisik Jean

“Iya Pa. Mama kalau lagi marah lebih serem dari singa” balas Gabi ikut berbisik

Pieck melipat kedua tangannya di dada sambil memperhatikan Jean dan Gabi “Mama denger ya kalian ngomong apa”

Melihat itu keduanya berlari ke ruang TV sambil tertawa.

Tiba-tiba

“Gabi, beneran ga akan sayang Papa lagi?” tanya Jean kepikiran ucapan gadis kecil itu

“Engga, Gabi kan sayang Papa sama Mama selamanya” balas Gabi sambil tersenyum lebar

“Mau minta beli apa kamu sama Papa?” tanya Jean penuh selidik

“Hehehehe”


Setelah makan siang Jean dan Pieck mengantarkan Gabi ke stasiun untuk dijemput oleh Eren dan Mikasa.

“Minggu depan kesini lagi ya?” ujar Pieck sambil mengusap lembut rambut Gabi

Gadis itu memeluk tubuh Pieck dengan senyuman ceria “Iya, nanti Gabi minta Papi sama Mami anter Gabi ke sini lagi.”

“Liat sini dong foto dulu” suruh Jean pada keduanya agar mereka bisa berfoto bersama

“Nah gini kan bagus”

Pieck menoleh kearah Gabi “Tuh liat Gabi, centil banget Papa kamu”

“Emang Papa alay”

“Terus aja terus.”

“Bercanda, Papa kan ganteng banget” ujar Gabi membuat Jean dan Pieck tertawa

“Oke, besok mainan baru kamu Papa kirim ya.”

Berkat kehadiran Hange, hari demi hari Levi jalani dengan rajin meminum obat tepat waktu. Tetapi, hari ini Ia tidak melihat sosok perempuan itu di mana pun. Biasanya, mereka selalu menghabiskan waktu bersama.

Hingga malam tiba perempuan itu tak kunjung menampakkan dirinya. Bahkan, besok dan hari seterusnya Ia tak pernah datang lagi.

Ini sudah hari kesepuluh Levi tidak berjumpa dengannya dan itu membuatnya frustasi.

“Isabel” panggil Levi saat adiknya sedang menuangkan teh pada cangkir miliknya.

“Kenapa, Kak?”

“Kau tau Hange dimana?”

Pertanyaan Levi membuat perempuan itu terdiam mematung lalu tersenyum bahagia.

“Sejak kapan Hange menghilang?” tanya Isabel dengan antusias

“Sepuluh hari.”

Senyuman Isabel semakin melebar.

“Sepertinya Kak Levi tidak perlu obat-obatan itu lagi.”

“Maksudmu?”

“Hari ini ikut aku ke Rumah Sakit ya, Kak.”


Entah apa yang sekarang Levi rasakan, kepalanya sangat tidak sanggup untuk mencerna apa yang Dokter katakan padanya. Ini adalah pertama kalinya Ia kembali mengunjungi Dokter, karena semenjak kehadiran Hange Ia tidak pernah mau lagi untuk berobat langsung.

“Hange tidak pernah ada.. Dia hanya teman yang dibuat oleh imajinasimu.”

Ia memutuskan untuk meninggalkan ruangan serba putih itu saat mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulut Dokternya. Bahkan, adiknya mengaku bahwa selama ini sosok Hange memang tidak pernah ada.

Isabel bukan tidak menyukai Hange, tetapi perempuan itu memang tidak pernah melihat sosok Hange.

Isabel tidak pernah bertemu Hange.

Di bangku Taman Rumah Sakit Levi mengacak-ngacak rambutnya dengan kasar. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya.

Apakah selama ini Ia hanya berhalusinasi?

Levi memang mengalami trauma sehingga harus menghabiskan waktunya untuk meminum obat. Tetapi, Ia tidak menyangka bahwa dirinya bisa sampai seperti ini.

Seorang perempuan dengan tangan memegang tiang infusan datang lalu duduk di sampingnya.

“Hi” sapanya ceria

Laki-laki itu membeku saat mendengar suara orang tersebut. Dengan perasaan ragu Ia menoleh ke arah sampingnya di mana perempuan itu sedang duduk sambil tersenyum manis.

“Hange?”

“Kau tahu namaku?” tanya perempuan itu terkejut

“Kau benar Hange?”

“Benar” jawabnya bingung karena Ia tidak mengenal Levi

“Kau nyata?”

“Tentu saja”

Hange itu hanya teman imajinasimu.

“Kau bohong”

“Hah?”

“Kau hanya imajinasiku kan?”

“Aku tidak mengerti maksudmu tapi aku nyata. Kau perlu bukti?” tanya Hange

Levi hanya diam menatap perempuan itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Saat ini otaknya sedang tidak bisa berpikir jernih.

Hange membuang napasnya lalu menarik lengan Levi untuk memegang kedua pipinya.

Saat menyadari itu, Levi langsung menarik tangannya. Karena Ia ingat bahwa Hange tidak mau sama sekali bersentuhan.

“Kau sudah percaya?”

“Hm”

Hange menatap Levi dengan tatapan serius “Kau tau? saat melihatmu entah kenapa aku seperti sudah mengenalmu cukup lama. Padahal kita baru saja bertemu.”

Levi hanya diam mendengarkan perempuan itu berbicara.

“Apa kita pernah bertemu?” tanya Hange

Levi tetap diam tak tahu harus menjawab seperti apa.

“Kenapa rasanya tidak asing sekali. Apa ini efek samping setelah koma satu tahun?” lanjutnya

“Kau koma?” tanya Levi

“Ya, setahun yang lalu aku mengalami kecelakaan hingga membuatku hanya bisa berbaring tak sadarkan diri. Aku pun tidak menyangka akan bangun kembali”

“Sejak kapan?”

“Apanya?”

“Kau sadar”

“Oh, kalau aku tidak salah hitung sepertinya sudah sepuluh hari yang lalu?”

“Sepuluh hari?”

Hange mengangguk membalas pertanyaan Levi. Sedangkan laki-laki itu terdiam, pikirannya melayang menyatukan puzzle-puzzle.

Apakah Hange yang selalu menemaninya itu menghilang karena Ia sudah terbangun dari koma?

Apakah selama ini Hange tidak mau memberitahukan informasinya, dan tidak mau  bersentuhan karena ini?

Levi tidak mengerti. Menurutnya ini terlalu mustahil untuk terjadi.

Tetapi, satu hal yang membuatnnya senang adalah Ia menemukan Hange kembali.

Saat hujan turun sangat deras dan diiringi suara petir, seorang laki-laki duduk di bawah lantai sambil menunduk dengan kedua tangan menutup telinganya rapat-rapat. Suara itu selalu membawa dirinya kembali ke malam di mana Ibunya di tembak mati tepat di depan matanya.

Wajahnya memucat, dan tubuhnya bergetar hebat. Hingga kedatangan seorang perempuan membuatnya perlahan kembali merasa tenang.

Perempuan itu ikut berjongkok di hadapan Levi sambil memeluk kedua lututnya.

“Levi?” panggil perempuan itu dengan raut wajah khawatir.

Levi mendongakkan kepalanya, matanya menatap perempuan itu dengan pandangan lega.

“Hange” ujar Levi dengan suara parau

“Maaf aku baru datang.” balas perempuan itu dengan rasa bersalah

Laki-laki bersurai hitam itu menggeleng lemah, baginya kedatangan Hange sekarang sudah lebih dari cukup.

Sejujurnya, Levi sangat ingin memeluk perempuan itu. Tetapi, Ia tahu bahwa Hange akan menolak apabila bersentuhan dengannya. Perempuan itu selalu terlihat tidak nyaman jika tubuh mereka terlalu dekat.

Namun, Levi tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena dengan kehadiran Hange di hadapannya saja sudah mampu membuatnya merasa tenang dan aman.

Dalam waktu yang lama mereka hanya diam, dengan Hange yang terus memandangi Levi sambil tersenyum manis. Membuat sedikit demi sedikit rasa takut Levi menghilang.

“Kau sudah meminum obatmu?” tanya Hange membuat laki-laki itu menggeleng pelan

“Kenapa?”

“Hanya sedikit bosan dengan rutinitasku.”

“Levi kau sudah berjanji padaku, apa kau lupa?” ujar perempuan itu merengut sebal

“Tentu saja aku ingat”

“Lalu kenapa kau tidak minum?”

Cklek

Suara pintu terbuka, memperlihatkan sosok perempuan dengan senyuman khasnya.

“Ada Isabel” sahut Hange membuat Levi menoleh ke arah pintu, dimana sang adik sedang berdiri.

“Kak, aku sama Farlan mau keluar sebentar. Kakak jangan lupa minum obatnya ya.” ujar Isabel

“Hm”

“Kakak tidak masalah kan aku tinggal sendirian?” tanya perempuan itu

“Ada Hange” balas Levi membuat senyuman Isabel memudar. Senyuman Hange pun ikut menghilang melihat raut wajah Isabel.

Levi tidak pernah tahu alasan Isabel kenapa Ia sangat tidak suka jika dirinya membahas Hange.

“Eung okay, Dadah Kakak!”

Seperginya Isabel, laki-laki itu menoleh ke arah Hange yang sedang memperhatikannya dengan alis terangkat.

“Apa?”

“Minum obatnya.” suruh Hange tegas

“Aku tidak mau” tolak Levi tak kalah tegas

“Kenapa?”

“Kau selalu menghilang saat aku tertidur setelah meminum obat” balas Levi pelan sambil menunduk, membuat tawa Hange meledak

Saat ini Levi terlihat sangat menggemaskan di mata Hange.

“Hahahaha”

“Menurutmu itu lucu?” tanya Levi dengan kesal

“Tentu saja.”

“Aku serius”

“Levi dengar, jika kau tertidur tentu saja aku harus pergi. Apa kau mau aku berdiam diri sendiri disini menatapmu terus menerus?”

“Ada Isabel.”

“Aku tidak mau mengganggu adikmu” ujar Hange dengan nada ragu dalam ucapan

“Oke kalau begitu aku tidak akan minum obat”

“Levi.” sahut Hange sambil menatap laki-laki yang lebih pendek darinya itu dengan tatapan tajam.

“Tsk.”

Dengan berat hati Ia meminum obatnya yang cukup banyak itu. Tak lama kemudian, Levi tertidur pulas.

Enoshima adalah sebuah pulau yang memiliki banyak tempat wisata terkenal. Salah satunya pada bagian atas Enoshima terdapat bukit yang dikenal sebagai Bukit Kekasih (Koibito no Oka) karena memiliki Bell of loving dragons.

Bukit Kekasih adalah tempat yang diciptakan berdasarkan legenda tentang kisah cinta antara Tennyo (dewi langit) dan Gozuryu (naga berkepala 5) yang diceritakan turun-temurun di Enoshima.

Di bukit ini juga terdapat Lonceng Cinta Ryuren. Katanya, pasangan kekasih yang membunyikan lonceng ini akan bisa saling mencintai untuk selamanya. Lonceng ini dikelilingi pagar tempat pasangan kekasih meletakkan gembok bertuliskan nama atau sumpah cinta abadi mereka.

Seperti pasangan lainnya, Petra dan Oluo pun memilih untuk menghabiskan waktu kencan mereka di sana.

“Apa.” sahut Petra dengan wajah galak saat mengetahui Oluo menatapnya dengan senyuman mencurigakan

“Cobain beli gembok terus cobain bunyiin loncengnya juga” ajak Oluo masih dengan senyuman lebarnya

“Ih ngapain”

“Ya siapa tau bisa bikin kita beneran langgeng”

“Ko gitu ngomongnya” ujar Petra tidak terima karena Oluo seakan tidak percaya mereka bisa bertahan lama.

“Kamu cantik, banyak yang suka. Sedangkan aku? orang aja pada aneh kenapa kamu mau sama aku.” jelas Oluo sambil tersenyum miring membuat Petra menghela napasnya

“Denger ya, walaupun kamu suka ngeselin tapi aku sukanya sama kamu. Aku milihnya kamu jadi ga perlu dengerin apa kata orang”

“Iya cantik”

“Geli”

“Hahahaha”

“Diem, ayo kesana.” ajak Petra sambil menarik lengan Oluo agar mengikutinya

“Kemana?”

“Katanya mau beli gembok sama bunyiin lonceng?”

“Kamu mau?”

“Iya biar pacar aku tenang, ga minder lagi.”

Akhirnya mereka berdua pergi membeli gembok dan menuliskan nama mereka di sana. Serta membunyikan lonceng bersama. Walaupun ini hanya sebuah mitos, tetapi apa salahnya mencoba selama itu membuat mereka bahagia.

Malam minggu adalah salah satu malam yang paling ditunggu oleh hampir semua pasangan. Terutama bagi mereka yang selalu disibukkan dengan pekerjaan yang siap menyita waktu mereka kapan saja.

Salah satunya adalah pasangan Mike dan Nanaba. Keduanya memutuskan untuk menghabiskan waktu berdua di salah satu Taman terkenal yaitu Showa Memorial Park, sebuah taman luas yang terletak di Tachikawa.

Showa Memorial Park, adalah salah satu taman yang menyajikan pemandangan indah. Terutama pada musim gugur di malam hari. Cahaya lampu yang berada disepanjang jalan membuat tempat itu terlihat semakin indah.

“Kamu kedinginan?” tanya Mike sambil menatap kekasihnya.

Gadis itu tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapih “Dikit sih”

“Disuruh pake jaket ga mau, sekarang kerasa kan dinginnya” ujar Mike sambil meraih tubuh gadis itu untuk semakin rapat pada dirinya

Mike menarik lengan Nanaba untuk dimasukkan ke dalam saku, lalu Ia merangkul kekasihnya itu dengan tangan besarnya.

“Masih dingin?”

Nanaba kembali tersenyum manis sambil menggeleng “Engga kan udah dipeluk kamu”

“Na, kayanya aku jatuh cinta lagi”

“Hah?”

“Sama kamu.”

Nanaba tertawa melihat wajah kekasihnya yang memasang wajah serius “Hahahahaha kenapa bisa gitu?”

“Ya kamu cantik”

“Jadi kalau aku jelek ga mau gitu?” tanya Nanaba

“Ga gitu maksudnya”

“Terus?”

“Kamu cantik itu emang fakta, tapi bukan itu alasan aku cinta sama kamu. Kalau disebutin satu-satu nanti kita keburu kakek nenek” balas Mike cengengesan

“Dih alasan banget”

“Hahahaha”

“Ketawanya jelek.”

“Tapi na, aku cinta kamu karena kamu Nanaba.”

“Merinding haha”

“Dih padahal seneng tuh kamu”

“Ya emang”

“Nana liat ada kucing putih lewat” sahut Mike sambil menunjuk seekor kucing yang tak jauh dari tempat mereka berdiri

“Ih kucingnya lucu pengen bawa pulang”

“Tau ga, Na?”

“Apa?”

“Katanya kalau liat kucing putih waktu kencan, orang itu bakal ada di dalam kondisi yang baik selamanya” jelas Mike

“Kamu percaya?” tanya Nanaba

“Kalau hal baik kan ga ada salahnya percaya” jawab Mike sambil tertawa

Nanaba ikut tertawa “Semoga ya.”

Menyaksikan fenomena gerhana matahari adalah salah satu hal yang paling Sasha tunggu. Terutama, gerhana cincin yang sangat jarang terjadi.

Gerhana matahari cincin terjadi ketika bulan tidak cukup besar untuk menutupi seluruh matahari, sehingga matahari terlihat seperti cahaya yang membentuk sebuah cincin di sekeliling bulan. Maka dari itu, Sasha mengajak sahabatnya Connie untuk menikmati pemandangan tersebut.

Pada pagi hari ini setiap sudut kota di penuhi oleh penduduk Osaka yang menantikan fenomena gerhana matahari.

“Males banget sumpah” ujar Connie saat melihat setiap jalan dipenuhi oleh penduduk setempat

“Sebentar doang, jangan tidur terus makanya. Sesekali nikmatin pemandangan luar” omel Sasha membuat laki-laki itu mencibir malas

“Daripada makan terus, mending tidur”

“Mending makan lah sehat”

“Sehat kalau makannya bergizi, lah kamu segala dimakan” ujar Connie tak mau kalah

“Berisik.”

“Dih ngambek kaya cewek”

“YA AKU EMANG CEWEK?”

“Oh, udah ganti sekarang?”

“Kalau mau aku tendang bilang.” sahut Sasha kesal, sedangkan Connie tertawa

“Ga perlu ketawa, nih pake”

Sasha memberikan kacamata penapis cahaya pada Connie, laki-laki itu dengan segera memakainya.

“Ganteng ya aku?” tanya Connie sambil cengengesan

“NGACA.”

“Sha, tau ga ada mitos tentang gerhana matahari” ujar laki-laki itu dengan raut wajah serius

“Males bercanda”

“Seriusan”

“Apa?”

“Katanya”

Connie terdiam cukup lama, membuat Sasha memukul tubuhnya dengan keras.

PLAK

“SAKIT SASHA”

“BODO.”

“Serius ini, katanya kalau orang pacaran liat gerhana matahari berarti cinta mereka bakal bertahan selamanya.” jelas Connie sambil melihat kearah Sasha

“Terus?”

“Kita kan lagi liat gerhana matahari berdua?” ujar Connie

Kedua pipi Sasha memerah “Tapi kita kan ga pacaran”

“Yaudah kalau gitu ayo pacaran”

“Bercandanya ga lucu”

“Muka aku lagi bercanda emang?”

“Ya abisnya kamu bercanda mulu”

“Jadi?”

“Iya”

“Kita pacaran?”

“JANGAN BIKIN AKU MAKIN MALU CONNIE.”

“Hahahaha”

Connie meraih tangan Sasha lalu menggenggamnya erat. Dengan kacamata penapis cahaya, mereka berdua menyaksikan proses masuknya bulan ke dalam piringan matahari hingga membentuk sebuah cahaya seperti cincin.